Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bekerja merupakan kegiatan manusia untuk mendapatkan sesuatu sebagai imbalan
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik untuk kepentingan pribadi
maupun keluarga, bahkan untuk kepentingan masyarakat. Bekerja merupakan fitrah dan
sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada
prinsip-prinsip iman dan tauhid dapat meningkatkan martabat manusia sebagai hamba Allah
yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari curahan mensyukuri nikmat-Nya. Apabila
bekerja itu merupakan fitrah manusia, jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas
dan tidak menyatakan keinginan dalam bentuk amal yang kreatif, sesungguhnya dia melawan
fitrah dirinya sendiri dan menurunkan derajatnya sebagai manusia ke tingkat lebih hina dari
pada hewan.1Dalam Islam, bekerja merupakan perintah dari Allah. Apalagi kerja yang
bertujuan mengharap ridha Allah, ia bernilai ibadah.2 Dalam hal ini, Islam sangat
memandang rendah kepada ummat yang bersikap bermalas-malasan dan tidak mahu bekerja.
Karena hal itu merupakan sifat mazmumah (tercela).Banyak himbauan yang tersirat dalam
al-Qur’an dan hadis Nabi Saw, supaya umatnya menjadi umat yang rajin, cekap dan tangkas
bekerja guna memproduksi kebaikan
Etos kerja dalam Islam tercermin dari teladan yang dicontohkan oleh Nabi Daud a.s.
yang menghasilkan pelbagai kerajinan tangan yang membuahkan rizki untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan kepentingan keluarganya.3Beliau bekerja sekuat tenaga dan memeras
keringat untuk mendapatkan rizki dari Allah dengan tangannya sendiri. Artinya, dalam
mendapatkan rizki dari Allah, seseorang harus berusaha dan bekerja serta menumbuhkan
semangat (etos) kerja itu. Dalam hal ini, Islam sangat mencela pekerjaan meminta-minta dan
mengharap pemberian rizki dari orang lain4
. Setiap muslim sebenarnya dituntut untuk menyadari bahwa dirinya berharga apabila ia
berkarya mencipta dan mampu memberikan arti pada lingkungannya.5Banyak bidang
1
Ek. Iman Munawir, Azaz-azaz Kepemimpinan Dalam Islam, (Surabaya : Usaha Nasional, t.th.), h. 206
2
Hamzah Ya’cub, Etos Kerja islam, (Jakarta : CV . Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 13
3
Lihat Imam Muslim, Shahih Muslim, Jilid IV, (Beirut-Fikr,t.th.),h.86
4
Susi Dwi Bawarni dkk, Potret Keluarga Sakinah, (Jakarta :Media Idaman Press, 2000), h. 27
5
Toto Tasmara, Etos kerja Pribadi Muslim, (Yongyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1994), h.5
pekerjaan yang bisa dilakukan oleh seseorang selagi ia mau bekerja; seperti pada sektor
pertanian, perdagangan, perburuhan, sektor jasa dan sebagainya. Pada sektor yang digeluti
tersebut dituntut untuk profesional. Artinya, seseorang bekerja sesuai dengan keahlian,
kemampuan atau pun pendidikan yang ia miliki.
Pada zaman modern ini, etos kerja sangat mempengaruhi kesejahteraan dan
kebahagiaan suatu rumah tangga dalam suatu masyarakat. Karena dari etos kerja yang tinggi,
hasilnya, dapat menghadirkan apa yang dibutuhkan dalam keluarga. Rumah tangga pada
zaman ini, tidak saja memenuhi kebutuhan basic needs (kebutuhan dasar) seperti sandang,
pangan dan papan, akan tetapi membutuhkan aspek yang lain, seperti fasilitas-fasilitas yang
dapat menunjang kehidupan itu sendiri, baik fasilitas rumah tangga (alat-alat perabot,
kendaraan, dan lain-lain) maupun fasilitas dalam rangka meningkatkan status sosial. Belum
lagi kebutuhan terhadap pendidikan anak-anak. Semuanya itu memerlukan uang sebagai alat
untuk mendapatkan semua itu. Dan jumlah nominal uang yang dapat memenuhi kebutuhan
itu hanya didapatkan melalui etos kerja yang tinggi.6
Etos kerja yang dimaksudkan di sini adalah penanaman semangat untuk bekerja dan
berkreatifitas. Karena sikap yang bermalas-malasan dan tidak kreatif merupakan cerminan
sikap yang tidak memiliki etos kerja. Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang terindikasi dari
rasa tanggung jawabnya terhadap pekerjaan yang digelutnya. 7 Selain dari itu, membudayakan
diri hidup disiplin dalam hal memanfaatkan waktu yang sebaik-baiknya juga merupakan hal
yang penting dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau tugas yang dibebankan. Karena hal
tersebut merupakan penentu terhadap keberhasilan dan produktifitas kerja.8

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Tafsir QS Al Jumuah Ayat 10
2. Bagaimana Kewajiban mencari harta dg cara yang baik
3. Bagaimana Pengharaman mencari harta yang melalaikan /meninggalkan ibadah (QS: 62:

1.3 Tujuan Penulisan

6
Thohir Luth, Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), h. 51
7
Edward M. Marshall, Transformasi Etos Kerja, (Jakarta : PT. Halirang, 1996), h. 30
8
1Muhammad Firdaus al-Hasyim, Islam Menuju Hidup Sukses, (Gresik, : Putra Pelajar, 1999), h. 63
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tafsir QS Al Jumu’ah ayat 10


Turunnya ayat ini berkaitan dengan peristiwa pada saat Rasulullah Shallallahu „Alaihi
Wasallam berkhutbah pada hariu Jum‟at, kemudian datanglah kafilah dagang yang membawa
barangbarang dagangan dari negeri Syam (kawasan Palestina sekarang). Mendengar ramai gelaran
pameran atau „ekspo‟ perdagangan dimulai, maka jama‟ah Jum‟ah yang sedang mendegarkan
khutbah dari Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam mulai terusik hatinya, antara terus
mendengarkan khutbah sampai selesai, atau keluar walau sejenak untuk memesan barang-barang
dagangan yang memang sangat diperlukan. Kemudian, ternyata tidak sedikit jama‟ah Jum‟ah pada
waktu itu yang terpaksa keluar untuk menjemput rombongan kafilah dagang dengan meninggalkan
mendengar khutbah Jum‟ah. Dengan kejadian seperti itu turunlah Q.S Al Jumuah ayat 10. Allah SWT
berfirman:

‫ض ِل هّٰللا ِ َو ْاذ ُك رُوا هّٰللا َ َك ِث ْي رً ا‬ ِ ْ‫الص ٰلوةُ َفا ْن َت ِش ر ُْوا فِى ااْل َر‬
ْ ‫ض َوا ْب َت ُغ ْوا ِمنْ َف‬ َّ ‫ت‬ِ ‫َف ِا َذا قُضِ َي‬
‫لَّ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِح ُْو َن‬
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui. (10) Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebarlah kamu di bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah
(62):9-10).9
a. Tafsir Ibnu Katsir surat Al Jumuah Ayat 9-10 (Abdullah, 2007)
Dalam penafsirannya Ibnu Katsir termasuk ke dalam tafsir bil ma‟tsur yakni menafsirkan
Al Quran dengan, sunnah, perkataan sahabat, tabi‟in dan kemudian istisyahad dengan
berbagai keilmuan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Adapun Langkah-
langkah (stratifikasi) penafsiran yang digunakan Ibnu Katsir secara garis besar adalah
sebaggai berikut (Yusuf,2004:138): Menafsirkan dengan Al Quran (ayat-ayat lain),
menafsirkan dengan hadis, menafsirkan dengan pendapat sahabat dan tabi‟in,
menafsirkan dengan pendapat ulama dan menafsirkan dengan pendapatnya sendiri. Al

9
Alqur’anul karim
Jumuah terambil dari kata AlJam‟u, yang berarti berkumpul. Karena para pemeluk Islam
berkumpul pada hari itu sekali dalam seminggu di tempattempat peribadatan yang besar.
Hari tersebut adalah hari keenam di mana Allah menyempurnakan penciptaan semua
makhluk. Pada hari itu pula adam tercipta, dimasukkan kedalam Surga, dikeluarkan
darinya, dan terjadinya hari kiamat. Pada hari itu terdapat satu saat yang apabila seorang
muslim memohon suatu kebaikan kepada Allah, pastilah Allah akan memberikan
kebaikan kepadanya, sebagaiman hal ini ditegaskan dalam hadits-hadits shahih. Dalam
bahasa Arab kuno, hari Jum‟at dikenal dengan nama „Arubah. Telah ditetapkan pula
bahwa umat-umat sebelum kita telah diperintahkan untuk melaksanakan ibadah pada
hari tersebut, namun mereka lebih memilih kesesatan. Sedangkan orang-orang Yahudi
memilih hari Sabtu sebagai hari besar mereka yang bukan pada hari itu Adam diciptakan.
Sedangkan kaum Nasrani memilih hari Minggu sebagai hari ibadah mereka. Sedang Allah
memilihkan untuk umat ini hari Jum‟at, yang pada hari itu Dia telah menyempurnakan
penciptaan makhluk. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dan
Muslim dari hadits „Abdurrazzaq dari Ma‟mar, dari Hamam bin Munabbih, ia
mengatakan.

“Inilah yang kami pernah diberitahu oleh Abu Hurairah, di mana ia pernah berkata bahwa
Rasulullah bersabda: „Kita adalah orang-orang terakhir yang paling pertama pada hari
Kiamat kelak, meskipun mereka diberi Al kitab sebelum kita. Kemudian sesungguhnya
hari ini adalah hari yang Allah telah memberikan kewajiban kepada mereka, lalu mereka
berbeda pendapat mengenainya. Maka Allah memberikan petunjuk kepada kita
berkenaan dengan hari tersebut. Pada hari itu orang-orang akan mengikuti kita, Yahudi
hari setelahnya (besok), sedangkan Nasrani hari setelahnya lagi (lusa).‟ (HR. Al Bukhari
dan Muslim)
Maksudnya, berangkatlah kalian, niatkan dan perhatikanlah dalam perjalanan kalian
menuju kesana. Hendaklah berjalan dengan kehusyu‟an hati dan keseriusan amalan,
yakni berjalan menuju kepada-Nya.

Anda mungkin juga menyukai