BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Upah
sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang
telah atau akan dikerjakan, berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi
kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan
menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu
Jadi, Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan
Upah Uang adalah jumlah uang yang diterima pekerja dari pengusaha sebagai
pembayaran atas tenaga mental dan fisik para pekerja dalam proses produksi
Upah Riil adalah menggambarkan daya beli dari Pendapatan / Upah yang diterima
Pekerja / Buruh. Upah riil dihitung dari besarnya upah nominal dibagi dengan Indeks Harga
Konsumen (IHK).
2. Pengertian tenaga Kerja
Tenaga Kerja adalah penduduk berusia kerja yang siap melakukan pekerjaan antar lain
mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari kerja, mereka yang bersekolah, dan
mereka yang mengurus rumah tangga (MTrionga dan Yoga Firdaus, 2007 : 2)
kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang
Jadi Tenaga Kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja.
Sumber daya manusia dalam ilmu ekonomi diperlakukan sebagai input, sebagai salah
satu faktor produksi dengan jasa yang mereka berikan,mereka turut mengubah input lainnya
(modal, material, dll) menjadi output (barang atau jasa). (jusmaliani, 2005:173)
Sumber daya manusia dianggap sama dengan barang-barang lainnya, hal ini
yang membuat manusia tidak lebih dari sekedar baut yang melengkapi barang-barang
produksi. Kenyataan ini mulai di pahami oleh pemikir human relation yang mulai
mendudukkan tenaga kerja bukan hanya sekedar pelengkap, namun makhluk sosial yang
lebih tinggi dari itu , yang membutuhkan interaksi dan juga memiliki emosi.
Pemikiranpun terus berkembang dan pada akhirnya kembali kepada pemikiran islam
yang memperlakukan tenaga kerja sebagai mitra, bukan baut. Manusia sebagai tenaga kerja
memiliki kedudukan yang sama di mata Allah SWT. Yang membedakannya adalah tingkat
ketakwaannya.
Meskipun hukum ekonomi tidaklah bisa ditetapkan secara mutlak dalam masalah tenaga
kerja, tetapi tidak bisa diingkari bahwa hukum penawaran dan permintaan tetap
mempengaruhi. Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang tinggi dan jumlah
tenaga kerja yang langka maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatan-jabatan yang
b. Organisasi Buruh
lemah kuatnya organisasi akan ikut mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. Adanya
serikat pekerja yang berarti posisi penawaran pegawai juga kuat akan menaikkan tingkat
Meskipun serikat pekerja menuntut upah yang tinggi, tetapi akhirnya realisasi
pemberian upah akan tergantung juga pada kemampuan membayar dari organisasi. Bagi
organisasi, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi yang akan mengurangi
keuntungan. Jika kenaikan biaya produksi sampai mengakibatkan kerugian organisasi jelas
d. Produktivitas
Upah sebenarnya merupakan imbalan bagi pegawai, semakin tinggi prestasi pegawai
sudah seharusnya semakin tinggi pula upah yang akan diterima. Prestasi ini biasanya
dinyatakan sebagai produktivitas, hanya yang menjadi masalah nampak belum ada
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan juga adalah biaya hidup. Di kota-kota besar
biaya hidup tinggi, upah juga cenderung tinggi. Bagaimanapun juga nampaknya biaya hidup
f. Pemerintah
Peraturan tentang upah minimum merupakan batas bahwa dari tingkat upah yang dibayarkan.
Dan katakanlah : "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mumin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui
akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan." (At
Taubah : 105).
2. Surat An-Nahl ayat 97 :
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik apa yang telah mereka kerjakan."
3. Surat Al-Kahfi ayat 30 :
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak akan menyia-
nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik."
Berdasarkan tiga ayat diatas, maka upah dalam konsep Islam adalah menekankan
pada dua aspek, yaitu dunia dan akherat. Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa
penekanan kepada akherat itu lebih penting daripada penekanan terhadap kehidupan dunia
(dalam hal ini materi).
Dalam surat At Taubah 105 menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk
bekerja, dan Allah pasti membalas semua apa yang telah kita kerjakan. Yang paling penting
dalam ayat ini adalah penegasan Allah bahwasanya motivasi atau niat bekerja itu haruslah
benar dan apabila motivasi bekerja tidak benar, maka Allah akan membalas dengan cara
memberi azab. Sebaliknya, kalau motivasi itu benar, maka Allah akan membalas pekerjaan
itu dengan balasan yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan.
Dijelaskan juga dalam surat An-Nahl : 97 bahwa tidak ada perbedaan gender dalam
menerima upah atau balasan dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi
upah dalam Islam jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Penegasan dari ayat ini ada
dua hal yaitu balasan Allah yang langsung diterima di dunia yaitu kehidupan yang baik atau
rezeki yang halal sedangkan balasan di akherat adalah dalam bentuk pahala.
Sementara itu, Surat Al-Kahfi : 30 menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan
yang telah dilakukan manusia, pasti Allah akan mengganjar dengan adil. Allah tidak akan
berlaku zalim dengan cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya.
Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek
yang pernah terjadi di kekhalifahan Islam. Secara lebih rinci kalau kita lihat hadits Rasulullah
saw tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :
Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di
bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka
harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti
apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang
sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah
membantu mereka (mengerjakannya)." (HR. Muslim).
Dari hadits ini dapat didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di dunia)
mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang. Perkataan :
harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti
apa yang dipakainya (sendiri)", bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan
dan pakaian karyawan yang menerima upah.
Periwayatan hadits yang lain, dari Mustawrid bin Syadad Rasulullah SAW bersabda :
Siapa yang menjadi pekerja bagi kita, hendaklah ia mencarikan isteri (untuknya); seorang
pembantu bila tidak memilikinya, hendaklah ia mencarikannya untuk pembantunya. Bila ia
tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal.
Abu Bakar mengatakan: Diberitakan kepadaku bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda:
Siapa yang mengambil sikap selain itu, maka ia adalah seorang yang keterlaluan atau
pencuri." (HR. Abu Daud).
Hadits ini menegaskan bahwa kebutuhan papan (tempat tinggal) merupakan
kebutuhan yang bersifat hak bagi para karyawan. Bahkan menjadi tanggung jawab majikan
juga untuk mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih lajang (sendiri). Hal ini
ditegaskan pula oleh Doktor Abdul Wahab Abdul Aziz As-Syaisyani dalam kitabnya Huququl
Insan Wa Hurriyyatul Asasiyah Fin Nidzomil Islami Wa Nudzumil Masiroti bahwa
mencarikan istri juga merupakan kewajiban majikan, karena istri adalah kebutuhan pokok
bagi para karyawan.
Dijelaskan bahwa setiap perusahaan atau majikan yang mempekerjakan seorang
tenaga kerja wajib member upah. Karena Allah SWT telah menyiapkan neraka khusus yang
diberi nama Al-Wail sebagai tempat untuk menyiksa para tukang tipu termasuk perusahaan
yang dengan cara dzalim memberlakukan peraturan yang tidak jelas dan menjebak
karyawannya.
Dan yang pasti pemilik perusahaan wajib membayarkan upah para pekerja sesuai
dengan perjanjian sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
Siapa yang mempekerjakan karyawan wajiblah memberikan upah
Perbedaan pandangan terhadap upah antara konvensional dan islam terletak dalam 2
hal :
Pertama: islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral sementara barat
tidak
Kedua: upah dalam islam tiodak hanya sebatas materi ( kebendaan atau keduniaan ) tetapi
menembus batas kehidupan yakni berdimensi akhirat yang disebut dengan pahala. Berbeda
dengan barat yang hanya memandang upah dari segi keduniaan.
Adapun persamaan konsep upah antara barat dan islam terletak pada prinsip keadilan
( justice ) dan prinsip kelayakan ( kecukupan ).
Sistem pengupahan dalam islam ada 2, yakni adil dan layak
Adil bermakna 2 hal :
1. Jelas dan transparan
2. Proporsional
Untuk membantu mengatasi problem gaji, pemerintah membuat batas minimal gaji
yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerjanya, yang kemudian dikenal dengan
istilah Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Daerah (UMD) atau Upah
Minimum Kota (UMK) yang mengacu pada UU Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999.
Intervensi pemerintah dalam hal ini ditujukan menghilangkan kesan eksploitasi pemilik usaha
kepada buruh karena membayar di bawah standar hidupnya. Nilai UMR, UMD, dan UMK ini
biasanya dihitung bersama berbagai pihak yang merujuk kepada Kebutuhan Fisik Minimum
Keluarga (KFM), Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), atau kondisi lain di daerah yang
bersangkutan.
Di sisi lain UMR dan UMD kerap digunakan pengusaha untuk menekan besaran gaji
agar tidak terlalu tinggi, proses penetapan upah dilakukan oleh dewan pengupahan mulai dari
tingkat daerah sampai tingkat nasional, kita dapat melihat contoh diungkapkan oleh Harjono
Ketua SPSI DKI Jakarta ketika setiap tahun dilakukan perundingan besarnya UMR oleh tri
partit buruh diwakili oleh pengurus serikat pekerja, pengusaha diwakili oleh Asosiasi
Pengusaha Indonesia dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, disini akan tercermin
kepentingan para pengusaha, bahkan ada mantan pejabat atau pensiunan Dinas Tenaga Kerja
DKI memegang beberapa perusahaan out sorcing nongkrong ketika Dewan Pengupahan
tersebut sedang berunding
Buruh telah mengorbankan tenaga dan jam kerjanya yang sangat banyak dalam proses
produksi suatu perusahaan. Bila diteliti lebih jauh, penetapan UMR dan UMD ternyata tidak
serta merta menghilangkan problem gaji/ upah ini. Hal ini terjadi setidaknya disebabkan
oleh :
1. Pihak pekerja, yang mayoritasnya berkualitas SDM rendah berada dalam kuantitas
yang banyak sehingga nyaris tidak memiliki posisi tawar yang cukup dalam menetapkan gaji
yang diinginkan. Walhasil, besaran gaji hanya ditentukan oleh pihak majikan, dan kaum
buruh berada pada posisi sulit menolak.
2. Pihak majikan sendiri sering merasa keberatan dengan batasan UMR. Hal ini
mengingat, meskipun pekerja tersebut bekerja sedikit dan mudah, pengusaha tetap harus
membayar sesuai batas tersebut.
3. Posisi tawar yang rendah dari para buruh semakin memprihatinkan dengan tidak
adanya pembinaan dan peningkatan kualitas buruh oleh pemerintah, baik terhadap kualitas
keterampilan maupun pengetahuan para buruh terhadap berbagai regulasi perburuhan.
4. Kebutuhan hidup yang memang juga bervariasi dan semakin bertambah, tetap saja
tidak mampu dipenuhi dengan gaji sesuai UMR. Pangkal dari masalah ini adalah karena
gaji/upah hanya satu-satunya sumber pemasukan dalam memenuhi berbagai kebutuhan dasar
kehidupan masyarakat.