Disusun oleh;
Kelompok 11
ULIANA
NIM. 862312019038
ASNI ASRIANI
NIM. 862312019040
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati
indahnya alam cipataan-Nya. Selawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada
baginda Nabi Muhammad saw. yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempurna.
Penyusun disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
makalah yang kami beri judul “Qanaah Dan Syukur & Konsep Ridha Dan
Sabar”sebagai tugas mata kuliah filsafat manajemen pendidikan Islam. Penyusun
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.
Penyusun mengharapkan agar makalah ini bisa menjadi salah satu acuan
sumber ilmu pengetahuan. Selain itu, penyusun memahami jika makalah ini tentu
jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna
memperbaiki karya-karya kami di lain waktu.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Pengertian Epistimilogi........................................................................2
B. Hubungan antara Filsafat Ilmu dan Epistimologi Pendidikan..............4
C. Landasan Epistemologis Manajemen Pendidikan................................7
D. Metode-Metode Epistimologi Pendidikan............................................10
A. Simpulan...............................................................................................14
B. Saran.....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pergaulan sehari-hari antara sesama manusia, agar hubungan ini terjalin
dengan baik, haruslah ada pedoman dalam hidup ini. Manusia sebagai makhluk
Tuhan yang diciptakan lengkap dengan diberi akal dan pikiran tentulah juga
diwajibkan untuk memiliki akhlak yang baik agar terciptanya hubungan yang baik
antar sesama makhluk ciptaan Allah SWT. Manusia yang memiliki akhlak yang baik
tentunya akan bersifat dan bertindak yang baik atau terpuji.
Dalam pembahasan yang akan kami terangkan pada makalah ini, bahwa kami
akan mengemukakan diantara bentuk-bentuk dari akhlak dan sifat-sifat terpuji seperti,
Qona’ah, Syukur, Ridha dan sabar. Makalah ini juga akan menerangkan pengertian,
ruang lingkup Qona’ah, serta macam-macam dari Syukur, Ridha dan Sabar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Ruang Linkup dari Qona’ah?
2. Apa Pengertian dan Macam-Macam dari Syukur?
3. Apa Pengertian dan Macam-Macam dari Ridha?
4. Apa Pengertian dan Macam-Macam dari Sabar?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Ruang Linkup dari Qona’ah.
2. Untuk Mengetahui Pengertian dan Macam-Macam dari Syukur.
3. Untuk Mengetahui Pengertian dan Macam-Macam dari Ridha.
4. Untuk Mengetahui Pengertian dan Macam-Macam dari Sabar.
1
BAB II
PENJELASAN
2
3
menjaga kehormatan diri dan menjaga kemuliaan diri, sedangkan kekayaan harta dan
tamak pada harta melahirkan kehinaan diri.
Di antara sebab yang membuat hidup tidak tentram adalah terperdayanya diri
oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang diperdaya harta akan senantiasa
merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya,dalam apa yang dirinya
lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada
Allah, Sang Maha Pemberi Rezeki itu sendiri. Ia justru merasa kenikmatan yang dia
peroleh adalah murni semata hasil keringatnya, tak ada kesertaan Allah. Orang-orang
yang terlalu mencintai kenikmatan dunia akan selalu terdorong untuk memburu
segala keinginannya meski harus menggunakan segala cara seperti kelicikan, bohong,
mengurangi timbangan dan sebaginya.
2
Muhammad Abdul Qadir, Tazkiyatun Nafs (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 242.
4
perbendaharaan yang tidak akan sirna. Karena orang yang qana’ah hatinya menerima
kenyataan kaya itu bukan kaya harta, tetapi kayanya hati. kaya raya dengan hati yang
rakus, maka akan tersiksa dengan sikapnya itu.
Dasar qana’ah ialah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah 2:273.Para
mufasir menafsiri termahayyatan tayyibatan (kehidupan yang baik) di dunia
sebagaimana perasaan menerima terhadap apa yang Allah SWT berikan (qana’ah).
Sendiri merupakan pemberian dari Allah SWT. Orang yang qana’ah adalah menerima
apa adanya, dengan meninggalkan kesenangan nafsu dan sesuatu yang mewah, baik
berupa makanan, pakaian maupun tempat tinggal, sebagian ulama berkata : budak
akan merasa merdeka apabila menerima apa adanya, dan yang menjadi merdeka akan
menjadi budak apabila meminta-minta. As-Syafi’i r.a. dalam sebuah syairnya
mengatakan: ”rejekimu tidak akan pernah berhenti dengan sebab tidak bersemangat
dalam bekerja. Dan rejekimu tidak akan bertambah dengan sebab bersusah payah”.
Yang dimaksud di atas adalah orang yang mempunyai sifat qana’ah telah
memagar hartanya sekadar apa yang ada di dalam tangannya dan tidak menjalar
pikirannya kepada yang lain dan merasakan ketenangan. Bukan berarti seseorang
tidak boleh bekerja atau berpangku tangan tetapi yang dimaksud adalah tidak
menjadikan pekerjaan untuk mendapatkan harta yang banyak tetapi bekerja lantaran
orang hidup tak boleh menganggur. Qana’ah yang sebenarnya ialah qana’ah hati,
yaitu bukan qana’ah ikhtiar. Sebab itu terdapatlah dalam masa sahabat-sahabat
Rasulullah Saw, orang kaya-kaya, beruang, berharta banyak, berumah mewah,
memperniagakan harta-benda keluar negeri, dan mereka berqana’ah juga.
yang diperoleh. Antara syukur dan sabar sangat berkaitan erat. Oleh karena itu Allah
SWT mengingatkan syukur dengan sabar seperti firmannya:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi setiap orang yang penyabar dan bersyukur” (QS. Ibrahim [14]: 15)
Allah memang memiliki sifat syakur, artinya memberi pahala kepada hamba
yang bersyukur, sebagai balasannya adalah diterimanya syukur itu sendiri.
Bersyukurnya seorang hamba kepada Allah SWT., merupakan pujian kepada-Nya
dengan mengingat-ingat anugerah Allah kepadanya. Sebaliknya, bersyukurnya Allah
SWT. Kepada hamba-Nya adalah dengan mengingat kepatuhan hamba kepada-Nya,
sedangkan kebaikan Allah adalah memberikan rahmat-Nya kepada hamba dengan
menjadikan ia mampu menyatakan syukur kepada-Nya. Dan apabila Allah
memberikan kemampuan kepada hamba-Nya untuk bersyukur kepada Allah, dia akan
ridha kepada-Nya atas rezeki yang sedikit dan akan sadar bahwa dia tidak akan
mampu bersyukur kepada-Nya.
Syukur seorang hamba, pada hakikatnya mencakup syukur secara lisan maupun
penegasan dalam hati atas anugerah dan rahmat Allah SWT. Inilah syukur yang
sempurna, menurut Imam Al-Qusyairi.3 Bersyukur tidak berarti sekedar terima,
menerima apa adanya sehingga ia menjadi orang yang apatis. Tidak punya kemauan
dan determinis. Karena menganggap Allah sudah menetapkan nasib manusia maka ia
merasa percuma bekerja. Bersyukur tidak ada hubungannya dengan nasib yang
digariskan kepadanya. Dalam Al-qur’an Allah memerintahkan kepada manusia untuk
bersyukur. Berikut dalil-dalil yang berkaitan dengan perintah bersyukur: Surat
Ibrahim Ayat 7 :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Surat Al-Baqarah Ayat 152 :
3
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq(Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999), h. 50.
6
nikmat tersebut pada tempat yang mengundang kutukan dan azab Allah. Firman
Allah SWT dalam surat Saba ayat 13 :
Orang yang memiliki sifat ridha tidak mudah bimbang atau kecewa atas
pengorbanan yang dilakukannya. Seorang insan tidak akan menyesal dengan
kehidupan yang diberikan Allah SWT dan tidak iri hati atas kelebihan yang didapat
orang lain, karena yakin bahwa semua itu berasal dari Allah SWT. Sedangkan
kewajibannya adalah berusaha atau berikhtiar dengan kemampuan yang ada. Ridho
terhadap takdir bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha. Menyerah dan
berputus asa tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Allah SWT memberikan cobaan
atau ujian dalam rangka menguji keimanan dan ketakwaan hamba-Nya.
tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian
adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin
bermunajab kepada Allah SWT.
c. Ridha Terhadap perintah orang Tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita
kepada Allah SWT,karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua,
perintah Allah dalam Q.S. Luqman 31 ayat 14
Artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.Q.S. Luqman :14
Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang
tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha
orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah,
harus mempersyaratkan adanya keridhaan dari orang tua. Ingatlah kisah Juraij,
walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung
ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.
d. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan
merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian
akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. Mari kita hayati firman Allah dalam
Q.S. an-Nisa 4 ayat 59 berikut :
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
10
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.( Q.S. an-Nisa :59)
4
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,h. 134.
11
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya yang telah kami lalaikan dari
mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaanya itu melewati
batas. (Q.S. Al-Kahfi ayat 28)
Sabar ialah keteguhan yang membangkitkan motivasi akal dan agama dalam
menghadapi faktor pembangkit keinginan dan hawa nafsu. Tabiat manusia itu
menuntut sesuatu yang disukai, sedangkan pembangkit akal dan agama yang
menangkalnya, hingga pertepuran berkecamuk dan kemenangan silih berganti,
sedangkan medan pertempuran Bersabar dari bercepat-cepat dalam hal makanan atau
mengkonsumsi seuatu yang adalah hati, kesabaran, keberanian, dan ketegaran.
Sabar yang terpuji ialah kesabaran jiwa secara sukarela dari ajakan hawa nafsu
yang tercela.5 Tingkatan dan nama-nama sabar itu sesuai variabelnya, dibedakan
menjadi :
a. Bersabar dari hasrat yang terlarang ialah ‘iffah
b. Bersabar tidak mengeluarkan kata dan ucapan tidak baik ialah ‘kitman sir
c. Bersabar menyikapi kelebihan penghidupan ialah zuhud
d. Bersabar terhadap kecukupan duniawi ialah qona’ah
e. Bersabar tidak memenuhi ajakan kemarahan ialah hilm
2) Macam-Macam Sabar
a. Sabar dalam Ketaatan
Sabar dalam ketaatan kepada Allah yaitu seseorang bersabar dalam melakukan
ketaatan kepada Allah. Dan perlu diketahui bahwa ketaatan itu adalah berat dan
menyulitkan bagi jiwa seseorang.6 Terkadang pula melakukan ketaatan itu berat bagi
badan, merasa malas dan lelah (capek). Juga dalam melakukan ketaatan akan terasa
berat bagi harta seperti dalam masalah zakat dan haji. Intinya, namanya ketaatan itu
terdapat rasa berat dalam jiwa dan badan sehingga butuh adanya kesabaran dan
dipaksakan. Allah Ta’ala berfirman,
5
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak (Cet. 1; Jakarta: Amzah, 2016), h. 198.
6
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, h. 199.
12
Ingatlah bahwa takdir Allah itu ada dua macam, ada yang menyenangkan dan
ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang menyenangkan, maka seseorang
hendaknya bersyukur.7 Dan syukur termasuk dalam melakukan ketaatan sehingga
butuh juga pada kesabaran dan hal ini termasuk dalam sabar bentuk pertama di atas.
Sedangkan takdir Allah yang dirasa pahit misalnya seseorang mendapat musibah
pada badannya atau kehilangan harta atau kehilangan salah seorang kerabat, maka ini
semua butuh pada kesabaran dan pemaksaan diri. Dalam menghadapi hal semacam
ini, hendaklah seseorang sabar dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan
kegelisahan pada lisannya, hatinya, atau anggota badan.
7
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,h. 136.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut
istilah ialah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya
serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Qana‘ah (sikap
puas dengan apa yang ada,). Dikatakan juga bahwa qana’ah adalah sikap tenang
dalam menghadapi hilangnya sesuatu yang biasa ada. Muhammad bin ‘Ali at-
Tirmidzi menegaskan: qana’ah adalah kepuasan jiwa atas rejeki yang dilimpahkan
kepadanya. Qana’ah ialah menerima dengan cukup. Dalam qana’ah itu mengandung
lima perkara:
a. Menerima dengan rela apa yang ada
b. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
c. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
d. Bertawakal kepada Tuhan.
e. Tidak tertarik oleh tipu daya manusia.
Di dunia tasawuf, syukur tergolong maqam (station) tinggi yang relatif sedikit
muslim yang mampu melakukan hal ini, yakni banyak bersyukur atas segala nikmat
yang diperoleh. Antara syukur dan sabar sangat berkaitan erat. Ada tiga macam
syukur, yaitu Syukur dengan hati,Syukur dengan lisan,Syukur dengan anggota badan.
Ridha berasal dari bahasa arab, radiya yang artinya senang hati (rela). Menurut
kamus besar Indonesia, ridha artinya rela, suka, dan senang hati. sedangkan menurut
bahasa adalah ketetapan hati untuk menerima segala keputusan yang sudah ditetapkan
dan ridha merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik .Ridha
menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan
Allah swt, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan Allah SWT. Macam-macam ridha, yaituRidha terhadap perintah
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlaq. Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999.
http://ati-atibanegembos.blogspot.com/2016/09/makalah-tentang-qonaah.html?m=1
http://www.makalah.co.id/2016/09/makalah-qanaah-dan-tasamuh-lengkap.html?m=1