Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TAUHID

DISUSUN OLEH :

KEOMPOK 3

1. LILIK HULFAINI

2. LILIS SURYANI

3. LINA HILALIANTI

4. JULITA ARIANI

5. HERLIN SARTINA

6. HERLINA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEBIDANAN JENJANG DIPLOMA 3


MATARAM

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehinga penulis
dapat menyelesaikan makalah tentang “TAUHID”
Penulis mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada
hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini. Penulis
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang penulis miliki. Dimana penulis juga
memiliki keterbatasan kemampuan. Maka dari itu penulis bersedia menerima kritik dan saran dari
pembaca.

Penulis akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki
makalah penulis di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan karya tulis lain dapat
diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Bekang........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1 Pengertian Ilmu Tauhid (secara bahasa dan istilah)............................................. 3

2.2 Macam-Macam Tauhid........................................................................................11

a. Rububiyyah.........................................................................................................14

b. Uluhiyyah............................................................................................................15

c. Asma Wasifat......................................................................................................15

BAB III PENUTUP.................................................................................................. 22

3.1. Kesimpulan......................................................................................................... 22

3.2 Saran.....................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang yang benar tauhidnya, maka
dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Tauhid yang tidak benar, akan
menjatuhkan seseorang ke dalam kesyirikan. Kesyirikan merupakan dosa yang akan membawa
kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam azab neraka. Allah SWT berfirman dalam Al
Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 48, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah

kehendaki”. (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2016: 101) Mengajarkan tauhid kepada anak,
mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya, menjadikannya lebih mencintai Allah
daripada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah merupakan hal pokok yang harus
dilakukan seorang pendidik. Seorang pendidik harus menekankan bahwa setiap langkah manusia
selalu dalam pengawasan Allah SWT. Penerapan konsep tersebut adalah dengan berusaha
menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Seorang pendidik harus mampu menyesuaikan
tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Pendidikan tauhid ini adalah
pendidikan yang paling pokok di atas hal-hal penting lainnya.

Allah memerintahkan hal ini secara jelas di dalam Al Qur‟an melalui kisah Luqman dengan
anaknya yang tertuang dalam QS. Luqman ayat 13, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberikan pelajaran kepadnya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kedzaliman yang amat besar” (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2016:513)Panggilan “anakku”
merupakan kalimat singkat untuk menunjukan kasih sayang. Nasehat ini tidak diawali dengan
perintah ibadah. Allah tidak mengawali firman-Nya dengan “beribadahlah kepada Allah”, akan
tetapi dengan “janganlah menyekutukan Allah”. Kalimat tersebut menyimpulkan bahwa ibadah
tidak akan bisa diterima selama masih dalam keadaan musyrik. (Lukluk Sismiati, 2017: 1).

Rasulullah SAW memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ketika beliau mengajari
anak paman beliau, Abdullah bin Abbas ra. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi

1
dengan sanad yang hasan, Ibnu Abbas bercerita “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di
belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari
engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya
engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika
engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah”. (Shahih At-Tirmidzi nomor 2516)

Demikian perhatian Rasulullah terhadap aqidah anak-anak. „Adil Syadi (2017: 5) menyebutkan
saat ini mayoritas kita telah melupakan masalah aqidah ketauhidan terhadap Allah. (Lukluk
Sismiyati, 2017:2) Uraian diatas menjelaskan pentingnya perkara tauhid. Tauhid diperuntukan
bagi anak-anak dan dewasa, sementara dasar-dasarnya diajarkan pada masa anak-anak. Thalbah
Hisman dkk (2016: 115) menjelaskan bahwa pembelajaran diwaktu kecil akan sulit dilupakan,
bahkan tidak akan ditinggalkan sampai menjadi guru besar di universitas yang paling terkemuka
sekalipun. (Lukluk Sismiyati, 2017:2)

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu Tauhid ?


2. Apa saja macam- macam Tauhid?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu tauhid


2. Untuk mengetahui macam-macam tauhid

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. TAUHID

1. Definisi tauhid

Para ulama Aqidah mendefinisikan tauhid sebagai berikut:

Tauhid adalah keyakinan tentang keesaan Allah SWT. dalam rububiyah-Nya, mengikhlaskan
ibadah hanya kepada-Nya serta menetapkan nama-nama dan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya.
Dengan demikian maka biasa dikatakan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu: Tauhid
Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma dan Sifat.

Kata tauhid berasal dari kata-kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan, yang artinya mengesakan,
menyatukan. Jadi, tauhid adalah suatu agama yang mengesakan Allah, Arti kata tauhid adalah
mengesakan, yang dimaksud dengan mengesakan Allah Swt adalah dzat-Nya, sifat-Nya, asma‟-
Nya dan af‟al-Nya.

lImu tauhid merupakan suatu perbahasan ilmu yang mampu menetapkan akidah keagamaan yang
diambil daripada dalil yang diyakini. la membicara dan membahaskan tentang Allah SWT, para
Rasul-Nya dan perkara-perkara yang berkaitan berdasarkan dalil naqli (yang terdiri daripada al-
Quran dan al-Hadith) dan juga dalil aqli. Pendek kata, ilmu tauhid ialah ilmu yang
membicarakan tentang persoalan keesaan Allah SWT dan perkara- perkara yang berkaitan
dengannya. Natijahnya, ia akan menaik- kan semangat bekerja dan beramal menurut iktikad
tersebut. Sesetengah ulama berpandangan ilmu tauhid dan akidah mempunyai perbezaan.
Perbahasan akidah lebih luas daripada tauhid. Ilmu tauhid menetapkan kebenaran dengan
dalil.Manakala akidah pula, selain daripada menetapkan kebenaran ia juga membanteras
kesemua syubhah atau kesamaran, menerangkan kekhilafan atau perbezaan pendapat, dan
kelemahan dalil, serta membicarakan tentang perbandingan agama dan aliran.

3
A. TUJUAN MEMPELAJARI ILMU WËUHID

1. Mengenal serta tunduk dan patuh kepada Allah SWT yang bersifat derngan segala sifat
kesempurnaan, mempunyai nama nama yang mulia serta suci daripada segala sifat
kekurangan.
2. Mengenal serta mengikut para rasul yang bersifat dengan sifat sifat terpuji lagi maksum
(tidak membuat dosa).
3. Mendapat keselamatan, kebahagiaan dan keredaan Allah SWT di dunia dan akhirat.
4. Menetapkan hati agar tidak mensyirikkan Alah SWT dengan sesuatu daripada batu,
kayu, kebendaan dan lain-lain lagi.

B. HUKUM MEMPELAJARI

Hukum mempelajari ilmu tauhid ialah fardu ain ke atas setiap mukalaf. Sebagai seorang Muslim,
kita berkewajipan mempelajari dan mengetahui sifat-sifat Allah SWT dengan secara rangkuman
atau keseluruhan (ijmali) dan satu per satu (tafsili) bersertakan dalil ringkas (ijmali). Manakala
mengetahui dan mempelajari ilmu tauhid dengan dalil terperinci (tafsili) pula merupakan fardu
kifayah. Perkara ini akan dibicarakan pada bab yang akan datang.

C. KELEBIHAN DAN NISBAH ILMU TAUHID

IImu tauhid merupakan semulia-mulia dan setinggi-tinggi ilmu jika dibandingkan dengan lain-
lain ilmu. Sesungguhnya awal awal dalam agama ialah mengenal serta mentauhidkan Allah
SWT. Sementelahan pula, kesudahan ilmu tauhid ini ialah kita dapat membezakan antara iktikad
dan kepercayaan yang benar dengan iktikad, kepercayaan dan ideologi yang batil lagi sesat. Ibnu
al-Arabi menyatakan: "Sesungguhnya ilmu yang paling bermanfaat adalah ilmu tauhid. Di
dalamnya terdapat ilmu Asma' dan Sifat Allah. Sesuatu ilmu dianggap mulia apabila kandungan
atau pengetahuan yang terdapat dalam ilmu tersebut adalah mulia. Pencipta alam adalah semulia-
mulia perkara yang wajib diketahui. Oleh itu, ilmu tentang Nama dan Sifat-Nya (iaitu ilmu
tauhid) adalah semulia-mulia ilmu"

4
2. Pengertian Secara Etimologi

Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid merupakan kata benda yang berarti
keesaan Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa
Arab, masdar darikata Wahhada )‫ (وحد‬Yuwahhidu )‫ (يوحد‬.Tauhidan (‫) توحدا‬, Secara etimologis,
tauhid berarti keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, satu.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu
“keesaan Allah” mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah mengeesakan Allah”.
Jubaran Mas‟ud menulis bahwa tauhid bermakna “beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa”, juga
sering disamakan dengan “‫“ ”هلال اال االله‬tiada Tuhan Selain Allah”. Fuad Iframi Al-Bustani juga
menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa Allah itu bersifat “Esa”.
Jadi tauhid berasal dari kata “wahhada” (‫“ )وحد‬yuwahhidu” (‫“ )يوحد‬Tauhidan” (‫دا‬WW‫)توحي‬, yang
berarti mengesakan Allah SWT.

Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah : suatu ilmu yang membahas tentang wujud
Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan
tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga membahas tentang rasul-
rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada
mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.

Menurut Zainuddin, Tauhid berasal dari kata “wahid”)‫ (واحد‬yang artinya “satu”. Dalam istilah
Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan
teori berikut argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut
dengan Ilmu Tauhid. Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama dengan tauhid
yakni :

a. Iman. Menurut Asy „ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati. Senada dengan ini Imam
Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah „itiqad. Sedangkan amal adalah bukti iman.
Namun tidak dinamai iman. Ulama Salaf di antaranya Imam Ahmad, Malik, dan Syafi‟i, iman
adalah :

‫اعتقاد بالجىان ووطق باللسان وعمل باالركان‬

5
Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan
anggota tubuh.

3. Pengertian Secara Terminologi

Kalimat “Tauhid” secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi‟il Wahhada-Yuwahhidu
(dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu
menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru
menetapkannya”

ecara istilah syar‟i, makna Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satusatunya sesembahan
yang benar dengan segala kekhususannya. Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa
banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi,
orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil Tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga
sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah,
Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Tauhid (bahasa Arab: ‫ )توحيد‬merupakan konsep monoteisme Islam yang mempercayai bahawa
Tuhan itu hanya satu. Tauhid ialah asas Aqidah. Dalam bahasa Arab, "Tauhid" bermaksud
"penyatuan", sedangkan dalam Islam, "Tauhid" bermaksud "menegaskan penyatuan dengan
Allah". Lawan untuk Tauhid ialah

"mengelak daripada membuat", dan dalam bahasa Arab bermaksud "pembahagian" dan merujuk
kepada "penyembahan berhala".

Tauhid menurut bahasa artinya mengetahui dengan sebenarnya Allah itu Ada lagi Esa. Menurut
istilah, tauhid ialah satu ilmu yang membentangkan tentang wujudullah (adanya Allah) dengan
sifat-Nya yang wajib, mustahil dan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya
dengan sifat-sifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah terhadap
keimanan yang berhubung dengan perkara-perkara sam‟iyat, iaitu perkara yang diambil dari al-
Quran dan Hadis dengan yakin.

6
Dinamakan ilmu ini dengan Tauhid, adalah karena pembahasan-pembahasanya yang paling
menonjol, Ialah pembahasan tentang ke-Esahan Allah yang menjadi sendi asasi agama Islam,
Bahkan sendi asasi bagi segala agama yang benar yang telah dibawakan oleh para Rosul yang
diutus Allah. Kemudian ditegaskan oleh Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqadimah bahwa kata
Tauhid mengandung makna keesaan Tuhan.26 telah dipahami bersama bahwa setiap cabang ilmu
pengetahuan itu telah mempunyai obyek dan tujuan tertentu karena itu setiap cabang ilmu
pengetahuan juga masing-masing mempunyai batasan-batasan tertentu pula. Demi batasan-
batasan tertentu pengaruhnya adalah sangat besar bagi para ilmuan dan cendikiawan di dalam
membahas, mengkaji, dan menelaah obyek garapan dari suatu cabang ilmu pengetahuan. Begitu
juga halnya kajian ilmu Tauhid yang telah di paparkan oleh para ahli sebagai berikut.

a. Syekh Muhammad Abduh mengatakan bahwa :

ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat wajib ada pada-Nya dan
sifat yang tidak halus pada-Nya (Mustahil), ia juga membahas tentang para rasul untuk
menegaskan risalahnya, sifatsifat yang wajib ada padanya yang boleh ada padanya (Jaiz) dan
yang tidak boleh ada padanya ( Mustahil).

b. Syekh Husain Affandi Al-Jisr AL-Tharablusy menta‟rifkan sebagai berikut : Ilmu Tauhid
ialah ilmu yang membahas atau membicarakan bagaimana menetabkan aqidah (agama Islam)
dengan mengunakan dalil dalil yang menyakinkan. engan demikian ilmu Tauhid adalah salah
satu cabang ilmu studi keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud Allah
dengan segala sifatnya serta para Rosul-Nya, sifat-sifat dan segala perbuatanya dengan berbagi
pendekatan.

Tauhid mengetahui dan menyaakinkan bahwa Allah itu tunggal tidak ada sekutunya. Sejarah
menunjukan, bahwa pengertian manusia terhadap terhadap Tauhid itu sudah tua sekali, yaitu
sejak utusannya nabi adam kepada anak cucunya. Tegasnya sejak permulaan manusia mendiami
bumi ini, sejak itu telah diketahui dan diyakini adanya dan esanya Allah ta‟ala, pencipta alam ini
Ke-Esa-an Allah sebagai Tuhan (Rabbun) bukanlah seperti sebuah sapu lidi, yang kenyataanya
terdiri dari beberapa batang lidi yang diikat menjadi satu, sedang antara satu dengan yang lain,
masih terpisah sendiri-sendiri. Tidak, juga tidak sama dengan sebatang rokok yang kenyataanya
terdiri dari selembar kertas, tembakau atau cengkeh, Yang kalau dipisahkan satu dengan yang

7
lain tidak lagi bernama sebagai rokok. Masing-masing mempunyai sifat tersendiri. Pula tidak
sama dengan selembar kertas yang diolah dari beberapa unsur menjadi satu dan terpadu. Jadi,
Ke-Esa-an Allah tidak terdiri dari beberapa benda yang disatukan, baik bisa diuraikan lepas
kembali atau tidak. Dan tidak sama dengan air yang bisa dibagi-bagi atau sebatang lidi yang
dapat di potong-potong. di sinilah selain Allah dengan semua makhaluk yang terdapat di alam
ini. dalam ilmu Aqoid, sifat itu dikenal dengan istilah “Mukhalafah Lil Al-Hawadisi – berbeda
dengan sesuatu yang bersifat baru”

Ilmu Tauhid sebagaimana diketahui adalah ilmu yang membahas ajaran dari suatu Agama. Bagi
setiap orang yang ingin menyelami seluk-beluknya secara mendalam, Maka perlu mempelajari
imu Tauhid yang terdapat pada agama yang di anut. Kerasulan nabi Muhammad saw. adalah
untuk mengembalikan dan kepemimpinan kepada tauhid, mengakui ke-esaaan Allah swt. dengan
ikhlas dan dengan semurni-murninya, sebagai yang di bawa dan diajarkan nabi Ibrahim dahulu,
agama sebenarnya tidak asing lagi bagi bangsa arab. Tauhid yang diajarkan Muhammad ini
adalah sebagai yang digariskan dalam Alquran dan Hadis.Karena segala sifat-sifat Allah, telah
terkandung dalam alquran, maka tidak perna orang dimana itu menanyakan sifat-sifat Allah
kepada nabi. mereka hanya menanyakan soal-soal yang mengenai ibadah (sembayang, puasa,
haji, dan lain-lain amal sholeh).

4. Urgensi tauhid

Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan subtansi aqidah ahlus sunnah wal
jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung
klasifikasi jenis-jenisnya dapat terealisasi dalam kehidupan, dalam kaitan ini tercakup dua
hal:Pertama, memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-Qur‟an, sunnah
dan akal sehat.Kedua, mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam kenyataan sehingga ia
menjadi fenomena yang tampak dalam kehidupan manusia. Secara teoritis, tauhid dapat
diklasifikasikan dalam tiga jenis:

Pertama, Tauhid Rububiyah

Kedua, Tauhid Uluhiyah

Ketiga, Tauhid Asma‟ Wash-Shifat

8
5. Hakekat dan Kedudukan Tauhid

Tauhid adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Karena pada umumnya
kita menginginkan atau bahkan telah mengaku sebagai seorang yang bertauhid. Disamping itu,
kata ‘tauhid’ ini sangat sering disampaikan oleh para penceramah baik pada waktu khutbah atau
pengajian-pengajian. Akan tetapi bisa jadi masih banyak orang yang belum memahami hakikat
dan kedudukan tauhid ini bagi kehidupan manusia, bahkan bagi yang telah merasa bertauhid
sekalipun. Berangkat dari banyaknya pemahaman orang yang telah kabur tentang hakikat tauhid
dan lupa akan kedudukannya yang begitu tinggi maka penjelasan yang gamblang tentang
masalah ini sangat penting untuk disampaikan. Dan karena permasalahan tauhid merupakan
permasalahan agama maka penjelasannya tidak boleh lepas dari sumber ilmu agama yaitu Al
Quran dan As Sunnah dengan merujuk kepada penjelasan ahlinya, yaitu para ulama.

6. Pola tahap-tahap tauhid

Di hadapan Allah Swt., manusia harus bersikap paling rendah hati, dan harus menunjukan
kerendahan hati itu. Sedangkan meyakini keesaan Allah Swt, mempunyai banyak tahap:

a. Tauhid dalam wujud yang mesti, artinya tidak ada satu wujud pun yang maujud oleh dirinya
sendiri, kecuali Allah Swt, dengan peristihan filsafat, tauhid ini adalah keyakinan terhadap
sebuah wujud yang keberadaannya bersifat mesti, wujud yang demikian itu hanyalah AllahSwt,
yang Maha Tinggi, yang keberadaannya secara instink merupakan keharusan, dan yang dari-Nya
wujud-wujud yang lain maujud.11

b. Tauhid dalam penciptaan, artinya tidak ada pencipta kecuali Allah Swt.

c. Tauhid dalam rububiyah. Tahap ketiga ini adalah manajemen dan rububiyyah genetik, artinya
setelah mengakui bahwa Allah Swt, adalah pencipta Alam semesta, kita harus mengetahui siapa
manajer dan direkturnya dan apakah ada orang lain yang mengatur alam semesta ini tanpa ijin-
Nya

d. Tauhid dalam rububuyyah legislatif genetik. Setelah mengetahui bahwa pencipta kita adalah
Allah Swt, dan bahwa keberadaan dan manajemen kita hanya berada ditangannya, kita juga
harus percaya bahwa tak seorang pun selain Dia yang mempunyai hak untuk memerintah kita
dan membuat hukum bagi kita.

9
e. Tauhid dalam penyembahan. Ia adalah kesatuan ketuhanan dan penyembahan. Artinya, tak
satupun kecuali Allah Swt.

f. Tauhid dalam penyembahan. Ia berarti bahwa manusia tidak boleh menyembah kepada selain
Allah Swt. Tahap sebelumnya adalah bahwa tak satupun yang berhak disembah kecuali Dia.
Tahap ini menuntut manusia harus secara praktis tidak menyembah kecuali kepada Allah Swt.

g. Tauhid dalam meminta pertolongan. Ia berarti bahwa manusia secara praktis tidak boleh
meminta tolong kepada selain Allah Swt.

h. Tauhid dalam merasa takut. Ia berarti bahwa manusia tidak boleh takut kepada selain Allah
Swt.

i. Tauhid dalam berharap. Ia berarti bahwa kita tidak boleh menempatkan harapan-harapan kita
selain kepada Allah.

j. Tauhid dalam cinta. Jika orang menyakini bahwa semua kesempurnaan dan keindahan asalnya
adalah milik Allah Swt.

Dari sudut pandang Islam, jika ingin menjadi monoteis dan memeluk Islam dengan tujuan agar
termasuk diantara kaum muslim dan monoteis, dan memperoleh kebahagiaan diakhirat serta
masuk kedalam surga,maka seseorang harus melalui semua tahapan tersebut.Setelah itu tauhid
berarti menganggap Allah Swt satu, sebagai prinsip Islam. Keesaan-Nya diakui dalam hal-hal
berikut:

a. Dalam kemestian wujud-Nya, dan kemestian ini bersifat eksklusif berkenaan dengan Allah
Swt. Semata;

b. Dalam penciptaan;

c. Dalam Rububiyahgenetik, yaitu pengelolaan alam semesta ini;

d. Dalam Rububiyah legislatif yaitu dalam membuat hukum, perintah, larangan, yang harus
dilaksanakan tanpa bertanya-tanya lagi; dan

e. Dalam sembahan dan uluhiyah, yaitu bahwa tak satupun yang patut disembah, kecuali Allah
Swt.

10
Pada titik ini berarti orang menampilkan konsep la ilaha illah, tidak ada tuhan selain Allah Swt.,
yang merupakan tahap pertama Islam, yang tanpanya Islam tidak bisa dipenuhi. Selanjutnya, ada
tahap-tahap lain tauhid, yang bisa dicapai dengan pengetahuan dan amal-amal dijalan
kesempurnaan: Tauhid dalam meminta pertolongan dan mencari sandaran, tauhid dalam
ketakutan dan mengharapkan, tauhid dalam cinta, dan seterusnya, hingga orang mencapai tahap
tauhid yang tertinggi, yaitu tauhid dalam wujud-Nya yang mandiri. Wujud yang mandiri adalah
milik Allah Swt, semata. Semua urusan wujud adalah dari-Nya ini harus menjadi kenyataan yang
bersifat visual, bukan sekedar konsep mental yang dicapai dengan penalaran mental dan filosofis.
Barang siapa mencapai tahap ini, dia akan menjadi monoteis yang sempurna. Orang seperti itu
tidak akan mempunyai hubungan yang independen kecuali dengan Allah Swt.

Penerapan makna syahadat berarti bahwa kita mengetahui dan mengenalkan hakikat syahadat,
meluruskan niat, tujuan dan kemauan kita agar sejalan dengan konsekuensinya, membersihkan
hati dari semua yang bertentangan dengan maknanya.

7. Syarat-syarat syahadat tauhid

Syarat adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya, maka yang disyaratkan itu menjadi tidak
sempurna atau tidak dapat terealisasi. Jadi syarat syahadat adalah sesuatu yang tanpa
keberadaannya, maka syahadat itu dianggap tidak syah.

2.2. MACAM- MACAM TAUHID

A. Tauhid Rububiyah

Tauhid Rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah di dalam perbuatan-perbuatan-Nya.


Yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu satunya :

ُ ِ‫هّٰلل ُ خَ ال‬
‫ق ُك ِّل َش ْي ٍء ۙ َّوه َُو ع َٰلى ُكلِّ َش ْي ٍء َّو ِك ْي ٌل‬

Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu. (QS. Az Zumar: 62)

- Pemberi rizki kepada seluruh manusia dan makhluk lainnya.

‫ين‬ ٍ َ‫ض إِاَّل َعلَى ٱهَّلل ِ ِر ْزقُهَا َويَ ْعلَ ُم ُم ْستَقَ َّرهَا َو ُم ْستَوْ َد َعهَا ۚ ُكلٌّ فِى ِك ٰت‬
ٍ ِ‫ب ُّمب‬ ِ ْ‫َو َما ِمن دَآبَّ ٍة فِى ٱأْل َر‬

11
Artinya: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)." (QS. Hud: 6)

- Penguasa dan pengatur segala urusan alam, yang meninggikan lagi menghinakan,
menghidupkan lagi mematikan, memperjalankan malam dan siang dan yang maha kuasa atas
segala sesuatu.

“Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan,engkau berikan kerajaan kepada orang
yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau kehendaki. Di
tangan engkaulah segala kebijakan. Sesungguhnya engkau maha kuasa atas segala sesuatu.
Engkau masukan malam kedalam siang dan engkau masukan siang kedalam malam. Engkau
keluarkan yang hidup dari yang mati dan engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan
engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali Imron: 26 -27).

Dengan demikian Tauhid Rububiyah mencakup keimanan kepada tiga hal yaitu:

1. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah secara umum seperti, memberi rezeki,


menghidupkan dan mematikan dan lain-lain.

2. Beriman kepada qadha dan qadar Allah.

3. Beriman kepada keesaan Zat-Nya.

Dan memungkinkan untuk mengetahui tentang tauhid ini dengan sebuah ungkapan yang ringkas
seperti yang diucapkan oleh Ibnu Qoyim, yakni meng –Esakan Allah azza wa jalla dalam
penciptaan dan menghukumi. Ucapannya, meng –Esakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam
penciptaan, maka mencakup dalam hal ini menciptakan pada pertama kalinya, yaitu memulai
penciptaan manusia dan yang lainnya. Kemudian pada penciptaan kedua, yaitu kebangkitan dari
kubur.

Sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta'ala dalam firman -Nya:

12
"Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? sebenarnya mereka dalam keadaan
ragu-ragu tentang penciptaan yang baru". (QS Qaaf: 15).

Dan ucapannya, mengesakan dalam menghukumi, mencakup dalam hal ini menghukumi dalam
memberi manfaat dan mara bahaya terhadap makhluk, mengurusi urusan mereka, memberinya
rizki, maka Allah azza wa jalla adalah pemberi manfaat dan mara bahaya, yang mengurusi
urusan dan memutuskannya, yang memberi rizki, dan inilah yang dinamakan hukum takdir dan
kauni yaitu apa yang diputuskan oleh -Nya baik sesuai dengan takdir dan penciptaan.Demikian
pula mencakup hukumnya secara syar'i, yaitu yang Allah Shubhanahu wa ta’alla takdirkan dalam
bentuk syari'at. Maka seluruh hukum-hukum Allah Shubhanahu wa ta’alla secara syar'i terhadap
ciptaan -Nya adalah termasuk dari kandungan rububiyah -Nya. Yang memiliki hak mutlak dalam
memutuskan.

Allah Shubhanahu wa ta’alla menyebutkan didalam firman -Nya:

"Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (al-Qur'an) dari Tuhanku,
sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya
disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang
sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik". (QS al-An'aam: 57).

Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

13
"Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah pemutus hukum dan hanya kepada -Nya
kembali hukum tersebut"

.Kesimpulannya, tauhid rububiyah ialah menetapkan bahwa Allah azza wa jalla adalah rabb
segala sesuatu, pencipta dan pemberi rizkinya, yang mematikan dan menghidupkan, memberi
manfaat dan mara bahaya, yang maha mampu atas perbuatan yang di inginkan kapanpun
waktunya, dan tidak ada sekutu, yang sepadan dan pembantu bagi Allah Shubhanahu wa

Tauhid rububiyah ialah menetapkan bahwa Allah azza wa jalla adalah rabb segala sesuatu,
pencipta dan pemberi rizkinya, yang mematikan dan menghidupkan, memberi manfaat dan mara
bahaya, yang maha mampu atas perbuatan yang di inginkan kapanpun waktunya, dan tidak ada
sekutu, yang sepadan dan pembantu bagi Allah Shubhanahu wata’alla dalam masalah itu semua.

Sebagaimana ditegaskan oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui". (QS al-Baqarah: 21-22).

B. Tauhid Uluhiyah

Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam tujuan perbuatanperbuatan hamba yang
dilakukan dalam rangka taqorub dan ibadah seperti berdoa, bernadzar, menyembelih kurban,
bertawakal, bertaubat, dan lain-lain.

ِ ‫َّاح ۚ ٌد ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل ه َُو الرَّحْ مٰ نُ الر‬


َࣖ ‫َّح ْي ُم‬ ِ ‫اِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ و‬

14
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqoroh: 163)

‫هّٰللا‬
۞ ‫َّاي فَارْ هَبُوْ ِن‬ ِ ‫َوقَا َل ُ اَل تَتَّ ِخ ُذ ْٓوا اِ ٰلهَ ْي ِن ْاثنَي ۚ ِْن اِنَّ َما ه َُو اِ ٰلهٌ و‬
َ ‫َّاح ٌد فَاِي‬

“Allah berfirman: Janganlah kamu menyembah dua tuhan. Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang
Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.” (QS. An Nahl: 51)

َ َ‫ع َم َع هّٰللا ِ اِ ٰلهًا ٰاخَ َر اَل بُرْ هَانَ لَهٗ بِ ٖ ۙه فَاِنَّ َما ِح َسابُهٗ ِع ْن َد َرب ٖ ِّۗه اِنَّهٗ اَل يُ ْفلِ ُح ْال ٰكفِرُوْ ن‬
ُ ‫َم ْن يَّ ْد‬

“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain disamping Allah, padahal tidak ada sesuatu
dalilpun baginya tentang itu maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhan-Nya.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir tiada beruntung.” (QS. Al Mu’minun: 117).5

Tauhid inilah yang dituntut harus ditunaikan oleh setiap hamba sesuai dengan kehendak Allah
sebagai konsekuensi dari pengakuan mereka tentang Rububiyah dan kesempurnaan nama dan
sifat Allah. Kemurnian Tauhid Uluhiyah akan didapatkan dengan mewujudkan dua hal mendasar
yaitu:

1. Seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah bukan kepada yang lainnya

.2. Dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah.

Ketiga macam tauhid di atas memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan, dimana keimanan
seseorang kepada Allah tidak akan utuh sehingga terkumpul pada dirinya ketiga macam tauhid
tersebut. Tauhid Rububiyah seseorang tak berguna sehingga dia bertauhid Uluhiyah dan Tauhid
Rububiyah, serta Tauhid Uluhiyah seseorang tak lurus sehingga dia bertauhid asma dan sifat.
Singkatnya, mengenal Allah tak berguna sampai seorang hamba beribadah hanya kepada-Nya.
Dan beribadah kepada Allah tidak akan terwujud tanpa mengenal Allah. Tauhid memiliki
kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Karena pada dasarnya manusia telah
mengenal Allah meski secara global,

C. Tauhid Asma dan Sifat

15
Tauhid Asma dan Sifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah subhanahu wa ta’ala dalam
nama dan sifat-Nya yang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits dilengkapi dengan mengimani
makna-maknanya dan hukum-hukumnya. Allah berfirman:

QS. Al-A'raf Ayat 180

َ‫ ٖ ۗه َسيُجْ زَ وْ نَ َما َكانُوْ ا يَ ْع َملُوْ ن‬Wِ‫ۖ َوهّٰلِل ِ ااْل َ ْس َم ۤا ُء ْال ُح ْس ٰنى فَا ْد ُعوْ هُ بِهَ ۖا َو َذرُوا الَّ ِذ ْينَ ي ُْل ِح ُدوْ نَ فِ ْٓي اَ ْس َم ۤا ِٕٕى‬

.Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebutnya Asma'ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan
nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.

QS. Ar-Rum Ayat 27

ࣖ ‫ض َوهُ َو ْال َع ِز ْي ُز ْال َح ِك ْي ُم‬ ِ ‫ُه َوهُ َو اَ ْه َونُ َعلَ ْي ۗ ِه َولَهُ ْال َمثَ ُل ااْل َ ْع ٰلى فِى السَّمٰ ٰو‬Wٗ‫ق ثُ َّم يُ ِع ْيد‬
ِ ۚ ْ‫ت َوااْل َر‬ َ ‫َوهُ َو الَّ ِذيْ يَ ْب َدؤُا ْال َخ ْل‬

Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah
bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang
Mahaperkasa, Mahabijaksana..

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tauhid Asma dan Sifat adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan semua nama dan sifat tidak menafikan dan menolaknya.

2. Tidak melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah di luar yang telah ditetapkan
oleh Allah dan Rasul-Nya.

3. Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama dan sifat makhluk-Nya.

4. Tidak mencari tahu tentang hakikat bentuk sifat-sifat Allah.

5. Beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntutan asma dan sifat Nya. Kedua macam tauhid di
atas termasuk dalam satu pembahasan yaitu tentang keyakinan atau pengenalan tentang Allah.
Oleh karena itu kedua macam tauhid tersebut biasa disatukan pembahasannya dengan nama
tauhid ma’rifah dan itsbat (pengenalan dan penetapan).

16
Pada dasarnya fitrah manusia beriman dan bertauhid ma’rifah dan itsbat. Oleh karena itu orang-
orang musyrik dan kafir yang dihadapi oleh para Rasul tidak mengingkari hal ini. Dalilnya
adalah firman Allah:

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang
besar?’ Mereka akan menjawab, ‘kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak
bertaqwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu
mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian),
maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS. Al Mu’minun: 86-89)

Kalaulah ada manusia yang mengingkari Rububiyah dan kesempurnaan nama dan sifat Allah, itu
hanyalah kesombongan lisannya yang pada hakikatnya hatinya mengingkari apa yang diucapkan
oleh lisannya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Firaun dan pembelanya.

“Musa menjawab: Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan
mu’jizat-mu’jizat itu kecuali Tuhan yang Maha memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti
yang nyata, dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun seorang yang akan binasa.” (QS.
Al Isra: 102)

Demikian juga pengingkaran orang-orang komunis dewasa ini, hanyalah kesombongan dhohir
walaupun batinnya pasti mengakui bahwa tiada sesuatu yang ada kecuali ada yang mengadakan
dan tidak ada satu kejadianpun kecuali ada yang berbuat.

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah merekalah yang menciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka
tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (QS. At Thur: 35-36).

maka para Rasul utusan Allah diutus bukan untuk memperkenalkan tentang Allah semata.
Namun hakikat dakwah para Rasul adalah untuk menuntut mereka agar beribadah hanya kepada-
Nya. Dengan demikian materi dakwah para rasul adalah Tauhid Uluhiyah. Oleh karena itu istilah
tauhid tatkala disebutkan secara bebas (tanpa diberi keterangan lain) maka ia lebih mengacu
kepada Tauhid Uluhiyah.

17
Dalam kehidupan manusia tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di antaranya
sebagai berikut:

1. Hakikat tujuan penciptaan jin dan manusia.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka (hanyalah) menyembah-
Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Ibnu Abbas menyatakan bahwa perintah menyembah dalam firman Allah adalah perintah untuk
bertauhid. Maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Allah dalam segala
macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas ra, seorang sahabat dan ahli
tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini
hanya untuk beribadah kepada Allah saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan
waktu kalian untuk bermain-main dan bersenangsenang belaka. Sebagaimana firman Allah

“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya
dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17).

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main,
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)

2. Hakikat Tauhid Adalah Tujuan Diutusnya Para Rasul

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Toghut (sesembahan selain Allah) itu.” (QS. An Nahl: 36)

Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rasul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi
kita Muhammad SAW. diutus oleh Allah untuk mengajak kaumnya untuk beribadah hanya
kepada Allah semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka pertanyaan
bagi kita sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan Rasul kita Muhammad SAW. untuk
beribadah hanya kepada

18
Allah semata? ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Rasulullah ini?” Tanyakanlah
hal ini pada masing-masing kita dan jujurlah.

Sebelumnya manusia adalah umat yang satu, berasal dari Nabi Adam as. Mereka beriman dan
menyembah hanya kepada Allah saja. Kemudian datanglah syaitan menggoda manusia untuk
mengadaadakan bid’ah dalam agama mereka. Bid’ah-bid’ah kecil yang semula dianggap remah
saat generasi berganti generasi, bid’ahnya pun semakin menjadi. Hingga pada akhirnya
menggelincirkan mereka kepada bid’ah yang sangat besar, yaitu kemusyrikan.

Iblis terbilang cukup ‘sabar’ dalam melancarkan aksinya selama sepuluh abad untuk
menggelincirkan keturunan Adam as. kepada kemusyrikan -sebagaimana yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas ra.Hingga tatkala seluruhnya tenggelam dalam kemusyrikan, Allah subhanahu wa
ta’ala mengutus Nuh as. Demikianlah, setiap kali kemusyrikan merajalela pada suatu kaum,
maka Allah mengutus rasul-Nya untuk mengembalikan mereka kepada tauhid dan menjauhi
syirik.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thoghut (sembahan selain Allah).” (QS. An Nahl: 36)

Setelah Rasulullah SAW. diutus, Allah SWT. tidak lagi mengutus rasul. Hal ini bukanlah dalil
bahwa kemusyrikan tidak akan pernah terjadi lagi seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sebagaimana dikatakan beberapa orang. Akan tetapi Allah
subhanahu wa ta’ala menjamin bahwa akan senantiasa ada segolongan dari umat ini yang berada
di atas tauhid dan mendakwahkannya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh imam Muslim.

3. Tauhid Merupakan Perintah Allah Yang Paling Utama dan Pertama

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni
dosa selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” (QS. An Nisaa’: 116). Sehingga syirik
menjadi larangan yang terbesar. Sebagaimana syirik adalah larangan terbesar maka lawannya
yaitu tauhid menjadi kewajiban yang terbesar pula. Allah menyebutkan kewajiban ini sebelum
kewajiban lainnya yang harus ditunaikan oleh hamba. Allah Ta’ala berfirman, “Sembahlah Allah

19
dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah pada
kedua orang tua.” (QS. An Nisaa’: 36).

Dalam ayat ini Allah menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia
perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan
daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah
aneh jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak
menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Allah semata. Rasul
SAW. memerintahkan para utusan dakwahnya agar menyampaikan tauhid terlebih dulu sebelum
yang lainnya. Nabi SAW. bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ra, “Jadikanlah perkara yang
pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka mentauhidkan Allah.”(Riwayat Bukhori dan
Muslim). Nabi juga bersabda, “Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illAllah
niscaya masuk surga.”Kewajiban ini lebih wajib daripada semua kewajiban, bahkan lebih wajib
daripada berbakti kepada orang tua. Sehingga seandainya orang tua memaksa anaknya untuk
berbuat syirik maka tidak boleh ditaati. Allah berfirman,

“Dan jika keduanya (orang tua) memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS.
Luqman: 15)

4. Kewajiban pertama bagi manusia dewasa lagi berakal.

Di dalam ayat di bawah ini Allah memerintahkan untuk bertauhid terlebih dulu sebelum
memerintahkan yang lainnya. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak, karib kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu.” (QS. An Nisa: 36)

“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah, dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min laki-laki dan
perempuan.” (QS. Muhammad: 19)

Di dalam ayat tersebut Allah memerintahkan untuk bertauhid dahulu sebelum beramal.Tauhid
merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Allah kepada setiap hamba-Nya.

20
Namun, sangat disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak mengerti
hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang merupakan dasar agama kita yang
mulia ini. Oleh karena itu sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin untuk mengerti hakekat dan
kedudukan tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan Allah. Bentuk pengesaan ini terbagi
menjadi tiga, yaitu :

1. Mengesakan Allah dalam Rububiyah-Nya

Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Allah dalam perbuatanperbuatan yang hanya dapat
dilakukan oleh Allah, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya,
memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan
kekhususan bagi Allah. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun
yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada
kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka.
Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini
terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati
mereka sendiri.

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang
beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rasulullah
mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah,

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’
Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’
Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia
melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka
akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’”
(Al-Mu’minun: 86-89).

Dan yang amat sangat menyedihkan adalah kebanyakan kaum muslimin di zaman sekarang
menganggap bahwa seseorang sudah dikatakan beragama Islam jika telah memiliki keyakinan
seperti ini.

2. Mengesakan Allah dalam Uluhiyah-Nya

21
Maksudnya adalah kita mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan.
Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai
macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya
kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para Rasul dan merupakan
tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan
Allah mengenai perkataan mereka itu.

“Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja?


Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5).

Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah
hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan
oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satusatunya Pencipta
alam semesta.

3. Mengesakan Allah dalam Nama dan Sifat-Nya

Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah yang diterangkan dalam
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Allah-lah yang pantas
untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Qur’an :“Dialah Allah Yang
Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah Asmaaul Husna.”
(AlHasyr: 24)

Seseorang baru dapat dikatakan seorang muslim yang tulen jika telah mengesakan Allah dan
tidak berbuat syirik. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dalam salah satu saja dari ketiga hal
tersebut, maka dia bukan muslim tulen tetapi dia adalah seorang musyrik

22
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang yang benar tauhidnya, maka
dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Tauhid yang tidak benar, akan
menjatuhkan seseorang ke dalam kesyirikan. Kesyirikan merupakan dosa yang akan membawa
kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam azab neraka. Allah SWT berfirman dalam Al
Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 48, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah

3.2. SARAN

Setelah pembahasan makalah ini, diharapkan Mahasiswa pada khususnya dan Umat Islam pada
umumnya dapat memahami Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat
mengamalkannya dengan ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hasbi, Muhammad. 2016.Ilmu Tauhid: Konsep Ketuhanan dalam Teologi Islam.CV. Orbittrust
Corp: Yogyakarta.

Sukri, Kamarul. 2018. Pengantar ilmu tauhid.utusan publication dan distibutors sdn Bhd: Kuala
Lumpur.

Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya.

24

Anda mungkin juga menyukai