Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian Fikih muamalah

Fiqih muamalah ialah ilmu tentang hukum berbagai macam kegiatan atau transaksi yang
dilakukan manusia sesuai dengan aturan yang telah diatur dalam islam. Dasar hukumnya sendiri
berasal dari dalil-dalil seperti Al-Qur'an, Hadist Nabi, dan Ijma'. Ruang lingkup fiqh muamalah
ini yaitu seluruh aspek kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya.
Manfaat mempelajari ilmu ini ialah agar kita dapat menghindari kesalahan dalam melaksanakan
perintah Allah juga agar kita menjauhi larangan-Nya.

Fiqh Muamalah ini sangat penting bagi kehidupan ummat manusia, apabila kita menjalankannya
dengan baik maka akan tercipta kesejahteraan yang haqiqi karena hukum ini juga diciptakan
langsung oleh Allah SWT.

Dan telah terbukti di zaman Rasulullah SAW dahulu, para sahabat mampu menjalankan fiqh
muamalah ini dengan sangat sempurna berdasarkan tuntunan dari Rasulullah SAW sehingga
terciptalah kesejahteraan yang mana sempat menjadi pusat perhatian dunia.

Fiqh muamalah hanya mengatur dasar bermuamalah saja seperti jujur, amanah, toleransi,
memenuhi akan dan janji. Jadi selama bentuk-bentuk muamalah yang direkayasa manusia di
zaman modern ini tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka dapat diterima
dengan syarat sejalan dengan tujuan syariah yaitu demi kemaslahatan umat manusia.

Dengan kata lain Fiqh Muamalah ini bersifat Fleksibel dan menyesuaikan zaman, sebagai contoh
ialah jual beli di minimarket, dulu dizaman nabi dalam bertransaksi jual beli akad diucapkan
seperti "baiklah saya terima barang ini dengan harga segini", namun seperti yang kita lihat
sekarang di beberapa minimarket, kita hanya cukup mengambil barang dan langsung
membayarnya di kasir tanpa mengucapkan sebuah akad. Apakah hal tersebut diperbolehkan?
Tentu saja boleh, karena ketika kita melihat harga barang yang tertera di label dan kita
mengambil barang tersebut untuk membelinya lalu membayarnya, sama saja kita telah
menyetujui harga tersebut dan telah memenuhi kesepakatan dalam akad.

2. Ruang Lingkup muamalah

Di lihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup syariah dalam bidang muamalah, menurut
Abdul

Wahhab Khallaf, meliputi:

Pertama, Ahkam al-Ahwal al-Syakhiyyah (Hukum Keluarga), yaitu hukum-hukum yang


mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini dimaksudkan untuk memelihara
dan membangun keluarga sebagai unit terkecil.

Kedua, al-Ahkam al-Maliyah (Hukum Perdata), yaitu hukum tentang perbuatan usaha
perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah), pegadaian (rahn), perserikatan (syirkah), utang
piutang (udayanah), perjanjian (‘uqud ). Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam
kaitannya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.

Ketiga, Al-Ahkam al-Jinaiyyah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang bertalian dengan tindak
kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk memelihara ketentraman hidup
manusia dan harta kekayaannya, kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan
antara pelaku tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.
Keempat, al-Ahkam al-Murafa’at (Hukum Acara), yaitu hukum yang berhubungan dengan
peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (al- yamin), hukum ini dimaksudkan
untuk mengatur proses peradilan guna meralisasikan keadilan antar manusia.

Kelima, Al-Ahkam al-Dusturiyyah (Hukum Perundang-undangan), yaitu hukum yang


berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim dengan terhukum
serta menetapkan hak-hak perorangan dan kelompok.

Kenam, al-Ahkam al-Duwaliyyah (Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang berkaitan dengan
hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar negara. Maksud hukum ini adalah
membatasi hubungan antar negara dalam masa damai, dan masa perang, serta membatasi
hubungan antar umat Islam dengan yang lain di dalam negara.

Ketujuh, al-Ahkam al-Iqtishadiyyah wa al-Maliyyah (Hukum Ekonomi dan Keuangan), yaitu


hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta orang kaya, mengatur sumber-
sumber pendapatan dan masalah pembelanjaan negara. Dimaksudkan untuk mengatur hubungan
ekonomi antar orang kaya (agniya), dengan orang fakir miskin dan antara hak-hak keuangan
negara dengan perseorangan.

Itulah pembagian hukum muamalah yang meliputi tujuh bagian hukum yang objek kajiannya
berbeda-beda. Pembagian seperti itu tentunya bisa saja berbeda antara ahli hukum yang satu
dengan yang lainnya. Yang pasti hukum Islam tidak dapat dipisahkan secara tegas antara hukum
publik dan hukum privat. Hampir semua ketentuan hukum Islam bisa terkait dengan masalah
umum (publik) dan juga terkait dengan masalah individu (privat). Wallahu a’lam bisshawab.

Sumber : Tabloid Gema Baiturrahman, Jum’at – 6 Juni 2014 / 8 Syakban 1435 H | Nomor : 1067
Tahun XXI
*OBJEK HUKUM MUAMALAH*

Dalam hal ini, objek kajian atau

ruang lingkup fikih muamalah secara garis besar meliputi pembahasan tentang harta (al-mal),
hak-hak kebendaan (al-huquq), dan hukum perikatan (al-‘aqd)[1].

Hukum harta terdiri dari; Pertama, konsep harta (al-mal) yang meliputi pembahasan tentang
pengertian harta, unsur-unsur dan pembagian jenis-jenis harta. Kedua, konsep hak (al-huquq),
meliputi pembahasan tentang pengertian hak, sumber hak, perlindungan dan pembatasan hak,
dan pembagian jenis-jenis hak. Ketiga, konsep tentang hak milik (al-milkiyah), meliputi
pembahasan tentang pengertian hak milik, sumber-sumber pemilikan, dan pembagian macam-
macam hak milik.

Konsep Umum Akad, mambahas tentang pengertian akad dan tasharruf (transaksi), unsur-unsur
akad dan syariat masing-masing unsur, dan macam-macam akad.

Aneka Macam Akad Khusus membahas tentang berbagai macam transaksi muamalah seperti
berikut: jual beli (al-bai’ at tijarah), gadai (rahn), jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman),
pemindahan hutang (hiwalah), perkongsian(asy-syirkah) dan lain sebagainya

Hak dan kewajiban dua orang yang melakukan transaksi diatur sedemikian rupa dalam fikih
mumalat, agar setiap hak sampai kepada pemiliknya dan tidak ada orang yang mengambil
sesuatu yang bukan haknya. Dengan demikian, hubungan antara manusia dengan yang satu
dengan yang lainnya terjalin dengan baik dan harmonis, karena tidak ada pihak-pihak yang
mrugikan dan dirugikan[2]
[1] Ghufron A Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002,
hal:2

[2] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta:Amzah, 2017, Hal. 3

• tujuan muamalah

Tujuan muamalah adalah terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama manusia, sehingga
tercipta masyarakat yang rukun dan tentram. Adapun hubungan ini berupa jalinan pergaulan,
saling menolong dalam kebaikan dalam upaya menjalankan ketaatannya kepada Allah SWT.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk saling
membantu dalam perbuatan baik dan melarang untuk saling mendukung dalam berbuat
kejahatan, kebathilan, dan kedholiman. Oleh karena itu, setiap manusia dianjurkan untuk selalu
menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya.

Anda mungkin juga menyukai