Anda di halaman 1dari 12

NAMA

NIM
KELAS

:MUHAMMAD HARDIAWAN AKBAR KHAN


: 201310110311266 / ILMU HUKUM VI
: AIK IV H
JAWABAN SOAL UTS TAKE HOME

1. AKHLAK DAN MUAMALAH


a. Pengertian Akhlak dan Muamalah

Pengertian Muamalah
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan
atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata
kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling
melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu
terhadap yang lainnya.
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula
dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamlah;
Menurut Louis Maluf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan
urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan
mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai
kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan
manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya
secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar
manfaat di antara mereka.
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu muamalah adalah semua
transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar maupun dalam
hal utang piutang.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah Ayat 280 yang berbunyi
Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.
Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala peraturan
yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama,
antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Dan Allah
SWT juga memerintahkan manusia untuk berinterksi dan bermuamalah dengan cara bertebaran
di muka bumi untuk mencari rezki Allah. Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam surat Al
Jumah ayat : 10 yang berbunyi :
Artinya : Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Pengertian Akhlak

Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan akhlak berasal
dari bahasa Arab jama dari bentuk mufradnya Khuluqun yang menurut logat diartikan: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain
dengan perkataan khalkun yang berarti kejadian, serta erat hubungan Khaliq yang berarti
Pencipta dan Makhluk yang berarti yang diciptakan.
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya
itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan
kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata mata taat kepada Allah dan tunduk
kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah
laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan
kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian.
Allah SWT berfirman Surah Al-Maidah, ayat 8
ArtinyaHai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlakutidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamukerjakan.
Akhlak sifatnya universal dan abadi. Akhlak dalam islam merupakan refleksi internal dari dalam
jiwa manusia yang dieksternalisasikan secara kongrit dalam bentuk perilaku dan tindakan nyata.
Akhlak seseorang terkait erat dengan perspektif keimanannya, tentang eksistensi dirinya sebagai
khalifah Allah. Akhlak yang lahir dari kualitas internalisasi nilai-nilai iman sudah barang tentu
akan memancarkan kualitas yang lebih baik. Demikian pula sebaliknya, akhlak yang buruk
merefleksikan kadar keimanan seseorangyang masih labil.[4]
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat
menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan
menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang ulang dengan
kecenderungan hati (sadar)2 .
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak
yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan
melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat
dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.
b. Sumber Akhlak Dalam Islam
Sumber akhlak adalah wahyu (al-Quran dan al-Hadits). Sebagai sumber akhlak wahyu
menjelaskan bagaimana berbuat baik. al-Quran bukanlah hasil renungan manusia, melainkan
firman Allah SWT yang Maha pandai dam Maha bijaksana. Oleh sebab itu, setiap muslim
berkeyakinan bahwa isi al-Quran tidak dapat dibuat dan ditandingi oleh bikinan manusia.

Sumber akhlak yang kedua yaitu al-Hadits meliputi perkataan, ketetapan dan tingkah laku
Rasulullah SAW.
Dasar akhlak yang dijelaskan dalam al-Quran yaitu:

Artinya :Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah. (Q.S.al-Ahzab : 21)
Dasar akhlak dari hadits yang secara eksplisit menyinggung akhlak tersebut yaitu sabda
Nabi:

Artinya : Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak.


Jika telah jelas bahwa al-Quran dan hadits rasul adalah pedoman hidup yang menjadi
asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlaqul karimah.
c. Ruang Lingkup Muamalah
Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup syariah dalam bidang muamalah, menurut
Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi:
Pertama, Ahkam al-Ahwal al-Syakhiyyah (Hukum Keluarga), yaitu hukum-hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini dimaksudkan untuk memelihara
dan membangun keluarga sebagai unit terkecil.
Kedua, al-Ahkam al-Maliyah (Hukum Perdata), yaitu hukum tentang perbuatan usaha
perorangan seperti jual beli (Al-Bai wal Ijarah), pegadaian (rahn), perserikatan (syirkah), utang
piutang (udayanah), perjanjian (uqud ). Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam
kaitannya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.
Ketiga, Al-Ahkam al-Jinaiyyah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang bertalian dengan tindak
kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk memelihara ketentraman hidup
manusia dan harta kekayaannya, kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan
antara pelaku tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.
Keempat, al-Ahkam al-Murafaat (Hukum Acara), yaitu hukum yang berhubungan dengan
peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (al- yamin), hukum ini dimaksudkan
untuk mengatur proses peradilan guna meralisasikan keadilan antar manusia.
Kelima, Al-Ahkam al-Dusturiyyah (Hukum Perundang-undangan), yaitu hukum yang
berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim dengan terhukum
serta menetapkan hak-hak perorangan dan kelompok.
Kenam, al-Ahkam al-Duwaliyyah (Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang berkaitan dengan
hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar negara. Maksud hukum ini adalah
membatasi hubungan antar negara dalam masa damai, dan masa perang, serta membatasi
hubungan antar umat Islam dengan yang lain di dalam negara.
Ketujuh, al-Ahkam al-Iqtishadiyyah wa al-Maliyyah (Hukum Ekonomi dan Keuangan), yaitu
hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta orang kaya, mengatur sumbersumber pendapatan dan masalah pembelanjaan negara. Dimaksudkan untuk mengatur hubungan

ekonomi antar orang kaya (agniya), dengan orang fakir miskin dan antara hak-hak keuangan
negara dengan perseorangan.
2. AKHLAK DALAM KELUARGA
a. Membangun Keluarga Sakinah
Berdasarkan hadist nabi, ada 5 pilar utama untuk dapat mewujudkan sebuah keluarga
yang sakinah, diantaranya adalah:
1.
Memiliki
kecenderungan
terhadap
agama
2.
Saling
menghormati
dan
menyayangi
3.
Sederhana
dalam
berbelanja
4.
Santun
dalam
bergaul
5. Selalu instropeksi diri
Lalu bagaimana cara atau tips membangun keluarga sakinah? Berikut diantaranya:
1.
Memilih
suami
atau
istri
dengan
kriteria
yang
tepat
Dalam memilih pasangan kriteria yang tepat sangatla penting, misalnya beragama Islam, shaleh
atau shalehah, berasal dari keturunan baik-baik, berakhlak mulia dsb.
2. Memenuhi syarat utama dalam keluarga yaitu mawaddah (cinta yang membara dan
menggebu) dan rahmah (Kasih sayang yang lembut, siap berkorban dan melindungi kepada
yang dikasihi)
3.
Saling
mengerti
atau
memahami
antara
suami
dan
istri
Saling mengerti dan memahami serta menghindari aksi egoisme sangat penting dalam membina
sebuah keluarga.
4.
Saling
menerima
kelebihan
serta
kekurangan
masing-masing
Anda tentu tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna, demikian pula dengan pasangan Anda.
Ketika Anda dan pasangan telah berkomitmen untuk membangun hubungan maka Anda dan
pasangan harus siap menerima kelebihan dan kekrangan masing-masing.
5. Saling menghargai satu sama lain, penghargaan terhadap pasangan adalah hal yang penting,
karena setiap manusia itu pasti memiliki kelebihan.
6. Saling mempercayai antara suami dan istri, kepercayaan merupakan salah satu faktor yang
memberikan ketenangan terhadap satu sama lain.
7. Mengerti dan dengan sukarela menjalankan kewajiban masing-masing.
8. Hubungan harus didasar perasaan saling membutuhkan. Tidak ada manusia yang bisa
memenuhi kebutuhannya sendiri, karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial.
b. Hak dan Kewajiban Suami Istri
Berikut ini adalah beberapa hak dan kewajiban pasangan suami isteri yang baik :
Kewajiban Suami
Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Membantu peran istri dalam mengurus anak

Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab
demi kelangsungan dan kesejahteraan keluarga.
Siaga / Siap antar jaga ketika istri sedang mengandung / hamil.
Menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tidak sewenang-wenang
Memberi kebebasan berpikir dan bertindak pada istri sesuai ajaran agama agar tidak
menderita lahir dan batin.
Hak Suami
Isteri melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai ajaran agama seperti mendidik
anak, menjalankan urusan rumah tangga, dan sebagainya.
Mendapatkan pelayanan lahir batin dari istri
Menjadi kepala keluarga memimpin keluarga

Kewajiban Isteri
Mendidik dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Menghormati serta mentaati suami dalam batasan wajar.
Menjaga kehormatan keluarga.
Menjaga dan mengatur pemberian suami (nafkah suami) untuk mencukupi kebutuhan
keluarga.
Mengatur dan mengurusi rumah tangga keluarga demi kesejahteraan dan kebahagiaan
keluarga.
Hak Istri
Mendapatkan nafkah batin dan nafkah lahir dari suami.
Menerima maskawin dari suami ketika menikah.
Diperlakukan secara manusiawi dan baik oleh suami tanpa kekerasan dalam rumah
tangga / kdrt.
Mendapat penjagaan, perlindungan dan perhatian suami agar terhindar dari hal-hal buruk.
Kewajiban Suami dan Istri
Saling mencintai, menghormati, setia dan saling bantu lahir dan batin satu sama lain.
Memiliki tempat tinggal tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
Menegakkan rumah tangga.
Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problema rumah tangga tanpa emosi.
Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
Menghormati keluarga dari kedua belah pihak baik yang tua maupun yang muda.
Saling setia dan pengertian.
Tidak menyebarkan rahasia / aib keluarga.
Hak Suami dan Istri
Mendapat kedudukan hak dan kewajiban yang sama dan seimbang dalam keluarga dan
masyarakat.
Berhak melakukan perbuatan hukum.

Berhak diakui sebagai suami isteri dan telah menikah jika menikah dengan sah sesuai
hukum yang berlaku.
Berhak memiliki keturunan langsung / anak kandung dari hubungan suami isteri.
Berhak membentuk keluarga dan mengurus kartu keluarga
3. AKHLAK SOSIAL
a. Toleransi Inter dan Antar Umat Beragama Dalam Islam
Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan mengeksistensi
sejak Islam itu ada. Karena sifatnya yang organik, maka toleransi di dalam Islam hanyalah
persoalan implementasi dan komitmen untuk mempraktikkannya secara konsisten.
Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam
keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama
yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian muamalah (interaksi sosial).
Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di
mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling
menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hakhaknya.
Syariah telah menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Karena pemaksaan
kehendak kepada orang lain untuk mengikuti agama kita adalah sikap a historis, yang tidak
ada dasar dan contohnya di dalam sejarah Islam awal. Justru dengan sikap toleran yang amat
indah inilah, sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat
dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di masa depan.

b. Prinsip Prinsip Islam Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial


PRINSIP KESEJAHTERAAN SOSIAL ISLAM MENURUT AL-GHAZALI
Dalam bukunya Ihya ulumuddin Al-Ghazali mengemukakan dalam masyarakat Islam ada
5 aspek yang sangat berpengaruh kepada tercapainya kesejahteraan sosial yaitu; tujuan utama
syariat Islam adalah Agama (din), Jiwa (nafs), Akal(aql), Keturunan (nasl), Harta (maal).(lihat
Al-Musthofa fi al-ilmi ushul, Abu Hamid Imam Al-Ghazali Jus I). Menurut Al-Ghazali konsep
kesejahteraan dalam isalm bukanlah secara eklusif bersifat materialistis ataupun spiritual.
Dalam hal ini, melalui serangkaian penelitiannya terhadap berbagai ajaran Islam yang terdapat
di dalam Al-Quran dan hadits. Imam al Ghazali menyimpulkan bahwa utilitas sosial dalam
Islam dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Dharuriah, terdiri dari seluruh aktivitas dan hal-hal yang bersifat esensial untuk
memelihara kelima prinsip tersebut di atas.
b. Hajah, terdiri dari seluruh aktivitas dan hal-hal yang tidak vital bagi
pemeliharaan kelima prinsip di atas, tetapi dibutuhkan untuk meringankan dan
menghilangkan rintangan dan kesukaran hidup.
c. Tahsimiah atau Tazyinat. Secara khusus, kategori ini meliputi persoalanpersoalan yang tidak menghilangkan dan mengurangi kesulitan, tetapi
melengkapi, menerangai, dan menghiasi hidup

Harta itu memang indah, melezatkan dan menggembirakan sehingga banyak orang ingin
memburunya, meskipun hanya sampai batas yang dihalalkan saja, akan tetapi menurut Al
Ghazali, masyarakat saat ini terbiasa mencintai harta sehingga sulit untuk berpisah
dengannya.Letak harta dalam kehidupan manusia sangatlah berperan penting (dominan) dan
tingkat kesejahteraan merupakan titik pencapaian seorang manusia. Maka pandangan maslahah
dalam harta menurut Al-Ghazali yang sarat dengan semangat kemanusiaan universal serta etika
bisnis Islami sangat penting untuk di resapi dan diteladani.
4. ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
a. Keutaman Ilmu
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan, Ilmu yang bermanfaat adalah mempelajari alQuran dan sunnah serta memahami makna kandungan keduanya dengan pemahaman para
sahabat, tabiin dan tabi tabiin. Demikian juga dalam masalah hukum halal dan haram, zuhud
dan masalah hati, dan lain sebagainya. (Fadhlu Ilmi Khalaf, hlm. 26).
Keutamaan-keutamaan ilmu agama banyak sekali, diantaranya:
Ilmu adalah sebab kebaikan di dunia dan akhirat
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam agama.
(Muttafaq alaihi).
Ilmu sebagai benteng dari syubhat dan fitnah
Karena dengan ilmu kita dapat menjaga diri dari berbagai syubhat (kerancuan pemikiran) yang
menyerang. Dengan ilmu juga kita dapat membantah argumen orang-orang yang ingin merusak
agama.
Ilmu adalah jalan menuju surge
Dengan ilmu kita bisa beribadah yang benar sehingga akan mengantarkan kita kepada surga
Allah Subhanahu wa Taala. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka akan Allah mudahkan
jalannya menuju surga. (HR. Muslim).
Oleh karenanya, marilah kita bersemangat untuk menuntut ilmu agama dengan segala sarana
yang dimudahkan Allah pada zaman sekarang, baik dengan belajar di pondok pesantren ahlus
sunnah, majlis talim, dan dauroh. Atau bisa juga melalui TV sunnah seperti Rodja TV, radio
sunnah seperti Radio Rodja, Radio Muslim Yogyakarta, atau membaca buku dan majalah sunnah.
Allahu alam.
b. Akhlak Mencari Ilmu dan Mengajarkannya

HUKUM MENUNTUT ILMU DAN MENGAJARKANNYA


Hukum Menuntut Ilmu
Apabila kita menelaah isi Al-Qur'an dan Al-Hadis, niscaya kita akan menemukan beberapa
nas yang menjelaskan kewajiban menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun perempuan.
Tujuan diwajibkannya mencari ilmu tiada lain yaitu agar kita menjadi umat yang cerdas, jauh
dari kabut kejahilan atau kebodohan.
Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan bertanya, melihat,
ataupun mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis Nabi
Muhammad saw.:
( ) .

"Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."
(HR. Ibn Abdul Barr)
Dari hadis di atas dapat kita ambil pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya untuk
menuntut ilmu, baik bagi laki-laki ataupun perempuan. Dengan ilmu yang dimilikinya,
seseorang dapat mengetahui segala bentuk kemaslahatan dan jalan kemanfaatan. Dengan
ilmu pula, ia dapat menyelami hakikat alam, mengambil pelajaran dari pengalaman yang
didapati oleh umat terdahulu, baik yang berhubungan dengan masalah-masalah akidah,
ibadah, ataupun yang berhubungan dengan persoalan keduniaan. Nabi Muhammad saw.
bersabda:

( ) .
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia
memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat,
wajiblah ia memiliki ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya,
wajiblah ia memiliki ilmu kedua-keduanya pula." (HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita untuk menuntut berbagai macam ilmu dunia yang memberi manfaat
dan dapat menuntun kita mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan dunia. Hal
tersebut dimaksudkan agar tiap-tiap muslim tidak picik, dan agar setiap muslim dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi segenap
manusia yang ada di dunia ini dalam batasan yang diridhai oleh Allah swt.
Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat, karena dengan mengetahuinya
kita dapat mengambil dan menghasilkan suatu natijah, yakni ilmu yang dapat diamalkan
sesuai dengan perintah syara'.

Seorang mukallaf wajib menuntut ilmu yang bersifat ain, yaitu pada masalah yang
berkenaan dengan akidah. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui ilmunya, maka akidah
yang melenceng dapat diluruskan. Selain itu, seorang mukallaf juga wajib menuntut ilmu
yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lain seperti salat, puasa, zakat dan haji. Di
samping itu, wajib pula bagi seorang mukallaf mempelajari ilmu akhlak, yang mana
dengannya ia dapat mengetahui adab dan sopan santun yang harus dilaksanakan, dan tingkah
laku buruk yang harus ditinggalkan. Adapun ilmu lain yang tidak kalah pentingnya dimiliki
oleh seorang mukallaf yaitu ilmu keterampilan, yang dapat menjadi tonggak hidupnya.
Adapun ilmu yang tidak berkaitan dengan aktifitas keseharian, maka yang wajib dipelajari
hanya pada batas yang dibutuhkan saja. Sebagai contoh, seseorang yang hendak memasuki
gapura pernikahan, maka ia wajib mengetahui syarat-syarat dan rukun-rukunnya serta segala
sesuatu yang diharamkan dan dihalalkan dalam menggauli istrinya.
Sedang ilmu yang wajib kifayah, maka hukum mempelajarinya tidaklah diwajibkan bagi
setiap mukallaf. Kewajiban mempelajarinya gugur apabila salah satu dari mereka sudah ada
yang mempelajarinya. Hal tersebut dikarenakan ilmu-ilmu yang wajib kifayah hanya bersifat
sebagai pelengkap, seperti ilmu tafsir, ilmu hadis dan sebagainya.
Hukum Mengajarkan Ilmu
Seseorang yang telah mempelajari dan memiliki ilmu, maka yang menjadi kewajibannya
adalah mengamalkan segala ilmu yang dimilikinya, sehingga ilmunya menjadi ilmu yang
manfaat; baik manfaat bagi dirinya sendiri ataupun manfaat bagi orang lain.
Agar ilmu yang kita miliki bermanfaat bagi orang lain, maka hendaklah kita mengajarkannya
kepada mereka. Mengajarkan ilmu-ilmu kepada orang lain berarti memberi penerangan kepada
mereka, baik dengan uraian lisan, atau dengan melaksanakan sesuatu amal dan memberi contoh
langsung di hadapan mereka atau dengan jalan menyusun dan mengarang buku-buku untuk dapat
diambil manfaatnya.
Mengajarkan ilmu memang diperintah oleh agama, karena tidak bisa disangkal lagi, bahwa
mengajarkan ilmu adalah suatu pekerjaan yang ssangat mulia. Nabi diutus ke dunia ini pun
dengan tugas mengajar, sebagaimana sabdanya:

( ) .
" Aku diutus ini, untuk menjadi pengajar." (HR. Baihaqi)
Sekiranya Allah tidak mengutus rasul untuk menjadi guru bagi manusia, guru dunia, tentulah
manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa.

Walaupun akal dan otak manusia mungkin dapat menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan,
namun disisi lain masih ada juga hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, yaitu hal-hal yang
berada di luar akal manusia. Untuk itulah Rasulullah diutus di dunia ini.
Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia secara luas, agar
mereka tidak berada dalam kebodohan dan kegelapan, maka diperlukan kesadaran bagi para
muallim (guru), dan ulama untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat. Hal tersebut dikarenakan para guru dan ulama yang suka
menyembunyikan ilmunya, maka mereka akan mendapatkan ancaman, sebagaimana sabda
Nabi saw.:
( ) .
" Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan (tidak mau
memberikan jawabannya), maka Allah akan mengekangnya (mulutnya), kelak di hari kiamat
dengan kekangan (kendali) dari api neraka." (HR. Ahmad)
Oleh karena itu, marilah kita menuntut ilmu pengetahuan, sesempat dan sedapat mungkin
dengan tidak ada hentinya, tanpa absen sampai ke liang kubur, dengan ikhlas dan tekad akan
mengamalkan dan menyumbangkannya kepada masyarakat, agar kita semua dapat
mengenyam hasil dan buahnya.
5. JIHAD DALAM ISLAM
MAKSUD JIHAD DALAM ISLAM:Allah berfirman di dalam Al-Quran yang mulia yang mafhumnya:
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman dengan Allah dan Hari Kemudian, yang tidak
mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan rasulNya dan tidak pula beragama
dengan agama yang benar (iaitu) di antara ahli kitab kecuali mereka membayar jizyah
dengan kepatuhan yang rela dan merasa diri mereka ditawan." (At-Taubah:29)
"Perangilah orang-orang musyrik semuanya, sebagaimana mereka memerangi kamu semua"
(At-Taubah: 36)
Definisi Jihad: Di dalam Al-Quran terdapat 121 ayat yang menyentuh persoalan memerangi
orang kafir, perkataan-perkataan Bahasa Arab mungkin membawa pelbagai makna, tetapi
dengan ketibaan ISLAM, beberapa perkataan Arab telah dihadkan maknanya kepada satu
istilah sahaja iaitu istilah shari'ahnya.

Dalam istilah bahasa, jihad datangnya dari perkataan `jahada' yang bermakna
"menggunakan segala usaha dengan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu".
Dengan istilah ini, kita mungkin berjihad ketika belajar dengan menghadapi peperiksaan.
Tetapi "Jihad" dalam definisi shari'ah hanya boleh membawa satu makna iaitu "menentang
orang kafir di medan pertempuran dan menghapuskan segala rintangan terhadap da'wah bagi
menjadikan kalimah Allah (Islam) itu tinggi setinggi-tingginya".
Islam bukan satu agama Arab, dan tidak dikhususkan kepada kaum Arab. Allah
SWT.berfirman:
"Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan kepada sekalian umat manusia,
untuk memberi khabar gembira (dengan syurga) dan untuk memberi peringatan (dengan
neraka), tetapi kebanyakkan manusia tidak mengetahui."
(As- Sabak:28)
Maka dari ayat di atas telah jelaslah, Islam perlu disebarkan ke seluruh umat manusia;
dakwah adalah asas dasar luar negeri bagi daulah Islam semenjak Rasulullah saw
mendirikan daulah di Madinah dan akan diteruskan hingga ke akhir zaman dan caranya ialah
dengan Jihad. Rasulullah saw bersabda:
"Saya telah diperintahkan untuk memerangi orang ramai sehingga mereka berkata `La Ilaha
Illa-Allah Muhammadun rasul-Allah'. Dan sekiranya mereka berkata demikian, maka
mereka telat menyelamatkan darah (nyawa) serta harta benda mereka kecuali apa yang hak
(dengan sebab)."
Dan Rasulullah saw juga bersabda:
"Al Jihad telah wujud semenjak Allah SWT mengutuskan saya dan (berterusan) sehingga
yang terakhir di antara ummah saya memerangi Al Dajjal. Tiada kezaliman (seseorang) yang
zalim atau keadilan (seseorang) yang adil akan menghentikannya."

Tujuan Jihad :
Jihad adalah alat yang digunakan oleh Daulah Islam untuk menyebarkan serta
menyampaikan syi'ar Islam. Ianya digunakan sebagai tindakan fizikal menghapuskan segala
halangan kepada dakwah Islam dan dengan cara inilah Islam dibawa keseluruh kawasan

Daulah Islam baik pada zaman Rasulullah mahupun zaman para sahabat dan begitu juga di
zaman khulafa' yang seterusnya. Ianya mempunyai tiga peringkat.
Yang pertama, penduduk disesuatu kawasan itu akan diajak memeluk Islam, dan mereka akan
diberi tempoh untuk mengkaji dan memahami Islam; sekiranya mereka menolak mereka
akan dipelawa menjadi rakyat Daulah Islam dengan membayar `jizyah' dan Islam akan
diimplimentasikan ke atas mereka, dan mereka akan diberikan hak -hak yang sama seperti
mana-mana umat Islam. Sekiranya pelawaan ini ditolak juga, maka tatkala itu barulah tentera
Islam akan berjihad.
Perlulah difahami bahawa jihad hanyalah untuk menghapuskan rintangan terhadap
dakwah kepada Islam; bukan untuk menakluk atau memperhambakan mana-mana kaum
dan bukan untuk membina empayar dan tidak sekali untuk memaksa seseorang itu
memeluk Islam. Allah SWT berfirman:
"Tidak ada paksaan dalam beragama..."
(Al-Baqarah: 256)
Jika diteliti setiap satu `sariah' serta `ghazwah' Rasulullah saw, kita dapati kesemuanya
merupakan jihad menyerang (offensive) dan hanya satu sahaja yang merupakan defensif
(itu pun merupakan satu tindakan yang taktikal sewaktu Perang Khandak). Tetapi dalam
konteks masa kini, semua bentuk jihad yang wujud hanyalah jihad defensif berbeza
dengan apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah.

Anda mungkin juga menyukai