Anda di halaman 1dari 22

A.

DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa
salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan
kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat
antara lain:
1. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah;
2. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah;
3. Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
Secara umum dengan diundangkannya UU Nomor 10 Tahun 1998
tersebut, posisi bank bagi hasil ataupun bank atas dasar prinsip syariah secara tegas
telah diakui oleh undang-undang.
Perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional
memerlukan berbagai saran pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang
maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung
yang vital adalah adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan
karakteristiknya. Pengakuan atas keberdaan Bank Syariah semakin ditegaskan
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah pada Juli 2008. Dengan telah disahkannya undang-undang tersebut, maka
keberdaan perbankan syariah di Indonesia sebagai altrenatif jasa perbankan bagi
masyarakat Indonesia menjadi semakin diterima dan diakui oleh masyarakat
sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam rangka
menunjang pembangunan ekonomi nasional.
Bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat
juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui:
1. Pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau
2. Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka persiapan perubahan
kantor bank tersebut, kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang
1

yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat


terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan
berdasarkan prinsip syariah didalam kantor bank tersebut.
Bank umum yang sejak awal kegiatannnya berdasarkan pada prinsip
syariah tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha secara konvensional. BPR
yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan berdasarkan pada prinsip
syariah tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
Demikian juga dengan BPR yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha berdasarkan pada prinsip syariah.
Seiring dengan perkembangan bank syariah, maka Bank Indonesia
mnerbitkan beberapa peraturan berkaitan dengan prinsip syariah, antara lain:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/ 2004 tentang Bank Perkreditan
Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/ 2006 tentang Perubahan Kegiatan
Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh Bank
Umum Konvensional
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat berharga Syariah Negara
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 31/23/PBI/2011 tentang Manajemen Risiko
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
B. PENGERTIAN
Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik
simpanan maupun pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi:
1. Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya,
memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah
imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode
tertentu.
2. Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan
dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan
mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi
hasil.

Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah


hukum islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist. Kegiatan operasional
bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Quran dan Sunah
Rasul Muhammad SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang
dapat diklasifikasikan sebagai riba.
Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang
disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam.
Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga
yang diterapkan oleh bank konvensional, yaitu imbalan penggunaan dana dalam
jumlah persentase tertentu untuk jangka waktu tertentu, merupakan pelanggaran
terhadap prinsip syariah. Dalam hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan.
Perkembangan bank berdasarkan prinsip syariah masih sangat kecil
dibandingkan dengan bank konvensional. Contoh-contoh dari bank umum syariah
maupun unit usaha syariah:
Bank Umum Syariah
1. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
2. Bank Syriah Mandiri (BSM)
3. Bank Syariah Mega Indonesoa
4. Bank Syariah BRI
5. Bank Syariah Bukopin
6. Bank Panin Syariah
7. Bank Victoria Syariah
8. BCA Syariah
9. Bank Jabar dan Banten
10. Bank Syariah BNI
11. Maybank Indonesia Syariah
Unit Usaha Syariah
1. Bank Danamon Syariah
2. Bank Permata Syariah
3. BII Syariah
4. Bank CIMB Niaga Syariah
5. HSBC Syariah
6. BPD DKI Jakarta Syariah
7. BPD DIY Syariah
8. BPD Jateng Syariah
9. BPD Jatim Syariah
10. Dll
C. PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DENGAN BANK SYARIAH

Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional,


antara lain:
a. Perbedaan Falsafah
Bank syariah tidak melakanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya
sedangkan bank konvensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi
perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan
oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem
dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk
bagi hasil. Pada dasarnya, semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah
diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara
sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest yang dalam
semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu
pihak.
b. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun
investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada bank
konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep
dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, bank syariah harus dapat
memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang
tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang
membutuhkan pengendapan dana. Sesuai dengan fungsi bank sebagai
intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada
nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau
investasi tadi kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam transaksi
perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Keuntungan dari
pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang
akan dibagikan kepada nasabah. Jika hasil usaha semakin tinggi maka semakin
besar pula keuntungan yang dibagikan kepada nasabahnya. Namun jika
keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan
bank kepada nasabahnya.
c. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank Syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib
membayar

zakat,

menghimpun,

mengadministrasikannya

dan

mendistribusikannya.Hal inilah merupakan fungsi dan peran yang melekat pada


bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infak, sedekah).
d. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya
Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank
agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing
lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang
bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada
lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen
Keuangan untuk memberikan sanksi.
Secara ringkas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional
dapat dilihat pada tabel berikut:
1.
2.

Bank Syariah
Bank Konvensional
Berinvestasi pada usaha yang halal
Bebas nilai
Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan Sistem bunga

3.

dan fee
Besaran

4.
5.
6.

tergantung kinerja usaha


Profit dan falah oriented
Pola hubungan kemitraan
Ada Dewan Pengawas Syariah

bagi

hasil

berubah-ubah Besarannya tetap


Profit oriented
Hubungan kreditur-debitur
Tak ada lembaga sejenis

Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah sering menjadi bahan pertanyaan
dan selalu dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional.
Untuk menjelaskan keduanya, tabel berikut membandingkan sistem bagi hasil dan
sistem bunga.
1.

Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat
akad dengan pedoman harus selalu untung pada waktu akad dengan berpedoman pada

2.

untuk pihak bank


kemungkinan untung dan rugi
Besarnya persentase berdasarkan pada Besarnya rasio (nisbah) bagi
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

3.

hasil

berdasarkan pada jumlah keuntungan yang

diperoleh
Tidak tergantung kepada kinerja usaha. Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah
Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat pembagian bagi hasil meningkat sesuai

meskipun jumlah keuntungan berlipat dengan peningkatan jumlah pendapatan


4.

ganda saat keadaan ekonomi sedang baik


Eksistensi bunga diragukan kehalalannya Tidak

5.

oleh semua agama termasuk agama Islam keabsahan bagi hasil


Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil tergantung kepada keuntungan

ada

agama

yang

meragukan

dijanjikan tanpa pertimbangan proyek proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
yang dijalankan oleh pihak nasabah tidak
untung atau rugi

mendapatkan

keuntungan

maka

kerugian akan ditanggung bersama oleh


kedua belah pihak

D. DEWAN PENGAWAS, DEWAN KOMISARIS, DAN DIREKSI


Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1992, dan SK Dir BI Nomor 32/34/KEP/DIR Tanggal 12
Mei 1999 Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, kepengurusan bank syariah
terdiri dewan komisaris dan direksi, di samping itu bank wajib memiliki Dewan
Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank. Dewan Pengawas
Syariah adalah dewan yang bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah
Nasional dan ditempatkan pada bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, dengan tugas yang diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah
Nasional. Dewan Pengawas Syariah berfungi mengawasi kegiatan usaha bank agar
sesuai dengan prinsip syariah. Dalam melaksanakan fungsinya, Dewan Pengawas
Syariah wajib mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional.
Anggota dewan Komisaris dan direksi wajib memenuhi persayaratan
sebagai berikut:
1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dalam bidang perbankan
sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia
2. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya
3. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki
integritas yang baik
Integritas yang baik diartikan sebagai:
Memiliki akhlaq dan moral yang baik
Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
Memiliki komitemen yang tinggi terhadap pengembangan
operasional bank yang sehat

Dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota dewan komisaris

dan direksi bank


Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat
menempatkan warga negara asing sebagai anggota dewan komisaris dan direksi. Di
antara anggota dewan komisaris dan direksi bank, sekurang-kurangnya terdapat 1
(satu) orang anggota dewan komisaris dan 1 (satu) orang anggota direksi
berkewarganegaraan Indonesia.
Jumlah anggota dewan komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.
Anggota dewan komisaris memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang
perbankan. Anggota dewan komisaris hanya dapat merangkap jabatan:
Sebagai anggota dewan komisaris sebanyak-banyaknya dalam satu

bank lain atau Bank Perkreditan Rakyat; atau


Sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif
yang memerlukan tanggungjawab penuh sebanyak-banyaknya dalam
dua perusahaan lain bukan bank atau BPR.

Mayoritas anggota dewan komisaris dan direksi dilarang memiliki


hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk suami/istri, menantu,
dan ipar dengan anggota dewan komisaris dan direksi lain.
Direksi bank sekurang-kurangnya berjumlah 3 (tiga) orang. Mayoritas dari
anggota direksi wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun sebagai pejabat eksekutif pada bank. Anggota direksi yang belum
berpengalaman wajib mengikuti pelatihan perbankan syariah. Anggota direksi
dilarang merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat
eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Di antara
naggota-anggota direksi dilarang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
memiliki saham melibihi 25 % (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor pada
perusahaan lain.
E. KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH
a. Prinsip Kegiatan Usaha
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR
12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, prinsip kegiatan usaha
bank syariah adalah:
1. Hiwalah

Akad pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal


alaih) dari ansabah lain (Muhal). Muhil meminta muhal alaih untuk
memebayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada
saat piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada
muhalalaih. Muhal alaih memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan
piutang.
2. Ijarah
Akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan
penyewa (Mustajir). Setelah masa sewa berakhir barang sewaan
dikembalikan kepada muaajir.
3. Ijarah Wa Iqtina
Akad sewa-menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan
penyewa (Mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan
kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
4. Istishna
Akad jual beli barang (Mashnu) antara pemesan (Mustashni)
dengan penerima pesanan (Shani). Spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati di awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap
sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak sebagai Shani dan penunjukan
dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang (Mashnu) maka hal
ini disebut Istishna Paralel.
5. Kafalah
Akad pemberi jaminan (Makful alaih) yang diberikan satu pihak
kepada pihak lain di mana pemberi jaminan (Kafiil) bertanggungjawab
atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan
(Makful).
6. Mudharabah
Akad antara pihak pemilik dana (Shahibul Maal) dengan pengelola
(Mudharib) untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan. Pendapatan
dan keuntungan tersebut dibagi berdasarkan rasio yang telah disepakati di
awal

akad.

Berdasarkan

kewenangan

yang

diberikan

mudharib,

mudharabah dibagi menjadi:


Mudharabah Muthlaqah, yaitu mudharib diberi kekuasaan penuh
untuk mengelola modal. Mudharib tidak dibatasi baik mengenai
tempat, tujuan, maupun jenis usahanya

Mudharabah Muqayyadah,yaitu shahibul maal menetapkan yarat


tertantu yang harus dipatuhi mudharib baik mengenai tempt, tujuan

maupun jenis usaha.


7. Murabahah
Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang
yang diperlukan nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok
ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
8. Musyarakah
Akad kerja sama usaha patungan antara dua oihak atau lebih
pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan
produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan rasio yang
telah disepakati.
9. Qardh
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu
(Muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai
pinjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada
Muqtaridh. Pengembalian pinjaman dapat dilakukan secara angsuran
ataupun sekaligus.
10. Al Qard ul Hasan
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu
(Muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah
yang sama sesuai pinjaman.
11. Al Rahn
Akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin)
kepada bank (Murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
12. Salam
Akad jual beli barang pesanan (Muslam fiih) antara pembeli
(Muslam) dengan penjual (Muslamilaih). Spesifikasi dan harga barang
pesanan disepakati di awal akad dan pembayaran dilakukan di muka
secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai Muslam dan pemesanan
dilakukan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (Mulam fiih)
maka hal ini disebut salam paralel.
13. Sharf
Akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
14. Ujr
Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan
yang dilakukan.
15. Wadiah

Akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai


barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang/uang. Wadiah
dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
Wadiah Yad Amanah, yaitu pihak yang dititipi tidak boleh

menggunakan atau memanfaatkan harta titipan.


Wadiah Yad Dhamanah, yaitu pihak yang dititipi bertanggung
jawab penuh terhadap keutuhan harta titipan, sehingga pihak yang

dititipi boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.


16. Wakalah
Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (Muakkil) kepada
penerima kuasa (Wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas
nama pemberi kuasa.
b. Kegiatan Usaha
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan
usahanya yang meliputi:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang
meliputi:
giro berdasarkan prinsip wadiah
tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah
deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, atau
bentuk lain berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah
2. Melakukan penyaluran dana melalui:

Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah,

salam, dan jual beli lainnya


Pembiayaan bagi hasil berdasarkan

musyarakah, dan bagi hasil lainnya


Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh,

prinsip

mudharabah,

membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat


berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata

(underlying transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah


Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia
yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah

3. Memberikan jasa-jasa:

10

Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah

berdasarkan prinsip wakalah


Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga

berdasarkan prinsip wakalah


Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat

berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah


Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip

wakalah
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasbah lain
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek

berdasarkan prinsip ujr


Memberikan fasilitas letter of credit (LC) berdasarkan prinsip
wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadiah, serta

memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip kafalah


Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr
Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah

4. Melakukan kegiatan lain seperti:

Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf


Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip
musyarakah dan/atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain

yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah


Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan
prinsip musyarakah dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali

penyertaannya
Bertindak sebagai

dana

pensiun

dan

pengurus

dana

pensionberdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam

perundang-undangan dana pensiun yang berlaku


Bank dapat bertinda sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima
danayang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqat, hibah, atau
dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak
dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman kebajikan (qardhul
hasan)
11

5.

Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang

dietujui oleh Dewan Syariah Nasional. Dalam hal bank akan melakukan
kegiatan usaha yang belum difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional, bank
wajib meminta persetujuan Dewan Syariah Nasional sebelum melaksanakan
kegiatan usaha tersebut
F. PRODUK BANK SYARIAH
a. Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan pemindahbukuan. Dalam perbankan syariah ada dua bentuk akad unutk
jenis produk giro, yaitu :
1. Wadiah, transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang
menyimpan untuk mengembalikan dana atau tiitpan sewaktu-waktu.
2. Mudarabah, transaksi pananaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib)untuk melakukan kegiatan usaha
tertentu sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah
pihak berdasarkan pada nasabah yang telah disepakati sebelumnya.
b. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syariat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek
bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
c. Deposito Syariah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan pada perjanjian antara nasabah dengan bank.
Dalam perbankan syariah akad untuk jenis produk deposito adalah
Mudarabah, yaitu transaksi penananman dana dari pemilik dana (Shahibul
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan kedua
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
G. PRINSIP KEHATI-HARIAN BANK UMUM SYARIAH
a. Ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8 % dari Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) . Unit Usaha Syariah (UUS) wajib
menyediakan modal minimum dari ATMR dari kegiatan usaha berdasarkan

12

pada prinsip syariah. Apabila modal minimum UUS kurang dari 8 % dari
ATMR, maka kantor pusat bank umum konvensional dari UUS wajib
menambahkan kekurangan modal minimum. ATMR dihitung berdasarkan
bobot risiko masing-masing pos asset neraca dan rekening administrasi.
b. Kualitas Aset
Penanaman dana atau penyediaan dana bank wajib dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip kehati-hatian dan memenuhi prinsip syariah.
Pengurus bank wajib menilai, memantau, dan mengambil langkah-langkah
antisipasi agar kualitas asset senantiasa dalam keadaan lancar. Penilaian
kualitas dilakukan terhadap asset produktif dan asset non produktif. Bank wajib
menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening asset produktif
yang digunakan untuk membiayai satu nasabah dalam satu bentuk bank yang
sama. Penetapan kualitas yang sama berlaku pula untuk aset produktif
berupaya penyediaan dana atau tagihan yang diberikan oleh lebih dari satu
bank yang dilaksanakan berdasarkan pada perjanjian pembiayaan bersama dan
atau sindikasi. Asset non produktif yang wajib dinilai kualitasnya meliputi
Agunan yang Diambil Alih (AYDA), properti yang terbengkalai, rekening antar
kantor dan suspense account serta persediaan. Kualitas asset produktif dan non
produktif wajib dinilai secara bulanan.
c. Penyisihan Penghapusan Aset (PPA)
Bank wajib membentuk PPA terhadap asset produktif dan non
produktif PPA berupa cadangan umum dan cadangan khusus untuk asset
produktif dan cadangan khusus untuk aset non produktif. Cadangan umum PPA
untuk asset produktif ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1% (satu persen)
dari seluruh asset produktif yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan
pemerintah berdasarkan prinsip syariah serta bagian aset produkif yang dijamin
dengan jaminan pemerintah dan agunan tunai. Besarnya cadangan khusus yang
dibentuk ditetapkan sama dengan sebagaimana yang dipersyaratkan bank
umum. Kewajiban untuk membentuk PPA tidak berlaku bagi aset produktif
untuk transaksi sewa berupa akad ijarah atau transaksi sewa dengan
perpindahan hak milik berupa akad ijarah Muntahiyah bit Tamlik. Bank wajib
membentuk penyusutan/amortisasi untuk transaksi sewa.
d. Restrukstrurisasi Pembiayaan bagi Bank syariah dan UUS

13

Bank

dapat

melaksanakan

restrukturisasi

pembiayaan

dengan

menerapkan prinsip kehati-hatian. Bank wajib menjaga dan mengambil


langkah-langkah agar kualitas pembiayaan setelah direstrukturisasi dalam
keadaan lancar. Bank dilarang melakukan restrukturisasi pembiayaan dengan
tujuan menghindari ;
1. Penurunan penggolongan kualitas pembiayaan
2. Pembentukan penyisihan penghapusan asset (PPA) yang lebih besar ; atau
3. Penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual
Restrukturisasi pembiayaan harta dapat dilakukan atas dasar
permohonan secara tertulis dari nasabah yang memenuhi kriteriasebagai
berikut :
a. Nasabah mengalami penurunan kemampuyan pembayaran
b. Nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi
kewajiban setelah restrukturisasi. Restrukturisasi hanya dapat dilakukan
untuk pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
Restrukturisasi pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan buktibukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik. Restrukturisasi
pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (Tiga) kali dalam jangka waktu
akad pembiayaan awal. Restrukturisasi pembiayaan terhadap nasabah yang
memiliki beberapa fasilitas pembiayaan dari bank dapat dilakukan terhadap
masing-masing pembiayaan, bank wajib memiliki kebijakan dan SOP tertulis
mengenai restrukturisasi pembiayaan.
e. Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Syariah
Bank wajib memilihara GWM dalam rupiah dan bak devisa selain
wajib memenuhi GWM rupiah juga wajib memelihara GWM dalam valas.
GWM dalam rupiah besarnya ditetapkan sebesar 8 % (delapan persen) dari
DPK dalam rupiah dan GWM dalam valas ditetapkan sebesar 1 % (satu persen)
daei DPK dalam valas. Selain memenuhi ketentuan tersebut, bank yang
memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK dalam rupiah kurang
dari 80 % (delapan puluh persen) dan :
1. Memiliki DPK Rp 1 triliun sampi dengan Rp 10 triliun wajib memelihara
tambahan GWM dalam rupiah sebesar 1 % (satu persen) dari DPK dalam
rupiah.

14

2. Memiliki DPK dalam rupiah Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun


wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 2 % (dua persen)
dari DPK dalam rupiah.
3. Memiliki DPK dalam rupiah Rp 50 triliun wajib memelihara tambahan
GWM dalam rupiah sebesar 3 % (tiga persen) dari DPK dalam rupiah.
Bagi bank yang meiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK
dalam rupiah sebesar 80 % (delapan puluh persen) atau lebih atau yang
memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan
kewajiban tambahan GWM.
f. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah (BUS)
Penilian tingkat kesehatan BUS mencakup penilaian terhadap faktorfaktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan
sensitivitas terhadap risiklo pasar.
1. Penilaian peringkat komponen atau risiko keuangan pembentuk faktor
permodalan, kualitas asset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas
terhadap risiko pasar dihitung secara kuantitatif.
2. Penilaian peringkat komponen pembentuk faktor manajemen dilakukan
melalui analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan
unsur judgement .
3. Berdasarkan pada hasil penilaian peringkat faktor financial dan
penilaian peringkat faktor manajemen, ditetapkan Peringkat Komposit
(PK).
H. TAX NEUTRALITY BAGI PERBANKAN SYARIAH
Kepastian hukum secara umum merupakan prasyarat penting dalam
mendorong perkembangan industri. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan yan
dihadapi oleh perbankan syariah di Indonesia yang selama ini menghadapi
ketidakpastian dalam perlakuan terhadap transaksi berbasis jual beli khususnya
murabahah.
Upaya penyelesaian masalah ini telah dilakukan dengan melibatkan
berbagai pihak. Dalam undang-undang nomor 42 tahun 2009 oleh DPR RI dan
pemerintah pada Oktober 2009, dalam UU tersebut dijelaskan :
a. Pasal 1, angka 2, ayat 1 mengatur mngenai penyerahan barang kena pajak,
yaitu penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka perjanjian yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah ,yang
15

penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak


yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
b. Pasal 1,angka 5,ayat 3 yang mengatur mengenai jenis jasa yang tidak dikenai
Pajak Pertambahan Nilai jasa tertentu termasuk pula kelompok jasa
perbankan . pada penjelasan pasal ini ditegaskan bahwa salah satu bentuk
dari jasa perbankan yang dikecualikan adalah jasa pembiayaan, termasuk
pembiayaan prinsip syariah, berupa guan usaha dengan hak opsi ,anjak
piutang , usaha kartu kredit, dan atau pembiayaan konsuen serta jasa
penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termask gadai syariah dan
fidusia.
Pembaruan atas hukum ini memberi nuansa netralitaas (tax neutrality) bagi
transaksi keuangan syariah.ketentuan tersebt aktif berlaku pada 1 April 2010.

I. BADAN HUKUM DAN PENDIRIAN


a. Badan hukum
Bentuk hukum suatu bank berdasarkan prinsip syariah dapat berupa :
1. Perseroan Terbatas
2. Koperasi
3. Perusahaan Daerah
b. Modal
Modal disetor untuk mendirian bank syariah diatur sekurangkurangnya yaitu seniali Rp 3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah). Modal
disetor untuk bank yang berbentuk hukum koperasi adalah simpanan pokok ,
simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur alm UU perkoperasian.modal
disetor yang berasal dari warga asing dan/atau badan hukum asing sekurangkurangnya 99%.
c. Pendirian
Bank berdasarkan prinsip syariah hanya dapat didirikan melakukan
kegiatan saha berdasarkan prinsip syariah dengan izin Direksi BI. Bank
tersebut hanya dapat didirikan oleh :
1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
2. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan/ataubadan hukum asing secara kemitraan.

16

Pemberian izin usaha dilakuukan dua tahap yang pertama persetujuan


prinsip, yaitu untuk melakukan persiapan pendirian bank, dengan format yang
telah ditentukan dan wajib dilampiri dengan :
1. Rancangan akta pendirian badan hukum ,termasuk rancangan anggaran
dasar yang sekurang-kurangnya memuat :
- Nama dan tempat kedudukan
- Kegiatan usaha sebagai bank berdasarkan prinsip syariah
- Permodalan
- Kepemilikan
- Wewenang, tanggung jawab dan masa jabatan dewan komisaris serta
direksi
- Penempatan dan tugas-tugas Dewan Pengawas Syariah
2. Data kepemilikan berupa
- Daftar calon pemeang saham berikut perincian kepemilikan masing-

masing saham.
Daftar calon anggota berikut perincian jmlah simpana pokok dan
simpanan waib serta daftar hibah bagi bank yng berbadan hukum

koperasi.
3. Daftar calon anggota dewan komisaris dan direksi, disertai dengan :
- Fotokopi tanda pengenal dan riwayat hidup
- Surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah melakukan
-

tindakan tercela dalam perbankan.


Surat keterangan dari bank tempat bekerja sebelumnya tentang

pengalaman operasional.
Surat keterangan dari lembaga pendidikan mengenai pendidikan

perbankan yang pernah diikuti.


Surat rekomendasi dari Dewan Syariah untuk calon Dewan

Pengawas Syariah.
4. Rencana susunan Organisasi
5. Rencana kerja untuk tahn pertama yang sekrang-kurangnya memuat :
- Hasil penelaahan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi
- Rencana kegiatan usaha yang mencakup penghipuna dan penyaluran
-

dan serta langkah-langkah yang akan dilakukan.


Rencana kebutuhan pegawai
Proyeksi kas bulanan selama 1 tahun pembukuan dan proyeksi neraca

dan perhitungan laba/rugi.


6. Bukti setoran modal sekurang kurangnya 30% dari modal disetor
minimum

17

7. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbadan
hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota
bagi bank yang berbadan hukum berbentuk koperasi
8. Daftar calon pemegang saham.
Tahap kedua adalah izin usaha, yaitu izin yang diberikan setelah persiapan
dilakukan. Izin tersebut wajib dilapiri :
1. Akta pendirian badan hukum
2. Data kepemilikan, berupa
- Daftar pemegang saham
- Daftar anggota
- Dalam hal perorangan wajib dilampiri dengan :
a. Fotokopi tanda pengenal
b. Surat pernyataan pribadi yang menyatakan tidak pernah
melakukan tindakan tercela dalam perbankan
c. Surat tertulis dari bank sebelumnya bekerja tentang pengalaman
-

operasional di perbankan.
Dalam hal hukum wajib dilampiri :
a. Akta pendirian bdan hukum
b. Dokumen dari semua dewan komisaris dan direksi
Rekomendasi dari instansi berwenang di negara asal bagi badan

hukum asing
- Daftar pemegang saham
- Laporan keuangan yang talah diaudit.
3. Daftar susunan dewan komisaris dan direksi
4. Sususunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja ,termasuk susunan
personalia
5. Bukti peunasan modal disetor minimum
6. Bukti kesiapan operasional berupa
- Daftar aset tetap inventaris
- Bukti kepemilikan ,penguasaan atau perjanjian sewa menyewa
-

gedung kantor
Foto gedung kantor serta tata letak ruangan
Contoh formulir atau warkat yang akan digunakan untuk operasional

bank
- NPWP dan Tanda Daftar Perusahaan
7. Surat pernyataan dari pemegang saham
8. Surat pernyataan tidak merangkap jabata melebihi ketentuan bagi dewan
komisaris
9. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan bagi direksi

18

10. Surat

pernyataan

dari

anggota

dewan

komisaris

bahwa

yang

bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga sesuai dengan


ketentuan
11. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai hubungan keluarga sesuai dengan ketentuan
12. Surat pernyataan dari dewan direksi ,bahwa yang bersangkutan baik
perorangan maupun bersama tidak memiliki kepemilikan saham melebihi
25%.
Persetujuan atau penolakan atas izin usaha selambat-lambatnya diberikan
60 hari setelah doumen permohonan diterima lengkap. Dalam memebrikan
persetujuan atau penolakan , Bank Indonesia melakukan :
a. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen
b. Wawancara terhadap pemilik, dewan komisaris, direksi dalam hal
penggantian atas calon yang diajukan sebelumnya .
Bank berdasarkan prinsip syariah yang telah disetujui izin usahanya,
dapat melakukan kegitan usaha selambat-lambatnya 60 hari setelah disetujui.
Laporan pelaksanaan kegiatan usaha dilaporkanoleh direksi bank ke Bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 hari setelah dimulainya kegiatan operasional.

J. KEPEMILIKAN BANK SYARIAH


Kepemilikan bank berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum Indonesia
setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.
Modal sendiri bersih merupakan:

Penjumlahan dari modal tersebut, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan


dan kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah,

atau
Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal
penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan
kerugian, bagi badan hukum koperasi.
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank berdasarkan

prinsip syariah dilarang:

Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari
bank dan.atau pihak lain di Indonesia

19

Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari
dan untuk tujuan pencucian uang (money loundering).

K. BANK MUAMALAT
Saham bank di Inodonesia yang saat ini telah berushaa melaksanakan prinsipprinsip syariah dalam kegiatan usahanya adalah Bank Muamalat. Kurang lebih dua
bulan setelah ditetapkannya Undang-UndangNo. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
meperkenalkan bank berdasarkan prinsip syariat islam, yaitu tepatnya 1 Mei 1992.
Persiapan pendirian Bank Muamalat tersebut sesungguhnya telah dilaksanakan beberapa
saat sebelum diundangkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992. Bank muamalat I
memperoleh izin usaha atas dasar Keputusan Menteri Keangan No. 430/KMK.013/1992
tanggal 24 April 1992.
a. Produk-Produk Bank Muamalat
1. Penyaluran Dana
Produk penyaluran dana yang ditawarkan oleh Bank Muamalat meliputi hal-hal
berikut.
1.1 Pembiayaan atas dasar prinsip Murabahah
Pembiayaan ini ada kemiripan dengan kredit modal kerja yang diterbitkan
oleh bank konvensional. Tahap pembiayaan ini adalah sebagai berikut.
Bank mengangkat nasabah sebagai agen
Nasabah melakukan pembeliaan barang atas nama bank
Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang
sama dengan harga beli ditambah tingkat keuntungan terutama

untkBank mengangkat nasabah sebagai agen


Nasabah melakukan pembeliaan barang atas nama bank
Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang
sama dengan harga beli ditambah tingkat keuntungan terutama untuk

bank
Pembayaran oleh nasabah setelah jatuh tempo.
1.2 Pembiayaan atas dasar prinsip Bai Bithaman Ajil
Bai Bithaman Ajil adalah akad jual beli dengan harga sebesar harga pokok
ditambah dengan tingka keuntungan tertentu dan pembayaran dilakukan atas
dasar angsuran dengan tingkat keuntungan, jangka waktu pembayaran, dan
jumlah angsuran tersebut didasarkan kesepakatan yang akan membeli barang
modal atau barang untuk tujuan investasi lainnya. Pembiayaan ini ada
kemiripan dengan kredit investasi yang diberikan oleh bank konvensional.
20

Tahap pembiayaan ini adalah sebagai berikut :


Bank mengangkat nasabah sebagai agen
Nasabah melakukan pembelian barang modal atas nama bank
Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang
sama dengan harga beli ditambah tingkat keuntungan tertentu bagi

bank
Nasabah membayar dengan cara mengangsur sampai dengan lunas

pada waktu yang telah diperjanjikan


1.3 Pembiayaan atas dasar prinsip Mudarabah
Pembiayaan ini bertujuan membina kerja sama antara pihak yang memiliki
modal dana, tetapi tidak meiliki modak kewirausahaan dalam suatu bidang
usaha (bank) denganpihak yang kekuranngan modal dana,tetapi memiliki
mdal kewirausahaan (nasabah). Bank memberikan modal investasi dan
modal kerja (bank sebagai shahibul maal), sedangka nasabah menjalankan
suatu kegiatan usaha (nasabh sebagai mudharib). Keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sebelumnya, dan kerugian ditanggung oleh pemilik
modal. Apabila terjadi kerugian, nasabah akan kehilangan imbalan atas kerja
kerasnya dan sebagian modal (jika nasabah juga menyertakan sebaggian
modal).
1.4 Pembiayaan atas dasar prinsip Musyarakah
Pembiayaan ini dilakukan oleh dua pemilik modal atau lebih untuk
menjalankan suatu proyek. Semua pihak berhak ikut serta dalam menajemen
proyek. Proporsi pembagain laba tidak harus sebanding dengan persentase
penyertaan modal karena pada prinsipnya penyertaan tidak hanya modal,
tetapi juga keahlian dan waktu. Apabila terjadi kerugia, masing-masing
pihak bertanggung jawab sesuai proporsi modal masing-masing.
1.5 Pembiayaan atas dasar prinsip Qardh ul Hasan
Pembiayaan ini ditunjukan untuk menolong caln peminjam yang sedang
terdesak memerlukan dana untuk tujuan konsumtif ataupun produktif. Dana
ini dapat berasal dari dana zakat, infak, dan shadaqah yang dititipkan oleh
Bazis di Bank Muamalat sebelum dialokasikan kepada mustahiqqin.
Pembiayaan ini diberikan dalam bentuk perjanjian pinjam-meninjam barang
atau uang. Bank sebagai pemberi pinjaman tidak dapat meminta pembayaran
atau

pengembalian

lebih

dari

pokok

pinjaman.

Pihak

peminjam

diperbolehkan memberikan imbalan atau pembayaran sebagai tanda bukti

21

terima kasih atas dasar suka rela dan jumlahnya tidak boleh ditentukan
sebelumnya. Pemberian imbalan ini hukumnya sunnah.
2. Penghimpunan dana
Bank tidak memberikan imbalan berupa bunga atas dana yang disiman oleh
nasabah didalam bank. Imbalannya diberikan atas dasar rinsi bagi hasil. Rodukroduk enghimunan dan ini meliputi :
2.1 Deosito atas dasar prinsi Mudarabah
Kesepakatan awal dibuat bukan atas bunga melainkan atas roorsi bagi hasil
atas pengembangan dan deposito nasabah.
2.2 Tabungan atas dasar prinsip Mudarabah
Kesepakatan awal dibuat bukan atas bunga melainkan atas proporsi bagi
hasil atas pengembangan saldo rata-rata dana tabungan deposito nasabah.
2.3 Giro atas dasar prinsip Wadiah
Kesepakatan awal dibuat bukan atas bunga melainkan atas proporsi bagi
hasil atau bonus atas pengembangan saldo rata-rata dana tabungan deposito
nasabah.

22

Anda mungkin juga menyukai