manusia sebagai manusia. Pengertian moral tidak hanya mengacu pada baik
buruknya saja, misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain bulu tangkis atau
profesinya. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi
menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-
buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Bertenz (2007: 4) menjelaskan definisi arti kata moral berasal dari bahasa
latin mos (jamak: mores) yang berarti: kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan
bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia, kata mores masih dipakai dalam arti yang
sama. Secara etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”, karena
keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya
berbeda: yang pertama dari bahasa Yunani dan yang kedua berasal dari bahasa Latin.
moral ke dalam perilaku-perilaku nyata. Tindakan moral ini perlu difasilitasi melalui
lingkungan sosial yang kondusif dan pembinaan moral, agar tercipta perkembangan
moral dalam pergaulan sehari-hari (Budiningsih, 2008: 7). Oleh karena itu,
Secara etimologis kata moral berasal dari bahasa latin yaitu “Mores” yang
berasal dari suku kata “Mos”. Mores berarti adat-istiadat, kelakuan, tabiat, watak,
bertingkah laku yang baik (Darmadi, 2009: 50). Moralita berarti mengenai tentang
kesusilaan (kesopanan, sopan-santun, keadaban) orang yang susila adalah orang yang
pada diri manusia yang terbentuk karena sebuah kebiasan, sedangkan etika
merupakan ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau norma. Jadi kebisaan baik dan
buruk itulah yang memberntuk moral baik dan moral buruk, oleh sebab itu sebuah
Tajdab,dkk (1994) menyatakan bahwa agama berasala dari kata a, berate tidak dan gama, berarti kacau,
kocar-kacir. Jadi, agama artinya tidak kacau, tidak kocar-kacir, dan/atau teratur. Maka, istilah agama
merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta
mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia. Jadi, agama adalah jalan hidup yang
harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini supaya lebih teratur dan mendatangkan
kesejahteraan dan keselamatan.
Setelah agama Nasrani masuk ke Indonesia, muncul istilah baru yang diidentikkan dengam istilah agama,
yaitu “religion” (bhs Inggris) yang berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata “relegere” yang artinya
berpegang kepada norma-norma. Dalam bahasa Indonesia kata religion dikenal dengan sebutan “religi”
dibaca reliji. Istilah ini erat kaitannya dengan sistem dan ruang lingkup agama Nasrani yang
menunjukkan hubungan tetap antara manusia dengan Tuhan saja. Dalam Islam kata agama merupakan
arti dari kata “ad- diin” yang berarti pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan
hubungan manusia dengan manusia, termasuk dengan dirinya sendiri dan alam lingkungan hidupnya
(horisontal).
Menurut A.M. saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan kebutuhan manusia yang paling
esensial yang besifat universal. Karena itu, agama merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya ada
satu kenyataan di luar kenyataan yang namfak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas
kasihan-Nya, bimbingan-Nya, serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari, walaupun
oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun.
Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system kelakuan dan perhubungan
manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada
terhingga luasnya, dan dengan demikian member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang
mengelilinginya.
Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah kecendrungan rohani manusia,
yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat
dari semuanya itu.
memberi makna dalam hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai
adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan
seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir
dan tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika.
Nilai menurut Rokeach (1998, dalam Djemari, 2008: 106) merupakan suatu
keyakinan yang dalam tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap jelek.
Sedangkan menurut Linda dan Richard Eyre (1997, dalam Adisusilo, 2013:57)
Yang dimaksud dengan nilai adalah standar-standar perbuatan dan sikap yang
menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup dan bagaimana kita memperlakukan
orang lain. Tentu saja nilai-nilai yang baik yang bisa menjadikan orang lebih baik,
hidup lebih baik dan memperlakukan orang lain secara lebih baik.
Definisi lain mengenai nilai diutarakan oleh Tyler (1973:7, dalam Djemari,
2008: 106), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas atau idea yang dinyatakan oleh
kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa sejak manusia belajar menilai suatu objek,
aktivitas dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap dan
kepuasan. Oleh karena itu, sekolah harus menolong siswa menemukan dan
menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi siswa dalam memperoleh
berlaku pada suatu daerah sebagai acuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih
baik