Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH :

MAQASID SYARIAH BIDANG PERCERAIAN

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Muqashid Syariah Hukum Keluarga

Disusun Oleh :
DENNY IDRUS
NIM. 202011003

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN AMAI GORONTALO
2020

1
A. PENDAHULUAN

Hakikat perkawinan adalah mewujudkan kesejahteraan lahir batin atau


kesejahteraan materil immateril bagi segenap anggota keluarga yang terdiri dari
suami isteri anak dan segenap keluarga besar suami isteri. Unifikasi laki-laki dan
perempuan dalam lembaga perkawinan diharapkan akan mewujudkan bangunan
keluarga yang kokoh, tenteram, penuh cinta kasih dan sejahtera.

Kondisi ideal terwujudnya bangunan keluarga seperti itu merupakan harapan


semua orang yang terlibat dalam perkawinan ketika sedang prosesi akad ijab qabul.
Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan dinamika bahtera rumah tangga,
ditemukan banyak rintangan dan gangguan dalam mewujudkan atau menguatkan
hakekat perkawinan. Suami dan isteri mengambil keputusan untuk mengakhiri
perkawinan dengan menanggung segala akibat yang ditimbulkan dari perceraian
tersebut. Bangunan rumah tangga telah runtuh dan perceraian merupakan pilihan
terakhir suami isteri.1

Ajaran Islam telah menetapkan aturan bagi orang yang ingin bercerai,
meskipun ajaran Islam telah menetapkan aturan perceraian bukan berarti Allah SWT
sangat ridha dengan hal itu, tapi sebaliknya bahwa perceraian (talak) merupakan
perbuatan yang halal, akan tetapi sangat dibenci oleh Allah sebagaimana hadis Nabi
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. riwayat 20082

‫ﺃ ﺑﻐﺾ ﺍﳊﻼ ﻝ ﺇﱃ ﺍ ﷲ ﺗﻌﺎ ﱃ ﺍ ﻟﻄﻼﻕ‬


Artinya: …Dari Abdillah bin Umar berkata, bersabda Rasulullah saw.
“perbuatan yang paling dibenci oleh Allah adalah talak”.

Jika perceraian merupakan jalan yang harus ditempuh bagi sebuah rumah
tangga yang telah dibangun dengan utuh sebelumnya dan tidak bisa dipertahankan
lagi untuk sementara waktu. Islam tidak melarang seorang suami untuk menceraikan
1
Ali Imbron, Memahami Konsep Perceraian dalam Hukum Keluarga, h.16
2
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Saudi Arabia: al-Arabiyah as-Saudiyah, 1404) jil 5, h. 441

2
tanpa adanya prosedur yang harus dilalui, jika suami telah mengucapkan kata-kata
cerai baik secara sarih (jelas) atau kinayah (sindiran) dengan niat perceraian, maka
jatuhlah cerai terhadap istrinya. Karena dalam ajaran Islam atau fiqh masalah
perceraian adalah masalah antara suami istri semata tidak memerlukan instansi serta
alat bukti bahwa telah terjadi perceraian antara suami istri, seperti adanya akta
perceraian atau bukti tertulis lainnya.

Sementara aturan perundang-undangan telah mengatur yang berkaitan dengan


tata cara perceraian dan hal-hal yang berkaitan dengan akibat yang ditimbulkannya.
Pasal 38 Undang-undang No. 1 tahun 1974 menegaskan bahwa: “Perkawinan dapat
putus karena, a. kematian, b. perceraian, c. atas keputusan Pengadilan.3

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Perceraian

Kata cerai menurut Kamus besar Bahasa Indinesia adalah: Pisah, putus
hubungan sebagai suami istri. Kemudian, kata “perceraian” mengandung arti:
Perpisahan, perihal bercerai; perpecahan. Adapun kata bercerai bererti: tidak
bercampur (berhubungan, bersatu) lagi, berhenti berlaki-bini (suami istri).4

Perceraian di dalam hukum Islam atau fiqh munakahat dikenal dengan istilah
thalak dan khuluk. Thalak merupakan perceraian yang inisiatifnya berasal dari suami,
sedangkan khuluk merupakan perceraian dengan inisiatif berasal dari isteri. Thalak
dan khuluk ini dipahami sebagai perbuatan hukum yang berakibat pada lepasnya
ikatan perkawinan suami isteri dengan tata cara yang makruf atau sesuai adat istiadat
yang baik. Perceraian ini merupakan tindakan hukum yang halal atau boleh akan
tetapi merupakan perbuatan yang paling dibenci oleh Tuhan Yang Maha Esa.5

3
Ramadhan Syahmedi Siregar, Keabsahan Perceraian Perspektif Fiqh dan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974, h.17-19
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 185.
5
Ali Imbron, Memahami Konsep Perceraian dalam Hukum Keluarga, h.16

3
Talak menurut bahasa berarti melepaskan tali dan membebaskan. Menurut syara’
melepaskan ikatan akad nikah dengan lafadz tertentu, misalnya :

‫ سرحتك‬- ‫ط لقتك – فر قتك‬


Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya
ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya.6

Secara umum, pembahasan tentang talak meliputi hukum talak, klasifikasi


talak, dan ketentuan iddah. Para ulama membuat kategori hukum talak menjadi yaitu:
wajib, sunnah, makruh, dan haram.7 Pembedaan hukum talak ini didasarkan pada
alasan atau penyebab terjadinya talak.

Berdasarkan beberapa sumber hukum, maka hukum perceraian (talak) itu


dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:

1. Wajib
Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri dan talak digunakan
sebagai tujuan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara suami isteri
jika masing masing pihak melihat bahwa talak adalah jalan satu-satunya
untuk mengakhiri perselisihan.
2. Sunnah,
Talaq disunahkan jika istri rusak moralnya, berbuat zina atau
melanggar larangan-larangan agama atau meninggalkan kewajiban-kewajiban
agama, seperti meninggalkan shalat, puasa, istri tidak „afifah (menjaga diri,
berlaku tidak terhormat).
3. Makruh.

Berdasarkan hadis yang menetapkan bahwa talak merupakan jalan


yang halal yang paling dibenci oleh Allah, yakni dibenci jika tidak ada sebab
6
Anif Latifa, Skripsi Telaah Keapsahan Hadis Tentang (Perbuatan Halal Yang Dibenci Allah Adalah
Talak).
7
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ensiklopedi Fiqh Wanita, Juz II (Bogor: Pustaka Ibnu
Katsir, 2008), hlm. 383-385.

4
yang dibenarkan, Sedangkan Nabi tidak mengharamkannya juga karena
perceraian (talak) dapat menghilangkan kemaslahatan yang terkandung dalam
perkawinan

4. Haram

Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa talak diharamkan jika tidak ada


keperluan untuk itu, karena talak yang demikian menimbulkan mhdharat, baik
bagi suami maupun istri, serta melenyapkan kemaslahatan kedua suami istri
itu tanpa alasan.8

2. Perceraian dalam Al Qur’an

Ketentuan hukum perceraian yang diatur dalam surah al Baqarah (QS. 2)


menjadi landasan umum dalam penetapan hukum talak. Ayat ayatnya memberikan
ketentuan dasar tentang segala hal yang berhubungan dengan perceraian dan akibat
hukumnya. Sehingga ketentuannya menjadi norma pengatur bagi hukum talak secara
umum.

Aturan perceraian dalam surah al Baqarah disebutkan dalam sebelas ayat,


yaitu ayat ke 226, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 234, 235, 237, dan 241. Berdasarkan
materi hukum yang diatur dapat dijelaskan sebagai berikut.

)٢٢٦( ‫لِّـلَّ ِذ ۡينَ ي ُۡؤلُ ۡونَ ِم ۡن نِّ َس ِٕٓاٮ ِهمۡ ت ََربُّصُ اَ ۡربَ َع ِة اَ ۡشه ۚ ٍ‌ُر فَا ِ ۡن فَٓا ُء ۡو فَا ِ َّن هّٰللا َ َغفُ ۡو ٌر َّر ِح ۡي ٌم‬

Artinya

Bagi orang yang meng-ila' istrinya harus menunggu empat bulan. Kemudian
jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.

8
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munkahat, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.214-217

5
)٢٢٧( ‫ق فَا ِ َّن هّٰللا َ َس ِم ۡي ٌع َعلِ ۡي ٌم‬
َ ‫َواِ ۡن َعزَ ُموا الطَّاَل‬

Artinya

Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Ayat ke 226 dan 227 surah Al Baqarah mengatur tentang persoalan ilaa’, yaitu
suami bersumpah untuk tidak mengumpuli istrinya. Ilaa’ tidak berakibat langsung
pada jatuhnya talak. Praktik ini biasa terjadi di masyarakat Arab, yaitu jika suami
marah kepada istrinya maka dia melakukan sumpah ilaa. Perilaku ilaa suami ini
dalam masyarakat Arab tanpa batas, sehingga menimbulkan ketidakjelasan status
istri. Oleh karena itu Al Qur’an merekonstruksi praktik ilaa’ dengan memberi batasan
empat bulan. Dalam waktu empat bulan suami harus menegaskan status istrinya,
apakah akan dirujuk atau dilepaskan (dicerai).

‫ق هّٰللا ُ فِ ْٓي‬
َ َ‫ت يَت ََربَّصْ نَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ُۤوْ ۗ ٍء َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن اَ ْن يَّ ْكتُ ْمنَ َما خَ ل‬ ُ ‫َو ْال ُمطَلَّ ٰق‬
‫ك اِ ْن اَ َرا ُد ْٓوا‬ ُّ ‫اَرْ َحا ِم ِه َّن اِ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر َوبُعُوْ لَتُه َُّن اَ َح‬
َ ِ‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِ ْي ٰذل‬
‫هّٰللا‬
‫َز ْي ٌز َح ِكيْم‬ ِ ‫ال َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َو ُ ع‬ ِ ‫ف َولِلرِّ َج‬ ِ ۖ ْ‫اِصْ اَل حًا َۗولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعرُو‬
)٢٢٨(ٌ
Artinya

Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga
kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para
suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka
menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai
kelebihan di atas mereka, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

6
Ayat 228 surah al baqarah menegaskan tentang masa tunggu (‘iddah) yang
harus dilalui oleh istri yang ditalak. Dalam ayat ini al qur’an juga mengatur tentang
bolehnya seorang suami merujuk istrinya selama masa iddahnya. Selain itu juga
ditentukan bahwa istri yang ditalak selama masa iddahnya mempunyai hak dan
kewajiban yang seimbang dengan mantan suaminya.9 Diantara hak istri tersebut
adalah mendapatkan nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan tidak mendapatkan
kekerasan dari mantan suaminya.10

‫ان ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم اَ ْن تَْأ ُخ ُذ ْوا‬ ٍ ‫ْر ْي ۢ ٌح ِباِحْ َس‬ ِ ‫ف اَ ْو تَس‬ ٍ ‫ك بِ َم ْعر ُْو‬ ٌ ۢ ‫ق َمر َّٰت ِن ۖ فَاِ ْم َسا‬
ُ ‫اَلطَّاَل‬
‫ِم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ُم ْوهُ َّن َش ْيـًٔا آِاَّل اَ ْن يَّ َخافَٓا اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُد ْو َد هّٰللا ِ ۗ فَاِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُد ْو َد‬
‫ك ُح ُد ْو ُد هّٰللا ِ فَاَل تَ ْعتَ ُد ْوهَا َۚو َم ْن يَّتَ َع َّد‬ َ ‫ت بِ ٖه ۗ تِ ْل‬ْ ‫اح َعلَ ْي ِه َما فِ ْي َما ا ْفتَ َد‬ َ َ‫ِ ۙ فَاَل ُجن‬
‫هّٰللا‬
ٰ ‫ك هُم‬ ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
)٢٢٩(‫الظّلِ ُم ْو َن‬ ُ َ ِٕ ‫ُح ُد ْو َد ِ فَا‬
‫ى‬ ‫ول‬
Artinya

Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami
dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali)
khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.

‫فَا ِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ت َِحلُّ لَهٗ ِم ۢ ْن بَ ْع ُد َح ٰتّى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َر ٗه ۗ فَا ِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َمٓا اَ ْن‬
)٢٣٠( َ‫ك ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَّ ْعلَ ُموْ ن‬
َ ‫يَّت ََرا َج َعٓا اِ ْن ظَنَّٓا اَ ْن يُّقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۗ َوتِ ْل‬
Artinya
9
Abi Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-Ansary Al-Qurtuby, Al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz
III (Beirut: Da>r Ihya> at-Turath al-‘Arabi, 1967), hlm. 82.
10
Imaduddin Abi al-Fidai Isma’il ad-Damsyiqi ibn Kathir, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, Juz I
(Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000), hlm. 608.

7
Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-
ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.

Ayat ke 229 dan 230 surah al Baqarah menjelaskan tentang model atau jenis
talak. Al Qur’an menegaskan bahwa talak itu ada dua, yaitu talak yang dapat dirujuk
dan talaq yang tidak dapat dirujuk. Talak yang dapat dirujuk (artinya suami dapat
kembali kepada istrinya tanpa melalui proses pernikahan) adalah talak dua,
sedangkan talak yang tidak dapat dirujuk adalah talak tiga. Ketentuann ini merupakan
rekonstruksi terhadap praktik masyarakat saat itu. Masyarakat Arab tidak mengenal
batasan talak, sehingga seorang suami dapat menjatuhkan talak berkali kali kepada
istrinya. Dia juga dapat merujuknya sewaktu waktu sesuai keinginannya tanpa
mempertimbangkan jumlah talak yang telah dijatuhkannya. Praktik ini merugikan
pihak istri, karena dia dapat dicerai kapan saja dan dirujuk kapan saja.11 Hal ini
mengakibatkan istri tidak memiliki hak apapun dalam masalah perceraian.

Al-qur’an kemudian mengubah praktik tersebut dengan cara mengurangi


jumlah talak yang dapat dirujuk. Seorang suami hanya boleh merujuk istrinya jika
talak yang dijatuhkannya hanya dua. Ketentuan ini mengharuskan para suami untuk
berhati hati dalam menjatuhkan talak, sekaligus memberikan perlindungan terhadap
istri yang ditalak.

Ketentuan baru yang diperkenalkan al-Qur’an dalam masalah talak adalah


tentang khulu’. Khulu’ adalah talak tebus, yang dilakukan istri agar suami
menceraikannya dengan imbalan materi tertentu. Khulu’ diperbolehkan dengan alasan
tertentu, seperti istri menduga suaminya tidak bertanggung jawab, atau terjadi

11
Ibid., hlm. 610

8
perselisihan antara suami istri. Dalam kondisi seperti ini istri dapat mengajukan
khulu’ kepada suaminya, dan suami boleh menerima imbalan yang diberikan istri dan
menjatuhkan talak kepadanya. Jika tidak ada alasan, maka khulu’ merupakan praktik
yang terlarang.12

Ketentuan khulu’ ini memberikan hak kepada istri untuk menggugat cerai
dengan alasan yang dibenarkan oleh hukum. Hal ini tentu saja memberi ruang
terhadap munculnya kesetaraan hak antara suami dan istri dalam masalah perceraian.

‫ف‬ٍ ۗ ْ‫ف اَوْ َسرِّ حُوْ هُ َّن بِ َم ْعرُو‬ ٍ ْ‫َواِ َذا طَلَّ ْقتُ ُم النِّ َس ۤا َء فَبَلَ ْغنَ اَ َجلَه َُّن فَا َ ْم ِس ُكوْ هُ َّن بِ َم ْعرُو‬
‫واَل تُمس ُكوْ هُ َّن ضرارًا لِّتَ ْعتَ ُدوْ ا ۚ وم ْن يَّ ْفعلْ ٰذلكَ فَقَ ْد ظَلَم نَ ْفسهٗ ۗ واَل تَتَّخ ُذ ْٓوا ٰا ٰي هّٰللا‬
ِ ‫ت‬ ِ ِ َ َ َ ِ َ َ َ َ ِ ِ ْ َ
‫ب َو ْال ِح ْك َم ِة يَ ِعظُ ُك ْم بِ ٖه ۗ َواتَّقُوا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫هُ ُز ًوا َّو ْاذ ُكرُوْ ا نِ ْع َمتَ ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َمٓا اَ ْنزَ َل َعلَ ْي ُك ْم ِّمنَ ْال ِك ٰت‬
)٢٣١( ‫هّٰللا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬

Artinya

Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai (akhir) idahnya,
maka tahanlah mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara
yang baik (pula). Dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk
menzalimi mereka. Barangsiapa melakukan demikian, maka dia telah menzalimi
dirinya sendiri. Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan.
Ingatlah nikmat Allah kepada kamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepada
kamu yaitu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), untuk memberi pengajaran
kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.

‫ضوْ ا بَ ْينَهُ ْم‬َ ‫اجه َُّن اِ َذا ت ََرا‬ َ ‫ضلُوْ هُ َّن اَ ْن يَّ ْن ِكحْ نَ اَ ْز َو‬ ُ ‫َواِ َذا طَلَّ ْقتُ ُم النِّ َس ۤا َء فَبَلَ ْغنَ اَ َجلَه َُّن فَاَل تَ ْع‬
‫ف ۗ ٰذلِكَ يُوْ َعظُ بِ ٖه َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم يُْؤ ِم ُن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر ۗ ٰذلِ ُك ْم اَ ْز ٰكى لَ ُك ْم‬ ِ ْ‫بِ ْال َم ْعرُو‬
)٢٣٢(‫طهَ ُر ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْعلَ ُم َواَ ْنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُموْ ن‬ ْ َ‫َوا‬
Artinya
12
Ibid, hlm. 613.

9
Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai idahnya, maka
jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah
terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan
kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu
lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui.

Ayat 231 dan 232 surah al Baqarah mengatur tentang hak suami dan istri pada
masa iddah dan setelahnya. Suami memiliki hak untuk merujuk atau melepaskan
istrinya, sedangkan istri memiliki hak untuk menerima atau menolak suaminya
kembali. Masa iddah juga memberi ketegasan kepada istri akan haknya untuk
mendapatkan kepastian, apakah dirujuk atau dicerai. Ketentuan ini memberikan dasar
hukum bagi munculnya kesetaraan hak dan kewajiban suami istri dalam masalah
perceraian. Ketika masa iddah sudah habis, suami dan istri diperbolehkan untuk
kembali dengan cara menikah lagi. Ketentuan ini merekonstruksi praktik masyarakat
Arab yang tidak membolehkan istri yang sudah habis masa iddahnya menikah lagi
dengan mantan suaminya.13

‫َّصنَ بِا َ ۡنفُ ِس ِه َّن اَ ۡربَ َعةَ اَ ۡشه ٍُر َّوع َۡشرًا‬
ۡ ‫ والَّ ِذ ۡينَ يُتَ َوفَّ ۡونَ ِم ۡن ُكمۡ َويَ َذر ُۡونَ اَ ۡز َواجًا يَّت ََرب‬
َ

ِ ‫فَا ِ َذا بَلَ ۡغنَ اَ َجلَه َُّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ۡي ُكمۡ فِ ۡي َما فَ َع ۡلنَ فِ ۡ ٓى اَ ۡنفُ ِس ِه َّن بِ ۡال َم ۡعر ُۡو‬
ؕ‫ف‬

‫َوهّٰللا ُ بِ َما ت َۡع َملُ ۡونَ خَ بِ ۡي‬

Artinya :

Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri


hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila
telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang
mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s Al Baqarah Ayat 234)

13
Ibid, hlm. 631

10
ۡ‫َّضتُمۡ بِ ٖه ِم ۡن ِخ ۡطبَ ِة النِّ َسٓا ِء اَ ۡو اَ ۡکن َۡنتُمۡ فِ ۡ ٓى اَ ۡنفُ ِس ُكم‬
ۡ ‫َاح َعلَ ۡي ُكمۡ فِ ۡي َما َعر‬
َ ‫َواَل ُجن‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫َعلِ َم ُ اَنَّ ُكمۡ َست َۡذ ُكر ُۡونَه َُّن َو ٰلـ ِك ۡن اَّل تُ َو‬
‫اع ُد ۡوهُ َّن ِس ًّرا اِاَّل ۤ اَ ۡن تَقُ ۡولُ ۡوا قَوْ اًل َم ْعرُوفًا‬

‫اعلَ ُم ۡ ٓوا اَ َّن هّٰللا َ يَ ۡعلَ ُم َما فِ ۡ ٓى‬


ۡ ‫اح َح ٰتّى يَ ۡبلُ َغ ۡال ِك ٰتبُ اَ َجلَهٗ َو‬ ۡ
ِ ‫ْز ُموا ُعق َدةَ النِّ َک‬
ِ ‫َواَل تَع‬

‫اعلَ ُم ۡ ٓوا اَ َّن هّٰللا َ َغفُ ۡو ٌر َحلِ ۡي ٌم‬ ۡ َ‫اَ ۡنفُ ِس ُكمۡ ف‬
ۡ ‫اح َذر ُۡوهُ َو‬

Artinya :

Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan


sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa
kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat
perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar
mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah,
sebelum habis masa idahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada
dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Pengampun, Maha Penyantun. (Q.s Al Baqarah Ayat 235)

Ayat 234 dan 235 menjelaskan tentang masa iddah bagi istri yang cerai mati.
Lamanya masa iddah cerai mati ini adalah empat bulan sepuluh hari. Batas iddah ini
berhubungan dengan masa peniupan ruh ke dalam janin. Artinya, masa empat bulan
sepuluh hari dikaitkan dengan ada tidaknya kehamilan pada istri yang ditinggal mati
oleh suaminya. Setelah habis masa iddahnya, istri memiliki hak untuk menikah lagi.

ً‫ضة‬ ۡ ‫َواِ ۡن طَلَّ ۡقتُ ُم ۡوهُ َّن ِم ۡن قَ ۡب ِل اَ ۡن تَ َمس ُّۡوهُ َّن َوقَ ۡد فَ َر‬
َ ‫ضتُمۡ لَه َُّن فَ ِر ۡي‬
ۡ ۤ
ِ ‫ضتُمۡ اِاَّل اَ ۡن ي َّۡعفُ ۡونَ اَ ۡو يَ ۡعفُ َوا الَّ ِذ ۡى بِيَ ِد ٖه ُعق َدةُ النِّ َك‬
‫اح‬ ۡ ‫ف َما فَ َر‬ ۡ ِ‫ فَن‬
ُ ‫ص‬
‫هّٰلل‬ ۡ َ‫َواَ ۡن ت َۡعفُ ۡ ٓوا اَ ۡق َربُ لِلتَّ ۡق ٰوى‌ؕ َو اَل ت َۡن َس ُوا ۡالف‬
ِ َ‫ض َل بَ ۡينَ ُكمۡ‌ؕ اِنَّا َ بِ َما ت َۡع َملُ ۡونَ ب‬
‫ص ۡي ٌر‬
Artinya :

11
Dan jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal
kamu sudah menentukan Maharnya, maka (bayarlah) seperdua dari yang telah kamu
tentukan, kecuali jika mereka (membebaskan) atau dibebaskan oleh orang yang akad
nikah ada di tangannya. Pembebasan itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah
kamu lupa kebaikan di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. (Q.s Al Baqarah Ayat 237)

Ayat 237 mengatur tentang ketentuan bagi istri yang dicerai sebelum
dikumpuli. Istri memiliki hak untuk tetap menerima mahar yang sudah ditentukan,
minimal setengah dari jumlah yang ditentukan. Perceraian jenis ini tidak
menimbulkan kewajiban iddah, artinya istri yang dicerai sebelum dikumpuli
suaminya, maka tidak ada masa iddah baginya.

ۡ
ٍ ‫اج ِهمۡ َّمتَاعًااِلَى ال َح ۡـو ِل غ َۡي َر اِ ۡخ َر‬
‫اج‬ ِ ‫صيَّةً اِّل َ ۡز َو‬
ِ ‫َوالَّ ِذ ۡينَ يُتَ َوفَّ ۡونَ ِم ۡن ُکمۡ َويَ َذر ُۡونَ اَ ۡز َواجًا َّو‬

‫َز ۡي ٌز َح ِک ۡي ٌم‬ ‫  فَا ۡن َخر ۡجنَ فَاَل ُجنَاح َعلَ ۡي ُکمۡ ف ۡى ما فَع ۡلنَ ف ۡ ٓىا َ ۡنفُسه َّن م ۡن م ۡعر ُۡو ٍ هّٰللا‬
ِ ‫فؕ َو ُ ع‬ َّ ِ ِ ِ ِ َ َ ِ َ َ ِ
Artinya :

Dan orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri,
hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun tanpa
mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka tidak ada
dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri
dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Q.s Al Baqarah Ayat
241)

Ayat terakhir dalam surah al baqarah yang mengatur tentang hukum talak
adalah ayat ke 241. Ayat ini mengatur kewajiban suami yang menjadi hak istri selama
masa iddah. Suami diwajibkan memberikan mut’ah kepada istrinya yang ditalak.
Kewajiban mut’ah ini berlaku bagi semua istri yang ditalak, baik sesudah dikumpuli
atau sebelum dikumpuli. Kewajiban mut’ah meliputi pemberian nafkah (makanan),
pakaian, dan tempat tinggal. Dengan adanya ketentuan ini suami tidak boleh
menelantarkan mantan istrinya selama dia menjalani masa iddah.

12
3. Talak dalam UU ( perundang-undangan) Republik Indonesia

a) UU No 1 Th 1974

UU No 1 Tahun 1974 Pasal 38, perkawinan dapat putus karena :

1) Kematian
2) Perceraian
3) Atas keputusan pengadilan

Menurut ketentuan pasal 39 ditegaskan bahwa perceraian hanya dilakukan di


depan sidang pengadilan. Setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Di dalam penjelasan UU No 1 Tahun 1974 Pasal 39 Ayat 2, di sebutkan


alasan-alasan yang bisa menyebabkan perceraian, di antaranya:

1) Zina, mabuk, berjudi.


2) Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa
keterangan.
3) Salah satu pihak mendapatkan/ dijatuhi hukuman penjara 5 tahun atau lebih.
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan pihak lain
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan/penyakit, sehingga tidak mampu
menjalankan kewajiban sebagai suami/ istri.
6) Sering terjadi percekcokan/ pertengkaran sehingga tidak ada harapan untuk
hidup rukun lagi14

4. Hikmah Perceraian

Ajaran Islam telah menetapkan aturan perceraian bukan berarti Allah SWT
sangat ridha dengan hal itu, tapi sebaliknya bahwa perceraian (talak) merupakan
perbuatan yang halal, akan tetapi sangat dibenci oleh Allah

14
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

13
‫ﺃ ﺑﻐﺾ ﺍﳊﻼ ﻝ ﺇﱃ ﺍ ﷲ ﺗﻌﺎ ﱃ ﺍ ﻟﻄﻼﻕ‬
Dari Abdillah bin Umar berkata, bersabda Rasulullah saw. “perbuatan yang
paling dibenci oleh Allah adalah talak” (Ibnu Majah no. riwayat 2008)

 Alsan larangan cerai ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya:


 Nikah adalah sebuah akad yang diperintahkan dan dianjurkan oleh
Islam, maka talak yang merupakan pemutus pernikahan berarti juga
pemutus sesuatu yang dianjurkan dan diperintahkan. Dan semua itu
terlarang kecuali kalau ada sebuah keperluan mendesak.
 Perceraian banyak membawa mafsadah bagi istri dan anak-anak, juga
bisa menjadi sebab perpecahan dan pertengkaran antara keluarga, yang
semua itu adalah terlarang.
 Perceraian tanpa sebab adalah mengkufuri nikmat pernikahan yang
disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,

َ ِ‫ف اَ ۡل ِسنَتِ ُكمۡ َواَ ۡل َوانِ ُكمۡ‌ؕ اِ َّن فِ ۡى ٰذل‬


‫ك‬ ۡ ‫ض َو‬
ُ ‫اختِاَل‬ ‫ق السَّمٰ ٰو ِ اۡل‬
ِ ‫ت َوا َ ۡر‬
ۡ ‫َو ِم ۡن ٰا ٰيتِ ٖه‬
ُ ‫خَل‬

‫ت لِّ ۡل ٰعلِ ِم ۡي‬


ٍ ‫اَل ٰ ٰي‬

 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia telah menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tentram padanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan
sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)15

 Adapun Hikmah Allah memperbolehkan talak dan hanya membatasi sampai


2x yaitu :

15
https://konsultasisyariah.com/10505-shahihkah-hadis-allah-membenci-perceraian.html

14
 Baik suami ataupun istri akan menjaga & memelihara ikatan
pernikahan yg suci karna pernikahan adalah ikatan yg suci pasangan
suami istri di hadapan Allah SWT
 Perikahan adalah ibadah yang saklar maka layak di jaga dan jangan di
nodai dengan apapun
 Suami ataupun istri baru menyadari kesalah yang di lakukan pada
masing-masing pasangan setelah terjadinya perceraian, maka ketika
rujuk ke duanya bisa memperbaiki kesalahannya masing2 dan
hidupnya bisa rukun, sakina, mawadah, warohmah
 Untuk membentengi suami agar bisa menjaga diri dari pasangan
menjatuhkan kata talak, karena hanya 2x talak yang bisa rujuk ke pada
sang istri tersebut.16

C. Kesimpulan

Hukum talak halal namun dibenci oleh Allah. Tentang hukum talak ini para
ahli fiqh berbeda pendapat. Namun pendapat yang paling banyak diantara semua itu
menyatakan bahwa hukum talak “terlarang” kecuali karena alasan yang benar .

16
Ibid

15
DAFTAR PUSTAKA

 Ali Imbron, Memahami Konsep Perceraian dalam Hukum Keluarga

 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Saudi Arabia: al-Arabiyah as-Saudiyah,

1404)

 Ramadhan Syahmedi Siregar, Keabsahan Perceraian Perspektif Fiqh dan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).

16
 Anif Latifa, Skripsi Telaah Keapsahan Hadis Tentang (Perbuatan Halal Yang

Dibenci Allah Adalah Talak).

 Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ensiklopedi Fiqh Wanita, Juz II

(Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008)

 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munkahat, (Jakarta: Kencana, 2006)

 Abi Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-Ansary Al-Qurtuby, Al-Ja>mi’ li

Ah}ka>m al-Qur’a>n, Juz III (Beirut: Da>r Ihya> at-Turath al-‘Arabi, 1967).

 Imaduddin Abi al-Fidai Isma’il ad-Damsyiqi ibn Kathir, Tafsi>r al-Qur’a>n

al-‘Az}i>m, Juz I (Kairo: Muassasah Qurtubah, 2000).

 https://konsultasisyariah.com/10505-shahihkah-hadis-allah-membenci

perceraian.

17
18

Anda mungkin juga menyukai