Anda di halaman 1dari 5

1.

Tujuan Produksi Dalam Islam


Tujuan produksi dalam Islam sesungguhnya tidak bisa dilepasakan dari tujuan
diciptakan dan diturunkannya manusia bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka
bumi (2/al-Baqarah: 30), pemakmur (11/Hud: 61), yang diciptakan untuk beribadah
kepada-Nya (51/adz-Dzariyat: 56), Dengan memahami tujuan penciptaan manusia
tersebut, kita lebih mudah memahami tujuan produksi Islam.1
Produksi itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok umat
manusia dan berusaha agar setiap orang dapat hidup dngan layak, sesuai dengan
martabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain, tujuan produksi yaitu
tercapainya kesejahteraan ekonomi. Menurut M. Abdul Mannan, sebagaimana dikutip
oleh ko Suprayitno, dalam sistem produksi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi
digunakan dengan cara yang luas, dengan bertambahnya pendapatan yang diakibatkan
oleh meningkatnya produksi melalui pemanfaatan sumber-sumber daya secara
maksimum, baik manusia maupun alam (benda) serta ikut sertanya jumlah maksimum
orang dalam proses produksi. Dengan demikian, semakin bertambahnya income
pendapatan manusia dan semakin banyaknya manusia yang terlibat dalam kegiatan
produksi, maka kesejahteraan manusia akan terwujud secara lebih luas.
Menurut M.N. Shiddiqi, sebagimana dikutip oleh Rustam Efendi, produksi
dalam islam mempunyai beberapa tujuan, yaitu: a.) pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
individu secara wajar, b.) pemenuhan kebutuhan-kebutuhan keluarga, c.) bekal untuk
generasi mendatang, dan d). bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah
kepada Allah.
Dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi secara makro adalah untuk
memenuh kebutuhan mayarakat dlam mencapai kemakmuran nasional suatu Negara.
Sedangkan secara mikro, tujuan produksi di antaranya:
a. Menjaga kesinambungan usaha perusahaan dengan jalan meningkatkan
proses produksi secara terus-menerus
b. Meningkatkan keuntungan perusahaan dengan cara meminimumkan biaya
produksi
c. Meningkatkan jumlah dan mutu produksi
d. Memperoleh kepuasan dari kegiatan produksi
e. Memenuhi kebutuhan dan kepentingan produsen dan konsumen

Terlihat bahwa diantara tujuan produksi dalam ekonomi konvesional adalah


untuk memperoleh laba sebesar-besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam
islam yang bertujuan untuk memberikan maslahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun tujuan utama ekonomi islam adalah memaksimalkan maslahah,
memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum
Islam. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan
kemaslahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk di antaranya: a.)
memenuhi kebutuhan manusiawi pada tingkat moderat, b.) menemuka kebutuhan2

1
Idris, “Hadis Ekonmi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi,(Jakarta: Kencana, 2017) , hlm. 72
2
Ibid, hlm 73
masyaraka dan pemenuhannya, c.) menyiapkan persediaan barang atau jasa di masa
depan, dan d,) memenuhi sarana bagi kegiatan social dan ibadah keada Allah.

Dengan demikian, tujuan produksi dalam Islam adalah untuk memenuhi segala
bentuk kebutuhan manusia. Dengan terpenuhinya kebutuhan manusia ini diharapkan
bias tercipta kemaslahatan atau kesejahteraan baik individu maupun kolektif. Produksi
tidak hanya dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan individu saja akan tetapi juga
harus dapat mencukupi kebutuhan umat Islam pada umumnya. Dan dapat dikatakan
bahwa tujuan produksi Islam adalah untuk menciptakan maslahah yang optimum bagi
individu ataupun manusia secara keseluruhan. Di samping itu, dalam pandangan
ekonomi Islam motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan
tujuan kehidupan produsen sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan
kebutuhan materiel dan spritual untuk menciptakan maslahah, maka motivasi
produsen tentu juga mencari maslahah yang juga sejalan dengan tujuan kehidupan
umat Islam.3

2. Faktor -Faktor Produksi Dalam Islam


Secara garis besar, faktor-faktor produksi dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu faktor manusia dan faktor non-manusia. Yang termasuk faktor manusia
adalah tenaga kerja atau buruh tani dan wirausahawan, sementara non-manusia adalah
sumber daya alam, modal (kapital), mesin, alat-alat, gedung, dan input-input fisik
lainnya.
Di kalangan para ahli ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan tentang
faktor-faktor produksi. Menurut al-Mawdudi, faktor produksi terdiri atas amal atau
kerja (labour), tanah (land) dan modal (capital). Adapun menurut M. Abdul Mannan,
faktor produksi hanya berupa amal (kerja) dan tanah. Modal bukanlah merupakan
faktor dasar. Modal merupakan manifestasi dan hasil atas suatu pekerjaan. Sedangkan
menurut Abu Su’ud menyatakan bahwa faktor- faktor produksi dalam Islam sama
dengan faktor-faktor produksi dlam ekonomi konvensional, yaitu : sumber daya alam
(tanah), usaha manusia (tenaga kerja), modal (kapital) dan organisasi (wirausaha).
Meskipun terjadi perbedaan pendapat di atas, beberapa ahli ekonomi Islam,
sebagaimana ahli ekonomi konvesional, membagi faktor-faktor produksi menjadi
empat, yaitu tanah (sumber daya alam), tenaga kerja (sumber daya manusia), modal
dan organisasi, diantaranya4 :
a. Sumber Daya Alam
Allah menciptakan alam di dalamnya mengandung banyak sekali kekayaan
yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Manusia sebagai makhluk Allah hanya bisa
mengubah kekayaan tersebut menjadi barang kapital atau pemenuhan yang
lain.menurut ekonomi Islam, jika alam dikembangkan dengan kemampuan dan
teknologi yang baik, maka alam dan kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak
akan terbatas, berbeda dengan pandamgan ilmu ekonomi konvensional yang

3
Idris, “Hadis Ekonmi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi,(Jakarta: Kencana, 2017) , hlm. 74
4
Idris, “Hadis Ekonmi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi,(Jakarta: Kencana, 2017) , hlm. 80
menyatakan kekayaan alam terbatas dan kebutuhan manusia bersifat terbatas dan
hawa nafsu mereka yang tidak terbatas.
Sumber daya alam diciptakan Allah untuk dikelola oleh umat manusia, seluruh
isi bumi, secara sengaja diciptakan oleh-Nya untuk kepentingan dan kebutuhan
manusia. Tanah merupakan sumber daya alam yang diperuntukkan bagi manusia agar
diolah sehingga dapat menjadi lahan produktif. Sejak diciptakan dan ditempatkan di
bumi, manusia pertama, yaitu Adam dan istrinya Hawa telah memulai kerja mengolah
tanah yang dapat menumbuhkan dan meproduksi tanam-tanaman dan tumbuh-
tumbuhan. Aktivitas produksi pertanian kemudian dilanjutkan oleh generasi
berikutnya. Konsep tanah sebagai sumber daya alam mengandung arti yang luas
termasuk semua sumber yang dapat diperoleh dari udara, laut, gunung sampai dengan
keadaan geografis, angin, dan iklim terkandung dalam cakupan makna tanah.
Tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi. Tanah yang dibiarkan
begitu saja tanpa diolah dan dimanfatkan tidak memberikan manfaat bagi manusia.
Sebaliknya tanah itu digarap, ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik
hasilnya ketika panen sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar berupa pangan.5

b. Sumber Daya Manusia


Allah menciptakan manusia dengan maksud agar memakmurkan bumi, dalam
arti mereka memanfaatkan sumberdaya alam si bumi dan menjadi tenaga-tenaga yang
bertugas mengelola dan memproduksi hasil-hasil bumi sehingga tercapai
kesejahteraan hidup. Sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang paling
penting dari beberapa faktor produksi yang lain, karena manusialah yang memiliki
inisiatif/ide, mengorganisasi, memproses, dan memimpin semua faktor produksi non
manusia. Menurut Yusuf al-Qardhawi, kerja manusia adalah faktor produksi yang
terpenting. Yang dimaksud dengan kerja di sini adalah segala kemampuan dan
kesungguhan yng ddikerahkan manusia, baik jasmani maupun pikiran, untuk
mengelola kekayaan alam, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Tugas
yang diberiakn kepada manusia dalam memproduksi barang dan jasa merupakan
bagian dari ibadah kepada Allah.
Dalam proses produksi sumber daya manusia disebut dengan tenaga kerja.
Secara umum, tenaga kerja di bagi menjadi dua kategori: Pertama,tenaga kerja
kasar/buruh kasar misalnya pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya. Yang
kedua, tenaga terdidik. Dalam Al-Qur’an diceritakan tentang tenaga ahli dalam cerita
Naabi Yusuf yang diakui pengetahuannya oleh Rja Mesir (Kiffir al-‘Aziz) sehingga
dipercayai untuk mengurus dan menjaga gudang logistic. Hal ini menunjukkan bahwa
faktor keahlian dan penguasaan ilmu pengetahuan sangat penting bekerja.6
Karena itu, sumber daya manusia harus berkualitas dan kompeten. Ada
beberapa syarat agar sumber daya manusia berkualitas dan kompeten, yaitu
berpengalama, bias melakukan pengambilan keputusan, bias belajar dengan cepat,
bias menyesuaikan diri, bias bekerja sama dala tim, bias berpikiran dewasa,

5
Idris, “Hadis Ekonmi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi,(Jakarta: Kencana, 2017) , hlm. 85
6
Ibid, 86
mempunyai ketrampilan teknis yang diperlukan sesuai dengan bidangnya, bias
melakukan negoisasi, bias berpikir strategis, bias medelegasikan tugas dan
mempunyai nsensitivitas kebudayaan ( bias bekerja sama dengan orang lain yang
berbeda budaya)
c. Modal atau Kapital (Capital)
Modal dalam literatur fiqh disebut ra’s al-mal yang manunjuk pada pengertian
uang atau barang. Pengertian ini dapat dilihat dalam pembahasan Bab salam, Bab
mudharabah dan Bab syirkah al-amwal. Istilah modal merujuk pada semua harta
kekayaan yang dimiliki yang dapat dinilai dengan uang. Barang modal bersama-sama
dengan tenaga kerja dan tanah, adalah barang yang digunakan untuk tujuan
menghasilkan barang-barang dan jasa agar proses produksi menjadi efesien
Modal sebagai salah satu faktor produksi dapat diartikan sebagai semua
bentuk kekanyaan yang dapat dipakai langsung dalam proses produksi untuk
menambah output. Modal merupakan bagian dari harta kekayaan yang digunakan
untuk menghasilkan barang dan jasa, seperti mesin, alat produksi, peralatan, gedung,
fasilitas kantor, transportasi dan sebagainya. Modal juga mencakup segala kekayaan
baik dalam wujud uang maupun bukan uang termasuk juga human capital yang
berupa wawasan, ketrampilan, pengetahuan, dan kekayaan kemanusian lainnya yang
sangat berguna bagi kegiatan produksi.
Modal merupakan segala kekayaan baik yang berwujud uang maupun bukan
uang yang dapat digunakan dalam menghasilkan output. Pemilik modal harus
berupaya memproduktifkan modalnya bagi yang tidak mampu menjalankan usaha,
Islam menyediakan bisnis altenatif seperti mudharabah, musyarakah dan sebagainya.
Menurut M.A Mannan modal menduduki tempat yang khusus dalam ekonomi Islam
sebagai sarana prodeksi yang menghasilakan, tidak sebagai faktor produksi pokok
melaikan sebagai perwuwjutan tanah dan tenaga kerja. Argumentasi yan ditemuakn
adalah kenyatan yang menunjukan bahwa odal dihasilakn oleh pemanfaatan tenaga
kerga dan sumber-sumber daya alami.7
Dalam ekonomi Islam, modal dapat dikembangkan melalui beberapa bentuk
transaksi: Pertama, transaksi jual beli dengan mengembangkan modal usaha dimana
seorang berada pada posisi sebagai penjual dan yang lain sebagai pembeli, seperti
dalam akad bai’, slam dan sebagainya. Kedua transaksi bagi hasil, yaitu
pengembangan modal usaha dimana seseorang bertindak sebagai pemberi modal dan
yang lain bertindak sebagai pengelola modal dengan ketentuan akan modal usaha
membagi hasil sesuai perjanjian yang disepakati, seperti yang terlihatpada akad
syirkah dan mudharabah. Ketiga, transaksi jasa, yaitu pengembangan modal di mana
seseorang bertindak sebagai konsumen atau pemakai jasa dan wajib memberikan
harga kepada pihak yang memberikan jasa menurut kesepakatan yang telah dibuat,
seperti pada akad rahm dan wadi’ah.8

7
Idris, “Hadis Ekonmi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi,(Jakarta: Kencana, 2017) , hlm. 90
8
Ibid, hlm 93
d. Organisasi atau Manajemen
Dengan adanya organisasi setiap kegiatan produksi memiliki penanggung
jawab untuk mencapai suatu tujuan perusahan. Sebagai salah satu faktor produksi,
organisasi merupakan pernaungan segala unsur-unsur produksi dalam satu usaha
produksi baik industry, pertanian, maupun perdanganan. Organisasi bertujuan untuk
mendapatkan laba secara terus-menerus, dengan cara memfungsikan dan menyususn
unsur-unsur tersebut serta menentukan ukuran seperlunya dari setiap unsur dalam
perusahaan. Organisasi atau manajemen merupakan proses merencanakan dan
mengarahkan kegiatan usaha perusahaan untuk mencapai tujuan. Organisasi itu
memegang peran penting dlam kegiatan produksi.9
Peranan organisasi dalam islam sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan
kegiatan produksi. Ada beberapa ciri mendasar yang harus dimiliki organisasi Islam
terkait dengan fungsinya sebagai salah satu faktor produksi yaitu: Pertama, dalam
konomi Islam yang pada hakikatnya lebih berdasarkan equity berdasarkan pinjamam,
para menejer cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan
untu membagi deviden dikalangan pemengan saham diantara mitra suatu usaha
ekonomi. Kedua, pengertian tentang keuntngan biasa mempunyai arti yang lebih luas
dalam kerangka eknomi Islam daripada konsep keuntugan dalam ekonomi
konvensional karena bunga pada modal tidak dapat dikenaa lagi. Ketiga, karena sifat
terpadu terorganisasi demikian, maka tuntutan intergritas moral, ketetapan dan
kejujuran daklam perakunan jauh lebih diperlukan dari pada dalam organisasi sekuler.
Keempat, Faktor manusia dalam produksi dan setrategi usaha mempunyai
segnifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi menejemen lainnya yang
didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.10

9
Idris, “Hadis Ekonmi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi,(Jakarta: Kencana, 2017) , hlm. 94
10
Ibid, hlm 95

Anda mungkin juga menyukai