Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ADAB TERHADAP ALLAH & DIRI SENDIRI


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Pembelajaran Aqidah Akhlaq di MI
Dosen Pengampu: Misbah Binasdevi M.Pd

Disusun Oleh:

Adilla Zahrotunnisa 2008107031

Syifa Maghfira Salsabila 2008107044

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI) 4B


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Dialah yang
telah menganugerahkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi seluruh manusia dan Rahmat
bagi seluruh alam. Sholawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kita ke jalan yang benar.

Kami bersyukur mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.


Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pengampu kami yaitu ibu
Misbah Binasdevi M.Pd dan teman-teman semua yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah serta tidak luput juga kami mendapatkan bantuan dari
beberapa jurnal dan buku yang kami baca.

Makalah ini disusun sebagai bentuk proses belajar untuk mengembangkan


kemampuan. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak agar bisa menjadi bekal dalam pembuatan makalah
kami dikemudian hari dengan lebih baik lagi. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Cirebon, 14 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang
..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Masalah....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................

A. Pengertian Adab ...................................................................................


B. Adab terhadap Allah.............................................................................
C. Adab Terhadap Diri Sendiri..................................................................
D. Macam-macam Adab terhadap diri sendiri ..........................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................

Kesimpulan...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah
untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala
perintah dan menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan semua
yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membeci
manusia yang melakukan tindakan merusak yang ada. Maka karena Allah SWT
membenci tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan
itu, dia sadar bahwa jika melakukan per buatan terlarang akan berakibat pada
kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup
yang sebenarnya.
Arti akhlak secara istilah sebagai berikut; Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M)
mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara
itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Secara umum akhlak atau perilaku/perbuatan manusia terbagi menjadi dua;
pertama; akhlak yang baik/mulia dan kedua; aklak yang buruk/tercela.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari adab?


2. Bagaimana adab terhadap Allah?
3. Bagaimana adab terhadap diri sendiri?
4. Apa saja macam-macam adab terhadap diri sendiri?

C. Tujuan

4
1. Untuk mengetahui Pengertian dari adab
2. Untuk mengetahui Bagaimana adab terhadap Allah
3. Untuk mengetahui Bagaimana adab terhadap diri sendiri
4. Untuk mengetahui Apa saja macam-macam adab terhadap diri sendiri

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Adab

Kata adab adalah kosa-kata bahasa arab yang berasal dari tashrhifan (Adab –
Ya’dubu) yang berarti mengundang atau mengajak.dinamakan adab karena ia mengajak
manusia kepada perbuatan yang terpuji dan mencegah dari perbuatan yang keji dan
munkar.

Adab adalah melatih diri dengan budi pekerti dan adab yang mulia.Adab adalah
perhiasan yang indah yang dianugerahkan Allah swt, kepada hambanya dan sebagai
penyanggah akal sehatnya.Adab adalah menghiasi diri dengan adab yang mulia dan
meninggalkan perbuatan yang sia-sia, karena kemuliaan itu adalah dengan adab dan akal
bukan dengan nasab, harta dan kedudukan.

Barangsiapa yang tercela adabnya tidak berguna nasab dan kedudukannya serta
sia-sia harta bendanya.Adab adalah bagian yang terpenting dari agama yang mulia ini.
dan adab syar’iyyah itu adalah adab yang membedakan seorang muslim dari selainnya
dengan kepribadian yang kokoh serta perilaku yang berpekerti luhur, tercermin pada
tindak-tanduknya kemulian, ketinggian dan keagungan islam.

Adab lebih tinggi dari pada ilmu (al adabu fauqol ilmi)
saking pentingnya adab dalam islam, Hubungan antara suami istri, buang hajat, makan,
minum dan lain sebagainya diwajibkan memakai adab.

Barang siapa tidak mempunyai adab maka ia seperti lalat.


(man laisa al-adab ka dubab) yang seenaknya hinggap di segala tempat yang ia
kehendaki, ia tidak memandang tempat siapa yang ia hinggapi, ia tidak memandang
makanan siapa yang ia hinggapi, mau pejabat pemerintah, mau orang kaya, orang miskin
dan mau siapa saja ia tidak peduli. Itulah gambaran orang yang tidak mempunyai adab
dan tatakrama.
6
B. Adab Terhadap Allah
Adab terhadap Allah atau pola hubungan manusia dengan Allah Swt, adalah sikap
atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Allah
Swt sebagai khaliq. Titik tolak adab terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran
bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beradab kepada
Allah. Pertama, karena Allah yang telah menciptakan manusia. Kedua, karena Allah
yang telah memberikan perlengkapan panca indera, akal pikiran dan hati sanubari,
disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Ketiga, karena
Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan
diberikannya kemampuan untuk menguasai daratan, lautan dan udara.
Banyak sekali cara yang dapat dilakukan dalam beradab kepada Allah, di
antaranya:
1. Taqwa
Orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan
kesadaran, mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, menjauhi larangan-Nya dan
takut terjerumus kedalam perbuatan dosa. Orang yang bertaqwa akan selalu
membentengi diri dari kejahatan, memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan
yang tidak diridhoi Allah SWT, bertanggungjawab terhadap perbuatan dan tingkah
lakunya, serta memenuhi kewajibannya.
Bertakwa kepada Allah, seperti: menunaikan shalat fardlu 5 waktu, menunaikan
puasa pada bulan Ramadhan dan menjauhi semua yang dilarang-Nya, seperti: tidak
berjudi dan sebagainya.
Karakeristik manusia yang bertakwa, antara lain:
a) Beriman kepada yang gaib, yaitu Allah, Malaikat, Hari Akhirat dan Takdir
b) Mendirikan shalat
c) Menafkahkan sebagian hartanya
d) Beriman kepada kitab-kitab yang telaah diwahyukan
e) Meyakini hari akhirat.

7
2. Cinta dan Ridha
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan
seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan
rasa kasih sayang.
Bagi seorang mukmin, cinta pertama dan utama sekali diberikan kepada Allah
SWT. Allah lebih dicintainya daripada segala-galanya.
Sejalan dengan cinta, seorang Muslim haruslah dapat bersikap ridha dengan
segala aturan dan keputusan Allah. Artinya dia harus dapat menerima dengan sepenuh
hati, tanpa penolakan sedikitpun, segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-
Nya, baik berupa perintah, larangan ataupun petunjuk-petunjuk lainnya. Orang yang
ridha dengan Allah ia akan rela menerima Qodho dan qodar Allah terhadap dirinya.
Dia akan bersyukur atas segala kenikmatan dan akan bersabar atas segala cobaan.
Demikian sikap cinta dan ridha kepada Allah SWT. Dengan cinta kita mengharapkan
ridho-Nya dan dengan ridho kita mengharapkan cinta-Nya.

3. Bersyukur
Syukur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai rasa terima kasih
kepada Allah swt, dan untunglah (meyatakan perasaan lega, senang dan sebagainya).
Bersyukur atas nikmat Allah tidak hanya diucapkan dengan lisan, akan tetapi juga
diwujudkan dengan perbuatan, yaitu dengan menggunakan nikmat yang telah
diberikan Allah dengan sebaik-baiknya.
Imam Ghazali menjelaskan bahwa syukur tersusun atas tiga perkara, yakni:
a) Ilmu, yaitu pengetahuan tentang nikmat dan pemberinya, serta meyakini
bahwa semua nikmat berasal dari Allah swt dan yang lain hanya sebagai
perantara untuk sampainya nikmat, sehingga akan selalu memuji Allah swt
dan tidak akan muncul keinginan memuji yang lain. Sedangkan gerak
lidah dalam memuji-Nya hanya sebagai tanda keyakinan.
b) Hal (kondisi spiritual), yaitu karena pengetahuan dan keyakinan tadi
melahirkan jiwa yang tentram. Membuatnya senantiasa senang dan
mencintai yang memberi nikmat, dalam bentuk ketundukan, kepatuhan

8
Men-syukur-i nikmat bukan hanya dengan menyenangi nikmat tersebut
melainkan juga dengan mencintai yang memberi nikmat yaitu Allah swt.
c) Amal perbuatan, ini berkaitan dengan hati, lisan, dan anggota badan, yaitu
hati yang berkeinginan untuk melakukan kebaikan, lisan yang
menampakkan rasa syukur dengan pujian kepada Allah swt dan anggota
badan yang menggunakan nikmat-nikmat Allah swt dengan melaksanakan
perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya.

4. Tawakkal
Tawakal berasal dari bahasa Arab yang artinya ia menyerahkan perkara itu
kepadanya atau menunjukkan ketidak berdayaan serta bersandar pada orang lain.
Tawakal kepada Allah berarti menyerahkan semua urusan kita sepenuhnya
kepada-Nya, sesudah melakukan usaha semaksimal yang kita sanggupi, sehingga kita
benar-benar tidak mencampurinya lagi.
Tawakal sebagai sikap hati, berserah diri kepada Allah, mempercayakan segala
urusan kepada Allah semata, adalah kondisi batin yang hanya diperoleh seseorang
dengan perjuangan terus menerus dengan keteguhan hati menghadapi berbagai
rintangannya. Seseorang yang telah sampai pada derajat seorang yang bertawakal “al-
Mutawakkil” dan ia senantiasa menjaganya, ia akan memperoleh berbagai nikmat
sebagai buah dari tawakal, di antaranya :
a) Dicintai Allah dan para malaikat-Nya. (QS. Ali Imran: 159)
b) Ketenangan dan ketentraman hati. (QS. At-Taubah: 40)
c) Kekuatan dan ketabahan. (QS. Al- Ahzab: 22)
d) Harapan dan optimism. (QS. At-Thalaq: 2-3)
e) Ridha terhadap segala ketentuan Allah SWT. (QS. Al-Tagabun: 11)

5. Taubat
Kata tobat dalam bahasa Arab diambil dari huruf ta, wawu, dan ba‟,
menunjukkan pada arti pulang (al-ruju‟) dan kembali (al-audah). Adapun maksud
tobat kepada Allah adalah pulang kepadanya, kembali ke haribaannya, dan berdiri
didepan pintu surgannya.

9
Taubat sering didefinisikan sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah
Swt, penyesalan mendalam atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan
sebelumnya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan tersebut dimasa yang akan
datang.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan taubat yang sebenarnya memiliki beberapa
tanda, diantarannya:
a) Bergaul dengan orang-orang yang saleh dan menjauhkan diri dari teman-
teman yang buruk.
b) Menjadi lebih baik setelah tobat dibanding sebelumnya.
c) Segera meninggalkan perbuatan dosannya dan melakukan ketaatan.
d) Orang yang bertaubat selaludisertai rasa takut kepada Allah, dan tidak
pernah merasa aman dari azab Allah sekejappun.
e) Menjauhkan dunia dari hatinya dan mengarahkan diri ke akhirat.
f) Hatinya terjaga dari kelalaian yaitu selalu mengingat Allah sambal disertai
penyesalan dan rasa takut, dan ini sesuai denagn besarnya kesalahan.

C. Adab Terhadap Diri Sendiri


Seorang muslim tentunya menginginkan kehidupan bahagia baik di dunia maupun
di akhirat. Kebahagiaan tersebut tidak mungkin bisa diraih kecuali dengan jalan
memperhatikan kesucian hati. Sebagaimana kesengsaraan di dunia dan akhirat
disebabkan oleh rusak dan kotornya hati. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam telah bersabda dalam suatu hadits:

ُ‫ َأاَل َو ِه َي ْالقَ ْلب‬،ُ‫ فَ َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّه‬،‫َت‬


ْ ‫ َوِإ َذا فَ َسد‬،ُ‫صلَ َح ْال َج َس ُد ُكلُّه‬ َ ‫ ِإ َذا‬،ً‫َأاَل َوِإ َّن فِي ْال َج َس ِد ُمضْ َغة‬
ْ ‫صلَ َح‬
َ ،‫ت‬

Artinya: “Sesungguhnya di jasad (manusia) ada segumpal daging, bila dia baik
maka baiklah seluruh tubuhnya, bila dia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya.
Ketahuilah dia adalah Qolbun”.(HR.Bukhari&Muslim)

  Kebersihan jiwa bisa didapat dengan jalan memperbaiki keimanan dan beramal
sholih, sedangkan yang mengotori  jiwa adalah mengerjakan perbuatan buruk berupa

10
dosa dan kemaksiatan.  Agar jiwa tetap terjaga kebersihannya, hendaklah seorang
muslim  memperhatikan adab-adab kepada diri sendiri dalam kesehariannya. 
Diantara adab seorang muslim kepada dirinya sendiri agar tetap terjaga kesuciannya
adalah sebagai berikut
1. At-Taubah(bertaubat). 
Yang dimaksud dengan at taubah adalah meninggalkan seluruh dosa-dosa dan
maksiat, menyesali semua dosa yang telah dikerjakan dan bertekad kuat tidak akan
mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut.  Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:

َ‫َوتُوبُوا ِإلَى هَّللا ِ َج ِميعًا َأيُّهَ ْال ُمْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertobatlah kamu sekalian kepada


Allah, mudah-mudahan kamu beruntung.” (QS. An Nur : 31).

Nabi  Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Wahai sekalian manusia


bertobatlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertobat kepada Allah
100 kali sehari.” Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam adalah seseorang yang
dosa-dosanya telah diampuni Allah, baik yang terdahulu maupun yang akan datang,
maka bagaimanakah seharusnya amalan orang-orang yang jauh dari zaman kenabian?
Tentu lebih utama lagi untuk banyak-banyak memohon ampunan kepada Allah.

2. Al- Muroqobah (merasadiawasiAllah)
Al Muroqobah adalah perasaan senantiasa merasa diawasi oleh AllahSubhanahu
wa Ta’ala  dalam segala gerak-geriknya. Meyakini Allah mengetahui sesuatu yang
dirahasiakan, melihat semua perbuatan yang dia lakukan.
Inilah inti dari ayat:

‫َوا ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ يَ ْعلَ ُم َما فِي َأ ْنفُ ِس ُك ْم فَاحْ َذرُوهُ َوا ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َحلِي ٌم‬

Artinya: “Dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu, maka takutlah kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah : 235).

11
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya
sesungguhnya Dia melihatmu.” (Muttafaqun ‘Alaih)”. Ulama-ulama terdahulu sangat
memperhatikan hal ini, sehingga mereka merasa yakin, Allah Maha Melihat segala
perbuatan-perbuatannya.

3. Al-Muhassabah (introspeksi diri)


Tatkala seseorang hamba beramal sholih siang dan malam untuk meraih
kebahagiaan di negeri akhirat, maka sepantasnya dia mengoreksi amalan-amalan
wajibnya, lalu berikutnya amalan-amalan sunnahnya. Lalu dia mengkoreksi diri atas
dosa-dosa dan maksiat yang telah dia lakukan. Dan tidak lupa dipenghujung hari, dia
bersendiri sesaat untuk mengoreksi  amalan-amalannya seharian. Jika ada kekurangan
dalam amalan-amalan wajib maka dia segera menggantinya. Jika dia terjatuh dalam
kesalahan dan dosa dia segera meminta ampun kepada Allah dan mengikutin dengan
amal sholeh
Inilah makna muhasabah dan ini termasuk salah satu cara terbaik untuk
mensucikan hati. Dalil wajibnya muhasabah adalah:

ْ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو ْلتَ ْنظُرْ نَ ْفسٌ َما قَ َّد َم‬  
َ‫ت لِ َغ ٍد َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون‬
 
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya.” (QS.
Hasyr: 18)

Lafadz ٌ‫ َو ْلتَ ْنظُرْ نَ ْفس‬Ini adalah perintah untuk mengkoreksi diri atas amalan
yang telah dilakukan. 

4. Al Mujahadah  (bersungguh-sungguh)
Maksudnya seorang muslim menyadari bahwa sebesar-besar musuh dari musuh-
musuh yang ada  adalah nafsunya yang berada pada dirinya. Dimana nafsu tersebut

12
secara tabiat mengajak kepada kejelekan, menjauhi dari kebaikan dan memerintahkan
kepada keburukan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
َ ‫َو َما ُأبَرِّ ُئ نَ ْف ِسي ِإ َّن النَّ ْف‬
‫س َأَل َّما َرةٌ بِالسُّو ِء ِإاَّل َما َر ِح َم َربِّي ِإ َّن َربِّي َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,  kecuali nafsu yang
diberi rahmat Robbku. Sesungguhnya Robbku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS.Yusuf : 53)
Dengan prinsip Al Mujahadah ini seseorang muslim bersungguh-sungguh
untuk memalingkan dirinya dari ajakan nafsu yang mengajak kepada keburukan dan
kehinaan serta memaksa dirinya secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam
menempuh jalan kebaikan dan jalan keburukan, maka Allah akan menunjukkan jalan
menuju kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
َ‫َوالَّ ِذينَ َجاهَدُوا فِينَا لَنَ ْه ِديَنَّهُ ْم ُسبُلَنَا وَِإ َّن هَّللا َ لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِين‬

Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) kami maka
akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut : 60).

Dengan berbekal empat hal tersebut diatas yakni At Taubah, Al Muroqobah, Al


Muhasabah dan Al Mujahadah, seorang muslim akan mendapatkan kehidupan yang
mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan menjalankan empat hal
tersebut dengan sungguh-sungguh berarti seorang muslim telah menunaikan adab
terhadap diri sendiri. 

D. Macam Macam Adab Terhadap Diri Sendiri


1. Beradab Terhadap Jasmani
a) Menjaga kebersihan dirinya

13
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan
kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga tubuh badan.
Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang
bersih, baik dan rapi terutamanya pada hari Jum’at, memakai wewangian dan
selalu bersugi.

b) Menjaga makan minumnya.


Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampau di tegah
dalam Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, satu
pertiga untuk minuman, dan satu pertiga untuk bernafas.

c) Tidak mengabaikan latihan jasmaninya


Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan,
walau bagaimnapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam
tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya,
dalam artikata ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang, sesuai
kemampuan diri, menjaga muruah, adat bermasyarakat dan seumpamanya.

d) Rupa diri
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak
pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan
seumpamanya. Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak
mengharamkan yang baik. Sesetengah orang yang menghiraukan rupa diri
memberikan alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini tidak dapat
diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawadhuk tidak melakukan
begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya
asalkan tidak melampau dan takabbur.

2. Beradab terhadap akalnya


a) Memenuhi akalnya dengan ilmu

14
Adab Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi
sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya
membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara
memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu.
Ilmu fardh ‘ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah
diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia
berakal dan cukup umur. Pengabaian ilmu ini seolah-olah tidak beradab
terhada akalnya.

b) Penguasaan ilmu
Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya
manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan
kealfaan ummat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini.
Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab
Allah, bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul,
sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam, hukum hakam ibadat
serta muamalah.
Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada
segala bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu
berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya
belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Abdullah bin Zubair adalah antara sahabat
yang memahami kepentingan menguasai bahasa asing, beliau mempunyai
seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan, dan apabila
berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh
mereka.

3. Beradab Terhadap Jiwa


Manusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu
juga dengan jiwa. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa
cara membersihkan jiwa dari kotorannya, antaranya:

15
a) Bertaubat
b) Bermuqarabah
c) Bermuhasabah
d) Bermujahadah
e) Memperbanyak ibadah
f) Menghadiri majlis Iman

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kata adab adalah kosa-kata bahasa arab yang berasal dari tashrhifan (Adab – Ya’dubu)
yang berarti mengundang atau mengajak.dinamakan adab karena ia mengajak manusia kepada
perbuatan yang terpuji dan mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar.

Adab terhadap allah yaitu dengan bertaqwa, cinta dan ridha, bersyukur tawakal dan
taubat.

Adapun cara beradab terhadap diri sendiri yaitu dengan

1. At-Taubah(bertaubat).
2. Al- Muroqobah (merasadiawasiAllah)
3. Al-Muhassabah (introspeksi diri)
4. Al Mujahadah  (bersungguh-sungguh)

16
DAFTAR PUSTAKA

Muhrin. (2020). Akhlak Kepada Diri Sendiri. Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Agama Islam, 10, 1–7.

Muhrin. (2021). Akhlak Kepada Allah Swt. Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, Vol 11,
No(2579-714X), 1–6.

Suryani, I., & Sakban, W. (2022). Aplikasi akhlak manusia terhadap dirinya, Allah SWT., dan
Rasulullah SAW. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(1), 97–104.

A.Mahmud. (2017). Akhlak Terhadap Allah Dan Rasulullah. Sulesana, Jurnal Wawasan
Keislaman, 11, 9.

‫ ا‬.‫ د‬,‫عماوي‬. (n.d.). Akidah AKhlak MI 5.

Ahmadi, B. (2014). Buku Siswa Kelas 4 Ml.

Amin, Ahmad, Etika Ilmu Adab, terj. Farid Makruf, Jakarta: Bulan Bintang, 1998.

Ghazali, Imam, Taubat, Sabar dan Syukur, Terj. Nur Hichkmah. R. H. A Suminto, Jakarta:
Tintamas Indonesia, 1983.

Ilyas, Yunahar, Kuliah Adab, Yogyakarta: LPPI, 2007.

17

Anda mungkin juga menyukai