Anda di halaman 1dari 14

ISLAM DAN PERSOALAN HIDUP

DAN KERJA

Disusun Oleh :
Maylina
Tiarani

1A
A. HAKIKAT HIDUP DAN KERJA
Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs
sebagai potensi yang membawa kepada kehidupan. Dalam
pandangan Al-Qur’an , nafs diciptakan Allah dalam keadaan
sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia
berbuat kebaikan dan keburukan.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin telah jelas dan sangat
mendorong umatnya untuk bekerja, sebab bekerja adalah hidup
menuju kemuliaan dan tidak menjadi beban orang lain. Islam tidak
membatasi pekerjaan, namun membebaskan untuk memilih
pekerjaan yang sesuai dengan kecenderungan dan kemampuan.
Namun, sekali lagi Islam memberi batasan-batasan dan memberikan
nilai yang harus dipegang dan dijaga oleh setiap muslim, agar
aktifitas bekerjanya benar-benar dipandang oleh Allah sebagai amal
ibadah yang membawa kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Rahmat Allah terhadap orang yang
rajin bekerja

Bekerja keras untuk mencari rezeki yang halal akan


mengundang rahmat dan cinta Allah, Rasul, dan juga orang-
orang yang beriman. Dalam Al-Quran berkali-kali disebut,
"Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-
Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat
pekerjaannya itu". Orang beriman wajib berikhtiar mencari
rezeki halal, juga dengan cara yang halal. Ia mesti rajin
bekerja sebagai wujud dari ikhtiar itu dan tidak boleh
bersikap malas. Nabi bersabda, "Pendapatan yang terbaik
dari seseorang adalah dari hasil jerih payah tangannya
sendiri." (HR al-Bukhari dan Muslim).
wwwwwwwwwwwwwwwwwwwww
Sebagaimana diriwayatkan Thabrani dalam Al-Kabir, Rasulullah
bersabda, "Allah mencintai setiap mukmin yang bekerja untuk
wwwwwwwwwwwwwwwwwwwww
keluarganya dan tidak menyukai mukmin pengangguran". Haram
hukumnya apabila seseorang yang mampu bekerja hanya berdiam
diri. wwwwwwww
Yusuf Qardhawi dakam fatwa-fatwanya menyatakan bahwa setiap
Muslim diharamkan malas bekerja dengan dalih sibuk beribadah
atau tawakal kepada Allah, sebab langit tidak akan mencurahkan
hujan emas dan perak. "barang siapa pada malam hari merasakan
kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia
diampuni Allah".
Zaid bin Arqam menuturkan, Rasulullah pernah berdoa,
"Ya Allah, aku berlindung kepada- Mu dari rasa lemah dan
malas, dari rasa takut, pikun, dan bakhil. Aku juga
berlindung kepada- Mu dari siksa kubur dan fitnah hidup
dan kematian." (HR al-Bukhari dan Muslim) Ibnul
Qayyim dalam kitab Miftah Dar as- Sa'adah mengatakan,
kemalasan membuat seseorang menyia-nyiakan waktu,
berlebihlebihan, tidak mendapatkan apa pun, dan sangat
menyesal.
C. AKHLAK DALAM BEKERJA DAN KEHARUSAN
PROFESIONALISME DALAM BEKERJA
1.Akhlak dalam bekerja
Bekerja dalam pandangan Islam bukanlah sekadar
mencari sesuap nasi atau rupiah untuk mencukupi
keperluan hidup. Bekerja secara Islami berarti beramal,
beraktivitas karena adanya dorongan mewujudkan
keinginan pada sesuatu sehingga akan tumbuh rasa
tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau
produk yang berkualitas. Hal itu dilakukan melalui
perwujudan secara fisik maupun non fisik, baik keimanan
dan ketakwaannya di tempat bekerja, kemuliaan akhlaknya
ketika bekerja, kekuatan dan keterampilannya, dan
sebagainya.
Dalam hal ini, Islam telah menyediakan etika perbuatan
yang berpedoman pada syari'at (al-Qur'an dan Hadits).
Kesempurnaan ajaran Islam memberikan peluang
adanya etika Islam yang holistik diwujudkan untuk
kegunaan organisasi dan masyarakat secara
keseluruhannya.
Dalam Islam, tolak ukur kelakuan baik dan buruk
merujuk pada ketentuan Allah. Yang dinilai baik oleh
Allah pastilah baik dalam esensinya, demikian pula
sebaliknya. Banyak sekali pedoman yang dapat
dijadikan sebagai kaidah, nilai dan norma ataupun kode
etik kerja yang bersumber dari ajaran Islam yang dapat
dipakai dan diterapkan di organisasi atau tempat kerja.
a. Senantiasa Beriman dan Bertakwa Kepada Allah
Banyak ayat Al-Qur'an yang mengajarkan manusia agar
bertakwa dalam setiap perkara dan pekerjaan. Allah
menyerunya dengan panggilan "Hai orang orang yang
beriman", yang biasanya diikuti oleh ayat yang berorientasi
pada kerja dengan muatan takwa.
Etika tentang iman dan takwa di tempat kerja harus selalu
diikutkan karena kerja merupakan bukti adanya keimanan
dan parameter bagi pahala dan siksa. Ada orientasi dua
tujuan yang hendak dicapai, yaitu dunia dan akhirat. Hal
tersebut merupakan tuntunan Islam yang dapat menuntun
manusia melakukan perbuatan dan amalan yang diridlai oleh
Allah.
b. Melakukan Pekerjaan dengan Baik
Semua orang, meskipun telah ahli, belum secara
otomatis baik dalam melakukan pekerjaan. Baik itu
bukan pada basil akhir saja, tetapi juga ketika dalam
persiapan (prepare), pelaksanaan (processing), sampai
hasil akhir (finishing). Seorang yang bekerja dengan
baik mampu melakukan penilaian sendiri mengenai
langkah yag tepat dalam menyelesaikan pekerjaannya,
bukan sekadar target selesainya saja. Oleh karena itu, ia
harus memiliki kejelian dan ketelitian baik dalam
berfikir maupun bertindak agar dari awal sampai akhir
merupakan kegiatan yang terbaik untuk menghasilkan
produk kerja yang unggul.
c. Berakhlak Mulia di Tempat Kerja
Bekerja dengan akhlak mulia berarti memuliakan dirinya
sendiri dihadapan orang lain. Hal senada pemah
berkaitan dengan salah satu akhlak mulia, diungkapkan
oleh Ibnu Qoyyim bahwa barangsiapa memperoleh
jabatan karena kejujuran, ia tidak akan diturunkan.
Berakhlak mulia juga berarti menghindari watak atau
akhlak yang tercela. Beberapa akhlak tercela yang
hanya akan merendahkan harga diri di hadapan orang
lain di antaranya suka berbohong, khianat, keras hati
dan keras kepala, berperangai suram dan keras di
hadapan orang lain, sulit memaafkan, pendendam,
buruk sangka, memfitnah, suka keluh­kesah, dan
sebagainya.
d. Memiliki Kedisiplinan dan Penuh Bertanggung Jawab

Islam mengajarkan kepada umatnya tentang pentingnya


disiplin. Disiplin berarti pula adanya kemampuan dan
kemauan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan
tetap taat pada suatu peraturan walaupun alam situasi dan
kondisi yang terkadang menekan dirinya, memaksa dirinya
maupun mengorbankan dirinya.
e. Menjadi Pekerja Keras
Islam sangat tidak menyukai umatnya yang malas. Nabi
sangat menghormati seorang muslim yang bekerja keras,
ulet, dan pantang menyerah. Sudah saatnya setiap pekerja
muslim memiliki jiwa seorang pekerja keras, ulet dan
pantang menyerah.
2. Keharusan Profesionalisme dalam Bekerja
Dalam Islam, profesionalisme merujuk kepada penunaian segala
bentuk amanah yang telah dipertanggung jawabkan kepada
seseorang dengan ikhlas untuk mendapatkan keredhaan Allah SWT
dan terus berazam untuk melakukan yang terbaik lantaran
menyedari pengawasan Allah adalah lebih tajam daripada
pengawasan manusia. Justru, profesional dalam Islam didasari 3
aspek utama ajaran Islam yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
a. Iman sebagai Dasar Profesionalisme
Seorang yang beriman melihat aktivitinya sebagai ibadah. Dalam
konteks ibadah, semua pekerjaan tidak bertujuan untuk
memuaskan pihak atasan, pelanggan, ataupun pujian manusia.
Ibadah adalah pengerahan seluruh usaha dalam rangka mencapai
kedudukan tertinggi di sisi Allah.
b. Islam sebagai Ekspresi Operasi
Seseorang yang bekerja secara profesional akan memegang teguh
syariat Islam dalam segala amalan maḥḍah ataupun ghayr maḥḍah.
Ajaran Islam yang luas, mendalam, dan sempurna memberikan
arahan yang pasti dan jelas, serta sesuai dengan fitrah manusia.54
Jadi, tidak ada yang dapat dipisahkan dari ajaran Islam.
c. Ihsan sebagai Darjat yang Tinggi
Al-Ihsan merangkumi tiga komponen definisi yang saling berkaitan
di antara satu sama lain. Pertama, ihsan membawa maksud
perbuatan yang betul, tingkah laku yang baik, kebajikan, keikhlasan,
baik hati, belas kasihan, bersimpati, mementingkan orang lain,
berperikemanusiaan dan sebagainya. Kedua, ihsan membawa
maksud melakukan sesuatu perkara dengan cara yang terbaik
(proficiency). Ketiga, ihsan membawa maksud sentiasa merasai
kewujudan dan kehadiran Allah SWT serta diri sentiasa diperhatikan
oleh-Nya dalam apa jua keadaan dan tindakan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai