Anda di halaman 1dari 20

TUGAS UTAMA UMAT ISLAM

Program DIII Keuangan Spesialisasi


Akuntansi

Tugas Vertical & Tugas Horisontal

Sebagai komunitas pilihan Allah, umat Islam mengemban


amanah atau kewajiban dan tanggung jawab yang
dibebankan oleh Allah kepadanya agar dipenuhi, dijaga dan
dipelihara dengan sebaik-baiknya.

Al-Maraghy, ketika menafsirkan ayat Innallaha


yamurukum an tuaddu al-amanaati ila ahliha ... (Q.S. alNisa: 58), mengemukakan bahwa amanah ada beragam
bentuknya, yaitu:
1. Amanah hamba terhadap Tuhannya, yakni sesuatu
yang harus dipelihara dan dijaga oleh manusia, berupa
mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya, serta menggunakan hal-hal potensialnya dan
anggota badannya dalam berbagai aktivitas yang bisa
menimbulkan kemanfaatan baginya dan dapat
mendekatkan diri kepada Tuhannya, sehingga bila manusia
melanggarnya, maka berarti dia berkhianat kepada
Tuhannya;

2. Amanah hamba terhadap sesama manusia,


yakni mengembalikan barang-barang titipan kepada
pemiliknya dan tidak mau menipu, serta menjaga
rahasia seseorang yang tidak pantas dipublikasikan;
dan
3. Amanah manusia terhadap dirinya, yakni
berusaha melakukan hal-hal yang lebih baik dan lebih
bermanfaat bagi dirinya untuk kepentingan agama
dan dunianya, tidak melakukan hal-hal yang
membahayakan dirinya baik untuk kepentingan
akhirat maupun dunianya, serta berusaha menjaga
dan memelihara kesehatan dirinya.

Apa itu amanah?

Al-Raghib al-Asfahani, pakar bahasa al-Quran, mengemukakan


beberapa pengertian tentang amanah, yaitu: (1) kalimah tauhid;
(2) al-adalah (menegakkan keadilan); (3) akal. Menurut AlAsfahani, bahwa pengertian yang ketiga itulah yang benar,
karena dengan akal bisa tercapai marifah tauhid, bisa
terwujudkan keadilan dan mampu menjangkau berbagai ilmu
pengetahuan dan sebagainya, bahkan akal inilah yang
membedakan manusia dengan makhluk yang lain.
Dari beberapa pendapat ahli tafsir tersebut dapat difahami
bahwa tugas hidup umat Islam - yang merupakan amanah dari
Allah - itu pada intinya ada dua macam, yaitu : Abdullah
(menyembah atau mengabdi kepada Allah), dan Khalifah Allah,
yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

1. Tugas manusia sebagai Abdullah (hamba Allah):


Tugas hidup manusia sebagai Abdullah merupakan
realisasi dari mengemban amanah dalam arti: memelihara
beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus
dipatuhi, kalimah La ilaaha illa Allah atau kalimat tauhid,
dan atau marifah kepadaNya. Sedangkan Khalifah Allah
merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti:
memelihara, memanfaatkan, atau mengoptimalkan
penggunaan segala anggota badan, alat-alat potensial
(termasuk indera, akal dan qalbu) atau potensi-potensi
dasar manusia, guna menegakkan keadilan, kemakmuran
dan kebahagiaan hidup.
Tugas hidup manusia sebagai abdullah bisa difahami dari
firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56: Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.

2. Tugas manusia sebagai Khalifah Allah


Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka
bumi. Hal ini dapat difahami dari firman Allah dalam Q.S.
al-Baqarah: 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."

Apa yang dimaksud dengan khalifah?

Kata khalifah berasal dari kata khalf (menggantikan,


mengganti), atau kata khalaf (orang yang datang
kemudian) sebagai lawan dari kata salaf (orang
yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah adalah
menggantikan yang lain, atau karena tidak adanya
orang yang diganti, atau karena kematian orang yang
diganti, atau karena kelemahan/tidak berfungsinya
yang diganti, misalnya Abu Bakar ditunjuk oleh umat
Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni
penerus dari perjuangan beliau dan pemimpin umat
yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat,
atau Umar bin Khattab sebagai pengganti dari Abu
Bakar dan seterusnya;

dan adakalanya karena memuliakan (memberi


penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang
yang dijadikan pengganti. Pengertian terakhir
inilah yang dimaksud dengan Allah mengangkat
manusia sebagai khalifah di muka bumi,
sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39,
Q.S. al-Anam ayat 165.
Manusia adalah makhluk yang termulia di antara
makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra: 70) dan
ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik
bentuk/kejadian, baik fisik maupun psikhisnya
(Q.S. al-Tin: 5).

Tugas manusia sebagai khalifah Allah di


muka bumi

Tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61),


serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di
muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan
beramal saleh (Q.S. al-Rad : 29), bekerjasama dalam
menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan
kesabaran (Q.S. al-Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan
merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia
pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang,
dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian
kepadaNya (abdullah).
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas
kekhalifahan terhadap diri sendiri; tugas kekhalifahan dalam
keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat;
dan tugas kekhalifahan terhadap alam.

Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri


meliputi tugas-tugas: (1) menuntut ilmu
pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43 (2)
menjaga dan memelihara diri dari segala
sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya
dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6);
dan (3) menghiasi diri dengan akhlak
yang mulia.

Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi


tugas membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera
(Q.S. ar-Rum: 21).
Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas :
(1) mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S. alHujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong menolong dalam
kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3)
menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa: 135);
(4) bertanggung jawab terhadap amar maruf nahi munkar
(Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik terhadap
golongan masyarakat yang lemah (Q.S. al-Taubah: 60, alNisa: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. Abasa: 1-11), orang
yang berada di bawah penguasaan orang lain dan lain-lain.

Tugas kekhalifahan terhadap alam


meliputi tugas-tugas: (1) mengkulturkan
natur (membudayakan alam); (2)
menaturkan kultur (mengalamkan
budaya); dan (3) mengIslamkan kultur
(mengIslamkan budaya).

Kedudukan Umat Islam

Sudah menjadi fitrah manusia untuk menjadikan dirinya seorang


manusia yang mulia. Kata mulia sendiri jika kita lihat dalam KBBI
(kamus besar bahasa Indonesia) berartitinggi kedudukan,
pangkat ,atau martabatnya, atau bisa juga tertinggi maupun
terhormat. Dengan menjadi mulia seorang manusia akan dihargai
dan mendapatkan kedudukan yang terhormat.Dalam Hierarki
kebutuhan Maslow yang cukup terkenal dalam bidang psikologi,
juga disebutkan bahwa kebutuhan untuk dihargai atauesteem
needs adalah kebutuhan yang dimilki oleh setiap orang.
Lalu , apakah Islam melarang kita mencari kemuliaan? Tentu
sebagai dien yang mulia dan fitrah (yang sangat sesuai degan
fitrah manusia, karena diturunkan langsung oleh Sang Pencipta
manusia itu sendiri), Islam sangat mengerti betul kebutuhan
manusia yang satu ini. Lalu bagai mana Islam memandang
kemuliaan?

Kemuliaan sejati adalah kemuliaan di


mata Allah

Dari Sulaiman bin Yasar, dia berkata: Suatu saat, ketika orang-orang
mulai bubar meninggalkan majelis Abu Hurairah -radhiyallahuanhu-,
maka Natil berkata kepadanya, Wahai Syaikh, tuturkanlah kepada kami
suatu hadits yang pernah anda dengar dari Rasulullahshallallahu alaihi
wa sallam. Abu Hurairah menjawab, Baiklah. Aku pernah mendengar
RasulullahSAWbersabda: Sesungguhnya orang-orang yang pertama
kali diadili pada hari kiamat adalah: Seorang lelaki yang telah berjuang
demi mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan
kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga
dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya,Apa yang telah
kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?. Dia menjawab,Aku
berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid.Allah
menimpali jawabannya,Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang
agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah
kamu peroleh di dunia.Kemudian Allah memerintahkan malaikat
untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya
hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta


pandai membaca/menghafal al-Quran. Lalu dia dihadirkan dan
ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan
diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah
bertanya kepadanya,Apa yang telah kamu lakukan untuk
mendapatkan itu semua?. Dia menjawab,Aku menimba ilmu
dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Quran
di jalan-Mu.Allah menimpali jawabannya,Kamu dusta.
Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut
sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Quran agar
disebut sebagai qari. Dan sebutan itu telah kamu
dapatkan di dunia.Kemudian Allah memerintahkan
malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di
atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api
neraka.

Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta


mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia
dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang
diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya
kepadanya,Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu
semua?. Dia menjawab,Tidak ada satupun kesempatan yang
Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku
telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.Allah menimpali
jawabannya,Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak
hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang
dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di
dunia.Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk
menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga
akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.
(HR. Muslim[1903], lihatSyarh Muslim[6/529-530])

Dari hadist tersebut, dapat kita lihat


bahwa bagi seorang muslim, kemuliaan
dan penghargaan di mata manusia
dapat saja bernilai kecil bahkan nol di
hadapan Allah.
Kemuliaan di hadapan Allah adalah lebih
diprioritaskan dibading kemuliaan
dihadapan siapapun.

Dapatkan kemuliaan itu

Ada banyak jalan kemuliaan yang Allah tunjukkan,


salah satunya adalah:
Diriwayatkan dari Jabir berkata,Rasulullah saw
bersabda,Orang beriman itu bersikap ramah
dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang
tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia
adalah orang yang paling bermanfaat bagi
manusia. (HR. Thabrani dan Daruquthni)
Islam memberikan konsep tentang orang yang mulia
adalah orang yang mempunyai kebermanfaatan
untuk sekitar dimanapun ia berada.

Jalan lain menuju kemuliaan adalah;

Maukah kalian aku tunjukkan akhlak


yang paling mulia di dunia dan diakhirat?
Memberi maaf orang yang menzhalimimu,
memberi orang yang menghalangimu dan
menyambung silaturrahim orang yang
memutuskanmu.(H.R. Baihaqi).
Banyak orang beranggapan bahwa orang yang
minta maaf atau memaafkan itu hina, dan
statusnya lebih rendah. Tapi Islam berkata lain
bahwa meminta maaf dan memaafkan
ternyata menjadikan orang jauh lebih mulia.

Mengukur Kadar
Kemuliaan kita

Rasulullah saw menjelaskan tentang hal


itu:
Siapa yang ingin mengetahui
kedudukannya di sisi Allah hendaklah
dia mengamati bagaimana kedudukan
Allah dalam dirinya. Sesungguhnya
Allah menempatkan hamba-Nya
dalam kedudukan sebagaimana dia
menempatkan kedudukan Allah pada
dirinya. (HR. Al Hakim)

Anda mungkin juga menyukai