Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

Disusun oleh :

Kelompok

Leidy Tri Safitri (2005125178)


Setia Sufiah (2005110414)
Shofiyatummujahidah (2005113284)

Dosen Pengampu :

Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Riau
2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hingga saat
ini masih memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Konsep Ketuhanan dalam
Islam” tepat pada waktunya. Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah
ikut membantu hingga dapat disusunnya makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Dan kami sampaikan terima kasih atas perhatian dan
antusiasme para pembaca terhadap makalah ini, dan kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi diri kami sendiri dan khususnya untuk pembaca pada
umumnya.

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini
dan makalah-makalah lainnya pada waktu mendatang.

Pekanbaru, 22 Februari 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

1. KATA PENGANTAR...............................................................................i
2. DAFTAR ISI.............................................................................................ii
3. BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................................
4. BAB II PEMBAHASAN...........................................................................
2.1 Topik 1.................................................................................................
2.2 Topik 2, dan seterusnya.......................................................................
5. BAB III PENUTUP...................................................................................
3.1 Simpulan..............................................................................................
3.2 Saran....................................................................................................
6. DAFTAR PUSTAKA................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Siapakah Tuhan itu?


2. Apa Pemikiran Manusia tentang Tuhan?
3. Bagaimana Pembuktian Wujud Tuhan?
4. Mengapa Manusia Beragama?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui siapa Tuhan itu.


2. Untuk mengetahui pemikiran manusia tentang Tuhan.
3. Untuk mengetahui bukti wujud Tuhan.
4. Untuk mengetahui alasan manusia beragama.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SIAPAKAH TUHAN ITU?


Perkataan yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur`an dipakai
untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia,
misalnya dalam QS al-Jatsiiyah ayat 23:

Artinya : Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya[1384] dan
Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Dalam surat Al-Qashash ayat 38, perkataan illah dipakai oleh fir`aun
untuk dirinya sendiri :

Artinya: Dan Fir‟aun berkata “Wahai para pembesar aku tidak menyangka
bahwa kalian masih mempunyai ilah selain diriku“.

Contoh ayat diatas tersebut menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa


mengundang berbagai arti benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi)
maupun benda nyata (fira`un atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan
illah juga dalam bentuk tunggal (mufrad ilaahun , ganda (mutsanna ilaahaini) dan
banyak (jama‟aalihatun). Ber-Tuhan nol dalam arti kata tidak bertuhan atau
atheisme tidak mungkin.
Untuk dapat mengerti defenisi Tuhan atau ilah yang tepat, berdasarkan
logika Al- Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusia sedemikin rupa sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehNya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberi
kemaslahataan atau kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.

Menurut Ibnu Taimiyah Al-Ilah adalah yang dipuja dengan penuh


kecintaan hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri dihadapannya, takut dan
mengharapkannya, kepadanya umat tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa dan bertawakal kepada-Nya dan menimbulkan ketenangan
disaat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.

2.3 PEMBUKTIAN WUJUD TUHAN


Penjelasan Alquran tentang Tuhan kepada umat Nabi Muhammad saw.
dimulai dengan pengenalan tentang perbuatan dan sifat-Nya. Hal ini tampak
dalam rangkaian wahyu-wahyu pertama turun, seperti terlihat pada awal surah al-
Alaq yang merupakan wahyu pertama turun.

Artinya:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia


Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Dalam ayat ini, Alquran menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
kata Rabbuka (Tuhan) Pemeliharamu (wahai Muhammad). Hal ini untuk
menggaris bawahi Wujud Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dibuktikan melalui
ciptaan atau perbuatan. Setelah ayat pertama di atas turun, maka silih berganti
ayat turun mengarahkan manusia untuk mengenal Tuhan dengan beberapa anjuran
antara lain untuk: 1) memperhatikan keteraturan dan ketelitian alam raya dan
fenomenanya, 2) mengamati manusia sejak lahir hingga mencapai kesempurnaan
perkembangan jiwanya, dan 3) mempelajari sejarah dengan segala dampak baik
dan buruknya.
Dalam membangun masyarakat Arab, yang waktu itu dikenal sebagai
zaman jahiliyah, Rasulullah Muhammad saw. telah berhasil membangun
masyarakat dengan menggunakan konsep pembelajaran. Hal ini sesuai
dengansurah al-Alaq:1 sebagaimana tersebut di atas, yang merupakan surah
pertama kali diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw. yang menyebutkan,
“Iqra‟, bismi rabbikal ladzi khalaq..”. Surah tersebut mempunyai makna perintah
“Iqra‟, yang artinya “bacalah”, dilanjutkan dengan “bismi rabbi” (dengan nama
Tuhanmu), suatu kalimat yang mengandung konsep pembelajaran yang tidak
terpisahkan dengan Rabb (Tuhan)-nya. Alquran mengisyaratkan bahwa kehadiran
Tuhan ada dalam diri setiap insan, dan bahwa hal tersebut merupakan fitrah
manusia sejak asal kejadiannya (QS. Al-Rum [30]:30):

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

dan (QS. Al-A‟raf [7]:172):

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak


Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".
Sejalan dengan ayat di atas, dalam QS. Al-Fatihah[1]:2, Tuhan
memperkenalkan diri-Nya sebagai rabb al-„alamin (Tuhan yang memelihara
semesta alam). Arti pemeliharaan dalam ayat ini adalah penyantunan dan
perlindungan pada semua aspek. Namun pemeliharaan Allah terhadap seluruh
alam bukan karena Allah memerlukan mereka untuk mendatangkan manfaat atau
menghindari bahaya, tetapi itu semata karena kasih sayang dan kebaikanNya
untuk semuanya. Oleh karena itu, QS. Al-Fatihah : 2, di antarai oleh dua ayat
yang menjelaskan tentang rahman rahim-Nya. Dia memberitahukan bahwa
pemeliharaan-Nya (rububiyyah-Nya) adalah pemeliharaan yang mencerminkan
kasih sayang dan kebaikan. Hal tersebut agar mereka tahu bahwa sifat
kasihsayang inilah yang menjadi pangkal sifat-sifat-Nya yang lain. Selain itu, agar
mereka bergantung kepada-Nya dan berusaha mendapatkan ridha-Nya dengan
tenanng dan damai. Ada dua jenis pemeliharaan (tarbiyah) Allah terhadap
manusia. Pertama, tarbiyah khalqiyah (pemeliharaan fisikal) yaitu menumbuhkan
dan menyempurnakan bentuk tubuh, serta memberikan daya jiwa dan akal. Kedua,
tarbiyah syar’iyah ta’limiyah (pemeliharaan syari’at dan pengajaran), yaitu
menurunkan wahyu kepada salah seorang di antara mereka untuk
menyempurnakan fitrah manusia dengan ilmu dan amal.
1. Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan jaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode
pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan,
sedang akidah agama berhubungan dengan alam diluar indera, yang tidak
mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal
ini yang menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak
mempunyai landasan ilmiah. Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab
juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak menginngkari wujud
sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Disamping itu metode ini juga
tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah
diamati secara empiris. Hal tersebut dengan analogi “analogi ilmiah“ dan
dianggap sama dengan percobaan empiris. Suatu percobaan dipandang sebagai
kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat diamati secara
langsung.
Demikian pula suatu analogi dapat dianggap salah, hanya karena dia
analogi. Kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Dengan demikian tidak
berarti bahwa agama adalah iman kepada“pengamatan ilmiah“. Sebab, baik agama
maupun ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan yang
ghaib. Hanya saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup
“penentuan hakikat“ terakhir dan asal, sedangkan ruang lingkup ilmu pengetahuan
terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengetahuan memasuki
bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu
pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada yang Ghaib. Oleh karena itu
harus ditempuh bidang lain.
2. Keberadaan alam membuktikan adanya Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya rumit,
tidak bisa memberikan penjelasan bahwa ada satu kekuatan yang menciptakannya,
suatu “akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa
dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam itu “ada”. Dengan dasar itu dan
dengan kepercayaan ini dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dalam kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang
adanya pencipta alam. Pernyataan yang mengatakan percaya akan mahluk hidup,
tetepi menolak adanya khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum
pernah diketahui adanya sesuatu berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala
sesuatu bagaimanapun ukurannya pasti ada penyebabnya.
3. Pembuktian adanya tuhan dengan pendekatan fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam mencipta
dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah
ditemukan hukum kedua “termodinamika”, pernyataan ini telah kehilangan
landasan berpijak. Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan
energi atau teori pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya
alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi
panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang
kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari
keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan
oleh keseimbangan antara energi yang ada dengan energi yang tidak ada. Bertitik
tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus
berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti
bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali, maka alam telah
kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut tentu tidak akan ada
kehidupan di alam ini. Oleh sebab itu ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
4. Pembuktian adanya Tuhan dengan pendekatan Astronomi
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya
sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap
edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi terletak
93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan
seribu mil/jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil per
tahun. Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk
bumi, yang mengelilingi matahati dengan kecepatan luar biasa. Matahari tidak
berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan
planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000
mil per jam. Disamping itu masih ada ribuan sistem lainnya selain sistem tata
surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaksi sendiri-sendiri.
Galaxi-galaxi tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxi dimana terletak
sistim matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali
dalam 200.000.000 Tahun cahaya. Logika manusia dengan memperhatikan sistim
yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil
semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa
dibalik semua itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan
sistim yang luar biasa tersebut, kekuatan Maha besar tesebut adalah Tuhan.

2.4 MENGAPA MANUSIA BERAGAMA?


1. Pengertian Agama
 Syeh M. Abdullah Badran, seorang Guru Besar Al-Azhar,
dalam bukunya Al-Madkhal ila Al-Adyan, menjelaskan arti
agama diawali dengan pendekatan kebahasaan,
yaitu Diin yang biasa diterjemahkan “agama”
menggambarkan hubungan.antara dua pihak di mana yang
pertama Kholiq mempunyai kedudukan lebih tinggi dari
pada yang kedua makhluq. Dengan demikian.agama
adalah“ hubungan antara makhluq dan Kholiqnya”.
 Syeh Mahmud Syaltut menyatakan bahwa “agama adalah
ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-
Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia”.

2. Perlunya Manusia Beragama

1. Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Setidaknya ada dua alasan yaitu:


Pertama. Manusia memiliki naluri ingin tahu. Dengan menggunakan
panca indera, akal dan jiwanya, sedikit ddemi sedikit pengetahuannya bertambah.
Namun demikian, keterbatasan panca indera dan akal menjadikan sekian banyak
tanda tanya.yang muncul dalam benaknya tidak terjawab. Hal ini dapat
mengganggu perasaan dan jiwanya, dan semakin mendesak pertanyaan tersebut
semakin gelisah bila tidak terjawab. Hal ini antara lain karena manusia
memiliki.naluri ingin tahu. Kalau demikian manusia membutuhkan informasi
tentang apa yang tidak diketahuinya itu, khususnya dalam hal-hal yang sangat
mengganggu ketenangan jiwanya atau syarat bagi kebahagiannya. Di sinilah
informasi Tuhan itu datang (Agama itu dibutuhkan).

Kedua. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk


sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian. Banyak kebutuhan yang tidak dapat
dipenuhinya sendiri, karena berbagai keterbatasan waktu, pengetahuan dan
kemampuan yang lainnya. Hidup manusia bagaikan lalu lintas, masing-masing
ingin berjalan dengan selamat sekaligus cepat sampai tujuan. Namun, karena
kepentingan mereka berbeda-beda, maka apabila tidak ada peraturan lalu lintas
kehidupan, pasti akan terjadi benturan dan tabrakan. Dengan demikian manusia
membutuhkan peraturan demi lancarnya lalu lintas kehidupan. Di sinilah Agama
sangat diperlukan.

Siapakah yang mengatur lalu lintas kehidupan itu? manusiakah? Layakkah


mereka mengatur hidupnya sendiri?

Paling tidak dalam persoalan pengaturan di atas, manusia mempunyai dua


kelemahan, yaitu:

Pertama, keterbatasan pengetahuan, dan

Kedua, sifat egoisme, ingin mendahulukan kepentingan diri sendiri.


Apa akibatnya bila manusia, yang mempunyai dua kelemahan itu, mengatur
lalu lintas kehidupan ? Banyak muncul ketidakharmonisan dalam kehidupan.
Dengan demikian yang berhak mengatur lalu lintas kehidupan adalah:
 Yang paling mengetahui kehidupan, dan sekaligus
 Yang tidak mempunyai kepentingan sedikitpun.

Dialah Allah swt yang menetapkan peraturan, baik secara umum, berupa niali
nilai, maupun secara rinci. Peraturan itulah yang kemudian dinamai agama.

2. A. Azhar Basyir. Dua alasan mengapa manusia membutuhkan agama:

Pertama, karena manusia ingin bertahan diri untuk.tetap menjadi makhluk


Tuhan yang mulia. Untuk itu manusia harus beriman dan beramal shaleh, yang
merupakan bagian utama bagi agama Islam. Dasar jawaban ini adalah mengacu
pada QS, At-Tin, (95): 4-6 “Sesungguhnya telah Kami jadikan manusia itu dalam
bentuk/konstrksi yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia menjadi
serendah-rendah makhluk yang rendah. Kecuali mereka yang beriman dan
beramal shaleh, mereka mendapat pahala yang tidak berkesudahan”.

Kedua, untuk membimbing akal agar mampu berpihak pada panggilan hati


nurani. Di dalam diri manusia terdapat kekuatan yang senantiasa mengajak hidup
baik, yaitu yang sering dinamakan “hati nurani”. Tetapi di samping itu terdapat
juga kekuatan yang menarik-narik ke arah keburukan, kekuatan ini dinamakan
“hawa nafsu”.Akal berfungsi pula antara hal-hal yang merupakan panggilan hati
nurani dan yang merupakan bisikan hawa nafsu. Akal seharusnya senantiasa
berpihak kepada panggilan hati nurani. Tetapi tidak selalu demikian halnya. Amat
sering terjadi bahwa dalam menghadapi desakan-desakan hawa nafsu itu, akal
tidak berdaya. Hawa nafsu juga yang menang. Hati nurani terdesak. Bahkan
pertimbangan akal sering tertarik untuk membenarkan ajakan-ajakan hawa nafsu.

Di sinilah diperlukan adanya hal yang dapat mengatasi itu semua. Hal itu
harus datang dari luar manusia, dan berupa ketentuan-ketentuan.yang pasti untuk
menjadi pedoman hidup manusia. Tidak lain hal itu adalah agama yang datangnya
dari Tuhan, bukan buatan manusia sendiri.

C. Informasi Kebenaran Diterima Manusia

Dalam rangka mendapatkan pengetahuan, manusia adakalanya berusaha


dengan menggunakan potensi yang dianugerahkan Allah swt kepadanya. Tetapi
ada pula manusia yang memperoleh informasi tanpa ada upaya darinya.
Memperhatikan hal di atas, ilmuwan mengakui bhwa ada dua faktor setiap aksi
pengetahuan, yaitu subyek dan obyek. Sehubungan proses pemahaman ada dua
kemungkina.proses:
 Subyek berusaha mengetahui obyek dengan potensi.(alat-alat) yang
dimilikinya,
 Obyek yang memperlihatkan dirinya sendiri kepada subyek

Jalur pertama adalah jalur ilmu pengetahuan dan filsafat; sedangkan jalur


kedua adalah jalur agama yang dikenal dengan wahyu. Wahyu diterima.oleh
manusia tertentu (Nabi), sedangkan manusia lain menerima dan membenarkannya
dari Nabi, begitu manusia selanjutnya..

Memang ada saja manusia.yang meragukan kebenaran informasi itu. Jika itu
terjadi, Allah memberikan bukti kebenaran. Mereka ditantang untuk membuat
atau melakukan semacam apa yang dilakukan oleh para nabi. Bukti tersebut dalam
bahasa agama.dinamai mu’jizat.

D. Agama yang Benar Menurut Ketentuan.Allah

Ada beberapa ketentuan Allah dalam memilih agama:


 Agama yang datang dari Allah dan dibawa oleh para Rasul Nya.
 Agama yang dibawa Nabi Muhammad adalah agama penutup yang
telah disempurnakan (QS, Al-Maidah, 5: 3).
 Beragama adalah suatu anugerah dari Allah. “Barang siapa dikehendaki
Allah untuk diberi petunjuk, dilapangkan dadanya utnuk menerima Agama
Islam (QS, Al-An’am, 6: 125).
 Orang yang menganut agama selain Islam, sama sekali tidak akan
diterima Allah (QS, Ali Imran, 3: 83).
 Agama yang diajarkan Allah kepada umat manusia hanya Islam (QS, Ali
Imran, 3: 19).

Agama yang mengajarkan tauhid dan melarang.berbuat syirik. Inilah inti


ajaran Islam yang membedakan dengan agama.lainnya yang tidak berasal dari
Allah (QS, Al-Ambiya’, 21: 25 dan QS, Ali Imran, 2: 64).

Islam yang dibawa Nabu Muhammad (571 M) adalah mata rantai terakhir dari
agama Allah yang diturunkan melalui para Rasul terdahulu. Inilah yang
ditegaskan oleh QS, Asy-Syura, 42: 13. Sasaran agama Islam yang dibawa oleh
Muhammad adalah ummat manusia seluruh alam (universal), QS Saba: 28, Al-
Ambiya’: 107, Al’A’raf: 158. Sedangkan sasaran agama para Rasul sebelumnya
adalah ummat atau kaum tertentu saja (lokal), QS, Ar-Rum: 47; Hud: 25, 50, 61,
84, 79; Ali Imran: 47, 47-49.

Seluruh Rasul Allah diutus untuk membawa ajaran yang sama yaitu Islam. Hal ini
tersebut dalam al-Qur’an.antara lain:
 Ibrahim (1800 SM), Ismail dan Ya’qub diutus dengan membawa Islam
(Al-Baqarah, 2: 130).
 Musa (1300 SM) diutus kepada Bani Israil dengan membawa Islam (QS,
Al-A’raf: 125-126).
 Isa diutus (juga) kepada Bani Israil dengan membawa Islam (QS, Ali
Imran: 52).

Semua syariat samawi diturunkan Allah di kawasan Timur Tengah. Hal ini
karena ada tiga alasan: (1) Letak geografis strategis (untuk bisnis), (2) Tabiat
masyarakatnya seperti bahan baku yang mudah diolah dan (3) Perlu petunjuk
Tuhan..Ajaran Islam diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan
dan 22 hari dan dibagi kepada dua periode Mekah (13 tahun) dan Madinah (10
tahun).

E. Islam Menghadapi Kaum Agama Lain

Beberapa hal perlu dipahami terutama ketika kita berhadapan dengan ummat yang
berbeda agama:
 Islam adalah agama rahmat bagi penghuni alam seluruhnya. QS,.Al-
Ambiya’, 21: 107. Muhammad diutus sebagai rahmat. Oleh karena itu,
maka Islam mewajibkan penganutnya hidup damai dan berbuat baik
kepada para penganut agama-agama lain, bahkan juga kepada mereka
yang tidak menganut agama apapun diberi beri.kesmpatan mereka
menjalankan agamnya dengan aman selagi mereka tidak memusuhi Islam,
umatnya dan.ajarannya (QS, Ak-Mumtahanah, 60: 8-9).
 Islam mewajibkan umatnya untuk mendakwahkan (memperkenalkan)
Islam kepada siapa saja dengan cara yang baik, sehingga mereka bisa
paham apa yang dibawa Islam (QS, Ali Imran, 3: 104; An-Nahl, 16: 125;
34: 28).
 Al-Qur’an melarang pemaksaan kepada siapapun untuk memeluk agama
(QS, Al-Baqarh, 2: 256).
 Manusia diberi kebebasan sepenuhnya untuk menentukan sendiri
pilihan, apakah menerima kebenaran Islam atau menolaknya. QS, Al-
Kahfi, 18: 29)
 Adapun kemudian ada yang mendlolimi (merusak dan memerangi) Islam
dan ummatnya, Islam memperbolehkan membalasnya dengan tidak
berlebihan (QS, An-Nahl, 16: 125;Al-Baqarah, 2: 190; Al-Haj, 22: 39-40)
 Semua agama samai benar dan mengajarkan sesuatu yang baik, tetapi
Islam tidak membenarkan. Bahwa semua agama sama,.karena.masing-
masing agama iu benar dan baik pada.masanya, tidak dalam waktu yang
bersamaan (QS, Yunus, 10: 47).

F. Sikap Manusia Menghadapi Banyak Agama

Manusia sebagai makhluk sosial, ia tidak bisa menghindari untuk tidak


berhubungan dengan orang lain. Ketika seseorang berhubungan, pengalaman
dalam mengamalkan agama akan mempengaruhi dalam pergaulannya, termasuk
sikapnya dalam menghadapi orang yang berbeda agama. Dalam hal ini manusia
bisa terbagi menjadi tiga golongan:
 Golongan orang yang apriori. Mereka beranggapan bahwa hanya
agamnyalah yang benar; yang lain salah.
 Golongan orang yang bersikap acuh tak acuh. Mereka.amat ringan
memandang agama (termasuk agamnya sendiri). Semua agama sama
saja.
 Golongan orang yang mau membanding-bandingkan ajaran agama
yang ada. Mereka berusaha memilih mana yang sesuai utnuk pedoman
hidupnya. Golongan ini biasanya beragama dengan kesadaran.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Genetika adalah ilmu alam tentang penurunan sifat dan turun-menurunan


variasi. Pembawa sifat utama dari informsi genetik adalah kromosom. Kromosom
adalah badan-badan yang berbentuk panjang seperti benang yang selama
pembelahan sel berkontraksi menjadi badan-badan yang lebih pendek dan tebal,
sehingga dapat dibedakan lengan kromosom dan sentromer. Sentromer ialah
tempat melekatnya benang spindel. Zat penyusun kromosom disebut komatin.
Pewarisan sifat atau hereditas merupakan penurunan sifat dari induk (orang tua)
kepada keturunannya (anak). Sifat-sifat suatu makhluk hidup diwariskan melalui
sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Mendel melakukan penelitian
menggunakan tanaman ercis untuk menjelaskan pola-pola pewarisan sifat pada
keturunan. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap tanaman ercis
(Pisum sativum), Mendel dapat mencetuskan dua hukum tentang pewarisan sifat,
yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II.

Penggolongan darah manusia ke dalam 4 tipe yaitu A, B, AB dan O,


didasarkan atas ada atau tidaknya anti gen A dan B dalam eritrositnya. Adanya
antigen ditentukan oleh gen di dalam kromosom yang mengawasi pembentukan
antigen tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Karl Landsteiner dan Wiener pada
tahun 1940, ditemukan bahwa dalam eritrositnya mengandung jenis antigen yang
dinamakan antigen rhesus. Antigen rhesus dimiliki juga oleh manusia. Orang yang
memiliki antigen rhesus dinamakan rhesus positif, genotipe RR atau Rr dan yang
tidakmemiliki antigen dinamakan rhesus negatif rr. Plasma darah, baik pada
rhesus positif (Rh+) maupun pada rhesus negatif (Rh–) membentuk antibodi
rhesus.

3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Adistiana, K. D. (2018, Maret 16). Konsep Pewarisan Sifat pada Makhluk Hidup.
Dipetik November 25, 2020, dari Ruang Guru:
https://blog.ruangguru.com/konsep-pewarisan-sifat-pada-makhluk-hidup
Artadana, I. B., & Savitri, W. D. (2018). Sejarah dan Prinsip Dasar Ilmu Genetika.
In Dasar Dasar Genetika mendel dan Pengembangannya. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Efrina. (2020, Oktober 6). Mengenal Hukum Mendel. Dipetik November 25, 2020,
dari Tambah Pinter: https://tambahpinter.com/hukum-mendel/
Suprihationo, S. (2016). HEREDITAS DARAH MANUSIA. Dipetik November 25,
2020, dari M-edukasi Kemdikbud.
Suryo. (1990). Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai