Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

DISTRIBUSI DAN LARANGAN MENIMBUN BARANG ( tauzi’)


Untuk Memenuhi Tugas Salah Satu Mata Kuliah : HADITS AHKAM
EKONOMI
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Abdul Fatah, M.Si

Disusun Oleh :
Nisrokhah Diyah Khusniyati (1802036135)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN WALISONGO SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan rahmat dan pertolongannya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah larangan menimbun barang dalam hadits ahkam ekonomi
sebagai bentuk melaksanakan perintah dari Bapak Dosen dan sebagai upaya untuk memenuhi
tugas Dosen. Semoga nantinya dapat dijadikan sebagai acuan belajar di kelas pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya.

Solawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw yang selalu kita
harapkan syafaatnya di hari kiamat nanti.

Tiada manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Begitupun dengan materi dan tulisan yang
saya sampaikan dalam makalah ini sehingga masih sangat banyak kekeliruan di dalamnya.
Sehingga kritik dan saran Bapak Dosen dan rekan mahasiswa sangat saya perlukan demi
kemajuan makalah ini.

Semarang, 5 April 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demi kesejahtaraan hidupnya, manusia perlu yang namanya memajukan sistem
perekonomiannya sehingga terwujud kehidupan yang makmur, damai, dan sejahtera.
Untuk menuju kesejahteraan tadi, manusia harus pandai mengatur keuangannya.
Apapun cara yang dilakukan, yang pasti bertujuan untuk menuju suatu kemakmuran.
Salah satu daya upaya manusia adalah dengan melakukan perdagangan. Dengan
berdagang, manusia dapat mengumpulkan keuntungan sebanyak apa yang dihasilkan.
Banyak yang menggunakan prinsip harga murah akan tetapi laku banyak namun ada
juga yang harganya mahal tetapi laku sedikit Semua itu dilakukan demi tercapainya
suatu kemakmuran.
Kesejahteraan sosial tergantung pada perekonomian yang dijalankan. Adapun
pengertian distribusi pendapatan tidak luput dari pembahasan tentang konsep moral
ekonomi yang diterapkan juga model instrumen yang diterapkan secara individu
maupun negara dalam menentukan sumber-sumber maupun cara pendistribusian
pendapatannya.
Salah satu Instrumen penegakan keadilan perekonomian di Indonesia adalah
ditetapkannya Pajak yang mana bertujuan untuk membantu yang miskin. Sedangkan
dalamm Islam Allah mensyariatkan zakat. Jika keduanya dijadikan prinsip distribusi
pendapatan, Insyaallah akan terjadi keseimbangan perekonomian.
Akan tetapi dalam realitanya masih banyak orang yang belu melaksanakan keduanya.
Padahal seperti tidak dibayarkannya zakat merupakan suatu ancaman di akhirat,
seperti tersebut dalam hadits Shahih al-Bukhari :
‫َّللاُ َماالً فَلَ ْم ي َُؤ ِد‬
‫ َم ْن آت َاهُ ه‬: ‫سو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ قَا َل‬، ُ‫َّللاُ َع ْنه‬
‫ي ه‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ َر‬، َ ‫َع ْن أَبِي ه َُري َْرة‬
ْ ُ ْ
‫ يَ ْعنِي ِشدْقَ ْي ِه‬، ‫ط هوقُهُ يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة ث هم يَأ ُخذ ُ بِ ِل ْه ِز َمتَ ْي ِه‬
َ ُ‫َان ي‬ َ ُ ‫زَ كَاتَهُ ُمثِ َل لَهُ يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬
َ ‫ش َجاعًا أ ْق َر‬
ِ ‫ع لَهُ زَ بِيبَت‬
‫ ث ُ هم َيقُو ُل أَنَا َمالُكَ أَنَا َك ْن ُزكَ ث ُ هم تَالَ {الَ َيحْ ِس َب هن الهذِينَ َي ْب َخلُونَ } اآل َيةَ ) صحيح البخاري ـ فتح الباري‬،
)132 / 2( -
Diceritakan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah
SAW bersabda : Barang siapa yang diberi harta oleh Allah kemudian tidak
membayarkan zakatnya maka di hari kiamat diumpammakan seekor ular
hitam yang memiliki dua zeptin yang mmengelilinginya di hari kiamat
kemudian ular tadi mengambil dengan tenggorokannya kemudian berkata
aku hartamu dan aku adalah harta karunmu kemudian membaca (jangan
berfikir mereka yang menyimpang). (Sahih al-Bukhari-Fath al-Bari 2/132.

Penjelasan Hadits :
Hadits tersebut menerangkan bahwanya orang yang menumpuk/menimbun harta
hartanya sehingga tidak dikeluarkan zakatnya maka hartanya tadi akan berubah
mnjadi ular hitam yang melilitnya di hari kiamat kelak dan akan memakannya. Oleh
karena itu hendaklah kita sebagai muslim khususnya setelah mengetahui hadits ini
untuk lebih mentaati kewajiban syariat berupa zakat. Karena zakat selain
membebaskan kita dari dosa, juga dapat menjadi suatu hal yang sangat berharga dan
membantu demi terciptanya perekonommian yang adil dan sejahtera.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Distribusi ?
2. Bagaimana Prinsip Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam ?
3. Bagaimana Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Proses Distribusi ?

BAB II

PEMBAHASAN

KESEIMBANGAN DISTRIBUSI ATAU LARANGAN

A. PENGERTIAN DISTRIBUSI
Distribusi adalah suatu proses (sebagian hasil penjualan produk) kepada faktor-
faktor produk yang ikut menentukan pendapatan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
dijelaskan distribusi adalah penyaluran barang ketempat-tempat.
Menurut Collins distribusi adalah proses penyimpanan dan penyaluran produk
kepada pelanggan, diantaranya melalui perantara. Jadi konsep distribusi menurut
pandangan islam ialah peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi
kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan
merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja serta dapat memberikan
kontribusi kearah kehidupan manusia yang baik.
Tujuan dari distribusi, atas dasar dapat kita lihat beberapa tujuan ekonomi islam,
yaitu :
1. Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat agar
tetap sebagai sebuah komunitas yang memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta menjaga
eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu memikul tanggung
jawab perekonomian negara.
3. Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta mengawasi
pemanfaatan hak milik umum maupun negara.1

1
Ruslan Abdul Ghofur, Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013) hlm 10
B. PRINSIP DISTRIBUSI DALAM EKONOMI ISLAM
Ada beberapa prinsip yang mendasari proses distribusi dalam ekonomi Islam
yang terlahir dari Q.S al-Ha>syr (59) : 7, yang artinya “agar harta itu jangan hanya
beredari di antara golongan kaya di kalangan kamu”. Prinsip tersebut yakni :
a. Larangan riba, dan garar
Kata riba dalam al-Qur’an digunakan dengan bermacam-macam arti
seperti : tumbuh, tambah, menyuburkan,mengembangkan serta menjadi
besar dan banyak.
Menurut etimologi, kata ar riba bermakna zada wa nama yang
bermakna berati bertambah dan tumbuh, sedangkan secara terminologi riba
didefinisikan riba definisikan sebagai melebihkan keuntungan dari salah
satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli, atau pertukaran
barang sejenisnya dengan tanpa memberikan imbalan atas kelebihan
tersebut. secara umum, islam mendefinisikan dua pratik yakni : riba al-qarud
atau sering kali disebut sebagai riba an-nasiah. Pratik riba an-nasiah yang
berhubungan dengan imbalan yang melibatkan pinjaman. Riba jenis ini
muncul di saat seseorang meminjamkan sesuatu dengan penambahan nilai
uang dari jumlah yang dipinjamkan.
Jenis riba yang kedua ialah riba al-fadl, yaitu riba yang muncul pada
akad jual beli, atau disebut juga riba al-buyu. Riba jenis ini terjadi di saat
seseorang melakukan jual beli atas barang yang tidak seimbang secara
kualitas dan kuantitas.
b. Keadilan dalam distribusi
Dalam kamus besar bahasa indonesia, keadilan merupakan kata
sifat yang menunjukan perbuatan, perlakuan adil, tidak berat sebelah,
tidak berpihak, berpegang kepada kebenaran proposional. Sedangkan
kata keadilan dalam bahasa arab berasal dari kata “adala”, yang dalam
al-Quran terkadang disebutkan dalam bentuk perintah ataupun dalam
bentuk kalimat berita. Kata ‘adl di dalam al-Quran memiliki aspek dan
objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut
mengakibatkan keragaman makan ‘adl (keadilan). Menurut M.Quraish
Shihab, berdasarkan hasil penelitianya paling tidak ada empat makna
keadilan, yakni :
Pertama, ‘adl dalam arti “sama”, pengertian ini yang paling
banyak terdapat di dalam al-Quran, antara lain pada Q.S an-Nisa (4) 3,
58, dan 129 ; Q.S. asy Syura (42) ; 15; Q.S al-Maidah (5): 8; Q.S an-
Nahl (16) : 76, 990 ; Q.S al-Hujurat (49) : 9. Kata ‘adl dengan arti “sama
(persamaan)” pada ayat-aya tersebut yang dimaksud adalah persamaan
di dalam hak. Di dalam Q.S an-Nisa (4) 58, ditegaskan, Wa izii
hakamtum baina an-nasi an tahkumu bi al’adl yang artinya “apabila
(kamu) menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil”.
Kedua,kata ‘adl dalam arti “seimbang”. Pengertian ini
ditemukan dalam Q.S. Al-Maidah (5) : 95 dan Q.S. al-Indfithar (82) : 7.
Pada ayat yang disebutkan terakhir, misalnya dinyatakan, Alladzi
khalaqaka fa-sawwaka fa’adalaka, yang artinya : allah telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan
(susunan tubuhmu seimbang).
Ketiga, kata ‘adl dalam arti “perhatian terhadap hak-hak
individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya”.
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu
pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang
terdekat”. Pengertian ini di dalam Q.S. al-Anam (6) : 152, Wa Iz a
qultum fa’dilu walau kana za qurba, yang artinya : “Dan apabila kamu
berkata maka hendak-lah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat(mu). Pengertian ‘adl seperti ini melahirkan keadilan sosial.
Keempat, kata ‘adl yang diartikan dengan “yang dinisbahkan
kepada Allah”. ‘adl disini berarti “memilihara kewajaran atas
berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan
perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu”.
Keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikanya-Nya.
Allah memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada
tidak memiliki sesuatu di sisi-Nya. Q.S Ali Imran (3) :18, menunjukan
bahwa Allah SWT sebagai Qa’iman bi al-qist yang artinya “yang
menegakkan keadilan”.2

2
Sihab, M. Quraish, tafsir al Misbah, Vol 14, Jakarta : Lentara Hati 2012
c. Konsep kepemilikan dalam islam
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi terhadap harta benda dan
membenarkan pemilikan harta yang dilakukan dengan cara yang halal,
merupakan bagian dari motivasi manusia untuk berusaha memperjuangkan
kesejahteraan dirinya dan memakmurkan bumi, sebagaimana kewajiban
bagi seorang khalifah. Kepemilikan terhadap harta tidak menutup kewajiban
untuk tidak melupakan hak-hak orang miskin yang terdapat pada harta
tersebut (Q.S. Az-Zariat (51) : 19).
Ketika manusia menyadari bahwa dalam harta yang dimiliki terdapat
hak orang lain, secara langsung membuka hubungan horizontal dam
mempersempit jurang pemisah di tengah-tengah masyarakat antara si kaya
dan si miskin. Pada dasarnya pemilik harta merupakan pemegang amanah
Allah karena semua kekayaan dan harta benda pada dasarnya milik Allah
dan manusia memegangnya hanya sebagai suatu amanah, yang akan
dimintai pertangungjawabannya atas harta benda tersebut.
Ketika kesadaran tersebut telah tumbuh, maka secara langsung akan
membentuk pribadi yang tidak hanya berpikir menciptakan sejahteraan
individual, namun juga bertangung jawab pada terciptanya kesejahteraan
pada lingkungan sosial.
d. Larangan menumpuk harta
Islam membenarkan hak milik pribadi, namun tidak membenarkan
penumpukan harta benda pribadi sampai batas-batas yang dapat merusak
fondasi sosial Islam, karena penumpukan harta berlebihan bertentangan
dengan kepentingan umum, yang berimbas pada rusaknya sistem sosial
dengan munculnya kelas-kelas yang mempentingkan kepentingan pribadi.
Apabila terjadi sedemikian, dibenarkan bagi pemerintah dengan
kekuasaanya untuk mengambil secara paksa harta tersebut demi
kepentingan masyarakat melalui instrumen zakat. Kebijakan untuk
membatasi harta pribadi dapat dibenarkan dan dilakukan untuk menjamin
terciptanya kondisi sosial yang sehat dan terwujudnya landasan keadilan
distribusi di masyarakat.3

3
Ruslan Abdul Ghofur, Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013) hlm 76-86
C. PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DALAM PROSES DISTRIBUSI
Pemerintah berperan secara aktif dalam sistem distribusi ekonomi di dalam
mekanisme pasar islami yang bukan hanya bersifat temporer dan minor, tetapi
pemerintah mengambil peran yang besar dan penting. Pemerintah bukan hanya
bertindak sebagai ‘wasit’ atas permainan pasar (al-muhtusib) saja, tetapi ia akan
berperan aktif bersama-sama pelaku-pelaku pasar yang lain. Pemerintah bertindak
sebagai perencana, pengawas, produsen, sekaligus konsumen bagi aktivitas pasar.
Peran pemerintah juga diperlukan terutama jika pasar tidak mampu
menciptakan distribusi secara adil dan ada faktor penghambat untuk terciptanya
mekanisme pasar yang effisien. Pemerintah memiliki otoritas untuk menghilangkan
hambatan tersebut karena ketidakmampuan atau kurang sadarnya masyarakat. Seperti
halnya masalah penimbunan yang marak dilakukan pengusaha, monopoli, dan
oligopoli pengusaha besar pada komoditas tertentu.
Pemerintah bertugas menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap
individu dan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan, sehingga tugas
pemerintah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma menjadi undang-
undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi tindakan sehari-hari.4
Kesejahteraan ekonomi merupakan hasil dari kerja seluruh elemen yang ada di
masyarakat, baik pemerintah, keluarga maupun masyarkat itu sendiri. Begitu pula
dalam menciptakan keadilan distribusi, bukan hanya tangung jawab pemerintah namun
juga merupakan kewajiban masyarakat untuk mewujudkannya. Hal ini dapat dilakukan
dengan menyadari setiap individu dalam masyarakat membutuhkan individu lain
sehingga masyarkat bekerja tidak selalu untuk kepentingan dirinya semata, namun

4
Moh.Hollis,”Sistem Distribusi dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal Perbankan Syariah. Vol.1 No.2,
November 2016, 9-10.
untuk kepentingan orang lain, baik itu keluarga, kelompok maupun masyarakat. Hal ini
tak lain karena manusia adalah makhluk individu sekaligus sosial. Setiap individu tidak
dapat hidup sendiri, diciptakan untuk saling mengenal dan saling menyanyangi, serta
mengingatkan untuk selalu berbuat kebajikan sebagai cerminan dari karakterisitik
orang beriman (Q.S. At-Taubah (9) : 71). Antara muslim satu dan muslim lainya ibarat
sat tubuh yang saling melengkapi antara satu dengan lainya.
Masyarakat dituntut untuk menyadari akan peran pentingnya dalam
menciptakan keadilan distribusi dan mempersempit kesenjangan ekonomi, dengan
menunaikan kewajiban zakat, mewakafkan sebagian harta yang dimiliki untuk
kepentingan masyarakat, mengaktifkan hukum wali sebagai jaminan terhadap keluarga,
berinfak serta bersedekah sebagai penyediaan pelayanan sosial. Semua itu merupakan
bagian dari instrumen distribusi islam, yang sekiranya dapat diterapkan pada
masyarakat Indonesia.
Kesadaran untuk menjalankan kewajiban, serta mengikuti sunnah Rosul dalam
hal distribusi penting untuk dibangun dan dikembangkan, karena pada tataran
realitasnya pemerintah/ negara terkadang tidak mampu mengkelola serta
pemberdayakan dengan baik instrumen-instrumen tersebut sebagai mana terjadi di
Indonesia.5
Hadits Ahkam Ekonomi, tentang Keseimbangan Distribusi atau larangan yakni
:

‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ َر‬، ‫ع َم َر‬ ُ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬ َ ‫ع ْن خَا ِل ِد ب ِْن أ َ ْسلَ َم قَا َل خ ََر ْجنَا َم َع‬َ ‫ع ِن اب ِْن ِش َهاب‬ َ )1
، َ ‫ضة‬ ْ
‫ََب َوال ِِف ه‬َ ‫{والذِينَ َي ْْكنِ ُزونَ الذهه‬ ‫ه‬ َ ‫هللا‬ َ َ
ِ ‫ع ْن ُه َما فَقَا َل أع َْرا ِبي أ ْخ ِب ْرنِي قَ ْو َل‬ ‫ه‬
َ ُ‫َّللا‬
‫ َم ْن َكنَزَ َها فَلَ ْم‬- ‫َّللاُ َع ْن ُه َما‬ ‫ي ه‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ َر‬، ‫ع َم َر‬ ُ ‫س ِبي ِل هللاِ} قَا َل اب ُْن‬ َ ‫َوالَ يُ ْن ِِفقُونَ َها ِفي‬
‫ت َج َعلَ َها ه‬
ُ‫َّللا‬ ْ َ‫الز َكاة ُ فَلَ هما أ ُ ْن ِزل‬
‫ي َُؤ ِد زَ َكات َ َها فَ َو ْي ٌل لَهُ ِإنه َما َكانَ َهذَا َق ْب َل أ َ ْن ت ُ ْنزَ َل ه‬
)132 / 2( - ‫ )صحيح البخاري ـ فتح الباري‬.‫ط ْه ًرا ِلأل َ ْم َوا ِل‬ ُ

Artinya : Hadits dari Ibnu Syihab bin Aslam, saat itu Khalid bin Aslam pergi
bersama Abdullah bin Umar. Kemudian ada seseorang Arab bertanya pada Abdullah
bin Umar, seperti ini “tolong jelaskan ayat walladza ila akhir”, lalu Abdullah bin Umar
menjawab “barang siapa yang memiliki emas atau perak dan itu di timbun serta tidak
di zakatkan, maka nerakalah yang pantas baginya”, jika ada hal semacam itu tetapi

5
Ruslan Abdul Ghofur, Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013) hlm 96-97
belum di zakatkan, maka zakatkanlah karena zakat mampu membersihkan harta
tersebut.

Dari terjemah hadits diatas dapat disimpulkan bahwa hadits ini termasuk hadits
shahih dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan menjelaskan tentang larangan
menimbun harta. Dalam hadits di atas penimbunan harta sangat dilarang dan akan
mendapatkan balasan dineraka yang pantas baginya. Oleh karena itu dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Bukhori tersebut kita di anjurkan untuk berzakat, karena menimbun
harta bertentangan dengan kepentingan umum, dan merusak tatanan dalam masyarakat.
Seperti yang termasuk dalam prinsip distribusi dalam ekonomi islam.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Distribusi adalah suatu proses (sebagian hasil penjualan produk) kepada faktor-
faktor produk yang ikut menentukan pendapatan.
Tujuan dari distribusi :
1. Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat agar
tetap sebagai sebuah komunitas yang memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta
menjaga eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu
memikul tanggung jawab perekonomian negara.
3. Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta
mengawasi pemanfaatan hak milik umum maupun negara
Prinsip Distribus dalam Ekomi Islam
1. Larangan Riba dan Garar
2. Keadilan dalam Distribusi
3. Konsep Kepemilikan dalam Islam
4. Larangan menumpuk Harta

Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam proses Distribusi

Pemerintah berperan secara aktif dalam sistem distribusi ekonomi di


dalam mekanisme pasar islami yang bukan hanya bersifat temporer dan minor,
tetapi pemerintah mengambil peran yang besar dan penting.
Masyarakat dituntut untuk menyadari akan peran pentingnya dalam
menciptakan keadilan distribusi dan mempersempit kesenjangan ekonomi, dengan
menunaikan kewajiban zakat, mewakafkan sebagian harta yang dimiliki untuk
kepentingan masyarakat, mengaktifkan hukum wali sebagai jaminan terhadap
keluarga, berinfak serta bersedekah sebagai penyediaan pelayanan sosial. Semua itu
merupakan bagian dari instrumen distribusi islam, yang sekiranya dapat diterapkan
pada masyarakat Indonesia.

B. DAFTAR PUSTAKA
Ruslan Abdul Ghofur, Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2013)
Moh.Hollis,”Sistem Distribusi dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal Perbankan Syariah.
Vol.1 No.2, November 2016
Sihab, M. Quraish, tafsir al Misbah, Vol 14, Jakarta : Lentara HatiH 2012
https://www.academia.edu/36329435/MAKALAH_Keseimbangan_Distribusi_atau_Larangan
_Tauzii

Anda mungkin juga menyukai