Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nur An Nisa Sholeha

Nim : 1931710094

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam

Prodi : Ekonomi Syari’ah

Semester :3

Mata Kuliah : Fikih Muamalah (Tugas UTS)

Dosen : Muhammad Hasbi, S. HI,

1. Apa hubungan ilmu fiqh muamalah dengan ilmu fiqh yang lainnya? Apakah saling
keterkaitan?

Jawab

Para ulama fiqh melakukan pembidangan ilmu dan pendapat yang membaginya menjadi gua
bagian besar, yaitu:

- Ibadah, yakni segala perbuatan yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT, seperti : shalat, puasa, zakat, haji, dan jihad.
- Muamalah, yakni segala persoalan yang berkaitan dengan urusan-urusan dunia dengan
undang-undang.

Menurut Ibn Abidin yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy, pembagian fiqh dalam garis
besarnya terbagi tiga, yaitu:

- Ibadah, bagian ini melengkapi lima persoalan pokok yaitu : shalat, zakat, puasa, haji, dan
jihad.
- Muamalah, bagian ini terdiri dari mu’awadhah maliyah, munakahat, mukhashamat, dan
tirkah (harta peninggalan).
- ‘Uqubat, bagian ini terdiri dari : qishash, had pencurian, had zina, had menuduh zina,
takzir, tindakan terhadap pemberontak, dan pembegal.

Di antara pembagian di atas, pembagian pertama lebih banyak disepakati oleh para ulama.
Dengan demikian, muamalah dalam arti luas merupakan bagian dari fiqh secara umum.
Adapun fiqh muamalah dalam arti sempit merupakan bagian dari fiqh muamalah dalam arti
luas yang setara dengan bidang fiqh di bawah cakupan arti fiqh secara luas.

2. Jelaskan arti dari hak gabungan Hak Allah dan Hak manusia?

Jawab
Hak gabungan antara hak Allah dan hak manusia, mengenai hak gabungan ini, adakalanya
hak Allah yang lebih dominan (berperan) dan adakalanya hak manusia yang lebih dominan.
Sebagai contoh, dari hak Allah yang lebih dominan dalam masalah “idah” dan dalam hal
hukuman atas menuduh zina tanpa bukti yang cukup, sedangkan hak manusia lebih menonjol
dari hak Allah adalah seperti dalam pidana Qisas dalam pembunuhan atau penganiayaan
dengan sengaja, dalam hal ini hak Allah terdapat pada ketentuan adanya pidana Qisas yang
dimaksudkan untuk menjerakan si pelaku dan untuk memberi pelajaran bagi orang lain.

3. Bagaimana apabila melakukan jual beli tanpa shighat al-aqid apakah sah jual beli tersebut?
Jika sah/tidak sah, mohon penjelasannya?

Jawab:

Dengan berkembangnya teknologi, dunia perdagangan semakin mengalami corak-corak


tersendiri, hingga kepada hal yang semakin praktis. Teknis pelaksanaannya tidak lagi
menggunakan “ijab dan qabul”, dan yang tidak menggunakan ijab qabul inilah dalam bahasa
fiqh yang di sebut “jual beli mu’athah” (saling memberi dan menerima), Karena adanya
perbuatan dari pihak yang telah saling memahami perbuatan transaksi tersebut dengan segala
akibat hukumnya.

Kegiatan seperti ini sering terjadi di supermarket-supermarket, swalayan-swalayan, yang tidak


ada proses tawar menawar di dalamnya. Berdasarkan pemaparan masalah di atas, jual beli
swalayan dilakukan melalui transaksi perbuatan. Hal ini dapat disebut dengan ta’âti dan
mu’âtah (saling memberi dan menerima). Adanya perbuatan ini dari pihak yang telah saling
memahami perbuatan transaksi tersebut dengan segala akibat hukumnya. Hal ini sering terjadi
di supermarket yang tidak ada proses tawar menawar. Pihak pembeli telah mengetahui harga
barang yang secara tertulis dicantumkan pada barang tersebut. Pada saat pembeli datang ke
meja kasir menunjukkan bahwa di antara mereka akan melakukan transaksi jual-beli. Maka
dari itu hukum jual beli di supermarket adalah sah.

4. Bagaimana hukumnya menjual belikan tanah yang belum jelas status kepemilikannya atau
yang belum ada sertifikatnya dan jika terjadi akad terhadap tanah tak bertuan apakah sah, jika
sah/tidak sah mohon penjelasannya?

Jawab:

Jual beli merupakan suatu akad dan dipandang sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat.
Keragaman pola penjual dan pembeli juga berbagai faktor yang mendasari perilaku jual beli
yang berbeda-beda, mulai dari pengambilan keuntungan, tawar menawar, kejujuran tentang
kualitas barang, dan lain sebagainya. Maka kedua belah pihak harus mengetahui hukum jual
beli, apakah praktek jual beli yang dilakukan itu sudah sesuai syarat atau belum. Oleh karena
itu, orang yang menggeluti dunia usaha harus mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan
hukum sah atau batalnya jual beli. Maksud adanya ketentuan-ketentuan tersebut agar tidak
ada kericauan dan penipuan harus diketahui adanya sifat. Jadi jika ada seseorang menjual
tanah yang belum pasti itu milik siapa, hal tersebut sebenarnya tidak sah. Contohnya, bapak
Arifin menjual tanah kepada bapak Amir, kemudian bapak Amir hanya melunasi setengah
dari tanah penjualan. Sebelum bapak Amir melunasi harga jual tanah secara penuh kepada
bapak Arifin, bapak Arifin melakukan transaksi jual beli tanah tersebut kepada pihak lain,
sedangkan kepemilikan bapak Amir atas tanah tersebut belum sempurna karena belum ada
serah terima dengan pemilik pertama, yaitu bapak Arifin. Nah, dari contoh tersebut, kita bisa
melihat praktek penjual beli tanah tersebut belum memenuhi syari’at jual beli, sedangkan
salah satu syarat jual beli, yaitu hak milik sendiri atau barang yang sudah dikuasai, tidak sah
menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya atau barang yang hanya baru akan menjadi
miliknya.

5. Jelaskan perbedaan antara jual beli salam dan istishna?

Jawab

Perbedaan jual beli salam dan istishna yaitu:

1. Barang

Kalau dalam akad salam, barang tidak perlu dibuat atau mengalami proses pengolahan
sebelum diserahkan. Sedangkan kalau akad istishna adalah akad untuk suatu barang
pesanan, dimana barang perlu proses pembuatan pengolahan sebelum diserahkan.

2. Status Akad

Akad salam merupakan akad lazim atau mengikat. Artinya akad ini tidak boleh serta merta
dibatalkan oleh salah satu pihak. Sedangkan akad istishna tidak lazim menurut riwayat
yang paling kuat. Kecuali kalau barang sudah dibuat barulah dia mengikat menurut Abu
Yyusuf. Tapi kalau selepas akad tiba-tiba salah satu pihak berubah pikiran dan
membatalkan akad, maka akad menjadi batal.

3. Pembayaran

Perbedaan mendasar dari kedua akad ini juga ialah dari segi penyerahan uangnya. Dimana
disyaratkan dalam akad salam, uang wajib diserahkan terimakan secara tunai semuanya di
majlis akad. Sedangkan dalam akad istishna’ tidak disyaratkan harus demikian. Boleh
diserahkan secara tunai semuanya di awal, atau dicicil atau dihutang dan dilunasi diakhir
akad.

6. Jelaskan tentang pendapat masyarakat, apakah bank Syari’ah di Indonesia sudah benar-
benar bebas riba?

Jawab:
Ada dua pendapat di kalangan ulama di Indonesia tentang apakah bank syariah sudah
sesuai dengan syariah atau tidak.

Pertama, pendapat yang lebih berhati-hati menyatakan bahwa pada praktiknya Bank
Syariah tidak berbeda dengan bank konvensional. Dalam arti, sama-sama mengandung
unsur Riba. Salah satu contoh kesamaan itu adalah adanya keuntungan bersama yang sudah
ditentukan sebelumnya yang tidak ada bedanya dengan bunga bank konvensional. Padahal
bagi hasil yang sesuai syariah itu tidak boleh ditentukan sebelumnya.

Pendapat kedua, menyatakan bahwa bank syariah sudah sesuai dengan syariah dengan
berpedoman pada pendapat Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI (fatwa-fatwa DSN MUI.
DSN adalah lembaga MUI yang punya otoritas memberikan label apakah suatu bank
syariah memenuhi syarat untuk disebut syariah atau tidak.

Dalam konteks ini, maka kalau ikut pendapat pertama berarti bank syariah termasuk riba,
karena sama dengan bank konvensional. Sedangkan menurut pendapat kedua, tidak
termasuk riba. Pendapat kedua ini juga didukung oleh Syekh Nuh Ali Salman, Mufti
Kerajaan Yordania. Menurut Syekh Nuh, Bank Syariah jelas lebih baik dari bank
konvensional, karena secara filosofis mereka ingin menerapkan syariah Islam dan itu
terbukti dengan adanya fakta bahwa di setiap bank syariah ada pengawas syariah yang
akan mengingatkan pihak bank kalau ada pelanggaran syariah.

Anda mungkin juga menyukai