Anda di halaman 1dari 19

QANAAH DAN SYUKUR & KONSEP RIDHA DAN SABAR

Makalah Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Tugas


Mata Kuliah Aqidah Akhlak Fakultas Tarbiyah
Prodi Manajemen Pendidikan Islam 2
Semester III

Disusun oleh;
Kelompok 11

ULIANA
NIM. 862312019038

ASNI ASRIANI
NIM. 862312019040

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


(IAIN) BONE
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati
indahnya alam cipataan-Nya. Selawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada
baginda Nabi Muhammad saw. yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempurna.

Penyusun disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
makalah yang kami beri judul “Qanaah Dan Syukur & Konsep Ridha Dan
Sabar”sebagai tugas mata kuliah filsafat manajemen pendidikan Islam. Penyusun
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.

Penyusun mengharapkan agar makalah ini bisa menjadi salah satu acuan
sumber ilmu pengetahuan. Selain itu, penyusun memahami jika makalah ini tentu
jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna
memperbaiki karya-karya kami di lain waktu.

Bone, 23 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

A. Pengertian Epistimilogi........................................................................2
B. Hubungan antara Filsafat Ilmu dan Epistimologi Pendidikan..............4
C. Landasan Epistemologis Manajemen Pendidikan................................7
D. Metode-Metode Epistimologi Pendidikan............................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................14

A. Simpulan...............................................................................................14
B. Saran.....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pergaulan sehari-hari antara sesama manusia, agar hubungan ini terjalin
dengan baik, haruslah ada pedoman dalam hidup ini. Manusia sebagai makhluk
Tuhan yang diciptakan lengkap dengan diberi akal dan pikiran tentulah juga
diwajibkan untuk memiliki akhlak yang baik agar terciptanya hubungan yang baik
antar sesama makhluk ciptaan Allah SWT. Manusia yang memiliki akhlak yang baik
tentunya akan bersifat dan bertindak yang baik atau terpuji.
Dalam pembahasan yang akan kami terangkan pada makalah ini, bahwa kami
akan mengemukakan diantara bentuk-bentuk dari akhlak dan sifat-sifat terpuji seperti,
Qona’ah, Syukur, Ridha dan sabar. Makalah ini juga akan menerangkan pengertian,
ruang lingkup Qona’ah, serta macam-macam dari Syukur, Ridha dan Sabar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Ruang Linkup dari Qona’ah?
2. Apa Pengertian dan Macam-Macam dari Syukur?
3. Apa Pengertian dan Macam-Macam dari Ridha?
4. Apa Pengertian dan Macam-Macam dari Sabar?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Ruang Linkup dari Qona’ah.
2. Untuk Mengetahui Pengertian dan Macam-Macam dari Syukur.
3. Untuk Mengetahui Pengertian dan Macam-Macam dari Ridha.
4. Untuk Mengetahui Pengertian dan Macam-Macam dari Sabar.

1
BAB II
PENJELASAN

A. Pengertian dan Ruang Linkup dari Qona’ah


1) Pengertian Qona’ah
Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut
istilah ialah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya
serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang . Qan‘ah
diriwayatkan oleh Ja bir bin ‘Abdallah bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
‫ عن جا بر‬,‫اخرجه الطبراني‬/ . ‫القناعة كنزاليفني‬
Artinya: “Qana‘ah (menerima pemberian Allah) adalah harta yang tidak sirna.” (HR.
Thabrani).
Qana‘ah (sikap puas dengan apa yang ada,). Dikatakan juga bahwa qana’ah
adalah sikap tenang dalam menghadapi hilangnya sesuatu yang biasa ada.
Muhammad bin ‘Ali at-Tirmidzi menegaskan: qana’ah adalah kepuasan jiwa atas
rejeki yang dilimpahkan kepadanya. ”Dikatakan qana’ah adalah menemukan
kecukupan di dalam yang ada di tangan. Rasa cukup terhadap apa yang ada pada diri
sendiri, merupakan ungkapan tentang kecukupan diri sehingga membuat seseorang
tidak mengerahkan kemampuan dan potensinya untuk memperoleh sesuatu yang
diinginkan dan disukainya.1
Suatu hal yang membuat seseorang kehilangan rasa lapar saat menghadapi
sesuatu keinginan yang tidak dapat direalisasikan, atau suatu kebutuhan yang tidak
mungkin dia penuhi. Dengan perasaan tersebut dia tidak perlu akan kebutuhan-
kebutuhan yang orang lain mungkin sangat mendesak. Rasulullah mengajarkan kita
untuk ridha dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, baik itu berupa
nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan harian. Qona’ah adalah gudang
yang tidak akan habis. Sebab, Qona’ah adalah kekayaan jiwa. Dan kekayaan jiwa
lebih tinggi dan lebih mulia dari kekayaan harta. Kekayaan jiwa melahirkan sikap
1
Barmawi Umari, Materia Akhlak (Cet. XI; Solo: Ramadhani, 1993), h. 55.

2
3

menjaga kehormatan diri dan menjaga kemuliaan diri, sedangkan kekayaan harta dan
tamak pada harta melahirkan kehinaan diri.
Di antara sebab yang membuat hidup tidak tentram adalah terperdayanya diri
oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang diperdaya harta akan senantiasa
merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya,dalam apa yang dirinya
lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada
Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki itu sendiri. Ia justru merasa kenikmatan yang dia
peroleh adalah murni semata hasil keringatnya, tak ada kesertaan Allah. Orang-orang
yang terlalu mencintai kenikmatan dunia akan selalu terdorong untuk memburu
segala keinginannya meski harus menggunakan segala cara seperti kelicikan, bohong,
mengurangi timbangan dan sebaginya.

2) Ruang Linkup dari Qona’ah


Dikatakan pula bahwa qana’ah adalah awal dari ridha dengan rezeki yang
dibagi oleh Allah SWT, dirasa cukup meskipun sedikit dan tidak mengejar kekayaan
dengan cara meminta-minta dan mengemis terhadap manusia. Qana’ah ialah
menerima dengan cukup.2 Dalam qana’ah itu mengandung lima perkara:
a. Menerima dengan rela apa yang ada
b. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
c. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
d. Bertawakal kepada Tuhan.
e. Tidak tertarik oleh tipu daya manusia.
Itulah yang dinamai qana’ah, dan itulah kekayaan yang sebenarnya. Qana’ah itu
amatlah luas, menyuruh percaya yang betulbetul akan adanya kekuasaan yang
melebihi kekuasaan manusia, menyuruh sabar menerima ketentuan Illahi jika
ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami-Nya nikmat,
sebab terbang entah terbang pula nikmat itu kelak. Qana’ah, menerimanya dengan
hati terhadap apa yang ada, meskipun sedikit, disertai sikap aktif, usaha. Ia adalah

2
Muhammad Abdul Qadir, Tazkiyatun Nafs (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 242.
4

perbendaharaan yang tidak akan sirna. Karena orang yang qana’ah hatinya menerima
kenyataan kaya itu bukan kaya harta, tetapi kayanya hati. kaya raya dengan hati yang
rakus, maka akan tersiksa dengan sikapnya itu.
Dasar qana’ah ialah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah 2:273.Para
mufasir menafsiri termahayyatan tayyibatan (kehidupan yang baik) di dunia
sebagaimana perasaan menerima terhadap apa yang Allah SWT berikan (qana’ah).
Sendiri merupakan pemberian dari Allah SWT. Orang yang qana’ah adalah menerima
apa adanya, dengan meninggalkan kesenangan nafsu dan sesuatu yang mewah, baik
berupa makanan, pakaian maupun tempat tinggal, sebagian ulama berkata : budak
akan merasa merdeka apabila menerima apa adanya, dan yang menjadi merdeka akan
menjadi budak apabila meminta-minta. As-Syafi’i r.a. dalam sebuah syairnya
mengatakan: ”rejekimu tidak akan pernah berhenti dengan sebab tidak bersemangat
dalam bekerja. Dan rejekimu tidak akan bertambah dengan sebab bersusah payah”.

Yang dimaksud di atas adalah orang yang mempunyai sifat qana’ah telah
memagar hartanya sekadar apa yang ada di dalam tangannya dan tidak menjalar
pikirannya kepada yang lain dan merasakan ketenangan. Bukan berarti seseorang
tidak boleh bekerja atau berpangku tangan tetapi yang dimaksud adalah tidak
menjadikan pekerjaan untuk mendapatkan harta yang banyak tetapi bekerja lantaran
orang hidup tak boleh menganggur. Qana’ah yang sebenarnya ialah qana’ah hati,
yaitu bukan qana’ah ikhtiar. Sebab itu terdapatlah dalam masa sahabat-sahabat
Rasulullah Saw, orang kaya-kaya, beruang, berharta banyak, berumah mewah,
memperniagakan harta-benda keluar negeri, dan mereka berqana’ah juga.

B. Pengertian dan Macam-Macam dari Syukur


1) Pengertian Syukur
Di dunia tasawuf, syukr tergolong maqam (station) tinggi yang relatif sedikit
muslim yang mampu melakukan hal ini, yakni banyak bersyukur atas segala nikmat
5

yang diperoleh. Antara syukur dan sabar sangat berkaitan erat. Oleh karena itu Allah
SWT mengingatkan syukur dengan sabar seperti firmannya:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi setiap orang yang penyabar dan bersyukur” (QS. Ibrahim [14]: 15)

Allah memang memiliki sifat syakur, artinya memberi pahala kepada hamba
yang bersyukur, sebagai balasannya adalah diterimanya syukur itu sendiri.
Bersyukurnya seorang hamba kepada Allah SWT., merupakan pujian kepada-Nya
dengan mengingat-ingat anugerah Allah kepadanya. Sebaliknya, bersyukurnya Allah
SWT. Kepada hamba-Nya adalah dengan mengingat kepatuhan hamba kepada-Nya,
sedangkan kebaikan Allah adalah memberikan rahmat-Nya kepada hamba dengan
menjadikan ia mampu menyatakan syukur kepada-Nya. Dan apabila Allah
memberikan kemampuan kepada hamba-Nya untuk bersyukur kepada Allah, dia akan
ridha kepada-Nya atas rezeki yang sedikit dan akan sadar bahwa dia tidak akan
mampu bersyukur kepada-Nya.
Syukur seorang hamba, pada hakikatnya mencakup syukur secara lisan maupun
penegasan dalam hati atas anugerah dan rahmat Allah SWT. Inilah syukur yang
sempurna, menurut Imam Al-Qusyairi.3 Bersyukur tidak berarti sekedar terima,
menerima apa adanya sehingga ia menjadi orang yang apatis. Tidak punya kemauan
dan determinis. Karena menganggap Allah sudah menetapkan nasib manusia maka ia
merasa percuma bekerja. Bersyukur tidak ada hubungannya dengan nasib yang
digariskan kepadanya. Dalam Al-qur’an Allah memerintahkan kepada manusia untuk
bersyukur. Berikut dalil-dalil yang berkaitan dengan perintah bersyukur: Surat
Ibrahim Ayat 7 :
         
  
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Surat Al-Baqarah Ayat 152 :

3
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq(Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999), h. 50.
6

      


Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

2) Macam-Macam dari Syukur


Syukur ada tiga macam yaitu:
a. Syukur dengan hati.
Syukur dengan hati, yaitu mengerti bahwa segala nikmat itu dari Allah. Sesuai
firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 53:
           
 
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan
bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan.

b. Syukur dengan lisan


Syukur dengan lisan adalah dengan cara memperbanyak pujian kepada-Nya dan
selalu memperbaharui nikmat yang diterimanya. Maksudnya adalah dengan banyak
Mengucap hamdallah karena langkah pertama dan utama dalam bersyukur. Lafadz
alhamdulillah termasuk yang paling baik diucapkan secara lisan. Nabi bersabda,
“Ucapan Alhamdulillah itu memenuhi timbangan (amal kebaikan).” Firman Allah
SWT dalam Surat Adh-Dhuha Ayat 11
    
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.
c. Syukur dengan anggota badan
Syukur dengan semua anggota, yaitu semua anggota menjalankan amal-amal
sholeh. Semua anggota badan mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kaki tidak
digunakan untuk mengerjakan maksiat, akan tetapi hendaklah digunakan untuk
menjalankan berbagai amal kebajikan. Dan perkara yang di ridhai Allah dan
mencegah dari perkara yang dimurkai Allah, serta tidak mengalokasikan nikmat-
7

nikmat tersebut pada tempat yang mengundang kutukan dan azab Allah. Firman
Allah SWT dalam surat Saba ayat 13 :

        


         
  
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-
gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti
kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud
untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang
berterima kasih.

C. Pengertian dan Macam-Macam dari Ridha


1) Pengertian Ridha
Ridha berasal dari bahasa arab, radiya yang artinya senang hati (rela). Menurut
kamus besar Indonesia, ridha artinya rela, suka, dan senang hati. sedangkan menurut
bahasa adalah ketetapan hati untuk menerima segala keputusan yang sudah ditetapkan
dan ridha merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik .Ridha
menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan
Allah swt, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan Allah SWT. Sikap ridho harus ditunjukkan, baik ketika
menerima nikmat maupun tatkala ditimpa musibah.
Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan
tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha
kepada Allah SWT. dalam situasi apapun (Hikmah, Republika, Senin 5 Februari
2007, Nomor: 032/Tahun ke 15). Kebanyakan manusia merasa sukar atau gelisah
ketika menerima keadaan yang menimpa dirinya, seperti kemiskinan, kerugian,
kehilangan barang, pangkat, kedudukan, kematian anggota keluarganya, dan lain-lain,
kecuali orang yang mempunyai sifat ridha terhadap takdir.
8

Orang yang memiliki sifat ridha tidak mudah bimbang atau kecewa atas
pengorbanan yang dilakukannya. Seorang insan tidak akan menyesal dengan
kehidupan yang diberikan Allah SWT dan tidak iri hati atas kelebihan yang didapat
orang lain, karena yakin bahwa semua itu berasal dari Allah SWT. Sedangkan
kewajibannya adalah berusaha atau berikhtiar dengan kemampuan yang ada. Ridho
terhadap takdir bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha. Menyerah dan
berputus asa tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Allah SWT memberikan cobaan
atau ujian dalam rangka menguji keimanan dan ketakwaan hamba-Nya.

2) Macam-Macam dari Ridha


a. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakikatnya seseorang
yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan
ridha terhadap semua nilai dan syari’ah Islam. Perhatikan firman Allah dalam Q.S. al-
Bayyinah : 8. Artinya : Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu
adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S.al-Bayyinah ayat 8 )
b. Ridha Terhadap Taqdir Allah.
Artinya segala apapun yang Allah berikan kepada hamba-Nya baik maupun
buruk, senang maupun tidak senang sebagai seorang hamba menerima dengan penuh
keikhlasan. Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang
tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan,
sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang
muslim Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan
nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap
akan segera berlalunya musibah.
Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt.
Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu
9

tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian
adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin
bermunajab kepada Allah SWT.
c. Ridha Terhadap perintah orang Tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita
kepada Allah SWT,karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua,
perintah Allah dalam Q.S. Luqman 31 ayat 14
       
         
Artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.Q.S. Luqman :14
Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang
tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha
orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah,
harus mempersyaratkan adanya keridhaan dari orang tua. Ingatlah kisah Juraij,
walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung
ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.
d. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan
merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian
akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. Mari kita hayati firman Allah dalam
Q.S. an-Nisa 4 ayat 59 berikut :
       
          
         
 
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
10

kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.( Q.S. an-Nisa :59)

D. Pengertian dan Macam-Macam dari Sabar


1) Pengertian Sabar
Kata “sabar” berasal dari bahasa Arab yaitu sobaro yasbiru, yang artinya
menahan, mencegah atau mengekang. Secara istilah sabar adalah menahan jiwa dari
perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh-kesah, menahan diri dari segala sesuatu
bentuk keusulitan, kesedihan atau menahan diri dalam menghadapi sesuatu yang tidak
disukainya.4 Menahan jiwa dan mengekangnya oleh perangai dan sifat reflektif
(spontanitas) untuk tidak memenuhi panggilan suatu perbuatan yang tidak baik, hal
tersebut dinamakan shabara (sabar). Apabila memaksakan dan melatih kesabaran
serta menengguk pahitnya, maka dinamakan tashabbar. Apabila seseorang
memaksakan dan menuntut dirinya untuk berlaku sabar maka hal itu akan menjadi
pembawaan.
Dari segi kekuatan sabar, manusia dapat digolongkan menjadi tiga. Pertama,
kekuatan sabar untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat adalah lebih kuat daripada
kesabaran menjauhi hal-hal yang membahayakan. Kedua,kekuatan sabar menjauhi
larangan-larangan adalah lebih kuat daripada kesabarannya menghadapi beratnya
kenyataan. Ketiga, adalah orang yang tidak bersabar pada dua hal tersebut. Hanya
sedikit diantara kita yang bisa bersabar dalam kedua hal tersebut.
Dalam firman Allah disebutkan dalam surat Al-Kahfi ayat 28:

       


         
          
   
“ Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang ang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan

4
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,h. 134.
11

janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya yang telah kami lalaikan dari
mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaanya itu melewati
batas. (Q.S. Al-Kahfi ayat 28)

Sabar ialah keteguhan yang membangkitkan motivasi akal dan agama dalam
menghadapi faktor pembangkit keinginan dan hawa nafsu. Tabiat manusia itu
menuntut sesuatu yang disukai, sedangkan pembangkit akal dan agama yang
menangkalnya, hingga pertepuran berkecamuk dan kemenangan silih berganti,
sedangkan medan pertempuran Bersabar dari bercepat-cepat dalam hal makanan atau
mengkonsumsi seuatu yang adalah hati, kesabaran, keberanian, dan ketegaran.
Sabar yang terpuji ialah kesabaran jiwa secara sukarela dari ajakan hawa nafsu
yang tercela.5 Tingkatan dan nama-nama sabar itu sesuai variabelnya, dibedakan
menjadi :
a. Bersabar dari hasrat yang terlarang ialah ‘iffah
b. Bersabar tidak mengeluarkan kata dan ucapan tidak baik ialah ‘kitman sir
c. Bersabar menyikapi kelebihan penghidupan ialah zuhud
d. Bersabar terhadap kecukupan duniawi ialah qona’ah
e. Bersabar tidak memenuhi ajakan kemarahan ialah hilm
2) Macam-Macam Sabar
a. Sabar dalam Ketaatan
Sabar dalam ketaatan kepada Allah yaitu seseorang bersabar dalam melakukan
ketaatan kepada Allah. Dan perlu diketahui bahwa ketaatan itu adalah berat dan
menyulitkan bagi jiwa seseorang.6 Terkadang pula melakukan ketaatan itu berat bagi
badan, merasa malas dan lelah (capek). Juga dalam melakukan ketaatan akan terasa
berat bagi harta seperti dalam masalah zakat dan haji. Intinya, namanya ketaatan itu
terdapat rasa berat dalam jiwa dan badan sehingga butuh adanya kesabaran dan
dipaksakan. Allah Ta’ala berfirman,

5
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak (Cet. 1; Jakarta: Amzah, 2016), h. 198.
6
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, h. 199.
12

      


   
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
beruntung.” (QS. Ali Imron [3] : 200).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Riyadhus Sholihin
ketika menjelaskan ayat di atas, beliau rahimahullah mengatakan, ”(Dalam ayat ini)
Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang mukmin sesuai dengan konsekuensi dan
besarnya keimanannya dengan 4 hal yaitu: shobiru, shoobiru, robithu, dan
bertakwalah pada Allah. Shobiru berarti menahan diri dari maksiat. Shoobiruu berarti
menahan diri dalam melakukan ketaatan. Roobithu adalah banyak melakukan
kebaikan dan mengikutkannya lagi dengan kebaikan. Sedangkan takwa mencakup
semua hal tadi.”
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan pula bahwa dalam
melakukan ketaatan itu butuh kesabaran yang terus menerus dijaga karena :
1) Ketaatan itu akan membebani seseorang dan mewajibkan sesuatu pada
jiwanya,
2) Ketaatan itu terasa berat bagi jiwa, karena ketaatan itu hampir sama dengan
meninggalkan maksiat yaitu terasa berat bagi jiwa yang selalu memerintahkan
pada keburukan.
b. Sabar dalam Menjauhi Maksiat
Ingatlah bahwa jiwa seseorang biasa memerintahkan dan mengajak kepada
kejelekan, maka hendaklah seseorang menahan diri dari perbuatan-perbuatan haram
seperti berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan cara bathil dengan
riba dan semacamnya, berzina, minum minuman keras, mencuri dan berbagai macam
bentuk maksiat lainnya. Seseorang harus menahan diri dari hal-hal semacam ini
sampai dia tidak lagi mengerjakannya dan ini tentu saja membutuhkan pemaksaan
diri dan menahan diri dari hawa nafsu yang mencekam.
c. Sabar Menghadapi Takdir yang Pahit
13

Ingatlah bahwa takdir Allah itu ada dua macam, ada yang menyenangkan dan
ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang menyenangkan, maka seseorang
hendaknya bersyukur.7 Dan syukur termasuk dalam melakukan ketaatan sehingga
butuh juga pada kesabaran dan hal ini termasuk dalam sabar bentuk pertama di atas.
Sedangkan takdir Allah yang dirasa pahit misalnya seseorang mendapat musibah
pada badannya atau kehilangan harta atau kehilangan salah seorang kerabat, maka ini
semua butuh pada kesabaran dan pemaksaan diri. Dalam menghadapi hal semacam
ini, hendaklah seseorang sabar dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan
kegelisahan pada lisannya, hatinya, atau anggota badan.

7
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,h. 136.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut
istilah ialah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya
serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Qana‘ah (sikap
puas dengan apa yang ada,). Dikatakan juga bahwa qana’ah adalah sikap tenang
dalam menghadapi hilangnya sesuatu yang biasa ada. Muhammad bin ‘Ali at-
Tirmidzi menegaskan: qana’ah adalah kepuasan jiwa atas rejeki yang dilimpahkan
kepadanya. Qana’ah ialah menerima dengan cukup. Dalam qana’ah itu mengandung
lima perkara:
a. Menerima dengan rela apa yang ada
b. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
c. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
d. Bertawakal kepada Tuhan.
e. Tidak tertarik oleh tipu daya manusia.
Di dunia tasawuf, syukur tergolong maqam (station) tinggi yang relatif sedikit
muslim yang mampu melakukan hal ini, yakni banyak bersyukur atas segala nikmat
yang diperoleh. Antara syukur dan sabar sangat berkaitan erat. Ada tiga macam
syukur, yaitu Syukur dengan hati,Syukur dengan lisan,Syukur dengan anggota badan.
Ridha berasal dari bahasa arab, radiya yang artinya senang hati (rela). Menurut
kamus besar Indonesia, ridha artinya rela, suka, dan senang hati. sedangkan menurut
bahasa adalah ketetapan hati untuk menerima segala keputusan yang sudah ditetapkan
dan ridha merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik .Ridha
menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan
Allah swt, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan Allah SWT. Macam-macam ridha, yaituRidha terhadap perintah

14
15

dan larangan Allah,Ridha Terhadap Taqdir Allah,Ridha Terhadap perintah orang


Tua,Ridha terhadap peraturan dan undang-undang Negara
Kata “sabar” berasal dari bahasa Arab yaitu sobaro yasbiru, yang artinya
menahan, mencegah atau mengekang. Secara istilah sabar adalah menahan jiwa dari
perasaan cemas, menahan lisan dari berkeluh-kesah, menahan diri dari segala sesuatu
bentuk keusulitan, kesedihan atau menahan diri dalam menghadapi sesuatu yang tidak
disukainya. Macam-macam sabar yaitu, Sabar dalam Ketaatan,Sabar dalam Menjauhi
Maksiat,Sabar Menghadapi Takdir yang Pahit.
B. Saran
Demikianlah makalah yang penyusun sampaikan. Besar harapan kami agar
makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan
pengetahuan dan refrensi, kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa
yang akan datang.
16

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir, Muhammad. Tazkiyatun Nafs. Jakarta: Gema Insani, 2005.

Amin, Samsul. Munir. Ilmu Akhlak. Cet. 1; Jakarta: Amzah, 2016.

Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlaq. Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999.

Umari, Barmawi. Materia Akhlak. Cet. XI; Solo: Ramadhani, 1993.

http://ati-atibanegembos.blogspot.com/2016/09/makalah-tentang-qonaah.html?m=1

http://www.makalah.co.id/2016/09/makalah-qanaah-dan-tasamuh-lengkap.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai