Anda di halaman 1dari 8

A.

SURAH AL-JUMUAH AYAT 9-10

B. HUKUM TAJWID PADA SURAH AL-JUMUAH 9-10


C. ARTI SURAH AL-JUMUAH 9-10

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat
pada hari jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila salat telah
dilaksanakan maka bertebaranlah kamu dibumi : carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. (QS.AL-Jumuah, 62: 9-10)

D. KANDUNGAN SURAH AL-JUMUAH 9-10


Para fukaha (ahli fikih) menjadikan ayat dalam Surah al-Jumuah ini sebagai
dalil tentang hukum melaksanakan salat Jumat. Salat Jumat hukumnya adalah wajib
bagi setiap muslim sehingga ketika seseorang sedang berjual beli, dianjurkan untuk
meninggalkan sejenak dan segera menunaikan salat Jumat. Jika Surah al-Jumuah
[62] ayat 910 dikaitkan dengan tema etos kerja, penjelasannya sebagai berikut.
1. Perlunya Keseimbangan antara Urusan Dunia dan Akhirat
Pada saat kita menyelesaikan pekerjaan jenis apa pun yang menyangkut urusan
duniawi, tetap diharuskan meninggalkannya jika mendengar panggilan azan.
Perintah ini menunjukkan pentingnya menyeimbangkan urusan duniawi dan
ukhrawi. Kita dibolehkan mengejar kehidupan duniawi, tetapi tidak boleh terlena
sehingga lupa pada kehidupan akhirat. Hal ini karena kerja kita telah diniatkan
untuk mencari rida Allah sehingga jika ada panggilan untuk ibadah kepada-
Nya, tidak boleh enggan mengerjakan. Jika salat telah dikerjakan, kita pun
diperbolehkan untuk kembali melanjutkan aktivitas.
Ada juga pesan yang sangat populer dari Abdullah bin Umar r.a. yang Artinya:
Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya
dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.
(H.R. Baihaqi) Bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional dalam
ajaran Islam sangat diutamakan. Demikian juga khusyuk dalam ibadah sangat
penting agar dapat membekas pada amaliah sehari-hari, termasuk dalam bekerja.

2. Bekerja Harus Selalu Ingat Allah


Dalam bekerja kita, harus mengingat Allah sehingga tidak akan terperosok untuk
melakukan perbuatan yang tidak diridai oleh-Nya. Kita dibolehkan mencari
karunia Allah sebanyak mungkin, asal dilakukan dengan cara yang benar. Dengan
demikian, Allah pun akan meluaskan rezeki kepada kita dan memberikan
keberuntungan yang berlipat ganda.

3. Meningkatkan Produktivitas Kerja


Setelah mengerjakan salat Jumat, kita diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas
kerja lainnya. Melakukan ibadah tidak berarti menghambat produktivitas kerja.
Guna mendukung produktivitas kerja, ada hal-hal tertentu yang penting untuk
diperhatikan.
- Bersikap rajin, ulet, dan tidak mudah putus asa.
- Meningkatkan inovasi dan kreativitas.
- Mau belajar dari pengalaman sehingga dapat berbuat lebih baik pada masa
datang.
- Memaksimalkan kemampuan diri yang ada dan selalu optimis.
- Berdoa dan bertawakal kepada Allah.

4. Tidak Boleh Menyerah dalam Bekerja


Dalam kondisi bagaimana pun kita tidak boleh menyerah dan berputus asa. Jika
kita berusaha, Allah pasti akan mencukupkan kebutuhan hidup kita.
Rasulullah saw. lebih bangga kepada umatnya yang bekerja keras daripada yang
bermalasmalasan. Orang yang bekerja keras juga menunjukkan sikap syukur
terhadap nikmat Allah Swt.
Dari Zubair bin Awwam r.a., Rasulullah saw. bersabda yang artinya: Hendaklah
salah seorang di antara kamu mengambil talinya kemudian ia membawa seikat
kayu bakar di punggungnya dan menjualnya, maka Allah dengan hasil itu
mencukupkan kebutuhan hidupnya, itu lebih baik baginya daripada ia
memintaminta kepada orang, baik mereka memberi atau tidak memberinya. (H.R.
Bukhari).

E. ETOS KERJA DALAM ISLAM


Kata Etos adalah pandangan hidup yangg khas dari suatu golongan sosial.
Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau suatu kelompok.
Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara
berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja Muslim
dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa
bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu manifestasi
dari amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur.
Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,
memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal.
Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi
dari amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan
saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat
dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai
sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah,
menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah, Dan tidak Aku
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, (QS. adz-
Dzaariyat : 56).
Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga
bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan
fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba
Allah SWT.
Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang
enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk
menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan
fitrah dirinya sendiri, dan menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia.
Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar
menjaga gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran
bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab
merupakan salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.
Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi
menjadi manusii yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak
memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya
merupakan tindakan yang tercela.
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif
atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari
Allah. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga
dimensi kesadaran, yaitu : dimensi marifat (aku tahu), dimensi hakikat (aku
berharap), dan dimensi syariat (aku berbuat).

Etos Kerja: Dimensi Marifat (Aku Tahu)

- Tahu siapa aku, apa kekuatan dan kelemahanku,


- Tahu apa pekerjaanku,
- Tahu siapa pesaingku dan kawanku,
- Tahu produk yang akan dihasilkan,
- Tahu apa bidang usahaku dan tujuanku,
- Tahu siapa relasiku,
- Tahu pesan-pesan yang akan kusampaikan

Etos Kerja: Dimensi Hakikat (Aku berharap)

Sikap diri untuk menetapkan sebuah tujuan kemana arah tindakan


dilangkahkan. Setiap pribadi muslim meyakini bahwa niat atau dorongan untuk
menetapkan cita-cita merupakan ciri bahwa dirinya hidup.

Etos Kerja: Dimensi Syariat (Aku Berbuat)

Pengetahuan tentang peran dan potensi diri, tujuan serta harapan-harapan


hendaklah mempunyai arti kecuali bila dipraktikkan dalam bentuk tindakan nyata
yang telah diyakini kebenarannya. Yang membedakan semangat kerja dalam Islam
adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih tujuannya. Bagi seorang muslim
bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka menggapai ridha Allah.
Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk kesenangan duniawi dan untuk
memuaskan hawa nafsu.
F. DOA dan TAWAKAL
Berdoa merupakan usaha batin dan kebutuhan setiap orang karena merupakan
panggilan jiwa kemanusiaan. Seseorang hamba yang banyak berdoa adalah orang
yang tawaduk, rendah hati di hadapan Allah swt. Mereka yang tidak pernah berdoa
adalah orang yang sombong dan angkuh, sebab ia menyangka dengan usaha dan
kemampuan pribadinya, segala persoalan dapat diatasi Allah swt. Berfirman :

Artinya :
Dan Tuhanmu berfirman, Berdoalah kepadaku, niscaya akan Aku perkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan
masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina,(QS. AL-MUMIN, 60)
Selain menganjurkan untuk berdoa, Islam juga mengajarkan umatnya untuk
tetap bertawakal kepada Allah swt. Kesuksesan seseorang hendaknya jangan sampai
membuatnya pesisimis dan putus asa. Ia harus tetap berdoa dan tawakal kepada Allah
swt. Dalam setiap keadaan.
Ajaran Islam menyingkirkan semua faktor penghalang yang menghambat
seseorang untuk bekerja dan berusaha di muka bumi. Namun, banyak ajaran Islam
yang seharusnya memotivasi seseorang, justru menjadi kontra produktif dalam
pengalamannya. Ajaran tawakal, yang seringkali diartikan sebagai sikap pasrah,
bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha yang merupakan sarana untuk
memperoleh rezeki. Nabi Muhammad saw, dalam sejumlah hadis sangat menghargai
kerja. Misalnya dalam hadis yang artinya, Jika kalian bertawakal kepada Allah
dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia telah memberikan rezeki kepada
burung yang berangkat di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali pada
keadaan kenyang, (HR. Ahmad)
Hadis di atas menganjurkan orang untuk bekerja, bahkan harus meninggalkan
tempat tinggal pada pagi hari untuk mencari nafkah, bukan pasrah berdiam diri di
tempat tinggal menunggu tersedianya kebutuhan hidup. Hal ini dicontohkan oleh para
sahabat Rasulullah saw yang berdagang lewat jalan darat dan laut dengan gigih dan
ulet. Mereka bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-
masing. Sesungguhnya rezeki Allah swt tidak akan diperoleh seseorang kecuali
dengan bekerja atau berusaha.
Islam juga mengajarkan bahwa apabila peluang kerja atau berusaha di tempat
tinggal tertutup, dianjurkan merantau (hijrah) untuk memperbaiki kondisi
kehidupannya karena bumi Allah swt, luas dan rezeki-Nya tidak terbatas di suatu
tempat, Allah swt berfirman sebagai berikut :
Artinya
Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di
bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari
rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya ( sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya
telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayng.(QS.
AN-NISA, 100)
Ajaran islam sangat memotivasi seseorang untuk bekerja dan berusaha, serta
menentang keras untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain. Islam tidak
memperbolehkan kaum penganggur dan pemalas menerima sedekah. Orang-orang
tersebut harus didorong untuk bekrja dan mencari rezeki yang halal sebagaimana
hadis Rasulullah saw. Yang berbunyi, Siapa yang meminta minta kepada orang
banyak untuk menumpuk harta kekayaan, berarti dia hanya meminta bara api. Sama
saja halnya, apakah diterimanya sedikit atau banyak. (HR.Muslim)
Islam menuntun setiap orang untuk memberdayakan semua potensi dan
mengerahkan segala dayanya. Islam melarang seseorang mengemis karena ia
mempunyai sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan membuka peluang kerja untuk
mencukupi kebutuhannya.

G. BEKERJA ADALAH IBADAH

ISLAM sangat menekankan agar umatnya bekerja, mencari rezeki untuk


memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini dengan tangan sendiri, dan tidak menjadi
beban orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup seimbang antara
memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk
kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi (QS.
28: 77).
Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Dan
beramallah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati besok (HR. Baihaqi).
Bukanlah orang yang paling baik darimu itu yang meninggalkan dunianya karena
akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab,
dunia itu penyampaian pada akhirat dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia
(HR. Ibnu Asakir dari Anas).
Memenuhi kebutuhan rohani adalah aktivitas peningkatan keimanan dan
ketakwaan, seperti mendalami ajaran Islam, mengikuti pengajian, mendengarkan
ceramah agama, khusyu mendengaran khutbah umat, membaca dan mengkaji
Alquran, mendukung syiar Islam atau dakwah Islamiyah, dan lain-lain.
Tentu saja, aktivitas pokok memenuhi kebutuhan rohani adalah shalat lima
waktu. Shalat adalah simbol kemusliman seseorang. Dengan shalat, ia melakukan
dialog dengan Allah SWT sekaligus berdoa dan mengadukan persoalan hidupnya.
Menginfakkan harta di jalan Allah, membayar zakat mal, menyumbang dana kegiatan
dakwah Islamiyah, menyantuni fakir-miskin atau membantu kaum /dhuafa/, termasuk
pemenuhan kebutuhan rohani mereka sebagai bukti kedermawanan yang diridhai
Allah SWT.
Memenuhi kebutuhan jasmani adalah mencari rezeki atau nafkah hidup buat
diri sendiri dan keluarga. Dalam hal itu, Islam sangat menekankan agar umatnya
bekerja, mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini dengan tangan
sendiri.
Adanya siang dan malam dalam alam dunia ini, merupakan isyarat akan
adanya kewajiban bekerja (pada siang hari). Dan Kami telah membuat waktu siang
untuk mengusahakan suatu kehidupan (QS. An-Naba: 11). Kami telah menjadikan
untukmu semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi
sedikit sekali kamu berterima kasih (QS. Al-Araf: 10). Maka menyebarlah di bumi
dan carilah rezeki dari keutamaan Allah (QS. Al-Jumah: 10). Demi, jika seseorang di
antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian
dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu
lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain.. (HR. Bukhari dan Muslim).
Bekerja mencari rezeki untuk memberi nafkah keluarga bahkan digolongkan
beramal di jalan Allah (Fi Sabilillah). Sebagaimana Sabda Nabi SAW, Jika ada
seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan
anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jikalau ia bekerja
untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di
jalan Allah.
Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan, maka itulah
di jalan setan atau karena mengikuti jalan setan (HR. Thabrani). Rasulullah SAW
pernah ditanya, Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab, Pekerjaan
terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian
yang dianggap baik (HR. Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain).
Dari sejumlah nash di atas, maka dapat disimpulkan, Islam memerintahkan
umatnya untuk bekerja. Itulah sebabnya, dalam Islam bekerja termasuk ibadah karena
bekerja termasuk kewajiban agama. Islam tidak menginginkan umatnya melulu
melakukan ibadah ritual (hablum minallah), tetapi menginginkan umatnya juga
memperhatikan urusan kebutuhan duniawinya sendiri (pangan, sandang, dan papan),
jangan sampai menjadi pengangguran, peminta-minta, atau menggantungkan
pemenuhan kebutuhan hidupnya kepada orang lain.
DALAM bekerja, Islam juga memberikan arahan atau tuntunan inilah etika bekerja
dalam Islam atau etos kerja Islami. Umat Islam diharuskan:

Pertama, bekerja dengan sebaik-baiknya. Sebaik-baik pekerjaan ialah usahanya


seorang pekerja jika ia berbuat sebaik-baiknya (HR. Ahmad).

Kedua, bekerja keras atau rajin. Siapa bekerja keras hingga lelah dari kerjanya, maka
ia terampuni (dosanya) karenanya (Al-Hadis). Berpagi-pagilah dalam mencari
rezeki dan kebutuhan hidup. Sesungguhnya pagi-pagi itu mengandung berkah dan
keberuntungan (HR. Ibnu Adi dari Aisyah).

Ketiga, menekankan pentingnya kualitas kerja atau mutu produk. Sesungguhnya


Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah
meningkatkan kualitasnya (Al-Hadis).

Keempat, menjaga harga diri serta bekerja sesuai aturan yang ada.
Carilah kebutuhan hidup dengan senantiasa menjaga harga diri. Sesungguhnya
segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan (HR. Ibnu Asakir dari Abdullah bin
Basri).
Menjaga harga diri bisa berarti tidak melanggar aturan, tidak melakukan
perbuatan yang membawa aib pada diri sendiri, namun sebaliknya, berusaha
maksimal mencapai prestasi dan prestise. Pencuri, perampok, koruptor, pemeras, dan
semacamnya, tentu termasuk tidak menjaga harga diri dalam mencari kebutuhan
hidup dan itu dilarang keras oleh Islam. Yang dimaksud segala persoalan berjalan
menurut aturan artinya mematuhi tata tertib perusahaan atau bekerja sesuai prosedur
yang berlaku (tidak boleh menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan).
Karena bekerja dalam Islam termasuk ibadah, maka mulailah setiap pekerjaan
dengan basmalah, sebagai tanda mohon perkenan, dan pertolongan Allah dalam
kelancaran bekerja, dan akhiri dengan hamdalah sebagai tanda syukur kepada-Nya.
Bekerja tentu saja mendatangkan uang atau harta. Maka, gunakanlah harta itu di jalan
Allah, hanya untuk hal-hal yang diridhai-Nya, menafkahi diri dan keluarga,
membayar zakatnya, menyedekahkannya untuk kaum dhuafa, serta menginfakkannya
untuk kepentingan agama dan umat Islam.
Di akhirat nanti, soal harta, Allah akan meminta pertanggungjawaban kita dari
dua hal: asal harta itu atau cara memperolehnya dan penggunaannya. Semoga Allah
senantiasa memberi kita kekuatan iman untuk tidak melanggar aturan-Nya. Amin!
Wallahu alam. (ASM. Romli).

Anda mungkin juga menyukai