Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat, yang

mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dengan

seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri, atau dengan kata

lain dapat disebut sebagai hubungan formal. Ikatan bathin merupakan

hubungan yang tidak formal yaitu suatu ikatan yang tidak dapat dilihat,

dan ikatan ini harus ada dalam suatu perkawinan karena tanpa

adanya ikatan bathin, ikatan lahirakan menjadi rapuh. Oleh karena

itulah terjalinnya ikatan lahir dengan ikatan bathin merupakan pondasi

dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Waluyo, 2020)

Perkawinan merupakan sunnatullah yakni hidup berpasang-

pasangan, hidup berjodoh-jodohan demikian ini merupakan naluri manusia

yang diciptakan oleh Allah SWT. (Abror, 2020)

Dalam firman Allah QS. Az- Zariyat (51) 49:

‫َوِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء َخ َلْقَنا َز ْو َج ْيِن َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُروَن‬


2

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya

kamu mengingat kebesaran Allah” (QS. Az- Zariyat (51) 49)

Dari ayat Al-Qur’an tersebut, bermakna anjuran untuk menikah dan

bahwa Allah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, yaitu

sebagai suami isteri, yang dimana perkawinan harus melalui suatu akad

yang telah ditentukan menurut rukun dan syarat perkawinan. Diantara

manfaat dan hikmah perkawinan ialah bahwa perkawinan itu menentramkan

jiwa, dan meredam emosi, menutup dan menundukkan pandangan dari

segala yang dilarang Allah dan untuk mendapat kasih sayang suami istri

yang dihalalkan Allah sesuai dengan firman-Nya. (Abror, 2020)

Atas dasar itu, Islam sebagai agama yang komprehensif, meliputi

segala dimensi kehidupan manusia, memberikan aturan-aturan guna

membimbing umatnya dalam membentuk keluarga yang sakinah,

mawaddah, dan rahmah tersebut.

Islam mengatur tentang tata cara bergaul dalam rumah tangga,

menentukan hak dan kewajiban suami isteri, hingga tata cara menyelesaikan

perselisihan yang bisa saja terjadi dalam setiap hubungan suami-isteri. Salah

satu penyebab perselisihan yang berakhir pada perceraian yang sering

terjadi ialah karena nusyuznya istri terhadap suaminya.

Secara Bahasa (terminologi) nusyuz berasal dari kata nasyaza-

yansyuzunusyuzan yang berarti seorang istri mendurhakai suaminya. Secara

etimologi, nusyuz diartikan sebagai perilaku durhaka yang ditimbulkan oleh

seorang istri terhadap suaminya, atau meninggalkan kewajiban selaku istri,


3

seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya Secara etimologi nusyuz

diartikan sebagai perilaku durhaka yang ditimbulkan oleh seorang isteri

terhadap suaminya, atau meninggalkan kewajiban selaku isteri, seperti

meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. (Zulfan, 2017)

Hak dan kewajiban masing-masing suami isteri telah ditegaskan

dalam al-Quran dan al-Hadits yang kemudian dikhususkan dalam

pembahasannya dalam fiqh munakahat dan telah diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam. Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa pelanggaran

terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban oleh salah satu pihak yaitu oleh

suami atau isteri dalam perkawinan disebut dengan nusyuz. Ketika seorang

istri tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya, maka dalam

Islam si isteri tersebut disebut nusyuz seperti yang telah ditegaskan dalam

al-Quran surat An Nisa ayat 34 :

‫ُش‬‫ُن‬ ‫ُف‬ ‫ّٰل‬


‫َو ا ِتْي َتَخ ا ْو َن ْو َزُهَّن‬

‫َفِع ُظْو ُهَّن َو اْهُجُر ْو ُهَّن ِفى‬


‫َّۚن‬
‫اْلَم َض اِج ِع َو اْض ِرُبْو ُه ِاْن‬
‫َف‬
4

‫َاَطْع َنُك ْم َفاَل َتْبُغ ْو ا َع َلْيِهَّن‬

‫َس ِبْيۗاًل ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلًّيا َك ِبْيًر ا‬

“Dan terhadap isteri yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka beri

pengajaran dia, dan pisahkanlah tempat tidurnya, dan pukulah dia, maka jika

dia telah taat kepada kamu maka janganlah kamu aniaya dia (cari-cari jalan

untuk menyalahkannya), bahwa sesungguhnya Allah maha tinggi dan maha

besar” (QS. An nisa( 34))

Begitu juga dengan suami, apabila tidak menjalankan kewajibannya

sebagaimana mestinya maka si suami tersebut disebut nusyuz, hal ini juga

ditegaskan dalam al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 128:

‫َو ِا اْمَر َاٌة َخ اَفْت ِم ْۢن‬


‫ِن‬

‫َبْع ِلَها ُنُش ْو ًز ا َاْو ِاْع َر اًض ا‬


‫‪5‬‬

‫َفاَل ُج َناَح َع َلْيِهَم ٓا َاْن‬

‫ُّيْص ِلَح ا َبْيَنُهَم ا ُص ْلًح ۗا‬

‫ْح‬‫ُا‬ ‫ٌۗر‬
‫َو الُّص ْلُح َخ ْي َو ِض َر ِت‬

‫ُن‬ ‫ُت‬ ‫ْن‬ ‫َّۗح‬


‫اَاْلْنُفُس الُّش َو ِا ْح ِس ْو ا‬

‫َو َتَّتُقْو ا َفِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبَم ا‬

‫َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيًر ا‬


‫‪“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz dari suaminya, maka‬‬
6

tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-

benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia

menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik

dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh) maka

sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An

nisa( 128))

Akan tetapi, di dalam Kompilasi Hukum Islam tidak ditegaskan atau

diatur mengenai nusyuznya suami secara tegas seperti pada isteri. Dengan

kata lain ketentuan pengaturan terhadap konsep nusyuz dalam Kompilasi

Hukum Islam tersebut dirasakan membawa ketidakadilan, karena ketika

suami tidak dapat memenuhi kewajibannya (nusyuz) tidak ditentukan

sanksinya. Sedangkan ketika isteri dianggap telah nusyuz, maka hak isteri

gugur untuk menuntut kewajiban suami terutama mendapatkan nafkah,

dengan dalih atau alasan bahwa “pemberian nafkah kepada isteri adalah

merupakan imbalan dari bolehnya suami bersenang-senang (istimta’)

dengan isteri.(Wahbah dalam (Islam, 2020)

Di dalam Kompilasi Hukum Islam, kata nusyuz disebut sebanyak 6

(enam kali). Kata-kata nusyuz tersebut terdapat pada Pasal 80, pasal 84,

serta pada pasal 152. Di dalam Pasal 80 ayat (7), disebutkan bahwa jika

seorang isteri berbuat nusyuz, maka suaminya dibebaskan dari kewajiban

menanggung nafkah,pakaian, tempat tinggal, biaya rumah tangga, biaya

perawatan dan pengobatan bagi isterinya. (Mahahkamah Agung RI,

2011:84). Sementara itu, Pasal 84 berisi keterangan tentang bagaimana yang


7

dimaksud dengan nusyuz yang dilakukan oleh isteri (pasal 84 ayat 1) yaitu

ketika istri tidak menunaikan kewajibannya untuk berbakti lahir dan batin

kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam (Mahkamah

Agung, 2011, hal. 85)

Sementara konsekuensi dan jangka waktu dicabutnya hak istri akibat

nusyuz diatur dalam (pasal 84 ayat 2 dan ayat 3), serta pembuktian tentang

ada tidaknya tindakan nusyuz tersebut diatur dalam (pasal 84 ayat 4) yaitu

wajib didasarkan atas bukti yang sah (Mahkamah Agung, 2011, hal. 85)

Sedangkan Pasal 152 memuat ketentuan mengenai konsekuensi

nusyuz yang dilakukan oleh seorang isteri yang berakibat istri tidak berhak

mendapatkan nafkah iddah dari suaminya (Mahkamah Agung, 2011, hal.

101)

Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap

pemahaman ajaran agama secara kontekstual tersebut termasuk ketentuan

nusyuz yang terdapat dalam ajaram Islam. Dengan memperhatikan

permasalahan penafsiran di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

masalah tersebut dan bermaksud untuk mengadakan penelitian skripsi

dengan judul “Analisis Ketentuan Nusyuz Menurut Perspektif

Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan no. 2101/Pdt.G/2021/PA.Sby)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

diantaranya :

1. Bagaimana pertimbangan hakim pada perkara nomor


8

2101/Pdt.G/2021/PA.Sby?

2. Bagaimana tinjauan Kompilasi Hukum Islam terhadap perkara nomor

2101/Pdt.G/2021/PA.Sby?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk;

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim pada perkara nomor

2101/Pdt.G/2021/PA.Sby

2. Untuk mengetahui tinjauan Kompilasi Hukum Islam terhadap perkara

nomor 2101/Pdt.G/2021/PA.Sby

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai kontribusi

dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan, dan dapat menjadi bahan

referensi ataupun bahan diskusi bagi mahasiswa Fakultas ________

maupun masyarakat luas serta berguna bagi perkembangan ilmu

pengetahuan di bidang hukum Islam.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

masyarakat luas khususnya masyarakat yang sudah menjalani pernikahan.

Selain itu penelitian ini juga berguna untuk memenuhi salah satu syarat

akademik guna memperoleh gelar sarjana Hukum Islam.

B. Domain Penelitian

Teknik analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran

objek penelitian secara umum atau ditingkat permukaan, namun relatif utuh

tentang onjek penelitian tersebut. Tujuanmya untuk memperoleh gambaran


9

seutuhnya dari objek yang diteliti. Tanpa harus diperincikan secara detail

unsur-unsur yang ada dalam keutuhan objek penelitian tersebut.

Dalam penelitian ini domain yang terdapat didalam nya adalah

ketentuan nusyuz.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Nusyuz

Secara etimologi lafadz nusyuz adalah akar (Masdar) dari lafad


1
0

Nasyaza, Yansyuzu, dalam arti: terangkat, lafad nusyuz diambil dari lafad

nasyazi, yang berarti sesuatu yang terangkat dari bumi (Anam, 2014). Abu

Ubaid berkata “nusyuz” atau nasyazi” adalah sesuatu yang tebal dan keras.”

Kata nusyuz ini jika ditarik pengertian mengandung arti irtifa’

(pengunggulan). Maksudnya seorang istri yang melanggar atau keluar dari

hak-hak dan kewajibannya sebagai seorang istri atas suaminya. Dia telah

mengungguli tabiatnya sebagai seorang istri dan apa yang menjadi fitrah

dalam pergaulan sehari-hari (Wahyuddin, 2023). Atau dengan kata lain,

nusyuz artinya durhaka, yaitu jika istri ataupun suami telah meninggalkan

kewajiban-kewajibannya (Putra, 2020). Nusyuz dari pihak istri misalnya

ketika seorang istri meninggalkan rumah tanpa seijin suaminya. Kemudian

nusyuz dari pihak suami yaitu ketika seorang suami mendiamkan istrinya

atau bersikap acuh tak acuh kepada sang istri (Oktorinda, 2017).

Secara definitif nusyuz diartikan dengan: “kedurhakaan istri terhadap

suami dalam hal menjalankan apa-apa yang diwajibkan Allah atasnya”.

Nusyuz adalah suatu fenomena yang sebenarnya berasal dari perempuan,

tetapi ada kalanya juga ditimbulkan dari laki-laki, walaupun bisa berawal

dari keduanya dengan saling menuduh dan saling menghujat terhadap salah

satunya (Nurcahaya, 2016). Ulama Fiqh mengartikulasikan nusyuz dengan

pengertian yang lebih umum, mereka berpendapat bahwa nusyuz

kemungkinan bisa dari pihak istri atau suami dengan melihat konteks ayat

diatas.

Secara umum yang dimaksud nusyuz adalah meninggalkan


1
1

kewajiban bersuami istri. Jadi bisa dipahami bahwa nusyuz itu bukan berasal

atau bukan hanya dilakukan oleh seorang istri saja atau seorang suami saja

(Putra, 2020). Para pakar mengartikan kata nusyuz yang terdapat dalam dua

surat al-Qur’an tersebut sebagai berikut. Imam ar-Raghib berpendapat bahwa

nusyuz mengandung makna perlawanan terhadap pasangannya masing-

masing, baik itu suami maupun istrinya dan melindungi laki-laki lain atau

wanita lain dan mengembangkan hubungan yang tidak sah (Kamalia, 2020).

Ath-thabari dalam (Anam, 2014) mengatakan, nusyuz berarti “melawan

suaminya atau mendiamkan istrinya dengan tujuan penuh dosa” (yakni

membangun hubungan yang tidak sah) dia juga meluaskan artinya dengan “

berbalik melawan pasangannya dengan penuh kebencian dan membalikkan

wajah dari pasangannya”. Dia juga mengatakan bahwa arti literal nusyuz

yaitu “kebangkitan” atau “penonjolan” kemudian ia mengutip beberapa ahli

yang otoritatif dalam cara mereka memahamikata ini. Dia mengutip

beberapa diantara mereka yang berfikir bahwa nusyuz artinya ”kebencian

terhadap pasangannya dan berbuat dosa kepadanya.

Ahmad ali menerjemahkan nusyuz secara sederhana dengan “menjadi

penentang”. Sementara Muhammad Asad menerjemahkannya dengan “sakit

hati” dan menjelaskan istilah nusyuz sebagai berikut secara literal berarti

“perlawanan” terdiri dari segala bentuk perbuatan jelek yang disengaja oleh

seorang istri kepada suaminya atau seorang suami kepada istrinya. Ia juga

menunjuk pada “perlakuan yang tidak wajar”. Dalam konteks ini perlakuan

yang tidak wajar dari seoarang istri mengandung makna kesengajaan dan
1
2

pelanggaran yang keras dari kewajiban perkawinannya. Perlakuan tidak

wajar ini bisa datang dari suami ataupun istri (Anam, 2014).

Imam fakhr ad-Din mengatakan bahwa nusyuz dapat dengan kata

(qaul) atau dengan perbuatan (fa’al). Ketika seorang suami atau istri

berbicara tidak sopan kepada seorang istri atau suaminya itu adalah qoul.

Dan ketika suaminya mengajak tidur istrinya, tapi istrinya menolak atau

berbuat sesuatu yang intinya tidak mentaati suaminya. Itu dengan fa’al, yaitu

perbuatan.

Nusyuz itu haram hukumnya karena menyalahi sesuatu yang telah

ditetapkan agama melalui Al-Qur’an dan hadits Nabi. Dalam hubungannya

kepada Allah pelakunya berhak mendapatkan dosa dan dalam hubungannya

kepada suami dan rumah tangga merupakan suatu pelanggaraan dalam

kehidupan suami istri. Atas perbuatan itu pelaku mendapat ancaman

diantaranya gugur haknya sebagai istri atau suami dalam masa nusyuz itu

(Fantari, 2019)

B. Dasar Hukum Nusyuz

Dasar menjelaskan perihal nusyuz antara lain mengelaborasi surat an-

Nisa’ ayat 34, yaitu: ُ

‫ُش‬ ‫ُن‬ ‫ُف‬


‫َو ا ِتْي َتَخ ا ْو َن ْو َزُهَّن‬‫ّٰل‬
‫َفِع ُظْو ُهَّن َو اْهُجُر ْو ُهَّن ِفى‬
1
3

‫َّۚن‬
‫اْلَم َض اِج ِع َو اْض ِرُبْو ُه ِاْن‬
‫َف‬
‫َاَطْع َنُك ْم َفاَل َتْبُغ ْو ا َع َلْيِهَّن‬
‫َس ِبْيۗاًل ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ِلًّيا َك ِبْيًر ا‬
Artinya: Dan terhadap isteri yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
beri pengajaran dia, dan pisahkanlah tempat tidurnya, dan
pukulah dia, maka jika dia telah taat kepada kamu maka
janganlah kamu aniaya dia (cari-cari jalan untuk
menyalahkannya), bahwa sesungguhnya Allah maha tinggi dan
maha besar

Nusyuz dalam ayat ini berarti durhaka atau ingkar. Oleh sebab itu,

maksud ayat ini ialah, sekiranya kamu bimbang akan kedurhakaan dan sikap

meninggi diri mereka (isteri) dari pada mematuhi apa yang diwajibkan Allah

ke atas mereka, yaitu mentaati suami (Khairuddin, 2021). Penafsiran ini

senada dengan penafsiran Syaikh Sa’id Hawwa, yaitu kedurhakaan seorang

istri dan sikap meninggi diri mereka dengan cara mengabaikan ketaatan

pada suami (Khairuddin, 2021).

Sayyid Imam Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan, nusyuz pada

asalnya bermakna meninggi. Perempuan yang menyimpang dari hak-hak

suaminya sungguh dia telah meninggikan dirinya atas suaminya dan

berusaha menjadikan suaminya berada di bawah pimpinannya. Bahkan, dia

juga meninggikan karakternya sehingga dia menyalahi tatanan fitrah yang

dikehendaki dalam bergaul. Oleh sebab itu, dia bagaikan sesuatu yang
1
4

meninggi dari tanah yang keluar dari permukaan yang datar (Sembiring,

2021).

Adapun dasar hukum nusyuz dari pihak suami terhadap isteri adalah

firman Allah Swt an Nisa’ ayat 128:

‫َو ِا اْمَر َاٌة َخ اَفْت ِم ْۢن‬


‫ِن‬
‫َبْع ِلَها ُنُش ْو ًز ا َاْو ِاْع َر اًض ا‬
‫َفاَل ُج َناَح َع َلْيِهَم ٓا َاْن‬
‫ُّيْص ِلَح ا َبْيَنُهَم ا ُص ْلًح ۗا‬

‫ْح‬‫ُا‬ ‫ٌۗر‬
‫َو الُّص ْلُح َخ ْي َو ِض َر ِت‬
‫ُن‬ ‫ُت‬ ‫َّۗح‬
‫اَاْلْنُفُس الُّش َو ِاْن ْح ِس ْو ا‬
‫َو َتَّتُقْو ا َفِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبَم ا‬
1
5

‫َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيًر ا‬


Artinya : Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz dan sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenarbenarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, dan
jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara
dirimu (dari nusyuz da sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah
maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dalam kompilasi hukum Islam, soal nusyuz juga diatur. Beberapa pasal

menegaskan hak dan kewajiban suami dan istri.

Pasal 80 ayat:

1. Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan

tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting

diputuskan oleh suami dan isteri.

2. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi

kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi

agama, nusa dan bangsa.

4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman isteri;

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi

isteri dan anak;


1
6

c. Biaya pendidikan bagi anak.

Pasal 83 ayat:

1. Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin

kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam;

2. Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga dengan

sebaik-baiknya;

Pasal 84

1. Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak melaksanakan

kewajibankewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1)

kecuali dengan alasan yang sah;

2. Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isteriya tersebut

pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk

kepentingan anaknya.

3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali setelah

isteri tidak nusyuz.

4. Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus didasarkan

atas bukti yang sah.

Ketentuan tersebut dalam Kompilasi Hukum Islam hanya mengatur

tentang nusyuz yang dilakukan oleh pihak isteri dan tidak ada satupun

ketentuan yang mengatur tentang nusyuz yang dilakukan oleh pihak suami.

Di dalam ketentuan tersebut tidak mengatur bagaimana langkah-langkah

yang harus dilakukan untuk menyelesaikannya sebelum terjadinya

perceraian. Hal ini cukup mengherankan karena Kompilasi Hukum Islam


1
7

bersumber pada kitab-kitab klasik justru tidak mengatur nusyuz suami

padahal sangat tidak menutup kemungkinan jika nusyuz itu datang dari

pihak suami serta tata cara penyelesaiannya. Dalam ketentuan tersebut tidak

diatur secara pasti tentang pasal khusus tentang nusyuz dan dalam KHI tidak

mengatur bagaimana penyelesaian nusyuz.

C. Macam –macam Nusyuz

Nusyuz ini timbul bila suami atau istri atau keduanya tidak

melaksanakan kewajiban yang mesti dan seharusnya dipikul oleh keduanya.

nusyuz mempunyai ciri-ciri dan keadaan-keadaan yang telah dijelaskan oleh

Allah dalam Al Qur’an. Adapun ciri-ciri nusyuz terdiri dari 2 segi keadaan

yaitu, pertama: nusyuz dari pihak istri, kedua nusyuz dari pihak suami.

1. Nusyuz dari pihak istri

Salah satu penyebab dari awal keretakan dan ketidak harmonisan suatu

hubungan rumah tangga adalah terjadinya nusyuz, karena nusyuz ini

merupakan suatu tindakan ketidak patuhan atau suatu tindakan yang salah

dari seorang suami atau istri. nusyuz dari pihak istri adalah bahwa sang

suami terlepas dari tanggung jawabnya, dan bahwa istrinyalah yang keluar

dari bingkai kepatuhan, atau melakukan sesuatu yang dibenci. Termasuk

nusyuz apabila keluar dari tempat tinggal bersama tanpa seizin suaminya.

Akan tetapi mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa apabila

keluarnya isteri itu untuk keperluan suaminya maka tidak termasuk nusyuz,

akan tetapi jika keluarnya isteri itu bukan karena kebutuhan suami maka

isteri itu dianggap nusyuz (Dimyati, 2020). Begitu juga, apabila isteri
1
8

menolak untuk ditiduri oleh suaminya. sebagaimana Muhammad Sarbini al-

Katib berpendapat, perempuan dianggap nusyus ketika dia enggan diajak

melakukan hubungan seksual (Harahap, 2018).

Dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh pihak istri tersebut,

dapat diklasifikasikan yang menjadi penyebab dari terjadinya nusyuz yang

dilakukan oleh seorang istri tersebut antara lain:

a. Seorang istri menolak berhias dan bersolek dihadapan suami. Sementara

suami menginginkannya dan menasehatinya agar bersolek.

b. Menolak ajakan tidur. Dimana memenuhi hasrat suami itu merupakan

kewajiban seorang istri dan merupakan suatu hak bagi seorang suami.

c. Mengingkari kebaikan suami. Yang mana dalam rumah tangga jika

seorang istri tidak bekerja dan hanya berdiam di rumah. Seharusnya dia

lebih bisa menghargai suaminya. Karena istri ini hanya bersikap pasif.

Kalaupun seorang istri ini telah bekerja, tidak baik pula jika dia

mengingkari kebaikan yang diberikan oleh suaminya. Dan malah

bersikap acuh kepada suaminya.

d. Tidak betah di rumah. Keluar rumah tanpa izin dari suami, karena

seorang istri tidak boleh pergi kemana saja, ia harus meminta ijin

suaminya.

e. Mengucapkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan kepada suaminya

dan mencela juga mencaci maki suaminya.

f. Menolak menjalin hubungan keluarga dengan saudara suami. Karena

menjalin silaturrahmi itu dianjurkan oleh Allah. Apalagi jika itu


1
9

merupakan saudara suami yang mana sudah menjadi saudara dari istri

dari suami tersebut.

g. Mau menang sendiri. Tidak mau dipimpin suaminya, tetapi ingin

memimpin suaminya, dalam arti suami ingin dikendalikan sesuai dengan

kehendak istrinya.

2. Nusyuz dari Pihak suami

Keluarga dapat disebut sejahtera mana kala terpenuhi segala

kebutuhannya yang meliputi, pangan, sandang, papan dan segala hubungan

yang harmonis antar keluarga, ada sumber keuangan yang pasti untuk

sehari-hari, terpeliharanya kesehatan anggota keluarga, terdidiknya anak-

anak, terbinanya pengembangan pribadi dan keagamaan dalam lingkungan

keluarga dan lain sebagainya.

Ekonomi memegang peranan penting dalam setiap kehidupan

manusia. Sebagai penyebab gangguan rumah tangga, ekonomi merupakan

faktor umum dan mudah diketahui. Adapun perilaku nusyuz yang datangnya

dari pihak suami diantaranya karena tidak menjalankan kewajiban. Diantara

nusyuz dari pihak suami antara lain:

a. Suami kurang memperhatikan masalah nafkah.

Nafkah disini meliputi pangan, sandang dan papan. Jika ketiganya

ini terlantar maka rumah tangga menjadi berantakan. Nafkah rumah

tangga dapat dikategorikan dua golongan:

1) Nafkah materi, seperti sandang, pangan dan papan.

2) Nafkah rohani, berupa kasih sayang suami kepada istri dan


2
0

anakanaknya, serta terhadap semua anggota keluarganya.

b. Suami kurang perhatian. Sikap suami yang seperti ini, bisa

menyebabkan istri tidak pernah merasa mendapat kesejukan hati dari

suaminya..

c. Tidak memperlakukan istri dengan baik. Islam menganjurkan agar

suami berbuat baik kepada istri, karena istri merupakan amanat yang

harus dijaga dengan baik dan diperlakukan secara wajar.

d. Tidak menggauli istri dengan baik. Bergaul dengan baik, artinya

menjadikan suasana pergaulan rumah menjadi indah dan selalu

diwarnai kegembiraan yang timbul dari hati ke hati.

e. Memarahi istri tanpa sebab

f. Suami tidak berpenampilan baik di depan istri

g. Menuduh istri berzina tanpa bukti yang nyata.

h. Mengusir istri keluar dari rumahnya.

i. Menceraikan istri secara sewenang-wenang.

j. Bersikap angkuh, semena-mena dan kasar.

D. Akibat Hukum Nusyuz

Nusyuz dari aspek Kompilasi Hukum Islam, dipersempit hanya

terbatas kepada pihak isteri. Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak

mau melaksanakan kewajiban-kewajiban ialah berbakti lahir dan batin

kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam. Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia mengatur terkait nusyuz, yang terdapat dalam

pasal-pasal berikut:
2
1

a. Akibat Hukum isteri nusyuz diatur didalam Pasal 80 ayat (7).

Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri

nusyuz

b. Kewajiban-kewajibannya diatur Pasal 83 ayat (1). Kewajiban utama

bagi seorang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami

didalam yang dibenarkan oleh hukum Islam

c. Isteri dianggap nusyuz dalam Pasal 84 ayat (1). Isteri dapat dianggap

nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat (1) kecuali dengan

alasan yang sah.

d. Selama isteri dalam masa nusyúz nafkah anak tetap berlaku yang

diatur dalam Pasal 84 Ayat (2): Selama isteri dalam nusyuz,

kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4)

huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan

anaknya.

e. Kewajiban suami kembali berlaku jika isteri tidak lagi nusyúz, diatur

dalam Pasal 84 Ayat (3): Kewajiban suami tersebut pada Ayat (2) di

atas berlaku kembali sesudah isteri tidak nusyuz.

f. Akibat hukum nusyúz karena perceraian diatur dalam Pasal 152

Kompilasi Hukum Islam: Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah

iddáh dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.

E. Penyelesaian Nusyuz

Dalam rangka menjaga keharmonisan keluarga dan memelihara


2
2

organisasi rumah tangga dari kerusakan atau kehancuran, maka

diperkenankanlah bagi penanggung jawab utama rumah tangga (suami)

untuk berusaha melakukan berbagai macam pendidikan untuk

memperbaiki kondisinya. Bila terjadi sikap egois, dan masing-masing

suami istri ingin menang sendiri, dan Allah menghendaki terjadinya

problem dan perbedaan pendapat, suami istri tidak suka bergaul, maka

Al-Qur’an al-Karim telah menciptakan arah untuk bisa keluar dari semua

itu dengan seadil-adilnya tanpa adanya kedzaliman apapun baik dari

pihak suami atau istri.

Apabila pasangan suami istri saling bermusuhan, dan terjadi

perselisihan antar mereka semakin mengkristal (mengeras), keduanya

saling mengaku bahwa dirinyalah yang telah memenuhi hak-hak dan

kewajiban atas pasangannya. Ataupun suami tidak memenuhi

kewajibannya terhadap istri atau sebaliknya. Sehingga, hal ini

mengakibatkan semakin kacaunya kondisi keluarga, sementara salah

satunya tidak ada kemauan dan keinginan untuk berupaya melakukan

suatu pendekatan dan melakukan perbaikan. Maka suasana yang

sedemikian rupa bisa mengancam kelangsungan rumah tangga hancur.

Sehingga dibutuhkan pertolongan dan campur tangan dari pihak luar agar

bisa membantu keduanya dan melakukan intervensi guna proses

perdamaian bagi kedua pasangan tersebut.

Dalam hal demikian yang berhak pertama kali untuk

mendamaikan keduanya adalah seorang hakim muslim, yang bisa


2
3

merekatkan kembali hubungan rumah tangganya. Adapun cara

penyelesaian nusyuz bagi suami dan istri sebagai berikut:

1. Nusyuz Istri

Bagi suami jika telah jelas baginya bahwa nusyuz karena

berpalingnya perilaku istri sehingga ia membangkang dan durhaka

dengan melakukan dosa dan permusuhan, kesombongan dan tipu daya,

islam mewajibkan suami untuk menempuh tiga tingkatan sebagai berikut:

a. Menasehati. Seorang suami hendaknya menjadi psikiater, sekiranya ia

menasehati istri dengan hal yang sesuai baginya dan menyelaraskan

wataknya serta sikapnya, diantara hal yang dapat dilakukan suami

adalah:

1) Memperingatkan istri dengan hukuman Allah SWT

2) Menganamnya dengan tidak memberi sebagian kesenangan

meteri

3) Mengingatkan istri pada sesuatu yang layak dan patut dan

menyebutkan dampak-dampak dari nusyuz.

4) Menjelaskan kepada isteri tentang apa yang akan terjadi di

akhirat, bagi perempuan yang ridha dan ta’at kepada suaminya.

b. Berpisah tempat tidur. Hal ini dilakukan dengan memisahkan tempat

tidurnya dari tempat tidur suaminya, meninggalkan pergaulan

dengannya.

c. Memukul. Jika dengan berpisah belum berhasil maka bagi suami


2
4

berdasarkan teks Al-Qur’an diperintahkan untuk memukul istrinya.

Pemukulan ini tidak wajib dilakukan seara syara’ dan juga tidak baik

untuk dilakukan. Hanya saja ini merupakan ara terakhir bagi laki-laki

setelah ia tidak mampu menundukkan istrinya, mengajaknya dengan

bimbingan, nasehat dan pemisahan.

Usaha semacam ini diharapkan mampu melihat akar

permasalahan dan menemukan siapa yang sebenarnya melakukan

kezaliman dan akhirnya mengambil sebuah sikap solusi.

2. Nusyuz Suami

Ajaran Islam keutuhan rumah tangga sangatlah penting.

Walaupun sebuah perceraian diperbolehkan dalam Islam, tetapi hal

tersebut merupakan perkara yang dibenci dan seharusnya dihindari antara

suami dan istri. Oleh karena itu, hal yang mendorong terjadinya sebuah

perselisihan dan pertengkaran sampai dengan perceraian perlu dicari

solusinya untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Ketika permasalahan yang muncul akibat dari pihak suami yang

nusyuz terhadap istrinya seperti, ketika seorang suami bersikap keras

terhadap istrinya, tidak mau memberikan hak istrinya dan lain sebagainya

maka solusi dari masalah tersebut, yaitu:

a. Istri hendak memperingati suaminya.

Ketika istri khawatir suaminya nusyuz, maka istri dapat

memperingati suaminya terhadap haknya yang mesti ditunaikan.

Bahwa istri juga boleh mengingatkan suaminya dan istri juga


2
5

hendaknya memberikan peringatan kepada suami mengenai akibat

buruk kezalimannya (Damiarto, 2023). Jika peringatan tersebut

berkesan, maka itulah yang terbaik. Jika tidak berkesan seorang istri

dalam masalah tersebut hendaklah dibawa kepada qadi untuk isteri

mendapatkan haknya.

b. Melakukan musyawarah (mengutus juru damai)

Bahwa jika seorang istri melihat atau merasakan tanda tanda

nusyuz dari suaminya, maka al-Quran menganjurkan bagi istri

dengan menempuh langkah agar menjauhkan terjadinya

permasalahan rumah tangga yang besar nantinya dengan mengajak

seorang suami untuk melakukan musyawarah dan mencari

perdamaian bagi keduanya. Jika seorang istri sudah mau

mengorbankan pada hak yang dimilikinya, maka sudah selayaknya

suami juga mau berkorban dengan menghilangkan keegoisannya

pada dirinya. Akan tetapi, jika langkah perdamaian personal yang

disertai dengan perngorbanan ini juga menuai kegagalan dan belum

mampu merubah sikap atau perilaku suami maka jelas terbukti

bahwa suami telah nusyuz. Pada dasarnya suami sudah enggan atau

tidak mau menunaikan apa yang menjadi kewajibannya (Maula,

2021). Pada situasi ini seorang istri mempunyai hak untuk

mengambil keputusan apakah masih ingin meneruskan ikatan

perkawinan dengan kondisi suami demikian atau mengambil langkah

yang mengarah pada pemutusan ikatan perkawinan dalam hal inipun


2
6

merupakan hak yang dibenarkan oleh hukum Islam.

Penelitian Terdahulu
2
7

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu

penelitian kualitatif. Creswell (2019) mengemukakan bahwa penelitian

kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk mengeksplorasi dan

memahami makna yang oleh sejumlah individu atau kelompok orang

dianggap berasal dari masalah kemanusiaan atau masalah sosial. Lebih

lanjut Creswell (2019) menjelaskan bahwa di dalam proses penelitian

kualitatif, melibatkan upaya-upaya penting seperti mengajukan pertanyaan

dan prosedurnya, mengumpulkan data-data yang spesifik dari para

partisipan atau narasumber, menganalisis data secara induktif mulai dari

tema khusus ke tema umum, dan menafsirkan makna data.

Penelitian kualitatif adalah suatu strategi inquiri yang menekankan

pada pencarian suatu makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala,

simbol ataupun deskripsi mengenai suatu fenomena, fokus dan

multimetode, yang bersifat alami dan holistik, mengutamakan kualitas atau


2
8

value, menggunakan beberapa cara atau langkah, serta disajikan dalam

bentuk naratif (Choiri, 2019). Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan

di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan sebuah

metode yang digunakan dalam penelitian guna untuk memahami makna

akan fenomena yang terdapat di lapangan.

B. Sumber Data Penelitian

Di dalam penelitian kualitatif, sumber data merujuk pada asal data

penelitian yang diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti. Dalam menjawab

permasalahan dalam penelitian, kemungkinan dibutuhkan satu atau lebih

sumber data, hal ini sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan data untuk

menjawab pertanyaan penelitian. Sumber data dalam penelitian adalah

subyek dari mana data dapat diperoleh Suharsimi Arikunto dalam (Nurdin,

2019). Sumber data adalah tempat didapatkannya data yang diinginkan.

Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk

diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih sumber data yang

sesuai dengan tujuan penelitian.

Data yang penulis gunakan di dalam penelitian ini yaitu diambil dari

berbagai sumber, diantaranya sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat secara langsung dari

sumber-sumber pertama baik itu berasal dari individu, kelompok ataupun

sumber data yang lansung memberikan data pada pengumpul data. Data

primer diperoleh dari penelitian lapangan melalui prosedur atau tata cara
2
9

dan teknik pengambilan data melalui observasi, wawancara, dan

dokumentasi (Wahidmurni, 2019). Dalam penelitian ini yang menjadi

responden atau sumber data utama yaitu putusan nomor

2101/Pdt.G/2021/PA.Sby, serta bahan-bahan hukum yang mengikat

berupa perundang-undangan, Al-Qur’an dan Hadis Nabi yang memuat

ketentuan terkait nusyuz.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber

yang sudah ada. Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan

berupa literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian.

C. Teknik dan Metode Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis gunakan

dengan melalui tiga metode, yaitu sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek

penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Penggunaan

observasi dalam pengumpulan data penelitian sosial dirasakan sangat

penting (Nurdin, 2019). Observasi bertujuan untuk mengamati subjek dan

objek penelitian, sehingga peneliti dapat memahami kondisi yang

sebenarnya.

2. Wawancara (Angket)

Wawancara atau interview adalah suatu cara pengumpulan data


3
0

yang dilakukan melalui komunikasi verbal untuk memperoleh informasi

langsung dari sumbernya. Wawancara digunakan apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dan dimungkinkan jika

respondennya berjumlah sedikit (Nurdin, 2019).

Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang

lebih mendalam tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan

fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui

observasi. Dalam melakukan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen

penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk diajukan, dan

mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu jenis jenis

wawancara yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalam jenis

wawancara terstruktur. Interview atau wawancara mendalam bertujuan

untuk saling menyelami pandangan/pikiran tentang sesuatu yang menjadi

objek penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari

tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan,

laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan penelitian

(Nurdin, 2019).

D. Teknik Analisis Data

Analisis Data adalah suatu proses atau upaya pengolahan data

menjadi sebuah informasi baru agar karakteristik data tersebut menjadi

lebih mudah dimengerti dan berguna untuk solusi suatu permasalahan,


3
1

khususnya yang berhubungan dengan penelitian. Berdasarkan pendapat

(Nurdin, 2019) teknis analisis data yang dilakukan pada penelitian ini

adalah:

1. Pengumpulan data Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data

dari berbagai sumber yang relevan antara lain buku- buku, informasi,

dan peristiwa dilapangan, Sedangkan pengumpulan data melalui

metode wawancara dan observasi. Data yang dikumpulkan oleh

peneliti ialah data yang dapat menunjang penelitian yang dilakukan

oleh peneliti lain.

2. Reduksi Data Data yang diperoleh dilapangan direduksi dengan

melakukan pemilihan (Verifikasi) data-data yang sesuai dengan

penelitian untuk kemudian dicari tema atau klasifikasi dan dicari

polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan

memepermudah peneliti dalam menentukan langakah-langkah yang

akan diambil.

3. Penyajian Data merupakan tahap lanjutan setelah tahap kodifikasi,

dimana peneliti menyajikan temuan penelitian berupa kategori

atau pengelompokan. Miles dan Huberman menganjurkan untuk

menggunakan matrik dan diagram untuk menyajikan hasil penelitian,

yang merupakan temuan penelitian dan tidak menyarankan

menggunakan naratif karena dianggap penyajian dengan matrik dan

diagram jauh lebih efektif.


3
2

4. Penarikan Kesimpulan Setelah dilakukan penyajian data , tahap akhir

yakni peneliti melakukan penarikan kesimpulan dari temuan data .Ini

adalah interpretasi peneliti atas temuan sebagai hasil wawancara atau

dari dokumen. Setelah kesimpulan diambil, Untuk memastikan tidak

ada kesalahan data , peneliti kemudian mengecek kembali kesahihan

interpretasi dengan cara mengecek ulang proses koding dan penyajian

data.

E. Keabsahan Data

Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan sebuah penelitian

benar- benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data

yang diperoleh. Dalam menentukan sebuah keabsahan data diperlukan

sebuah metode untuk memperkuat data yang telah didapatkan, adapun

metode tersebut adalah:

1. Triangulasi

Triangulasi merupakan sebuah data atau informasi dari satu pihak

harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data dari sumber lain,

misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan

metode yang berbeda-beda. Tujuannya adalah untuk membandingkan

informasi tentang hal sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada

jaminan tentang tingkat kepercayaan data. Cara ini juga mencegah bahaya

subjektivitas (Choiri, 2019)

Wawancara
Observasi

Kuesioner
3
3

Gambar 3.1 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data

Zulfan, Z. (2017). Konsep Nusyuz Dalam Alquran (Studi Terhadap Tafsir Al-
Ahkam Karya Syaikh Abdul Halim Hasan) (Doctoral Dissertation,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Meddan).

Departemen Agama RI, Al-Qur‟An Dan Terjemahnya ( 2019)

Mahkamah Agung RI, Himpunan Peruaturan Perundang-Undangan Yang


Berkaitan Dengan Kompilasi Hukum Islam Serta Pengertian Dalam
Pembahasanya(Jakarta : Mahkamah Agung RI, 2011).

ISLAM, P. H. P. TERHADAP NUSYUZ SUAMI.

Abror, H. K., & MH, K. (2020). Hukum Perkawinan Dan Perceraian.

Waluyo, B. (2020). Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1


Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan, 2(1), 193-199.

Anda mungkin juga menyukai