Anda di halaman 1dari 22

SUMBER HUKUM ISLAM

Sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari kata


mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma
hukum. Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah.
Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum
karena sebagai alat bantu untuk sampai kepada hukum -hukum yang
dikandung oleh Al Qur’an dan sunah Rasulullah SAW

Hukum Islam berarti: “Seperangkat peraturan yang mengikat


dunia dan akhirat bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah
SAW tentang tingkah laku manu sia yang dikenai hukum (mukallaf) yang
diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”.

A. Al Qur’an

Al Qur’an berisi wahyu -wahyu dari Allah SWT yang diturunkan


secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah,
diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an m erupakan ibadah.

Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap


muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum -hukum
yang terdapat di dalamnya a gar menjadi manusia yang taat kepada
Allah SWT, yaitu mengikuti segala perintah Allah dan me njauhi segala
larangannya

1
Al Qur’an memuat berbagai pedoman da sar bagi kehidupan umat
manusia yakni :

1. Tuntunan yang berkaitan dengan keima nan/akidah, yaitu


ketetapan yang berkaitan dengan iman kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta
qadha dan qadar
2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang
muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan .
3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa,
zakat dan haji.
4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam
masyarakat

Isi kandungan Al Qur’an

1. Segi Kuantitas

Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf
dan 77.439 kosa kata

2. Segi Kualitas

Isi pokok Al Qur’an yang ditinjau dari segi hukum terbagi menjadi
3 bagian:

1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah : hukum yang mengatur


hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang
berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut
Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur
hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum
ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu
yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih

2
3. Hukum yang berkaitan dengan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap
muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku –
perilaku tercela.

3. Hukum Syara

1. Hukum yang berkaitan dengan amalibadah seperti shalat, puasa,


zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan
dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah)
seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian,
pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.

Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:

a. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam


berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
b. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang
berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai,
perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap
orang dapat terpelihara dengan tertib
c. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang
berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
d. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan
dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan
kriminalitas
e. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu
hubungan antar kekuasan Islam dengan non -Islam sehingga
tercpai kedamaian dan kesejahteraan .
f. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda,
seperti zakat, infaq dan sedekah.

3
B. Hadits

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik


berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits
merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an.

Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum -hukum dan


perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW
dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT yang artinya:
“ ..Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)

Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh


perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai -nilai luhur dan
merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa
meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal
tersebut dikarenakan Rasululla h SAW memilki akhlak dan budi pekerti
yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua,
juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:

Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak


akan sesat selama kalian berpegangan kepada kedua nya, yaitu kitab
Allah dan sunah rasulnya” . (HR Imam Malik)

Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memil iki fungsi
sebagai berikut.

1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an,


sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum
untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an
menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana
ditetapkan dalam firmannya : (lihat Al -Qur’an onlines di google)

4
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)

Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits -hadits yang juga berisi
larangan berdusta.

2. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat -ayat Al Qur’an


yang masih bersifat umum .
Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar
zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar.
Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara
melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak
memarkan cara-cara melaksanakan haji.
Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW d alam
haditsnya

3. Menetapkan hukum atau aturan -aturan yang tidak didapati dalam


Al Qur’an.
Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan
membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ِِ‫ط ُ ه ُ ْو ُر ا ِ ن َ ا ءِ ا َ ح َ د ِ ك ُ مْ ا ِ ذ َ ا َو ل ِ غ َ ف ِ ي ْ ه ِ ا ل ْ ك َ ل ْ ب ُ ا َ ن ْ ي ُ غ ْ س ِ ل َ س َ ب ْ ع َ م َ َّر ا ت ٍ ا َ ْو ل َ ه ِ ن َّ ب ِ ا ل ت ُّ َر ا ب‬
(‫) رواهمسلموهحمدوهبوداودوالبيهقى‬

Artinya: “Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara


membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah”
(HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)

5
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

1. Hadits Shohih,

adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna


ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal.
Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar -samar
yang dapat menodai keshohehan suatu hadits

2. Hadits Hasan,

adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak
begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan
tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu
hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting

3. Hadits Dhoif,

adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat -syarat
hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam
ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat -syarat hadits shohih atau
hasan yang tidak dipenuhi

Adapun syarat-syarat suatu hadits dikataka n hadits yang shohih, yaitu:

1. Rawinya bersifat adil


2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal

6
C. Ijtihad

Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh -sungguh untuk


memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketet apannya, baik dalam
Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggun akan akal pikiran yang sehat
dan jernih, serta berpedoman kepada cara -cara menetapkan hukum-
hukumyang telah ditentukan.

Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini
berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang
bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman.

Nabi SAW, bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan


menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang
memerlukan penetapan hukum?”,

Muadz menjawab, “Saya akan menetapkan hukumdengan Al


Qur’an, Rasul bertanya lagi, “Seandainya tidak ditemukan
ketetapannya di dalam Al Qur’an?”

Muadz menjawab, “Saya akan tetapkan dengan Hadits”.

Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak engkau temukan


ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”,

Muadz menjawab” saya akan berijtihad dengan pendapat saya


sendiri” kemudian, Rasulullah SAW menepuk -nepukkan bahu Muadz bi
Jabal, tanda setuju.

Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam


menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an dan hadits.

7
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa
syarat berikut ini:

1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang


bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk
menafsirkan Al Qur’an dan hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah -kaidah fiqih yang luas.

Islam menghargai ijtihad , meskipun hasilnya salah, selama ijtihad


itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam
hubungan ini Rasulullah SAW bersabda:

ِ‫ا ِ ذ َ ا ح َ ك َ م َ ا ل ْ ح َ ا ك ِ م َ ف َ ا جْ ت َ ه َ د َ ث ُ م َّ ا َ ص َ ا ب َ ف َ ل َ ه ُ ا َ ج َ َر ا ن ِ َو ا ِ ذ َ ا ح َ ك َ م َ َو ا جْ ت َ ه َ د َ ث ُ م َّ ا َ خْ ط َ أ َ ف َ ل َ ه ُ ا َ جِْ ر‬

( ‫) رواهالبخارىومسلم‬

Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara


melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia
memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan
perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka
ia memperoleh satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)

Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai


hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat
tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapan gan bagi umat
manusia. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

… ِ‫) ر و ا ه ن ص ر ا ل م ق د س ( ا ِ خْ ت ِ ال َ ف ِ ا ُ م َّ ت ِ ي ْ َر حْ م َ ة‬

8
Artinya: ”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa
rahmat” (HR Nashr Al muqaddas)

Bentuk Ijtihad yang lain

 Istihsan/Istislah

yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak


dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang
didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum
atau unutk kepentingan keadilan

 Istishab

yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada


dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang
mengubah kedudukan dari hukum tersebut

 Istidlal

yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak


disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan
didasarkan karena telah menjadi adat i stiadat atau kebiasaan
masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum -
hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan
hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh
Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan
hadits

 Maslahah mursalah

ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang


tidak diperoleh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas
dari maslahah itu.

9
Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang
mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena
kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.

 Al ‘Urf

ialah urusan yang disepakati ole h segolongan manusia dalam


perkembangan hidupnya

 Zara’i

ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai


mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.

D. Pembagian Hukum dalam Islam

Hukum dalam Islam ada lima yaitu:

1. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah


tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan
mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia aka n berdosa
2. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak
dikerjakan tidak berdosa
3. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak
dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman
dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya
yang artinya:Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi
orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki)
Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya.

10
Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu
termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal -hal yang
kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim,
dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu
banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

4. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak


dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala
5. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula
ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau
ditinggalkan.

Dalil fiqih adalah Al Qur’an, hadits, ijma’ mujtahidin dan qiyas.


Sebagian ulama menambahkan yaitu istihsan, istidlal, ‘urf dan
istishab.Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas
empat macam.

1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adan ya dan
maksudnya menunjukkan kepada hukum itu
Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib dijalankan oleh
seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya.
Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat
syah jual beli dengan rela. Imam syafi’ie berpendapat apabila
ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada suatu kejadian, setiap
muslim wajib mengikutinya.
2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya
terhadap hukum-hukum itu.Dalam hal seperti ini terbukalah jalan
mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para
mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu
hukum dengan ijtihadnya.

11
Umpamanya boleh atau tidakkah khiar majelis bagi dua orang
yang berjual beli, dalam memahami hadits:

ِ‫ا َ ل ْ ب َ ي ْ ع َ ا ن ِ بِِ ا ل ْ ِخ ي َ ا ِر م َ ا ل َ مْ ي َ ت َف َ َّر ق ا‬

Dua orang yang jual beli boleh memilih antara meneruskan jual
beli atau tidak selama keduanya belum berpisah. Kata “berpisah” yang
dimaksud dalam hadits ini mungkin berpisah badan atau pembicaraan,
mungkin pula ijab dan kabul. Sperti wajib menyapu semua kepala atau
sebagian saja ketika wudhu’, dalam memahami ayat:

Artinya: “Dan sapulah kepalamu” (QS Al Maidah : 6)


Juga dalam memahami hadits tidak halal binatang yang disembelih
karena semata-mata tidak membaca basmalah.

ِِ‫مَِ ا ا َ ن ْ ه َ َر ا ل د َّ م َ َو ذ ُ ك ِ َر ا ِ س ْ م َ ا ل ل ه ِ ع َ ل َ ي ْ ه‬

Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan padanya


nama Allah.

1. Hukum yang tidak ada nas, baik secara qa’i (pasti) maupun zanni
(dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’)
mujtahidin atas hukum-hukumnya. Seperti bagian kakek
seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah dengan
laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan
setiap muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena
hukum yang telah disepakati oleh mu jtahdidin itu adalah hukum
untuk seluruh umat, dan umat itu menurut Rasulullah SAW tidak
akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin merupakan ulil
amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT menyuruh
hambanya menaati ulil amri.

12
Sungguhpun begitu, kita wajib betul -betul mengetahui bahwa
pada huku itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama mujtahidin.
Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan
yang tidak berdasarkan penelitian.

2. Hukum yang tidak ada dari nas, baik qat’i ataupun zanni, dan
tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu. Seperti
yang banyak terdapat dalam kitab -kitab fiqih mazhab. Hukum
seperti ini adalah hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat
menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan keadaan
lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu.
Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan
berubahnya keadaan atau tinjauannya masing -masing. Maka
mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak membantah serta
menetapkan hukum yang lain. Se bagaimana mujtahid pertama
telah memberi (menetapkan) hukum itu sebelumnya. Ia pun
dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang
berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti
kembali pada pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijti had seperti
ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi
mujtahid itu sendiri dan bagi orang -orang yang meminta fatwa
kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.

1. FUNGSI HUKUM ISLAM

Tujuan hukum Islam, baik secara global maupun secara detail yaitu :

a. mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan


kemaslahatan bagi mereka
b. mengarahkan mereka kepada kebenaran dan kebajikan
c. menerangkan jalan yang harus dilalui oleh manusia.

13
Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama yaitu
untuk merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia,
baik individu ataupun kolektif untuk menjamin, melindungi dan
menjaga kemaslahatan tersebut

Islam menetapkan sejumlah aturan, baik berupa perintah atau


larangan. Perangkat aturan ini disebut hukum pidana Islam.

Sedangkan tujuan pokok dalam penjatuhan hukum dalam syari’at Islam


ialah pencegahan dan pengajaran serta pendidikan.

Oleh karena tujuan hukum adalah pencegahan, maka besarnya


hukuman harus ditentukan sedemikian rupa yang cukup untuk
mewujudkan tujuannya, dan dengan demikian maka terdapat prinsip
keadilan dalam menjatuhkan hukuman sehingga hukuman dapat
berbeda-beda terutama hukuman ta’zir.

Menurut definisi mutakalimin, agama ditujukan untuk


kemaslahatan hamba di dunia dan di akhirat. Islam sebagai agama
memiliki hukum yang fungsi utamanya terhadap kemaslahatan umat.

Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Ibadah

Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia
dan kepatuhan merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan
indikasi keimanan seseorang.

2. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena ia


adalah bagian dari kalam Allah yang qadim. Namun dalam prakteknya
hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat. Penetapan hukum
tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal pro ses
pengharamannya.

14
Contoh: Riba dan khamr tidak diharamkan secara sekaligus tetapi
secara bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol sosial
yang dilakukan lewat tahapan riba dan khamr.

3. Fungsi Zawajir

Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga


masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang
membahayakan.

4. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah

Fungsi tersebut adalah sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan


memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudnya
masyarakat harmonis, aman dan sejahtera.

2. KONTRIBUSI HUKUM ISLAM


A. Eksistensi Hukum Islam dalam hukum Nasional

Dalam konteks kontribusi hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional , hukum
Islam telah mengambil peran yang sangat besar. Paling sedikit dari segi jiwanya.
1. Didalam UU No 2 thn 1989 tentang sistem pendidikan Nasional , dalam konsepnya
mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya
adalah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa berbudi pekerti luhur
mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilansehat rohani, mempunyai keperibadian
yang mantap dan mandiri , mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
2. Undang-undang no 7 thn 1989 tentang peradilan agama. Ini membuktikan bahwa
pengadilan agama sudah sepantasnya hadir dan tmbuh serta dikembangkan dibumi
Indonesia ini semua tidak lain adalah kontribusi ummat Islam sebagai ummat yang
mayoritas
3. Didalam kompilasi hukum Islam ( KHI ) meskipun tidak terbentuk undang-undang
melainkan melalui Intruksi Presiden Nomor I thn 1991 dalam kompilasi ini sangat
membantu para hakim terutama diperadilan Agama.

15
Menurut Ismail Shaleh sumbangan hukum Islam terhadap hukum nasional tidak
dapat dipungkiri bahwa sebahagian besar rakyat Indonesia terdiri dari pemeluk agama Islam
dan secara subtansial ada dua bidang yaitu bidang Ibadah, dan bidang Muamalah.
Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku pada suatu negara nasional tetentu. Bagi
negara Indonesia, hukum Nasional mungkin juga berarti hukum yang dibangun oleh warga
negara republik Indonesia sebagai pengganti hukum kolonial. Hukum nasional Indonesia
tersebut sewajarnya sesuai dengan kesadaran hukum, cita-cita moral, cita-cita bathin dan
norma ynag hidup dalam masyarakat bangsa Indonesia ialah Pancasila sebagai yang
tercantum dalam aleniea ke empat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 29
ayat 1 yang menunjukkan bahwa Ketuhanan yang maha esa sebagai hukum dasar yang
dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman dalam bernegara.

Hukum Islam disyaria’at dengan tujuan utama untuk mewujudkan, merealisasikan


dan melindungi kemashalahatan ummat manusia dalam seluruh aspek kepentingan, yang
menurut hasil penlitian para ulam a dapat diklasifikasikan menjadi aspek yakni : Daharuri’at
(Primer), Khajiyyat (Skunder), dan Tahsiniyyat (pelengkap). Aspek Dharuriyyat merupakan
aspek yang sangat azazi dalam kehidupan manusia, karena bahagian yang termasuk dalam
aspek tersebut meliputi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Untuk menjamin,
melindungi, dan menjaga kemashlahatan aspek tersebut Islam menetapkan aturan baik
berupa perintah maupun larangan. Dalam hal tertentu, aturan itu disertai ancaman
hukuman duniawiyah disamping hukukuman ukhrawi manakala dilanggar.
Islam pada hakekatnya merupakan sebuah sistem yang komponennya terdiri atas aqidah,
syari’ah, dan ahlak maka persepsi terhadap hukum Islam haruslah dalam kerangka sistem itu
dengan demikian , hukum Islam harus dipahami sebagai hukum yang berdasarkan nilai-nilai
aqidah,dan nilai -nilai akhlak untuk kesejahteraan dunia akhirat. Hukum Islam bukan hanya
sekedar alat untuk digunakan menghukum para peleceh hukum, melainkan sekaligus
berfungsi sebagai perekayasa sosial.

Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh mayoritas
penduduk dan masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat
merupakan sebahagian dari ajaran dan keyakinan Islam yang eksis dalam kehidupan hukum
nasional serta merupakan bahan dalam pembinaan dan pengembangannnya.

16
Dalam sejarah perjalanan hukum di Indonesia kehadiran hukum Islam dalam hukum
Nasional merupakan perjuangan eksistensi. Teori eksistensi mermuskan keadaan hukum
nasional Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa datang bahwa hukum Islam itu ada
dalam hukum Nasional Indonnesia baik tertulis maupun yang tidak tertlis dalam berbagai
lapangan kehidupan hukum dan praktek hukum .

Teori eksistensi dalam kaitannya dengan hukum Islam adalah teori yang
menerangkan tetntang adanya hukum Islam dalam hukum Nasional Indonesia yaitu :
1. ‘Ada’ dalam arti sebagai bahagian integral dari hukum nasional Indonesia
2. ‘Ada’ dalam arti adanya dengan kemandiriannya yang diakui adanya kekuatan dan
wibawahnya oleh hukum nasional dan diberi status sebagai hukum Nasional.
3. ‘Ada’ dalam arti hukum Nasional dan norma hukum Islam (agama) yang berfungsi sebagai
penyaring bahan-bahan hukum nasional di Indonesia.

4. ‘Ada’ dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama.

Jadi, secara eksistensial, Kedudukan hukum Islam dalam hukum Nasional merupakan
sub sistem dari hukum Nasional. Oleh karenanya maka hukum Islam juga mempunyai
peluang untuk memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan pembaharuan
hukum Nasional Nasional, meslipun harus diakui prolema dan kendalanya yang belum
pernah usai.

Secara sosiologis kedudukan hukum Islam di Indonsesia melibatkan kesadaran


keberagaman bagi masyarakat ,penduduk yang sedikit banyak berkaitan pula dengan
masalah kesadaran hukum baik norma agama maupun norma hukum selalu sama-sama
menuntut ketatan. Dengan demikian jelaslah bahwa hubungna antara keduanya sangat
erat. Keduanya sama-sama menuntut ketaatan dan kerpatuhan dari warga masyarakat.
Keduanya harus dikembangkan secara searah dan serasih dan tidak dibiarkan saling
bertentangan.

17
B. Peluang Sosiologis,Tantangan dan problematika hukum Islam

Materi hukum meliputi aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku dalam
penyelenggaraan segenap dimensi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara,
bersifat mengikat bagi semua pihak,

Pembangunan hukum diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional yang


mengabdi kepada kepentingan nasional dengan penyusunan awal materi hukum secara
menyeluruh yang bersumber pada Pancasila dan UUD. 1945.

Di sini ditegaskan perlunya penyusunan program legislasi nasional termasuk upaya


penggantian peraturan perundang-undangan warisan kolonial dengan peraturan
peraundang-undangan yang bersumber pada pancasila dan undang-undang Dasar 1945. “
Produk hukum nasional harus diganti dengan produk hukum yang dijiwai dan bersumber
pada pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 “ Pembentukan hukum tersebut
diselenggarakan melalui proses secara terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

Fikiran akan perubahan sosial sebetulnya sesuatu manifestasi dari kehendak


melepaskan diri dari kehidupan yang tidak demokratis, fasistis dan ketidak adilan. Fikiran itu
merupakan pergumulan dialektis dari kekuatan yang tidak puas yang biasanya sangat
radikal. Perubahan damai dianggap bukan jalan keluar, dan oleh karena itu perubahan yang
dilakukan melalui mekanisme yuridis dianggap tidak akan memberi jaminan adanya
perubahan . Suatu rasa tidak percaya terhadap hukum sudah begitu terinternalisasi
dibanyak orang yang gandrung pada perubahan sosial.

Dengan memakai pancasila sebagai paradigma interpretai sejarah yang didukung


oleh data / fakta obyektif, terlihat bahwa imperialisme eropa mempunyai tiga segi, yaitu
Gospel, Gold dan Glory, sehingga perjuangan bangsa Indonesia pun, sebagaireaksi terhadap
nya, mempunyai tiga segi yang sama dengan Islam ssebagai pengganti Kristen dan Indonesia
sebagai penjajajah. Ini terukir dalam sejarah dan nilai-nilai perjuangan yang dikristalisasikan
dalam konsensuus Piagam Jakarta, sebagai titik kulminasi yang menjiwai dan mencetuskan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Ini menunjukkan bahwa hukum Islam sudah
mempunyai akar yang sangat dalam.

18
Disamping peluang sosiologis sebagaimana yang dinyatakan diatas, Hukum Islam
juga memiliki beberapa kendala dan problema utamanya menyangkut integrasinya kedalam
Hukum Nasional yaitu :

1. Kemajemukan Bangsa, Dalam hubungan ini patut diingat bahwa negara kita
memiliki wilayah yang sangat luas.,masing masing memiliki kondisi sendiri-sendiri
yang direpleksikan pada budaya masing-masing. Dalam upaya
pengintegrasiannya dalam hukum nasional harus didahulukan pemilahan pada
bidang mana yang dapat diunifikasikan dan mana yang belum.
2. Mana yang masih harus dibiarkan agar majemuk muncul dengan kebudayaan
masing-masing hal ini menunjukkan bahwa unufikasi mungkin dilakukan
meskipun cukup sulit . Metode pendidikan hukum. Selama ini pelajaran ilmu
hukum yang diajarkan kepada mahasiswa adalah trikotomi antara hukum Barat ,
hukum Islam dan hukum adat. Berhubung masyarakat Indonesia relatif hetrogen
dan wilayahnya cukup luas , maka semakin berakibat pencarian titik temu
diantara hukum tersebut. Jadi yang diperlukan sekarang adalah pemahaman
integral dari pakar hukum tiga tadi dan memerlukan perjuangan yang sangat
berat
3. Kurangnya pengkajian akademik dibidang hukum Islam. Ketertinggalan dalam
mengembangkan pusat-pusat pengkajian Islam disebabkan oleh :
1. Secara historis pusat pengkajan yang tidak menghargai hukum Islam yang
lebih dahulu berkembang sedangkan mereka bersikaf tidak memberi
tempat bagi penkajian hukum Islam.
2. Pengkajian hukum Islam terletak diantara pengkajian ilmu agama islam
dan pengkajian ilmu hukum. Akibatnya aspek yang tidak mendalam,
begitu pula aspek yang masuk melali ilmu agamanya.
3. Perkembangan kwalitas ketaatan umat Islam yang lemah terutama
keyakinan aqidah dan moralnya , atau kesusilaan yang sulit dikendalikan.
Sehingga kualitas moral ikut berpengaruh dalam pelaksanaan hukum.
4. Masih dianutnya kebijaksanaan hukum politik Belanda yang tidak dapat
dipungkir yang mempunyai kepentingan poitik sendiri,

19
yang selanjutnya yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang
berlaku seperti hal:
a. Dibolehkan adanya pilihan hukum yang secara negatif dapat dikatakan
bahwa ummat Islam boleh tidak tunduk kepada hukumnnya sendiri.
b. Belum sepenuhnya kemandirian peradilan agama yang terkesan sub
ordinasinya pada pengadilan Umum dalam hal sengketa perdata selain
hukum keluarga. Semuanya perlu diupayakan menguranginya seminimal
mungkin dalam masa datang.

5. Banyaknya masalah yang dihadapi ummat Islam yang belum adanya fatwa
hukumnya dalam hasana fikhi, ataukah banyaknya polimik masalah dalam
perbedaan mazhab yang ada sehingga merangkumkannya dalam satu
perundang-undangan akan sulit karena banyaknya pendapat akan
masalah-masalah tersebut.

C. Kontribusi Hukum Islam Kedalam Hukum Nasional

Dengan demikian , kontribusi hukum Islam dalam pembangu nan nasional dapat
berupa:
a. Hukum Islam dalam arti bagian integral dari hukum nasional Indonesia
b. Hukum Islam dalam arti kemandiriannya yang diakui adanya , kekuatan dan wibawanya
oleh hukum nasdional dan diberi status hukum nasional

c. Hukum Islam dalam arti norma hukum Islam berfungsi sebagai penyaring hukum bahan-
bahan nasional. Hukum Islam dalam arti bahan utama atau unsur utama hukum nasional
Indonesia. Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang ditaati oleh mayoritas Rakyat
Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, merupakan sebagian dari
ajaran dan keyakinan Islam ada dalam kehidup[an hukum dan merupakan bahan dalam
pembinaan hukum Nasional. Dari sumber ajarannya , realita kehidupan hukum masyarakat
sejarah pertumbuhannya dan perkembangan hukum di Indonesia tentang berlakunya

20
hukum Islam terlihat ada teori sebagai mana dijelaskan dimuka misalnya teori eksistensi
sebagai teori tata hukum mengungkapkan keberadaan hukum Islam dalam Hukum Nasional
Indonesia.
Dalam peraturan perundang - perundangan terlihat kecende rungan makin
kuatnya kedudukan hukum Islam dalam hukum nasional. Terlihat bahwa bentuk-bentuk
hubungan antara hukum agama dengan hukum nasional ada tiga pola yaitu :
1. Hukum agama husus untuk kaum beragama tertentu
2. Hukum agama masuk dalam hukum agama secara umum yang memerlukan
pelaksanaan secara khusus

3. Hukum agama masuk dalam perundang-undangan yang berlaku untuk seluruh


penduduk Indonesia. Keberagaman yang bersandar pada nilai asasi manusia adalah modal
paktual bagi kehidupan bangsa dan bernegara.

Sehingga dalam bidang hukum yang agama-agama yang mempunyai ajaran dan
ketentuannya sendiri harus berwujud pluralitas hukum. Pembangunan hukum yang tidak
mungkin dicapai unifikasi sedapat mungkin diupayakan terciptanya keharmonisan hukum.
Ajaran hukum Islam terutama yang tercantum dalam Al-qur’an karena sifatnya yang
universal dapat diserap untuk memperkaya dan menyempurnakan hukum Nasional.

Perlu disadari bahwa yang perlu disumbangkan dalam perundang-undangan


nasioanal adalah hukum Islam dalam arti ajaran hukum al-qu’an dan sunnah Rasulullah, fiqhi
Islam tentang kewargaan yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang berkekeluargaan
patrinial tidak mungkin dimamfaatkan untuk mengembangkan hukum nasional.

Pengembangan dan upaya kontribusi hukum Islam kedalam hukum nasional perlu
dilakukan pemikiran kembali tentang ajaran alqur’an dengan kaidah-kaidah pemahamannya
yang relepan. Sehingga kelembagaan hukum Islam sesuai dengan al-qur’an makin jelas
nampak dan menunjukkan keunggulannya dalam perbadingan hukum.

21
VI. KESIMPULAN

1. Hukum Nasional Indonesia akan berkembang menjadi hukum moderen yang lebih banyak
berwujud hukum tertulis.

2. Hukum Islam ( hususnya al-qur’an ) cukup memuat ajaran, ketentuan dan norma hukum
yang dapat dikontribusikan dalam pembentukan hukum nasional dalam berbagai bidang
hukum.
3. Untuk dapat dikontribusikan bagi hukum nasional perlu dilakukan pemikiran kembali
makna normatif dari norma-norma hukum Islam al-qu’an hususnya agar dapat dimasukkan
dalam perundang-undangan hukum nasional.

4. Untuk mengetahui arah pembangunan lima tahun kita dapat melihat dari GBHN sebab
GBHN merupakan kerangka oprasional dalam upaya mengimplementasikan pesan-pesan
konstitusi termasuk dalam bidang hukum.

22

Anda mungkin juga menyukai