Anda di halaman 1dari 5

Sinergi Keikhlasan Dan Profesional

Sebagai khalifatu fil ard, kita pasti berusaha untuk senantiasa menjaga keberlangsungan hidup
kita di dunia dengan beragam upaya, salah satunya dengan bekerja atau mencari penghidupan.
Dengan bekerja seseorang akan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi segala hajatnya dan
mempertahankan eksistensinya. Dalam islam terkait masalah bekerja telah jelaskan secara
gamblang di dalam al-qur’an dan hadis Rosul. Keduanya memberikan penjelasan dan menjadi
panduan atau kompas bagi kita dalam mencari ma’isah /penghidupan.

al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita di dunia dan akhirat, memberikan landasan dalam
berkerja. Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang masalah bekerja. Berikut diantara
ayat-ayat al-qur’an membahas tentang bekerja.

‫َو ُهَو اَّلِذ ْي َجَعَل َلُك ُم اَّلْيَل ِلَباًسا َّوالَّنْو َم ُس َباًتا َّوَجَعَل الَّنَهاَر ُنُش ْو ًرا‬
“Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian dan tidur untuk istirahat. Dia
menjadikan siang untuk bangkit berusaha” (Q.S. al-Furqan: 47).

‫َفِاَذ ا ُقِضَيِت الَّص ٰل وُة َفاْنَتِش ُرْو ا ِفى اَاْلْر ِض َو اْبَتُغ ْو ا ِم ْن َفْض ِل ِهّٰللا َو اْذ ُك ُروا َهّٰللا َك ِثْيًرا َّلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن‬
“Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia
Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (Q.S. al-Jumu’ah : 10)

. ‫َو ُقِل اْع َم ُلْو ا َفَسَيَر ى ُهّٰللا َع َم َلُك ْم َو َر ُسْو ُلٗه َو اْلُم ْؤ ِم ُنْو َۗن َو َس ُتَر ُّد ْو َن ِاٰل ى ٰع ِلِم اْلَغْيِب َو الَّش َهاَد ِة َفُيَنِّبُئُك ْم ِبَم ا ُكْنُتْم َتْع َم ُلْو َۚن‬
dan Katakanlah:, “Bekerjalah kamu, Maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-
Nya dan orang-orang mukmin dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui
yang gaib dan yang nyata. Lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(Q.S. at-Taubah : 105)

Ayat di atas menjelaskan kepada kita, perintah di dalam bekerja, dan semua yang dilakukan
berada dalam pengawasan serta segalanya akan dipertangggung jawabkan. Ayat di atas juga
menyiratkan pesan kepada kita agar bekerja dengan sebaik-baiknya, maksimal dan penuh
totalitas.

Di dalam beragam riwayat juga diterangkan bahwa Rosulullah memberikan tuntutanan di dalam
mencari penghidupan, berikut diantara sabda Rosulullah:

. ‫َم ْن َطَلَب الُّد ْنَيا َح َالًال ِاْس ِتْع َفاًفا َع ِن اْلَم ْس َأَلِة َو َس ْعًيا َع َلى َأْهِلِه َو َتَع ُّطًفا َع َلى َج اِر ِه َلِقَي ُهللا َوَو ْج ُهُه َك اْلَقَم ِر َلْيَلَة اْلَبْد ِر‬
“Barang siapa mencari (kenikmatan) dunia secara halal untuk menjaga diri dari meminta-
minta; untuk memenuhi kebutuhan keluarganya; dan untuk bederma kepada tetangganya maka
di hari kiamat ia akan bertemu Allah sedang wajahnya bersinar terang laksana bulan
purnama.”. (H.R al-Baihaqy dalam Syu’abul iman, juz 13, no. hadist 9890).

Dari sabda Rosul di atas ada beberapa hal yang dapat kita jadikan pijakan dalam hidup. Pertama,
tuntunan untuk mencari sumber penghasilan yang halal. Halal objeknya, serta halal dalam proses
mendapatkannya. Yang kedua, tuntunan untuk menjauhkan diri kita dari sikap meminta-minta
atau membebani orang lain. Ketiga, tuntunan untuk mencari penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan kita dan keluarga kita, serta yang keempat, tuntunan untuk saling membantu kepada

1|Page
tetangga dan lingkungan sekitar kita yang membutuhkan bantuan atau uluran tangan kita. Ajaran
luhur dari Rosulullah ini sangat penting dalam kehidupan kita, khususnya didalam upaya
menjaga keberlangsungan kehidupan kita di dunia, baik sebagai individu juga sebagai makhluk
sosial.

‫َم ا َأَك َل َأَح ٌد َطَع اًم ا َقُّط َخْيًرا ِم ْن َأْن َيْأُك َل ِم ْن َع َمِل َيِدِه َو ِإَّن َنِبَّي ِهللا َداُوَد َع َلْيِه الَّس اَل ُم َك اَن َيْأُك ُل ِم ْن َع َمِل َيِدِه‬
"Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil
usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as. memakan makanan
dari hasil usahanya sendiri" (HR. Bukhari, no 1966).

Selain hadist di atas, ada banyak hadist yang juga menjelaskan keutamakan dalam bekerja serta
memberikan motivasi dalam bekerja. Islam begitu lengkap didalam memberikan panduan dalam
berkerja, memberikan petunjuk kepada kita agar bekerja dengan sungguh-sunggh, totalitas,
bertangung jawab dan tidak bermalas-malasan.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, tentunya kita sering mendengarkan beberapa istilah yang
begitu familier di telinga kita. Seperti kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, kerja ikhlas,
profesional dan profesionalisme. secara sederhana kita bisa memahami bahwa kerja keras, adalah
sikap atau perilaku yang menunjukkan kesungguhan dan dedikasi yang tinggi dalam upaya
mencapai tujuan yang diinginkan. Ini melibatkan pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
menyelesaikan suatu tugas dengan sebaik-baiknya, meskipun menghadapi tantangan dan
kesulitan. Dia akan mengerahkan segala tenaga dalam mencapai apa yang diharapankan, tenaga
(fisik) cukup mendominasi dalam hal ini.

Kerja cerdas, bisa kita pahami sebagai cara bekerja yang lebih efisien dan efektif, dengan
memanfaatkan keterampilan, teknologi, dan waktu secara optimal. Kerja cerdas tidak hanya
mengandalkan tenaga dan usaha yang keras, tetapi juga menggunakan otak untuk berpikir secara
strategis dan kreatif.

Kerja tuntas bisa pahami sebagai sikap atau perilaku yang menunjukkan kesungguhan dan
dedikasi untuk menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan dengan sebaik-baiknya, tidak setengah-
setengah, tidak asal-asalan dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kerja tuntas tidak hanya
mengandalkan tenaga dan usaha yang keras, tetapi juga menggunakan pikiran dan keterampilan
secara optimal.

Adapun kerja ikhlas bisa pahami sebagai mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan dengan tulus
dan tanpa pamrih, murni karena niat untuk kebaikan atau pengabdian. Ini bukan tentang
mengharapkan imbalan atau pengakuan, melainkan tentang kepuasan batin dan rasa syukur atas
kesempatan untuk berkarya serta berharap mendapatkan ridho Allah SWT sebagai tujuan yang
dikehendakinya.

Adapun profesional secara umum adalah seseorang yang memiliki keterampilan, pengetahuan
dan pengalaman yang tinggi dalam suatu bidang tertentu, dan menawarkan jasa atau layanannya
dengan standar yang tinggi. Sedangkan profesionalisme dapat kita pahami sebagai sikap atau
perilaku yang menunjukkan keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. atau bisa

2|Page
diartikan sebagai suatu standar atau kualitas yang harus dipenuhi oleh seseorang dalam
menjalankan profesinya.

Dalam hal kaitan profesional dan profesionalisme inipun islam telah memberikan pijakan dan
panduan.

‫ُقْل ُك ٌّل َيْع َم ُل َع َلٰى َش اِكَلِتِهۦ َفَر ُّبُك ْم َأْعَلُم ِبَم ْن ُهَو َأْهَد ٰى َس ِبياًل‬
Katakanlah (Muhammad): "Setiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Q.S. al-Isra : 84)

Ayat di atas tersirat akan potensi/keunikan/ profesi manusia yang beragam. Berdasarkan
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dari masing-masing personal.

‫ إن َهَّللا َع َّز َو َج َّل ُيِح ُّب ِإَذ ا َع ِمَل َأَح ُد ُك ْم َع َم اًل َأْن ُيْتِقَنُه‬: ‫ َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬،‫َع ْن َعاِئَشَة‬
Dari Aisyah R.A, bersabda Rasulullah SAW: “Sesunggunya Allah ʽazza wa jalla menyukai jika
salah seorang di antara kalian melakukan suatu amal secara itqan.” (H.R. At-Tabrani)

Dalam kajian islam bekerja secara profesional harus dilandasai dengan sikap-sikap yang dimiliki
dan diteladankan oleh bagianda Rosul. Sikap itu meliputi siqih, amanah, fathonah dan tabligh.
Cak Nur (Nurcholish Madjid) dalam karyanya Islam Doktrin dan Peradaban, turut memberikan
pemikirannya terkait masalah etos kerja, profesional dan profesionalime seorang muslim.
Menurut Cak Nur pembahasan mengenai pandangan Islam tentang etos kerja ini barangkali dapat
dimulai dengan usaha menangkap makna sedalam-dalamnya terhadap sabda Nabi yang amat
terkenal bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung kepada niat-niat yang dipunyai pelakunya.
Jika tujuannya tinggi (seperti tujuan mencapai ridla Allah) maka ia akan mendapatkan nilai kerja
yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti, misalnya, hanya bertujuan memperoleh simpati
sesama manusia belaka), maka setingkat tujuan itu pulalah nilai kerjanya yang didapatkannya.
Sabda Nabi SAW. itu menegaskan bahwa nilai kerja manusia tergantung kepada komitmen yang
mendasari kerja tersebut. Tinggi-rendah nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan tinggi-
rendah nilai komitmen yang dimilikinya. Dan komitmen atau niat adalah suatu bentuk pilihan
dan keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem nilai yang dianut dan diyakininya.
Oleh karena itu, komitmen atau niat juga berfungsi sebagai sumber dorongan batin bagi
seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, atau jika ia mengerjakannya,
untuk mengerjakannya dengan tingkat kesungguhan yang maksimal. Dalam sabda Nabi saw. itu
juga diisyaratkan bahwa seorang Muslim harus bekerja dengan niat memperoleh ridla Allah.
yang sudah tentu hal ini amat standar dalam agama Islam. Jadi kerja tanpa tujuan luhur itu
mengalami kemuspraan, tidak bernilai, dan tidak memberi kebahagiaan atau rasa makna kepada
pelakunya.
Mengerjakan sesuatu “demi ridla Allah” dengan sendirinya berimplikasi bahwa kita tidak boleh
melakukannya dengan “sembrono”, semaunya, seenaknya, dan acuh-tak-acuh. Sebab hal itu akan
membuat niat kita menjadi absurd, karena tanpa kesejatian dan ketulusan (ikhlas). Bisa juga
dipandang sebagai sikap merendahkan makna “demi ridla Allah” itu, atau secara tidak langsung
merendahkan Tuhan.
3|Page
Berkenaan dengan masalah itu, erat sekali kaitan antara usaha optimalisasi nilai dan hasil kerja
dengan ajaran tentang ihsan. Makna ihsan itu luas sekali. Antara lain, yang langsung relevan
dengan persoalan kita tentang etos kerja ini, ihsan ialah perbuatan baik, dalam pengertian sebaik
mungkin atau secara ideal atau melakukannya dengan penuh totalitas. Dan semua yang dilalukan
berada dalam pengawasan Tuhan. Sebagai seorang muslim kita dituntun bahwa setiap melakukan
segala sesuatu harus dilandasi dengan niat ikhlas. Bagi seorang muslim ikhlas adalah ruh bagi
setiap tindakan yang dilakukan.
Syekh Mustafa al-Ghalayain dalam kitabnya Izatun Nasyi’in mengungkapkan bahwa :
‫العمل جسم روحه اإلخالص‬
“amal perbuatan ibarat jasad, sedangkan ruhnya adalah sikap ikhlas”. Beliau menjelaskan
bahwa sebuah jasad tatkala terpisah dari ruh yang menjadikan bisa beraktifitas dan hidup akan
mati. Tidak dapat bergerak dan tidak bisa lagi memiliki dan memberikan manfaat yang bisa
diharapkan. Begitu pula dengan amal perbuatan tatkala terpisah dengan keikhlasan. Didalam
kitab-kitab turos yang lain juga begitu banyak yang turut mengulas akan pentingnya niat ikhlas.

Bagi sebagian dari kita, atau bahkan kita sendiri mungkin mempertanyakan bisakah keikhlasan
disandingan dengan profesional dan profesionalisme. Secara sederhana ikhlas berarti berbuat
tanpa pamrih sedangkan profesional adalah berbuat karena berharap adanya timbal balik/pamrih.
Keikhlasan mengacu pada lurusnya niat dan harapan untuk mendapatkan ridho Allah. Sedangkan
Profesional berharap adanya penghargaan yang diterima. Ikhlas dan profesional itu dua hal yang
berbeda. Seseorang bisa saja tidak ikhlas, tapi tetap profesional dalam bekerja, atau sebaliknya
ikhlas tapi tidak profesional dalam bekerja. Namun yang paling ideal adalah ikhlas dan
profesional.

Ikhlas adalah sebuah pernyataan pernyataan hati (state of mind) sedangan profesional disebut
pernyataan aksi (state of action) tindakan yang dilakukan berdasarkan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan dan terukur. Sikap Profesionalisme mengacu pada ketinggian standar dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan yang dikerjakan. Bersatunya ikhlas dan profesional juga
profesionalisme adalah identitas bagi para profesional muslim yang harus kita manifestasikan
dalam segala aktifitas dan karya yang dihasilkan. Konsep ikhlas dan profesional bertemu dalam
diri seorang beriman.

Ada sebuah nasehat yang penuh makna dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Toriqotu al-Ta’lim,
karya Syekh az Zarnuji, bahwasanya Rosulullah bersabda : "Banyak perbuatan atau amal yang
tampak dalam bentuk amalan keduniaan, tapi karena didasai niat yang baik (ikhlas) maka
menjadi atau tergolong amal-amal akhirat. Sebaliknya banyak amalan yang sepertinya
tergolong amal akhirat, kemudian menjadi amal dunia, karena didasari niat yang buruk (tidak
ikhlas)”.

Untuk itu sikap yang luhur ini harus bebar-benar dijaga dan dipelihara. Menghadirkan selalu
aspek spiritual dalam setiap tarikan nafas dan derap langkah kita dalam upaya menjaga
keberlangsungan hidup dan eksistensi kita sebagai khalifah fil ardh serta sebagai upaya dalam
mendapatkan keberkahan hidup. Agar sikap ini tetap terjaga dengan murni perlu adanya sikap
saling memahami, saling mengapresisasi, saling mengingatkan dan saling menasehati dalam

4|Page
kebaikan dan kemashlahatan bersama. Semuanya idilakukan dengan niat yang baik dan cara
yang baik pula.

Wallahu a’lam bis shawab.

5|Page

Anda mungkin juga menyukai