OLEH KELOMPOK 4 :
FINAYANTI / 2022050102040
FATRIANA UMI KALSUM / 2022050102028
SITI MARLINA / 2022050102095
Wassalam
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................2
2.1 Defini Rezeki Menurut Al-Qur’an.....................................................2
2.2 Konsep Rezeki Dalam Al-Qur’an......................................................3
2.3 Berbagai Macam Rezeki Yang Diberikan Oleh Allah SWT.............5
2.4 Batasan Batasan Rezeki dan Hakekat Rezeki Menurut Al-Qur’an. . .9
2.5 Rezeki Yang Halal dan Rezeki Yang Haram.....................................10
2.6 Ayat Ayat Yang Berkaitan Dengan Rezeki.......................................11
BAB III PENUTUP............................................................................................13
3.1 Kesimpulan........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam mewajibkan setiap individu berusaha untuk mencari rezeki dengan cara
yang baik, halal dan bersih supaya rezeki yang memperoleh diridhai-Nya. Allah
memberi keutamaan kepada manusia dengan menganugerahi sarana yang lebih
sempurna dibandingkan makhluk yang lainnya, yaitu diberikan akal, pikiran, agar
dapat berikhtiar dalam mencari rezeki. Allah Swt. memberikan rezeki kepada siapa
saja baik mukmin, kafir, tua, muda, laki-laki, perempuan semuanya akan mendapat
bagiannya masing-masing, karena Allah adalah Maha Penjamin atau Pemberi rezeki.
Sehingga makhluk hanya dianjurkan untuk berusaha dan berikhtiar untuk
mendapatkan rezeki tersebut.
Jarak antara rezeki dan manusia lebih jauh dari pada jarak rezeki dengan
binatang, tumbuhan dan makhluk lainnya, karena manusia dianugerahi Allah sarana
yang lebih sempurna seperti ilmu, akal, pikiran dan sebagainya dan manusia
mempunyai aturan-aturan dan hukum dalam mendapatkan rezeki yang dibenarkan di
dalam agama Islam. Apapun yang diciptakan Allah di muka bumi semua untuk
kepentingan manusia dan makhluk lainnya. Maka apabila manusia mau berusaha
mencari rezeki dengan sungguh-sungguh dan pantang putus asa/menyerah untuk
mendapatkannya, maka dia pasti akan berhasil hingga mencapai tujuannya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Rezeki Menurut Al-Qur’an
Rezeki berasal dari kata ( يرزق–رزق- ) رزقاyang bermakna segala sesuatu yang
bermanfaat dalam kehidupan, seperti hujan, nasib, bagian kekayaan, gaji ataupun
upah. Kata Rizq bisa digunakan dalam pengertian pendapatan, nafkah uang, kekayaan
atau memperoleh sesuatu yang baik, entah itu selama masa hidup di dunia maupun di
akhirat, rezeki ada dua jenis yang pertama rezeki tubuh seperti makanan dan
minuman,
dan rezeki jiwa seperti pengetahuan kesehatan.
Dalam Islam rezeki tidak hanya sekedar harta kekayaan saja, tetapi rezeki juga
merupakan anugerah yang Allah berikan kepada makhluk-Nya. Anugerah Allah swt.
meliputi berbagai aspek kehidupan. Rezeki Allah meliputi apa saja yang diperlukan
alam kehidupan seperti makanan, pakaian, kesehatan, kesempatan, kebahagian.
Banyak para mufassir yang mencoba untuk mendefinisikan rezeki, seperti :
Sayyid Quthb yang mengatakan bahwa rezeki adalah kesehatan, udara,
keberadaan di bumi, dan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan.
Hamka mengatakan bahwa rezeki adalah pemberian atau karunia yang diberikan
Allah kepada makhluknya, untuk dimanfaatkan dalam kehidupan.
Menurut M.Quraish Shihab rezeki adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan
baik dalam bentuk material maupun spiritual.
Menurut al-sunnah wa al-jama„ah rezeki adalah sesuatu yang diberikan oleh
Allah kepada makhluk yang dapat diambil manfaat dengan perbuatannya.
Menurut Mu„tazilah rezeki itu bukanlah sesuatu yang diambil manfaatnya
melainkan sesuatu yang dimiliki.
Dari beberapa definisi rezeki di atas maka dapat disimpulkan bahwa rezeki
adalah sesuatu yang diberikan oleh Allah untuk kepentingan makhluknya bermanfaat
bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya, agar mereka dapat bertahan dan
menjaga kelangsungan hidupnya. Sesungguhnya rezeki yang telah diberikan Allah
kepada seseorang hambanya, dan sesungguhnya Rezeki yang kita dapat itu bukan hak
mutlak kita seorang, ada hak orang lain di dalamnya.1
1
Novia Indriani & Rachmad Risqy Kurniawan, SE.I,MM, Ketetapan rezeki dalam perspektif al-qur’an dan usaha
mendapatkannya, (Sekolah Tinggi Ilmu Ushuludin Darul Al-Qur’an) hlm 3-4
2
2.2 Konsep Rezeki Dalam Al-Qur’an
Konsep rezeki merupakan salah satu tema sentral dalam ajaran Islam yang
dibahas secara luas dalam Al-Qur'an. Makna rezeki sendiri tidak hanya terbatas pada
materi, tetapi mencakup segala pemberian Allah SWT kepada hamba-Nya, termasuk
kesehatan, ilmu pengetahuan, keturunan, kehormatan, dan lain sebagainya.
Makna rezeki dalam Al-Qur'an memiliki implikasi konseptual yang penting bagi
kehidupan manusia, antara lain:
1. Rezeki adalah hak setiap manusia.
Al-Qur'an menegaskan bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki bagi setiap
makhluk-Nya, termasuk manusia. Hal ini tercantum dalam firman Allah SWT
QS.Hud : 6
Artinya : Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin
rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
Implikasi dari konsep ini adalah bahwa manusia tidak perlu khawatir akan rezekinya.
Manusia hanya perlu berusaha dan berdoa, dan Allah SWT akan memberikan rezeki
yang terbaik baginya.
Artinya : Dan segala nikmat yang ada padamu, maka dari Allah lah
Implikasi dari konsep ini adalah bahwa manusia harus bersyukur atas rezeki yang
didapatkannya. Manusia juga harus menggunakan rezeki tersebut untuk kebaikan dan
ketaatan kepada Allah SWT.
3
3. Rezeki harus dicari dengan cara yang halal.
Allah SWT memerintahkan manusia untuk mencari rezeki dengan cara yang halal.
Hal ini tercantum dalam firman Allah SWT QS.Al-baqarah : 168
Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Implikasi dari konsep ini adalah bahwa manusia harus menghindari segala bentuk
usaha yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rezeki. Manusia juga harus
menghindari perbuatan korupsi, suap, dan segala bentuk kejahatan lainnya.
Artinya : Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti
jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu
Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.
Implikasi dari konsep ini adalah bahwa manusia harus menggunakan rezekinya untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang halal dan bermanfaat. Manusia juga harus
menggunakan rezekinya untuk membantu orang lain yang membutuhkan.2
2
Iki Baihaki, Makna rezeki dalam al-qur’an : Tafsir dan implikasi konseptual, (UIN Indonesia : 2024) hlm 28-29
4
2.3 Berbagai Macam Rezeki Yang Diberikan Oleh Allah Swt
Makna rezeki secara bahasa maupun istilah, yang memiliki maksud bahwa rezeki
secara bahasa yaitu pemberian, sedangkan rezeki secara istilah memiliki makna
sebagai sesuatu yang Allah sampaikan, atau sesuatu yang disampaikan Allah kepada
makhluk-Nya dan dapat bermanfaat baginya.
1. Pemberian
Razaqa dikatakan sebagai sebuah pemberian, yaitu pemberian dari Allah SWT kepada
manusia selaku hambanya atau pemberian dari orang lain yang tentunya hal ini atas
kehendak-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Al-Munafiqun : 10
Artinya : Infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu
sebelum kematian datang kepada salah seorang di antaramu. Dia lalu berkata
(sambil menyesal), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku
sedikit waktu lagi, aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang
saleh.”
Dalam ayat ini Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menginfakkan
sebagian rezeki mereka. Allah subhanahu wa ta'ala tidak memerintahkan mereka
untuk menginfakkan seluruh hartanya, dan hal ini wajar jika seseorang hanya bisa
menginfakkan sebagian hartanya, karena tentunya ketika dia menginfakkan seluruh
hartanya maka ini akan memberatkan hatinya.
2. Makanan
Kata razaqa diartikan dengan makanan yang biasa manusia makan sehari-hari,
sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Yusuf : 37
Artinya : (Yusuf) berkata, “Tidak ada makanan apa pun yang akan diberikan
kepadamu berdua, kecuali aku telah menjelaskan takwilnya sebelum (makanan) itu
sampai kepadamu. Itu sebagian dari yang diajarkan Tuhan kepadaku. Sesungguhnya
5
aku telah meninggalkan agama kaum yang tidak beriman kepada Allah, bahkan
kepada akhirat pun mereka ingkar.
Pada penjelasan dari ayat lain, razaqa memiliki arti sebagai makanan pada pagi hari
(sarapan) dan makanan malam. Allah SWT berfirman dalam QS.Maryam : 62
Artinya : Dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang.
3. Hujan
Firman Allah SWT dalam QS.Al-Dzariyat : 22
Artinya : Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan
kepadamu.
Dalam firman Allah SWT di atas, kata rezeki memiliki arti hujan. Karena dengan
adanya hujan, ladang dan tanaman lainnya dapat berbuah dan tumbuh segar, sehingga
bisa menghasilkan rezeki yang berlimpah pula.
4. Buah-Buahan
Allah SWT berfirman dalam QS.Al-Imran : 37
6
5. Nafkah Suami
Allah SWT berfirman dalam QS.Al-Baqarah : 233
Artinya : Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,
bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah
dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula
seorang ayah (men-derita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu
pula. Apa-bila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan
antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan
pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Pada ayat di atas, rezeki memiliki arti nafkah suami kepada istri dan anak dalam
keluarga. Pada hakikatnya nafkah dari suami merupakan bentuk rezeki yang
dipergunakan untuk kepentingan keluarga.
6. Syukur
Syukur masuk pada kategori rezeki, karena ketika manusia mendapat limpahan
berkah atau kesuksesan dalam pencapaian hidup, manusia diwajibkan untuk
bersyukur atas nikmatnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Al-Waqiah : 82
Artinya : Dan kamu menjadikan rezeki yang kamu terima (dari Allah) justru untuk
mendustakan(-Nya)
7
7. Pahala
Allah SWT berfirman dalam QS.At-Thalaq : 11
8
Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh
harta asalkan harta tersebut halal dan baik.Menurut Islam harta itu bukanlah tujuan
melainkan alat untuk menyempurnakan kehidupan dan mencapai keridhaan Allah.
Harta yang diperoleh harus dipergunakan dengan baik seperti digunakan untuk
kepentingan kebutuhan hidup sendiri, akan tetapi tidak dibolehkan untuk
berlebihlebihan dan boros. Memenuhi kewajiban terhadap Allah seperti membayar
zakat atau nazar, dan materi yang harus ditunaikan untuk keluarga yaitu istri, anak
kerabat. Dimanfaatkan bagi kepentingan sosial, karena meskipun semua orang
dituntut untuk berusaha mencari rezeki namun yang diberikan Allah tidaklah sama
untuk setiap orang, ada yang mendapatkan banyak dan ada juga yang sedikit, yang
mendapatkan rezeki yang sedikit maka memerlukan bantuan dari saudaranya, dalam
bentuk infak.
Jika rezekinya di dunia telah habis pada masanya, maka ajalnya akan tiba, dan
amalannya akan berakhir. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai umat manusia,
bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari
rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-
benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka
bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan
tinggalkan yang haram.” – HR. Ibnu Majah
Berdasarkan hadits diatas, kita jadi lebih mengetahui, bahwa memang rezeki
sudah ada takarannya. Dia tidak akan tertukar satu dengan yang lainnya. Karena
setiap manusia sudah digariskan memiliki rezekinya masing-masing.
Setelah memahami bahwa rezeki sudah memiliki takaran masing-masing, selanjutnya
yang kita lakukan ialah tetap memilih jalan mencari rezeki yang halal. Sebab, kita
tidak tahu kapan datangnya batas rezeki (ajal) itu tiba.4
Pada hakikatnya setiap makhluk terkhusus manusia telah dijamin Allah
rezekinya. Quraish Shihab berkata dalam tafsirnya, rezeki adalah sebuah perolehan
yang dapat dimanfaatkan baik material maupun spritual. Jika perolehan tersebut
belum dimanfaatkan, maka belum disebut sebagai rezeki.5
4
Nina Rahmi, Korelasi Rezeki dengan usaha dalam perspektif al-qur’an, (UIN Banda Aceh : 2018) hlm 26-27
5
Muhammad Azryan Syafiq, Konsep Rezeki dalam al-qur’an (Perspektif Quraish Shihab dalam tafsir al-misbah),
(IAIN Palangkaraya : 2023) hlm 445
9
Rezeki yang halal akan mengantarkan penerimanya kepada amal kebajikan
yang berakhir di dalam surga. Sebaliknya, rezeki yang haram akan menyeret penerima
dan penggunanya ke dalam kemaksiatan dan kesengsaraan di akhirat.Sedangkan
rezeki yang khusus adalah rezeki yang bersifat langgeng kebajikannya, baik di dunia
maupun di akhirat. Rezeki khusus ini dibedakan menjadi dua: rezeki yang
berhubungan dengan rohani atau hati seseorang dan rezeki yang brkaitan dengan
tubuh, yaitu rezeki rezeki halal yang tidak mengandung syubhat.
Dalam hal ini, lebih spesifik lagi bahwa rezeki dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga bagian:
1. Rezeki yang ditentukan, yaitu setiap manusia semuanya memiliki rezeki,
dan masingmasing dari rezeki mereka itu semuanya sudah diatur dan ditentukan oleh
Allah, jadi jika rezeki seseorang itu sudah habis maka habis pula umurnya.
2. Rezeki yang dijanjikan, yaitu dalam hal ini ada kaitannya dengan QS. aṭ-
Ṭalaq ayat 3. Bahwasanya Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka bagi orang orang yang bertaqwa.
3. Rezeki milik, yang dimaksud dengan rezeki milik yaitu segala sesuatu yang
dipakai oleh manusia. Tidak mesti berupa materi, tetapi pakaian, rumah, anak, dan
yang semisalnya itu semua merupakan rezeki, namun yang sebagian tadi disebutkan
itu termasuk ke dalam kategori rezeki milik.6
Rezeki adalah segala sesuatu yang bermanfaat, baik halal mapun haram,
karena kalau ditilik dari segi kebahasaan rizq berarti bagian. Siapa yang
menggunakannya dengan haram jadilah bagiannya itu haram. Selanjutnya, aliran
mu’tazilah mengatakan bahwa yang haram tidak disebut rezeki, karena
kepemilikannya tidak sah. Allah tidak memberi rezeki yang haram, yang Allah
diberikan hanyalah rezeki yang halal.7
6
Elsa Fatimah, Rezeki perspektif al-qur’an ( Studi komparatif antara tafsir al-kasyaf dengan tafsir ibn katsir), (UIN
Suska Riau : 2022) hlm 148
7
Hasan Matsum, Wulan Dayu, Azhari Akmal Tarigan, Muhammad Syukri Albani Nasution, Konsep rezeki dalam
perspektif filsafat hukum dan ekonomi islam, (UIN Sumatra Utara) hlm 94
10
QS. Al-Baqarah : 22
Artinya : (Dialah) yang menjadikan bagimu bumi (sebagai) hamparan dan langit
sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untuk kamu. Oleh
karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal
kamu mengetahui.
Kata rezeki di situ menunjuk kepada segala buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon-
pohonan yang tumbuh berkat air hujan. Di situ antara lain dikatakan bahwa Allah
telah menyediakan bumi sebagai hamparan. Manusia diminta berfikir tentang
darimana sebenarnya sumber rezeki itu. Hal itu sebenarnya sudah diketahui juga oleh
manusia. Karena itu, hendaknya manusia tidak menyekutukan-Nya, misalnya dengan
mengatakan bahwa rezeki itu berasal dari sesuatu selain Allah.
QS.Al-Baqarah : 25
QS.Al-Baqarah : 254
11
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang
telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada
(lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak
ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, Melalui ayat ini Allah Swt memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya untuk berinfak, yakni membelanjakan sebagian dari apa yang
Allah rezekikan kepada mereka di jalan-Nya, yaitu jalan kebaikan. Dengan demikian,
berarti mereka menyimpan pahala hal tersebut di sisi Tuhan yang memiliki mereka
semua; dan agar mereka bersegera melakukan hal tersebut dalam kehidupan di dunia
ini.
QS.Hud : 6
Artinya : Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin
rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).
Implikasi dari konsep ini adalah bahwa manusia tidak perlu khawatir akan rezekinya.
Manusia hanya perlu berusaha dan berdoa, dan Allah SWT akan memberikan rezeki
yang terbaik baginya.
BAB III
12
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rezeki tidak hanya berupa materi, tetapi juga mencakup hal-hal non-materi.
Rezeki adalah hak setiap manusia, dan Allah SWT telah menjamin rezeki bagi setiap
makhluk-Nya. Rezeki adalah karunia Allah SWT, dan manusia harus bersyukur atas
rezeki yang didapatkannya. Rezeki harus dicari dengan cara yang halal, dan manusia
harus menghindari segala bentuk usaha yang menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan rezeki. Rezeki harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan manusia
harus menggunakan rezekinya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang halal dan
bermanfaat.
Rezeki dalam Islam mencerminkan kepercayaan pada takdir dan kehendak
Allah. Rezeki dipandang sebagai bagian dari rancangan ilahi yang sudah ditetapkan
sejak awal, namun manusia tetap dianjurkan untuk berusaha dan berdoa dengan penuh
ikhlas sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Dengan pemahaman ini, umat Islam
diharapkan dapat menerima rezeki dengan syukur dan bersikap ikhlas dalam setiap
langkah hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA
13
Elsa Fatimah, Rezeki perspektif al-qur’an ( Studi komparatif antara tafsir al-kasyaf
dengan tafsir ibn katsir), (UIN Suska Riau : 2022)
Hasan Matsum, Wulan Dayu, Azhari Akmal Tarigan, Muhammad Syukri Albani
Nasution, Konsep rezeki dalam perspektif filsafat hukum dan ekonomi islam,
(UIN Sumatra Utara)
Iki Baihaki, Makna rezeki dalam al-qur’an : Tafsir dan implikasi konseptual, (UIN
Indonesia : 2024)
Muhammad Azryan Syafiq, Konsep Rezeki dalam al-qur’an (Perspektif Quraish
Shihab dalam tafsir al-misbah), (IAIN Palangkaraya : 2023)
Nina Rahmi, Korelasi Rezeki dengan usaha dalam perspektif al-qur’an, (UIN Banda
Aceh : 2018)
Novia Indriani & Rachmad Risqy Kurniawan, SE.I,MM, Ketetapan rezeki dalam
perspektif al-qur’an dan usaha mendapatkannya, (Sekolah Tinggi Ilmu
Ushuludin Darul Al-Qur’an)
Zulfan Auria, Rezeki dalam al-qur’an, (UIN Banda Aceh)
14