Anda di halaman 1dari 10

A.

FUNGSI SYARIAH DALAM EKONOMI SYARIAH


Syariah adalah tatanan dan ketentuan Allah yang harus dijalankan perintah-Nya
dan menjauhi apa yang dilarang-Nya, dalam syariah diajarkan tentang hal-hal yang wajib,
yang sunnah, yang mubah, yang makruh dan yang haram dikerjakandalam seluruh aspek
kehidupan

manusia baik dalam beribadah maupun dalam pergaulan hidup manusia.

Karena hal inilah syariah sangat penting untuk dipelajari sejak dini mungkin oleh seluruh
umat manusia di bumi ini.
Syariah akan ada disepanjang masa selama dunia ini belum kiamat, senantiasa
relevan degan keadaan dunia dimana saja, karena syariah adalah atura Allah dan itulah
yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiannya di dunia dan akherat.
Fungsi syariah adalah sebagai jalan atau jembatan untuk semua manusia dalam
berpijak dan berpedoman. Selain itu ia menjadi media berpola hidup di dunia agar sampai
ke kampung tujuan terakhir (akhirat) dan tidak sesat. Dengan kata lain agar manusia dapat
membawa dirinya di atas jalur syariat sehingga pada gilirannya dia akan hidup teratur,
tertib dan tentram dalam menjalin hubungannya baik dengan Khalik (pencipta) yang
disebut hablum minallah, hubungan dengan sesama manusia yang disebut hablum
minannas, serta hubungan dengan alam lingkungan lainnya yang disebut hablum minal
alam. Hubungan yang baik ini akan mempunyai nilai ibadah, dan tentu dengan
menjalankan ibadah yang baik berupa ibadah langsung (mahdzah) ini akan membuahkan
predikat baik dari Allah dan pada akhirnya akan hasanah fi dunya dan hasanah fil
akhirat sehingga dia selamat di dunia dan di akhirat itulah yang menjadi tujuan semua
manusia yang beriman.
Manusia dalam hidupnya terkait dengan fungsi syariah pada garis besarnya ada
dua macam yaitu:
a. Manusia

sebagai

hamba

di

mana

harus

menghambakan

dirinya

di

hadapan Khaliq (Allah SWT).


b. Manusia sebagai khalifah di muka bumi (mengurus dan mengatur tatanan hidup
dan kehidupan).
Dan tentu jika hidup berpola pada syariah tersebut, akan melahirkan kesadaran
berperilaku sesuai dengan dua fungsi tersebut di atas di mana sebagai hamba mempunyai
tugas beribadah, sesuai dengan firmanNya :




Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah
Ku. QS Adz-Dzariyaat : 56.
Selain itu, manusia juga sebagai khalifah di muka bumi, maka ia memiliki tugas
untuk melaksanakan amanat Allah sesuai dengan firmanNya :


Sesungguhnya telah kami amanatkan kepada langit, bumi, gunung-gunung namun
mereka enggan untuk memikulnya, maka manusia menyanggupi untuk memikulnya
amanat tersebut tetapi mereka berbuat aniaya dan berbuat bodoh. QS. Al-Ahzab : 33.
Oleh sebab itu maka supaya manusia menjalankan fungsi sebagai khalifah di
muka bumi maka Allah telah menurunkan syariat Islam yang berguna untuk mengantarkan
manusia guna mendapat ridhoNya supaya mendapatkan kebahagiaan yang hakiki sesuai
dengan ayat Al-Quran tersebut di atas. Adapun ringkasnya fungsi tersebut di atas adalah
untuk membuat kehidupan yang marufat(kebaikan) serta mewujudkan keadilan sesuai
dengan firmanNya :



Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
QS. An-Nahl : 90.
Dalam hubungannya dengan ekonomi syariah, syariah Islam berfungsi sebagai
pondasi dan pedoman tentang apa yang harus dijalankan dan apa yang tidak boleh
dijalankan oleh umat manusia dalam menjalankan kegiatan ekonomi dalam rangka
pemenuhan kebutuhannya.
Menurut Lewis, penerapan syariah Islam yang tidak bisa dilepaskan dari
pelaksanaan ekonomi syariah ialah sebagai berikut:

1. Riba dilarang dalam segala bentuk transaksi

Dalam sistem ekonomi Syariah, terdapat satu aspek yang masih sangat
kontroversial bertentangan dengan sudut pandang barat. Aspek tersebut adalah
pelarangan riba (bunga). Pembayaran dan penggunaan riba yang berlaku dalam
sistem perbankan konvensional sudah jelas larangannya. Hal ini jelas tercantum
dalam Quran.
2. Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal, berizin)
Aktivitas finansial syariah memiliki aturan yang ketat. Oleh sebab itu, bank
syariah tidak dapat melakukan transaksi yang diharamkan dalam Islam (seperti,
penjualan minuman beralkohol, daging babi, dll). Secara lebih lanjut, dalam
memenuhi kebutuhan umat islam, lembaga keuangan dituntut untuk memprioritaskan
produksi kebutuhan pokok kelompok Islam pada umumnya. Sebagaimana juga
dalam tuntunan syariah, semisal berpartisipasi dalam produksi dan pemasaran
barang mewah merupakan hal yang kurang diterima dalam pandangan agama ketika
kelompok muslim dalam keadaan serba kekurangan kebutuhan pokok (sandang,
pangan, dan papan, kesehatan dan pendidikan).
3. Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi
atau analisa yang tidak tentu)
Larangan dalam mengadu keuntungan secara eksplisit tercantum dalam
Quran (Al-Maidah:90-91). Dalam ayat tersebut digunakan istilah maysir yang berarti
permainan berbahaya, berasal dari kata yusr, bermakna bahwa pelaku maysir berpacu
untuk mendapatkan harta tanpa upaya kerja keras, dan istilah tersebut berlaku pada
setiap praktik judi (gambling). Perjudian dalam segala bentuknya merupakan hal
yang terlarang dalam hukum Islam. Secara eksplisit, hukum Islam juga melarang
segala jenis aktivitas ekonomi yang mengandung elemen gambling tersebut.
Memperkaya diri melalui judi dan mengadu nasib merupkan hal terlarang
berdasarkan syariah.
B. HAKIKAT HUKUM EKONOMI SYARIAH
Kata hukum yang dikenal dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Arabhukm yang
berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam ensiklopedi Hukum Islam, hukum
berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya.
Sebagaimana telah disebut diatas, bahwa kajian ilmu ekonomi Islam terikat dengan nilainilai Islam, atau dalam istilah sehari-hari terikat dengan ketentuan halal-haram, sementara

persoalan halal-haram merupakan salah satu lingkup kajian hukukm, maka hal tersebut
menunjukkan keterkaitan yang erat antara hukum, ekonomi dan syariah. Pemakaian kata syariah
sebagai fiqh tampak secara khusus pada pencantuman syariah Islam sebagai sumber legislasi
dibeberapa negara muslim, perbankan syariah, asuransi syariah, ekonomi syariah.
Dari

sudut

pandang

ajaran

Islam,

istilah

syariah

sama

dengan

syariat

(tamarbuthoh dibelakang dibaca dengan ha) yang pengertiannya berkembang mengarah pada
makna fiqh, dan bukan sekedar ayat-ayat atau hadits-hadits hukum. Dengan demikian yang
dimaksud dengan Ekonomi Syariah adalah dalil-dalil pokok mengenai Ekonomi yang ada dalam
Al Quran dan Hadits. Hal ini memberikan tuntutan kepada masyarakat Islam di Indonesia untuk
membuat dan menerapkan sistem ekonomi dan hukum ekonomi berdasarkan dalil-dalil pokok
yang ada dalam Al Quran dan Hadits.
Oleh sebab itu, maka hakikat hukum ekonomi syariah adalah bersifat mutlak
kebenarannya, karena hukum ekonomi syariah bersumber dari kitab suci Al-Quran dan Hadist
yang berasal dari firman Allah dan sabda Rasullullah.
C. SUMBER HUKUM EKONOMI ISLAM
Keseluruhan dari dasar dan sumber hukum ekonomi merupakan suatu mukjizat yang
tetap adanya dalam artian hukum islam tidak dapat disamakan dengan hukum pasang surut
maupun hukum hukum yang lainnya. Empat sumber hukum islam diantaranya, Al Quran,
Sunnah dan hadist, Ijma, Qiyas dan ijtihad. Selanjutnya akan dijelaskan dibawah ini sesuai
dengan kegunaannya masing masing.
a. Kitab suci Al Quran
Al Quran merupakan sumber hukum yang abadi dan asli karena merupakan amanat yang
sesungguhnya yang disampaikan oleh Allah melalui ucapan Nabi Muhammad untuk
membimbing umat manusia dimasa depan yang bersifat universal dan fundamental.
Berdasarkan hal tersebut sempat terjadi kesalah pahaman antar pelajar tentang keberadaan Al
Quran, dimana terdapat pertentangan apakah Al Quran ini diciptakan atau tidak diciptakan.
Sedangkan dari aliran Muktazilah dan ahli pikir non muslim mempercayai bahwa Al Quran
diciptakn dan bukanlah firman Allah. Kepercayaan ini dinyatakan bahwa kitab suci ini
dikirimkan kedalam hati Nabi SAW, dengan demikian dituliskan dengan gaya bahasa Nabi
SAW dari waktu ke waktu. Tetapi lain halnya dengan sumber yang didapat dari Waliyullah

dan iqbal bahwasannya kitab suci itu tidak diciptakan melainkan amanah dari Allah kepada
Nabi SAW.
Tanpa adanya keraguan bahwa wahyu tersebut memanglah mengalir melalui hati Nabi
SAW yang berjangka waktu selam dua puluh tahun tetapi kata kata serta gaya bahasanya
memiliki ide ide yang tanpa kendali sadar Nabi SAW tanpa adanya pikiran dari perantara.
Kenyataannya bahwa kitab suci ini adalah catatan wahyu universal yang disampaikan oleh
Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak berdaya untuk mengendalikan proses
tersebut dengan sadar. Dengan demikian Al Quran bukanlah diciptakan melainkan memang
digunakan sebagai petunjuk oleh umat manusia sepanjang zaman. Al Quran berbicara pada
semua tingkatan dan berusaha mencapai semua jenis pengertian, melalui perumpamaan,
persamaan, argumentasi, penelitian, pandangan, dan penelitian mengenai fenomena alam dan
hukum hukum alam, moral dan spiritual. (Q.S, A Kahfi, 18,54-55). (Q.S, Az Zumar, 39 :
27), (Q.S, Al Hasyr, 59 : 22).
Apabila setiap pemikiran beranggapan bahwa wahyu Al Quran ini bersifat kausal, maka
sekian banyak orang akan dituntun dengan berbagai motif untuk memperoleh perangkat
norma dan nilai yang berbeda beda sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian akan
berpengaruh terhadap kerusakan dari wahyu Al Quran yang bersifat universal tersebut.
Dengan adanya hukum undang undang yang telah diciptaka oleh manusia yang
perlakuannya banyak ketidakadilannya, lain halnya dengan Al Quran yang memberikan
penjelasan dengan kaidah kaidah hukum, sehingga membenarkan bahwa Al Quran bukan
kitab undang undang dalam arti modern. Bukan juga merupakan ringkasan etika, selain
mengemukakan hal sepele juga membahas mengenai prinsip prinsip pokok dan memiliki
perhatian bersifat ilahi dan cara agar umat manusia memperoleh pengetahuan tentang itu.
Pokok dari peningkatan kesejahteraan manusia di segala bidang telah disusun dalam Al
Quran (An Nahl, 16 : 90) yang diingatkan seperti :
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan
penyembuh bagi penyakit penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang
orang yang beriman. (Q. S, Yunus, 10 : 57)
Anggapan dari N.J Coulson membuat ulasan bahwa tujuan utama Al Quran adalah
bukan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, melainkan hubungan dengan
penciptanya. Ini merupakan setengah dari kebenaran yang ada, dimana ditunjukkan
ketidakpahaman dari pengarangnya mengenai keseimbangan kebutuhan spiritual maupun
material. Semua wahyu yang diturunkan memberikan perintah untuk mempercayai bahwa

pada hari kebangkitan nantinya terjadinya kiamat dan ganjaran, aturan perkawinan dan
perceraian, persoalan perang dan damai, hukuman terhadap pencurian, perzinahan,
pembunuhan manusia, dan lainnya.
Dengan demikian dalam Al Quran bukan sekedar mengatur antara hubungan manusia
dengan Tuhannya tetapi juga terkait hubungan sosial dan lainnya. Nabi yang telah diutus
dengan segala tujuannya untuk meneladani ajaran dari Al Quran serta memberikan contoh
kepada dunia dengan teladan kehidupan praktik yang ideal. Begitu pula dengan sunnah yang
memiliki sifat sesungguhnya yaitu tidak pernah bertentangan dengan Al Quran, demikian
dengan Al Quran tidak bertentangan dengan sunnah karena merupakan sumber kedua hukum
islam.
b. Hadist dan Sunnah
Sunnah secara harfiah diartikan sebagai cara, kebiasaan, maupun adat istiadat. Hal ini
diambil dari perilaku Nabi SAW dengan menjadikannya sebuah teladan dan biasanya
didasarkan atas praktek normatif masyarakat di zaman tertentunya. Tetapi sunnah perlu
dibedakan dengan hadist yang biasa diambil dari cerita singkat mengenai informasi apa yang
telah dikatakan, dan yang lainnya ataupun tidak disetujui oleh Nabi SAW begitu pula dengan
informasi terkait sahabat sahabatnya. Dengan demikian hadist biasanya bersifat teoritik,
sementara sunnah merupakan pemberitahuan yang sesungguhnya.
Hadist biasanya bukan sekedar norma norma hukum melainkan kepercayaan dan asas
asas keagamaan. Sedangkan sunnah merupakan praktik dengan norma norma perilaku
kesehariannya. Dicontohkan semisal dalam Al Quran menyebut mengenai shalat dan zakat,
setelah itu Nabi SAW yang melanjutkan dengan menulis rincian rinciannya yang dijelaskan
kepada pengikutnya secara praktis. Meskipun banyak pertentangan yang terjadi tetapi
pengertian sunnah itu bisa merupakan bahan baru yang perlu dipertimbangkan dan dicerna
karena proses penafsiran yang dilakukan secara perlahan oleh para sahabat sahabat sendiri,
dan berbagai ketentuan dasar dari kitab suci Al Quran. Penafsiran dari hadist dan sunnah
perlu memperhatikan perspektif dari sejarah dan arti penting fungsionalnya dalam konteks
sejarah.
c. Ijma
Ijma merupakan sumber ketiga dari hukum islam. Dilihat dari perbedaan antara sunnah
dengan ijma yaitu dari konseptual yang terletak pada kenyataanya bahwa sunnah terkait
ajaran ajaran Nabi SAW kemudian diperluas para sahabat karena mereka sumber
panyampaiannya. Ijma merupakan prinsip isi hukum baru yang timbul karena akibat

perlakuan penalaran dan logika untuk mengahadapi masyarakat yang menyebar luas. Ijma
bukan dimaksudkan untuk melihat kebenaran yang terjadi dimasa kini maupun di masa depan
melainkan juga membina adanya kebenaran dimasa lampau.
Ijma pula yang menetukan bahwa sunnah itu bagaimana cara penafsirannya dalam Al
Quran. Sedangkan untuk analisis terkahir dari Al Quran dan sunnah keasilannya dibuktikan
melalui ijma. Oleh karena itu ijma dianggap sebagai hal yang ampuh untuk memecahkan
kepercayaan maupun kerumitan yang terjadi pada umat islam. Adakalanya ijma merupakan
kesahihan tertinggi, dimana keputusannya hanya dalam arti nisbi menolak sesuai dengan
kehidupan modern. Meskipun sifat ijma ini mempersatukan, tetapi masih banyak perbedaan.
Dengan demikian adanya perbedaan ini menandakan bahwa adanya rahmat Tuhan
didalamnya.
Ijma juga didasarkan hadist yang diungkapkan oleh Nabi SAW : perbedaan pendapat
umatku, adalah pertanda adanya rahmat yang datang dari Tuhan. ijma juga bersifat suatu
keharusan yang biasa disebut dengan ijma masyarakat. Sedangkan ijma yang disepakati oleh
para ulama yang idgunakan untuk menciptakan perpaduan perbedaan pendapat para ulama
yang timbul akibat kegiatan individunya tersebut. Dalam kepemilikan ijma tidak perlu
melakukan penekanan pembenaran yang sifatnya otoriter.
d. Ijtihad dan Qiyas
Dalam tekhnik ijtihad bisa diartikan meneruskan setiap usaha untujk menentukan sedikit
banyaknya kemungkinan persoalan sesuai syariat. Memiliki pengaruh hukum yang
berpendapat benar meski mungkin saja ada kekeliruan. Sedangkan untuk ruang lingkup ijtihad
dihitung dari wafatnya Nabi dengan delapan judul yang terpisah. Tujuh diantaranya yaitu dari
penafsiran terhadap ayat ayat yang diwahyukan dengan metode analogi, untuk yang
kedelapan adlah kesimpulan yang memiliki arti lain yaitu penafsiran ayat ayat yang
diwahyukan dengan penalaran.
Di zaman islam terkini dengan adanya ray (pendapat pribadi) dijadikan alat pokok
ijtihad. Tetapi asas hukum ditetapkan secara sistematik dan digantikan dengan adanya Qiyas.
Kehidupan manusia, persoalan hidup, dengan hukum yang dapat berubah sesuai keadaan
maka diperlukan ijtihad. Untuk peranan dari Qiyas adalah memperluas hukum ayat kepada
soal yang tidak termasuk dalam bidang syaratnya dengan alasan sebab efektif yang dianggap
biasa bagi kedua hal tersebut sehingga tidak dapat dipahami dengan pernyataan mengenai
yang asli.

Pada abad pertengahan dinyatakan bahwa pintu ijtihad ditutup dan orang harus mengikuti
suatu mazhab yang telah terbentuk, kare na kecenderungan taqlid yang berarti penerimaan
sebuah pendapat lain dengan sepenuhnya tanpa adanya bukti. Hal ini dapat mempengaruhi
masyarakat dan orang mulai mengikuti suatu mazhab hukum. Karena dari pendiri mazhab
tersebut memiliki kemampuan besar dan ketelitian mendalam mengusahakan berbagai pilihan
logik dalam batas dengan ayat yang diwahyukan.
Menurut sunnah Nabi meskipun seseorang berbuat kesalahan dalam melakukan ijtihad
maka dai akan tetap memperoleh pahala. Tetapi jika perbuatannya tersebut sampai menuju
kepada kebenaran, maka pahalanya akan berlipat ganda. Syarat untuk melakuakn ijtihad
adalah memiliki pengetahuan yang baik tentang perintah Al Quran maupun sunnah. Disiplin
dalam etikanya, dengan kewajiban yang telah ditetapkan.
e. Prinsip Prinsip Hukum Lainnya.
Terdapat empat dasar fiqh yang telah diuji yaitu dari sumber sumber hukum yang telah
diterima dan disahkan oleh keempat mazhab utama. Dari prinsip prinsip hukum lainnya
hanya diterima oleh sebagian kecil dan perlu dijelaskan secara singkat, diantaranya : istihsan,
istislah, dan istishab.
1. Istihsan
Prinsip ketiga terpenting yaitu istihsan yang dianjurkan hanya oleh mazhab hanafi.
Istihsan secara harfiah diartikan sebagai anggapan sesuatu itu baik dan benar. Sedangkan
menurut risalah usul fiqh secara tekhnis istihsan menyatakan pengabaian pendapat yang
diahsilkan melalui penalaran analogi (Qiyas) dengan lebih menyukai suatu pendapat yang
berbeda dengan didukung pembuktian yang lebuh kuat. Titik tolak Qiyas biasanya
didasarkan dari bukti yang terdapat pda sunnah, ada juga dari ijma berdasarkan kebutuhan
(darurah) atau menggunakan Qiyas lain dari penganut Qiyas tersebut. Sehingga dapat
diakatakan bahwa istihsan merupakan sarana yang lebih efektif dibandingkan dengan
Qiyas dalam penggolongan unsur baru. Karena dalam penentuan penetapan persoalan lebih
mudah dibanding dengan metode Qiyas dengan memberikan kemungkinan yang lebih
besar.
2. Istislah
Istislah dalam artian melarang atau mengizinkan suatu hal karena memenuhi sesuatu
dengan maksud yang baik (maslahah) walaupun tidak ada bukti jelas pada sumber yang
diwahyukan dalam mendukung tindakan tersebut. Istislah juga dimaknai deduksi mandiri
ataupun deduksi saja. Maksud dari yang berguna dari segi yang diperlukan secara mutlak

untuk meningkatkan sesuatu yang baik. Selain itu, prinsip yang digunakan oleh mazhab
Maliki mengesampingkan perlunya menemukan bukti pendukung dari suatu sumber
dimana ada kemungkinan hal paling efektif dalam menghadapi suatu keadaan yang belum
pernah terjadi dimasa sebelumnya.
3. Istishab
Prinsip ini diajukan oleh imam Syafii. Menurut istishab eksistensi suatu hal pernah
ditetapkan dengan bukti walaupun kemudian timbul keraguan mengenai kelanjutan dari
eksistensinya tetap memiliki anggapan keberadaannya. Disebut dengan istishab al hal
apabila masa kini dinilai menurut masa silam. Kemudian disebut istishab al madi jika
terjadid ari kebalikannya. Ini juga diakui oleh mazhab hanafi tetapi digunakan hanya untuk
penyangkalan pernyataan (dawa) atau sebagai alat pembelaan bukan untuk penetapan suatu
pernyataan. Prinsp ini memiliki arti penting dalam soal soal fiqh dan mampu digunakan
untuk menentukan kedua hal yang disebut diatas.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.pengertianpakar.com/2015/01/pengertian-ruang-lingkup-manfaat-ekonomisyariah.html
Setyowati,

Rofah.

2012.

Pengertian

Hukum

Ekonomi

Syariah.,

(online)

(http://khazanahhukumekonomisyariah.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-hukum-ekonomisyariah.html, diakses 29 Agustus 2016).


https://www.scribd.com/doc/187945870/Ekonomi-Syariah-Dan-Sumber-Hukum-Pelaksanaannya

https://www.academia.edu/8363194/Hakikat_Hukum_Ekonomi_dan_Sumber_Hukum_Ekonomi
_Islam?auto=download
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai