Anda di halaman 1dari 8

Etos kerja menurut syariat islam

Dosen pembimbing :
Muhammad Taqiyyudin Alawiy

Disusun oleh

AL FITRA PRIBADI (21501051043)

YANUAR AKBAR (21501051035)


KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim.
Alhamdulillah puja dan puji syukur tetap terpanjatkan kehadirat Allah SWT. yang
melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan sederhana.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan limpahkan keharibaan junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. sebaik-baiknya insan lintang pemimpin bagi umat manusia karena
berkat beliaulah kita masih dapat merasakan nikmatnya Islam.
Dalam makalah ini, penulis membahas tentang Etos Kerja Menurut Syariat Islam
Namun pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan karena tidak ada
kesempurnaan sedikitpun di dunia ini. Dengan ini penulis mengharap kritik dan saran untuk
lebih memotivasi menjadi lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca semua, Amin

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Quran dan al-Hadits sebagai tuntunan dan
pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi
ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam
masalah yang berkenaan dengan kerja.

Rasulullah SAW bersabda: bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup


selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.
Dalam ungkapan lain dikatakan juga, Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di
bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik
dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat
bekerja. Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan
dengan ungkapan-ungkapan tadi.

Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja
yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan
nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan
al-Quran dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

b. Rumusan masalah
1) Apakah itu etos kerja?
2) Dalil mana saja yang menunjukkan mengenai etos kerja?
3) Apa saja prinsip dasar etos kerja dalam Islam?

c. Tujuan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud degan etos kerja
2) Untuk mengetahui pandangan al-quran dan hadits terhadap kerja dalam islam
3) Untuk mengetahui apa saja prinsip dasar etos kerja dalam islam

BAB II
PEMBAHASAN

Mahkota umat islam itu adalah jihad. Mereka yang tercabut semangat jihad dari
dadanya, dia telah mencampakan mahkota harga diri kemuliaanya, baik secara individu
maupun sebagai umat. Sungguh banyak orang yang berfikiran sempit yang menafsir dan
mengartikan jihad hanya dengan pengertian perang.
Ketauhilah bahwa jihad atau mujahadah yang berasal dari kata jahada-yujahidu,
mempunyai makna sikap yang bersungguh-sungguh untuk mengerahkan seluruh potensi diri
untuk mencapai suatu tujuan atau citacita. Inilah arti jihad yang paling mukhtabar yang
diketahui oleh seluruh kaum alim dimana pun mereka berada, sebagai firman allah di dalam
Al-Quran :
Artinya :
Dan barang siapa berjuang sekuat tenaga (jahada) sesungguhnya ia telah berusaha
(yujahidu) untuk dirinya sendiri.(Q.S. 29:6)

a. Pengertian etos kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepriba-dian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu,
tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat, etos di bentuk oleh berbagai kebiasaan,
pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dalam etos tersebut ada semacam
semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari kerusakan (fasad),
sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama
sekali cacat dari hasil pekerjaan. Sikap demikian di kenal dalam Islam aspek ikhsan yang
ditemukan dalam Al-Quran kata itqan yang berarti proses pekerjaan yang sangat
bersungguh, akurat, dan sempurna (An-Naml :88) akibatnya, seorang muslim yang
memiliki kepribadian Qurani pastilah akan menunjukkan etos kerja yang bersikap dan
berbuat serta menghasilkan segala sesuatu secara sangat sungguh-sungguh dan tidak
pernah mengerjakan sesuatu setengah hati. Dengan etos kerja yang bersumber dengan
keyakinan Qurani ada semacam keterpanggilan yang sangat kuat dari lubuk hati, Aku ini
seorang muslim, aku ini wakil Tuhan di muka bumi, apakah pantas kerja setengah-
setengah, apakah pantas seorang khalifah menun-jukkan hasil kerja yang tidak berkualitas.
Bila Allah berbuat ikhsan juga. Sebagaimana firman Allah SWT, dan berbuat baiklah
(ikhsan) sebagaimana Allah telah berbuat baik (ikhsan) kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka bumi), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang
berbuat kerusakan (Al-Qasas: 77).

b. Pandangan al-quran terhadap kerja dalam islam dan hadits

Di dalam kaitan ini, al-Quran banyak membicarakan tentang aqidah dan keimanan
yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang kerja tersebut
dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan
pahala di dunia dan di akhirat. Al-Quran juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika
kerja positif dan negatif. Di dalam al-Quran banyak kita temui ayat tentang kerja
seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :
Kita temukan 22 kata amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-Baqarah:
62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.
Kata amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud:
46, dan al-Fathir: 10.
Kata waamiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali,
diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.
Kata Tamalun dan Yamalun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.
Kita temukan sebanyak 330 kali kata amaaluhum, amaalun, amaluka,
amaluhu, amalikum, amalahum, aamul dan amullah. Diantaranya dalam
surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8, dan at-Tur: 21.
Terdapat 27 kata yamal, amiluun, amilahu, tamal, amalu seperti dalam
surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan
istilah sepertishanaa, yasnaun, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul
khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan sebagainya.

Di samping itu, al-Quran juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan bagian dari
iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah
SWT berfirman:
barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh (Al-Kahfi: 110)
Ada juga ayat al-Quran yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit misalnya
firman Allah SWT kepada Nabi Daud As.
Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara
kamu dalam peperanganmu (al-Anbiya: 80)
Dalam surah al-Jumuah ayat 10 Allah SWT menyatakan :
Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (Al-Jumuah: 10)
Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup
seluruh pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap
potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan,
pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup.
Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini,
sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima
upah baik bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya.
Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negara-negara komunis
maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat menjadi kelompok buruh dan majikan,
kondisi semacam ini pada akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan
konflik antara kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya perbaikan situasi
kerja, pekerja termasuk hak mereka.
Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak dalam Islam,
konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun demikian jika menghendaki
penyempitan pengertian (dengan tidak memasukkan kategori pekerjaan-pekerjaan yang
berkaitan dengan ibadah dan aktivitas spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada
garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan
(upah), dalam pengertian ini tercakup pula para pegawai yang memperoleh gaji tetap dari
pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga lainnya.
Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas, praktek
muamalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan empat
macam pekerja :
a) al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu,
dan para pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti
mereka yang bekerja dalam jasa angkutan dan kuli.
b) al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para
pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri.
c) al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan cara
jual beli seperti pedagang keliling.
d) al-Muzarriun: para petani.
Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadis
rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda, berikanlah upah
pekerja sebelum kering keringat-keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan
Thabrani).

Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : Besar gaji disesuaikan dengan hasil
kerja. Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain disesuaikan
dengan porsi kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.

c. Prinsip kerja dalam islam

I. Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun
cara menjalankannya. Contohnya, orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan di
pasar. Murninya, pekerjaan ini adalah halal, namun jika pedagang tersebut
melakukan hal-hal yang tidak baik (membahayakan orang lain), misalnya menjual
ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula halal menjadi haram
(haram lighairihi).
II. Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (taaffufan an al-masalah).
Sebagai orang beriman dilarang menjadi beban hidup orang lain (benalu).
Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi
pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, Sungguh orang yang mau
membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya
diatas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi
atau ditolak (HR Bukhari dan Muslim).
III. Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sayan ala iyalihi). Karena
memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan
melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan
Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan
tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri,
keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah (HR Ibnu
Majah).
IV. Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (taaththufan ala jarihi). Islam
mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang
kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan
mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di
lingkungan sekitar.

Dalam bekerja, setiap umat muslim hendaknya bekerja sesuai dengan etika Islam, yaitu:

1) Melandasi setiap kegiatan kerja semata-mata ikhlas karena Allah serta untuk
memperoleh ridla-Nya. Pekerjaan yang halal bila dilandasi dengan niat ikhlas karena
Allah tentu akan mendapatkan pahala ibadah.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya : Allah swt tidak akan menerima amalan,
melainkan amalan yang ikhlas dan yang karena untuk mencari keridaan-
Nya. (H.R.Ibnu Majah ).
2) Mencintai pekerjaannya. Karena pekerja yang mencinta pekerjaanya, biasanya dalam
bekerja akan tenang, senang, bijaksana, dan akan meraih hasil kerja yang optimal.
Rasulullah saw bersabda, yang artinya Sesungguhnya Allah cinta kepada seseorang
di antara kamu yang apabila mengerjakan sesuatu pekerjaan maka ia rapihkan
pekerjaan itu.
3) Mengawali setiap kegiatan kerjanya dengan ucapan basmalah.
Nabi saw bersabda yang artinya :Setiap urusan yang baik (bermanfaat) yang tidak
dimulai dengan ucapan basmalah (bismillahirrahmanirrahim) maka terputus
berkahnya. (H.R.Abdul Qahir dari Abu Hurairah)
4) Melaksanakan setiap kegiatan kerjanya dengan cara yang halal.
Nabi saw bersabda, yang artinya : Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang baik,
mencintai yang baik (halal), dan tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik, dan
sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sesuatu yang
diperintahkan kepada para utusan-Nya. (H.R.Muslim dan Tirmidzi)
5) Tidak melakukan kegiatan kerja yang bersifat mendurhakai Allah. Misalnya bekerja
sebagai germo, pencatat riba (rentenir), dan pelayan bar.
Nabi saw bersabda, yang artinya :Tidak ada ketaatan terhadap makhluk untuk
mendurhakai sang pencipta.(H.R.Ahmad bin Hambai)
6) Memiliki sifat-sifat terpuji seperti jujur, dapat dipercaya, suka tolong menolong
dalam kebaikan, dan professional dalam kerjanya
7) Bersabar apabila menghadapi hambatan-hambatan dalam kerjanya. Sebaliknya,
bersyukur apabila memperoleh keberhasilan.
8) Menjaga keseimbangan antara kerja yang manfaatnya untuk kehidupan di dunia dan
yang manfaatnya untuk kehidupan di akhirat. Seseorang yang sibuk bekerja sehingga
meninggalkan shalat lima waktu, tidak sesuai dengan Islam.

Rasulullah saw bersabda yang artinya,Kerjakanlah untuk kepentingan duniamu seolah-olah


kamu akan hidup selama-lamanya, tetapi kerjakanlah untuk kepentingan akhiratmu seolah-
olah kamu akan mati besok.(H.R.Ibnu Asakin)
BAB III
PENUTUP

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti pengertian
luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, intelektual
dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan.
Prinsip dasar etos kerja dalam islam :
Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun
cara menjalankannya.
Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (taaffufan an al-masalah).
Sebagai orang beriman dilarang menjadi beban hidup orang lain (benalu).
Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sayan ala iyalihi). Karena memenuhi
kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan melaksanakannya juga
termasuk dalam jihad.
Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (taaththufan ala jarihi). Islam
mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum
beriman bersikap egois.

Anda mungkin juga menyukai