Anda di halaman 1dari 7

`

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Jual Beli


1. Pengertian Jual Beli
Jual beli ini berasal dari dua suku kata, yaitu “Jual” dan “Beli”. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya kegiatan menjual dan ada kegiatan membeli 1. Kedua
kata tersebut berasal dari kata al-bai’ berarti menjual dan al-Syira’ berarti
membeli.
Kemudian, Jual Beli menurut Fachri Fachrudin, secara etimologi jual beli berasal
dari kata al-buyu’ yang berarti mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu.
Kemudian menurut terminologi, jual beli adalah menukar suatu beda seimbang
dengan harta benda yang lain yang keduanya itu boleh dikendalaikan ijab qabul
menurut cara yang dihalalkan oleh syara’. Hal tersebut dikemukakan oleh Fachri
Fachrudin dalam bukunya dimana beliau mengutip pernyataan Abu Bakar
Taqiyudin.2
Adapun definisi jual beli secara terminologi menurut para ulama sebagai berikut:
1) Ulama Hanafiyah, al-bai’ adalah kepemilikan sebuah harta dengan cara
saling tukar menukar denga harta lainnya dengan jalan yang ditentukan.
2) Ulama Malikiyah, al-bai’ adalah akad saling tukar menukar terhadap
barang, adanya saling tawar menawar, bukan emas dan perak, bendanya tertentu.
3) Ulama Syafi’iyah, al-bai’ adalah akad saling tukar-menukar benda atau
sesuatu yang bertujuan memindahkan kepemilikan suatu benda atau manfaatnya
yang bersifat abadi.
4) Ulama Hanabilah, al-bai’ adalah saling tukar menukar harta walaupun itu
berbentuk tanggungan atau manfaat yang diperbolehkan oleh syariat Islam,
kemudia barang tersebut bersifat abadi bukan termasuk barang riba dan pinjaman.

1
Suhrawardi Lubis, Hukum Ekonomi Islam. (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000), hlm., 128
2
Fachri Fachrudin. (2015). Filosofi Laba dalam Perspektif Fiqh Mu’amalah dan Ekonomi
Konvensional. Al-Mashlahah: (Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, 03(06).hlm., 278.
`

5) Imam Nawawi, al-bai’ adalah transaksi yang sah setelah adanya proses
pemilihan barang oleh pembeli.3
2. Landasan Hukum Jual Beli
Adapun landasan hukum jual beli yaitu sebagai berikut:
1) Al-Qur’an
Dalam Q.S An-Nisa :29 Allah SWT, menegaskan bahwa setiap mukmin
untuk bekerja.

‫ْأ‬
ٍ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإاَّل َأ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا‬
‫َأ ْنفُ َس ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” 4

2) Sunnah
Adapun dalil dari sunnah yaitu hadits yang yang diriwayatkan dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‘an Rafi’ah ibn Rafi’ ra Annannabiyya Shallallahu ‘alaihi wasallam su-ila
: “Ayuhal kasbi athyabu ?” , Qaala : “amalur rajuli biyadihi,wakullu
bai-‘in mabruurin “

Artinya : Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam ditanya (tentang) apakah


pekerjaan yang paling baik ? Rasulullah bersabda :(yang paling baik) ialah
pekerjaan seseorang dengan usaha (tangan sendiri),dan perdagangan yang
bersih ” (HR. Bukhori)5

3
hmad Nahrawī Abdul Salām al-Indūnīsī, Ensiklopedia Imam Syāfi‟ī(Jakarta: PT. Mizan
Publika, 2018), hlm. 528
4
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Cordoba, 2014), hlm. 83
5
Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 45.
`

3) Ijma
Adapun ijma ulama terkait dengan jual beli adalah dibolehkan dan
dipraktekan pula sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
hingga saat ini.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Didalam hukum jual beli, terdapat rukun dan syarat. Jumhur ulama
termasuk imam syafi’i dan imam malik tidak berbeda pendapat dalam hal rukun
jual beli. Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ialah :

a) adanya al-muta’aqidan (penjual dan pembeli);


b) ma’qud ‘alaih (barang yang dijual;
c) uang (alat tukar barang);
d) shigat (ijab dan qabul).

Adapun ulama yang berbeda pendapat dalam rukun jual beli ialah madzhab
Hanafiyah, menurutnya rukun jual beli hanya ada ijab dan qabul saja. Hal ini
disebabkan karena dalam jual beli rukunnya hanyalah kerelaan antara penjual dan
pembeli, akan tetapi dalam kerelaan ini sulit diketahui sebab adanya dihati,
perlukan indikator-indikator untuk mengetahuinya. Hal tersebut bisa dalam
bentuk perkataan, yaitu ijab dan qabul atau dan bentuk perbuatan, yaitu saling
memberi (saling serah terima) barang dan uang.6

Apabila kita melakukan jual-beli maka harus memenuhi beberapa syarat


jual beli, karena jika salah satunya tidak terpenuhi, maka akad akan menjadi batal.
Jika syarat sahnya akad tidak lengkap, maka akad tersebut dinilai fasid, dan jika
dalam syarat nafaz tidak terpenuhi, maka akadnya menjadi mauquf. 7
kemudian
untuk menilai akad itu bersifat mauquf, maka ada dua kriteria yang harus
dipenuhi, yaitu:
6
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hlm. 114
7
Dimyauddin Djuwaini, “Pengantar Fiqh Muamalah”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008) hlm.
70.
`

1. Kepemilikan dan wilayah (hak), dalam hal kepemilikan barang yang akan
di perjual belikan harus merupakan murni milik penjual, dalam hak disini
maksudnya penjual berhak sepenuhnya dengan komiditas yang akan dijualnya.
Kedua hal ini sangat berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menentukan
mauquf atau tidaknya suatu akad;
2. Komoditas barangnya tidak ada hak orang lain. Jika terdapat hak orang
lain, maka akad tersebut menjadi mauquf.8

Kemudian terkait dengan objek/komoditas barang dalam transaksi harus


memenuhi beberapa kriteria, yaitu:9

1. Komoditas barang harus ada disaat akad dilakukan, jika barangnya tidak
berwujud maka tida sah akad tersebut, hal tersebut dikecualikan untuk
akad salam, dan istisna’;
2. Komoditas barang merupakan harta yang dibolehkan oleh syara’, yakni,
barangnya dan manfaatnya dibolehkan oleh syara’;
3. Komoditas barangnya dimiliki atau dikuasai secara penuh oleh pihak
penjual;
4. Komoditas barangnya bisa diserah terimakan ketika akad atau setelahnya.

B. Macam-macam Akad Jual beli

C. Fatwa MUI Tentang Jual Beli


Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.110/DSNMUI/IX/2017, tentang
AKAD JUAL BELI.
D. Fatwa MUI Tentang Marketplace

8
Ika Yunia Fauzia, “Akad Wakalah dan Samsarah sebagai Solusi atas Klaim Keharaman
Dropship dalam Jual Beli Online”, Vol.9 No.2, (Maret 2015)
9
Amir Syarifuddin, “Garis-Garis Besar Fikih”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,2010) hlm.
177
`

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 144/DSN-MUI/XII/2021, tentang
MARKETPLACE BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
E. Fatwa MUI Tentang Online Shop
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 146/DSN-MUI/XII/2021., tentang
ONLINE SHOP BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
F. Akad Salam dan Samsarah
1. Akad Salam
Transaksi salam telah dikenal sejak zaman Arab Jahiliyyah sebelum Islam
datang. Kemudian setelah Rasullah tiba di Madinah setelah Hijrah, beliau
mendapati bahwa penduduk setempat telah mengenal serta mempraktekkan akad
salam ini. Kemudian salam menjadi pembahasan syariat dan termasuk dalam
kategori muamalah, serta menjadi akad yang dibolehkan agama dengan
menyesuaikan aturan-aturan baku yang mengatur dan menertibkannya.10Jual beli
salam merupakan jual beli secara pesanan, yakni jual beli dengan cara
menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian baru barangnya diantar
belakangan.

Dalam salam berlaku semua syarat jual beli. Tetapi ada beberapa syarat
tambahan, yaitu:
Pertama, Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin
dijangkau atau diidentifikasi oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar,
ditimbang, maupun diukur.
Kedua, dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi dan
memperendah harga barang itu, misalkan benda tersebut berupa kain, maka
disebutkan jenis kainnya, panjang kainnya, dan lain-lain yang intinya menjelaskan
spesifikasi barang tersebut.
Ketiga, barangnya berupa barang yang biasa dijumpai dipasar/ bukan barang yang
sulit ditemui (limited).
Keempat, harganya ditentukan di tempat akad berlangsung.11

10
Suwardi, Telaah Komparatif Terhadap Transaksi SalamDan Aplikasinya Dalam Konteks
Kekinian, Diakses Melalui Laman: http://suwardi-nalarilmuanmuda.blogspot.com/2009/12/bai-as-
salam.html Pada 17 Desember 2020
`

Jual beli jika bendanya tidak ada atau tidak bisa dilihat itu merupakan jual
beli yang dilarang oleh agama Islam, dikarenakan barang tersebut tidak jelas
sehingga menimbulkan gharar dalam akad tersebut. Jual beli gharar merupakan
jual beli yang samar yang kemungkinan penipuannya ada, contohnya seperti jual
barang yang ada di kantong plastik dengan tidak memberitahu apa yang ada
didalamnya.

2. Akad Samsarah
Samsarah secara bahasa adalah mufrad dari simsar, yaitu perantara di
antara penjual dan pembeli untuk menyempurnakan jual beli. Simsâr
menunjukkan kepada pembeli dan penjual suatu produk/jasa. Kemudian
samsarah secara terminologi, menurut Imam Abu Hanîfah merupakan suatu nama
yang diperuntukkan bagi seseorang yang bekerja untuk orang lain dengan suatu
upah yang berkaitan dengan penjualan dan pembelian. Menurut Imam Malik,
samsarah adalah orang yang berputar-putar pasar dengan membawa atau
menawarkan suatu produk yang mengakibatkan bertambah nilai produk
tersebut.12 Samsarah adalah suatu bantuan yang dilakukan oleh seseorang
untuk saudaranya dengan suatu upah tertentu untuk pekerjaan yang telah
dilakukan.
Adapun syarat samsarah adalah:
1) Mengetahui pekerjaan yang diminta;
2) Cakap dalam melaksanakan pekerjaan;
3) Bekerja dengan seizin orang yang memberikan wewenang, jika tanpa izin,
maka tidak berlaku pekerjaannya,dan
4) berattitude yang baik.

Terkait dengan pemberian upah untuk simsar,harus diperhatikan bahwa pemberian


upah telah disepakati dan diketahui dari awal, terkait pemberian upah bisa jadi

Ika Yunia Fauzia, “Akad Wakalah dan Samsarah sebagai Solusi atas Klaim Keharaman
11

Dropship dalam Jual Beli Online”, Vol.9 No.2, (Maret 2015) hlm. 339

Tim Dosen Penyusun Jurusan Fiqh Perbandingan, Qadâyâ Fiqhîyah Mu‘âsirah,Vol. 4 (Kairo:
12

Diktat Kuliah Universitas al-Azhar, 2003), 130.


`

persentase tertentu pun semisal ujratal-mithli (upah wajar). Seorang simsar tidak
mendapatkan upah kecuali jika telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Ketika pekerjaan yang dilakukannya tidak berhasil, maka dia tidak akan
mendapatkan apa-apa.13

G. E-Commerce dan Dropshipping


1. Definisi E-Commerce (Elektronik Commerce)
E-Commerce adalah implementasi dari jaringan komunikasi dan
komputer dalam proses bisnis. Pandangan populer dari e-commerce
adalah penggunaan internet dan komputer dengan browser Web untuk
membeli dan menjual produk. McLeod Pearson
2.

13
Tim Dosen, Qadâyâ Fiqhîyah, hlm. 139-140

Anda mungkin juga menyukai