Anda di halaman 1dari 21

HAKEKAT MANUSIA

SEBAGAI MAKHLUK
TUHAN YANG MAHA ESA
A. HAKEKAT MANUSIA
Dalam pandangan Islam, manusia adalah
makhluk yang mulia dan terhormat disisi Allah
yang diciptakan dalam bentuk yang amat baik
(paling sempurna dalam penciptaan-Nya). QS.
At-Tin ayat 4 menjelaskan :

  


.   
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
 Dalam kamus besar bahasa indonesia,”manusia
diartikan sebagai makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain);insan;orang’
(1989:558).menurut pengertian ini manusia adalah
makhluk tuhan yang diberi petensi akal dan budi,nalar
dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya
demi kemakmuran dan kemaslahatannya.
 Sedangkan dalam bahasa arab ,kata ’manusia’ ini
bersepadan dengan kata-kata al-
nas,basyar,insan,mar’u dan lain-lain. kata “basyar”
dalam Al-Qur’an disebut 27 kali,memberikan
referensi pada manusia sebagai makhluk biologis
Hakikat Penciptaan Manusia
Penciptaan manusia secara fisik pada kejadian
selanjutnya melalui proses percampuran bahan
dari laki-laki dan perempuan. Jika masuk ke
dalam rahim terjadi proses kreatif, tahap demi
tahap membentuk wujud manusia, seperti
firman-Nya :

 
 
  
Nuftah adalah tetesan cairan yang mengandung
gamet pria dan gamet wanita, kemudian tersimpan
di dalam rahim (qararin makin) atau uterus, yaitu
suatu wadah yg ideal untuk perkembangan embrio

  


 
 
 
 
  
   
  
Alaqah adalah embrio yang berumur 24-25
hari, kemudian berubah menjadi stadium
mudghah (26-27 hari). Selanjutnya masuk ke
stadium tulang (Idzam), yaitu cikal tulang rangka
yang berbentuk dalam stadium mudzghah (25-40
hari) berubah menjadi tulang rawan, setelah itu
embrio berada dalam stadium (Idzam). Dalam
stadium ini berbagai organ benda dalam posisi
baru yang berhubungan dengan pertumbuhan
tulang / rangka.
Setelah itu embrio masuk ke dalam stadium
dibungkus daging (fakasaunal idzama lahma),
artinya setelah tulang dibentuk lalu diikuti oleh
pembentukan daging yang meliputi tulang-tulang
tersebut. Pada minggu ke 8 embrio menjadi fetus
membentuk otot-otot. Dalam minggu ke 12 terjadi
assifikasi pada pusat-pusat pertulangan. Anggota
badan berdifferensiasi dan berbentuk kuku pada
jari kaki dan tangan. Di samping pertumbuhan
macam-macam struktur organ, masing-masing
organ juga mengalami pertumbuhan besama-sama
dengan pertumbuhan badan.
Dalam ayat lain Allah berfirman :

   


   
    
    
 
   
 
8. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati
air yang hina.
9. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
Di samping pertumbuhan organ-organ tubuh,
dalam akhir dari kehamilan, Allah meniupkan ruh
pada bayi. Para malaikat diperintahkan untuk
bersujud (memberi hormat) kepadanya.
Pada ayat-ayat di atas dengan jelas Al-Qur’an
menunjukkan bahwa manusia tersusun dari unsur
materi dan imateri, jasmani dan rohani. Tubuh
berasal dari tanah, dan ruh berasal dari substansi
imateri alam gaib. Tubuh akan kembali ke asalnya
menjadi tanah dan ruh akan pulang kembali ke
alam gaib.
Manusia Makhluk Berakal
Dalam diri manusia terdapat sesuatu yang
tidak ternilai harganya sebagai anugerah dari Allah
SWT, yaitu akal. Kelebihan manusia dari makhluk
lainnya adalah karena memiliki potensi berpikir.
Sekiranya manusia tidak diberi akal niscaya keadaan
dan perbuatannya akan sama saja dengan hewan.
Dengan adanya akal, manusia menjadi berarti dan
berharga. Akal dapat digunakan untuk berpikir dan
memperhatikan segala benda dan barang yang ada di
alam ini sehingga dapat dipikirkan manfaatnya.
Penjelasan Al-Qurán mengenai pemberian akal tertera dalam Q.S.
An-Nahl : 78
   
   
   
   
Artinya : “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Manusia dalam menggunakan potensi-potensi dirinya harus
disesuaikan sebagai makhluk psiko-fisik, berbudaya, dan
beragama untuk tetap mempertahankan kapasitas dirinya
sebagai makhluk yang paling mulia.
Ketidakseimbangan akan menyebabkan manusia memiliki nilai
yang rendah.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan manusia untuk
berpikir atau menggunakan akal. Seandainya akal tidak
dipergunakan untuk berpikir, tidak akan ada manfaatnya bagi
manusia.
    
 
Artinya : “Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-
ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya”.
Selain kita diperintahkan untuk memikirkan hukum-hukum-
Nya, kita juga diperintahkan memikirkan dan menyadari
kekuasaan Allah. “Tafakkaruu fii Kholqillahi wala tafafakkaru fii
dzaatillahi” (Fikirkanlah tentang ciptaan Allah dan janganlah
memikirkan tentang Dzat Allah).
b. Manusia Memiliki Kemauan (Nafsu)
Menurut ilmu tasawuf, nafsu adalah
dorongan-dorongan alamiah manusia yang
mendorong pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Adapun pengertian hawa nafsu adalah
sesuatu yang disenangi oleh jiwa yang
cenderung negatif, baik bersifat nafsu jasmani
maupun nafsu maknawi.
B. MARTABAT MANUSIA
Secara etimologis, martabat berasal dari kata Bahasa Arab
‫( ﻛ ﺮاﻣﺔ‬karamah)
yang berarti kemuliaan, kehormatan, wibawa,
reputasi, dan martabat.
Secara terminologis, Karomah adalah anugerah sekaligus
amanah dari Allah S.W.T dalam bentuk wibawa, kemuliaan,
kehormatan dan martabat yang di karuniakan kepada setiap
insan.
Martabat juga memiliki arti pangkat atau derajat yang
dimiliki manusia sebagai manusia. Dengan memiliki martabat
ini, maka manusia menjadi beda dengan makhluk lain.
Menurut KBBI, kata martabat memiliki arti tingkat, derajat,
pangkat dan harga diri.
Harkat dan martabat bagi manusia merupakan sumber
dari seluruh hak-hak asasi manusia (HAM), sebagai bukti
nyata perbedaan manusia dengan makhluk lainnya.
Islam sangat menghormati dan memuliakan status dan
eksistensi manusia, baik yang terkait dengan :
1. Kemuliaan Yang bersifat individual (karamah fardiyah) yaitu
memelihara kemuliaan lahir dan batin
2. Kemuliaan yang bersifat masyarakat (karamah ijtima’iyyah)
yaitu hubungan sosial antara sesama manusia
3. Kemuliaan secara politik (karamah siyasiyyah) dengan
diberikan hak-hak politik pada manusia untuk memilih
atau dipilih, karena iya merupakan khalifah dimuka bumi.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’
ayat 70 :

70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-


anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.
3. Tanggung Jawab Manusia Sebagai
Hamba Allah & Khalifah
a) Mengimani dan tidak menyekutukan Allah,
tunduk kepada hukum-hukum-Nya (Taqwa),
menyembah Allah sebagaimana Q.S. Adz-
Dzaariyaat : 56
  
  

Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”.
b) Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi
Khalifah berarti pengganti, penguasa, pengelola dan
pemakmur. Allah menciptakan manusia sebagai
khalifah di bumi dengan maksud agar manusia
menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan
bumi beserta segala isinya dengan mengindahkan
semua ketentuan yang sudah diteteapkan Allah SWT .
Maka ditangan manusialah terletak kemakmuran
bumi dan ketenteramannya. Sebagai pedoman hidup
mereka dalam mengelola dan melaksanakan tugas
kekhalifahan itu, Allah menurunkan agama yang harus
dipatuhi oleh Umat manusia.
Dalil tentang manusia sebagai khalifah ditegaskan
dalam QS. Al-Baqarah : 30
   
    
    
  
  
    
    
Artinya: ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
Allah menganugerahkan manusia ilmu
pengetahuan dan kemauan (akal dan nafsu), dijadikan
khalifah (penguasa) di bumi serta menjadi pusat
pelaku kegiatan di alam ini. Segala apa yang ada di
langit dan di bumi bekerja untuk kepentingan
manusia.
Kesimpulannya, apa yang ada di alam ini adalah
berkhidmat kepada manusia dan diciptakan manusia
untuk berkhidmat kepada Allah. Q.S. Al-Baqarah : 29

     


   
  
    
 
REFERENSI
1. DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Pusat Bahasa, 2008)
2. Frans Magnis – Suseno, Berfilsafat Dari
Konteks, (Jakarta : Gramedia, 1991)
3. Drs. E. Syamsudin, Pendidikan Agama Islam
Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung : Tiga
Mutiara, 1997)
4. Tim DEP. AGAMA FISIP-UT, Pendidikan
Agama Islam (Jakarta : Universitas Terbuka,
2004)

Anda mungkin juga menyukai