Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TAFSIR AYAT DAN HADIS

“KONSEP PRODUKSI DALAM AL-QUR’AN DAN HADIS”

Dosen Pengampu: Dr. Ibi Syatibi, S.H.I., M.Si

Disusun oleh:

Najwa Khairina Hayya (20108030087)

Abdur Rauf (20108030093)

Najieb Chatibul Momtaz (20108030095)

Putri Muninggar (20108030096)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................3
C. Tujuan............................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
A. Pengertian Produksi.......................................................................................................4
B. Ayat tentang Produksi....................................................................................................5
C. Hadits yang berkaitan dengan Kegiatan Produksi.........................................................8
D. Tafsir Ayat Tentang Produksi......................................................................................10
E. Tafsir Hadis Tentang Produksi.....................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................14
KESIMPULAN........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian produksi?
2. Ayat apa saja di dalam Al-Qur’an yang membahas tentang produksi?
3. Hadis apa saja yang di dalamnya terdapat masalah produksi?
4. Bagaimana penafsiran salah satu ayat tentang produksi?
5. Bagaimana penafsiran salah satu hadis tentang produksi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian produksi
2. Untuk mengetahui ayat apa saja di dalam Al-Qur’an yang membahas tentang
produksi
3. Untuk mengetahui hadis apa saja yang di dalamnya terdapat masalah produksi
4. Untuk memahami bagaimana penafsiran salah satu ayat tentang produksi
5. Untuk memahami bagaimana penafsiran salah satu hadis tentang produksi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Produksi
Produksi Dalam bahasa Arab yaitu al-intaj dari akar kata nataja, yang berarti
mewujudkan atau mengadakan sesuatu, atau pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan penggabungan unsur- unsur produksi yang terbingkai dalm
waktu yang terbatas. Produksi adalah menciptakan manfaat atas suatu benda. Secara
terminologi, kata produksi berarti menciptakan dan menambah kegunaan (nilai guna)
suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru
atau lebih dari semula. Secara umum, produksi adalah penciptaan guna (utility) yang
berarti kemampuan suatu barang tau jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi
tertentu.1

Pada ekonomi Islam, produksi juga merupakan bagian terpenting dari aktivitas
eknomi bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu dari rukun ekonomi disamping
konsumsi, distribusi, infak, zakat, nafkah dan sedekah. Produksi adalah kegiatan
manusia untuk menghasilkan barang dan jasa kemudian manfaatnya dirasakan oleh
kunsumen. Produksi dalam presfektif Islam bukan hanya beriontasi untuk
memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya namun yang palin utama adalah
kemaslahatan individu dan masyarakat secara berimbang.2 Dengan kata lain ada yang
menyatakan bahwa pertimbangan produsen juga buka semata pada hal yang bersifat
sumber daya yang memiliki hubungan teknis dengan output, namun juga
pertimbangan kandungan berkah (non teknis) yang ada pada sumber daya maupun
output.3

Secara ringkasnya bahwa produksi adalah serangkaian kegiatan untuk


menghasilkan barang bukan hanya untuk individu tetapi masyarakat dan makhluk
lainnya bertujuan kemaslahatan. Serangkaian kegiatan tersebut dilakukan sesuai
dengan tuntunan Allah dan Rasul dan kebebasan mengelola berbagai elemen dalam

1
Idris, Hadis Ekonomi “Ekonomi dalam Presfektif Hadis Nabi”, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015),
h. 51
2
Ibid, h. 62-63
3
P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 259
produksi diberikan kewenangan kepada manusia, namun kepemilikan dipegang oleh
Allah. Apabila dikerjakan sesuai dengan tuntunan maka akan pahala yang didapat.

B. Ayat tentang Produksi


a. QS. Hud (11): 61

َ‫َأ ُك ْم ِمن‬H‫ َو َأ ْن َش‬Hُ‫ ُرهُ ۖ ه‬H‫ ٍه َغ ْي‬Hَ‫ا لَ ُك ْم ِم ْن ِإ ٰل‬H‫ ُدوْ ا هَّللا َ َم‬Hُ‫وْ ِم ا ْعب‬HHَ‫ا ق‬HHَ‫ال ي‬H َ ‫ اهُ ْم‬Hَ‫َوِإلَ ٰى ثَ ُموْ َد َأخ‬
َ Hَ‫الِحًا ۚ ق‬H‫ص‬
ِ ْ‫اَأْلر‬
ٌ‫ض َوا ْستَ ْع َم َر ُك ْم فِيهَا فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ ثُ َّم تُوْ بُوا ِإلَ ْي ِه ۚ ِإ َّن َربِّي قَ ِريبٌ ُم ِجيب‬
Artinya:
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku
amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)" (QS. Hud (11):
61).

Bumi adalah lapangan sedangkan manusia adalah pekerja penggarapnya yang


sungguh-sungguh sebagai wakil dari Sang Pemilik lapangan tersebut. Untuk
menggarap dengan baik, Sang Pemilik memberi modal awal berupa fisik materi yang
terbuat dari tanah yang kemudian ditiupkannya roh dan diberinya ilmu. Dalam Al-
Qur’an digambarkan kisah penciptaan Adam anara lain pada Surah al-Baqarah. Maka
ilmu merupakan faktor produksi terpenting yang ketiga dalam pandangan Islam.
Teknik produksi, mesin serta sistem manajemen merupakan buah dari ilmu dan kerja.
Modal adalah hasil kerja yang disimpan.4

b.  QS. Al-Anbiya (21): 80

َ‫فَهَلْ ْأ ْنتُ ْم َشـ ِكـرُوْ ن‬  ‫صنَ ُكـ ْم ِّم ْن بَْأ ِس ُك ْم‬
ِ ْ‫س لَّـ ُكـ ْم لِتُح‬ َ ُ‫َوعَلَّ ْمنَـه‬
ٍ ْ‫ص ْن َعةَ لَبُو‬
Artinya:
Dan kami telah ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada
Allah). (QS. Al-Anbiya (21): 80)

4
Ibid, h. 109
Allah swt. telah mengajarkan Dawud cara membuat baju besi atau baju
pelindung saat ia menghadapi peperangan. Dan kita sebaiknya mensyukuri apa yang
Allah berikan (petunjuk atau cara) membuat sesuatu (contoh; baju besi).
Sehingga pada akhirnya, produksi dan konsumsi adalah dua hal paling
determinan untuk keberhasilan bisnis sangat dependen terhadap kesejahteraan
masyarakat yang ada dalam sebuah masyarakat. Jika tidak ada konsumsi maka secara
otomatis tidak mungkin akan ada produksi. Begitu juga jika masyarakat tidak
memiliki daya beli, maka bisa dipastikan semua produksi juga akan rontok. Hal
tersebut menunjukkan betapa vitalnya hubungan antara kesejahteraan umum yang ada
dalam masyarakat dan keberlangsungan aktivitas bisnis. Dengan demikian, tanpa bisa
dibantah lagi, penekanan al-Qur’an terhadap pentingnya infak memainkan peran yang
sangat desisif dalam hal distribusi kekayaan, penghapusan kemiskinan, membawa
kesejahteraan umum, dan tentu saja menggerakkan aktivitas bisnis.
c. QS. Al-Jaatsiyah (45): 13

ٍ ‫ِإ َّن فِى َذلِكَ َأَليَـ‬  ُ‫ض َج ِم ْيعًا ِّم ْنه‬


َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَتَفَـ ِّكـرُوْ ن‬ ِ ْ‫ت َو َمافِى اَأْلر‬ َ ‫َو َس َّخ َرلَـ ُكـ ْم َّمافِى ال َّس َم‬
ِ ‫ـو‬
Artinya:
Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Al-
Jaatsiyah (45): 13).
Allah telah memberitahukan kepada kita semua yang ada di langit dan di bumi
sebagai rahmat dari Allah kepada kita. Kita sebagai makhluk Allah (manusia) yang
diberikan akal pikiran sebaiknya mengetahui bahwa segala yang ada di langit dan di
bumi adalah tanda-tanda kekuasaan dari Allah swt.
Dengan keyakinan akan peran dan pemilikkan absolut dari Allah Rabb
semesta alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata
bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetap lebih penting untuk mencapai
maksimalisasi keuntungan akhirat. Ayat 77 surat Al-Qashash mengingatkan manusia
untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia, tetapi sejatinya
mereka sedang berlomba-lomba mencapai kebaikan di akhirat.
d. QS. Al-An’am (6): 165

‫ت لِّيَ ْبلُ َو ُكـ ْم فِى َمآ‬


ٍ ‫ْض َد َر َجــ‬ َ ْ‫ْضـ ُكـ ْم فَو‬
ٍ ‫ق بَع‬ ِ ْ‫ت اَأْلر‬
َ ‫ض َو َرفَ َع بَع‬ ٍ ‫َوهُ َو الَّ ِذى َج َعلَـ ُكـ ْم خَ لَــىـ‬
ِ ‫ ِإ َّن َربَّكَ َس ِريْـ ُع ْال ِعقَا‬ ‫َءاتَـىــ ُكـ ْم‬
ِ ‫لَ َغفُوْ ٌرر‬،ُ‫ب َوِإنَّه‬
‫َّح ْي ُم‬
Artinya:
Dan dia yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebagian kamu atas kebahagiaan (yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang (QS.
Al-An’am (6): 165).
Allah menjadikan kita pemilik apa yang ada di bumi ini dan Allah
meninggikan derajatnya bagi manusia yang dapat memanfaatkan apa yang ada di
bumi dengan membantu orang lain. Allah menyuruh kita mencari kesejahteraan di
dunia tanpa melupakan kebahagiaan di akhirat. Karena, azab Allah sangatlah pedih
dan Allah selalu mengampuni semua hamba-Nya jika ia ingin memperbaiki diri
dengan alasan lain karena Allah Maha Penyayang.
Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif berproduksi seperti pola pikir
ekonomi konvensional tadi. Hanya bedanya lebih jauh Islam juga menjelaskan nilai-
nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum itu Islam menjelaskan
mengapa produksi harus dilakukan menurut ajaran Islam, manusia adalah khalifatullah
atau wakil Allah dimuka bumi dan berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan
beribadah kepada-Nya.
e. QS. Yunus (10): 14

ِ ْ‫ـــىـف فِى اَأْلر‬


َ‫ض ِم ْن بَ ْع ِد ِهـ ْم لِنَ ْنظُ َر َكـ ْيفَ تَ ْع َملُوْ ن‬ Hَ َ‫ثُ َّم َج َع ْلنَــ ُكـ ْم خَ ل‬
Artinya:
Kemudian kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) dimuka bumi sesudah
mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat (QS. Yunus (10): 14)
Allah jadikan kita sebagai manusia saat ini sebagai manusia yang dapat
memanfaatkan atau mengelola apa yang ada di bumi dengan jauh lebih baik
dibandingkan manusia yang terdahulu.
Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang yang
banyak manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah dalam arti luas
ini tidak mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau berusaha. Demikian,
bekerja dan berusaha itu menempati posisi dan peranan yang sangat penting dalam
Islam. Sangatlah sulit untuk membayangkan seseorang tidak bekerja dan berusaha,
terlepas dari bentuk dan jenis pekerjaannya, dapat menjalankan fungsinya sebagai
Khalifatullah dan bisa memakmurkan bumi serta bermanfaat bagi masyarakat. Dalam
peran sebagai khalifatullah sesorang produsen tentu tidak akan mengabaikan masalah
eksternalitas seperti pencemaran. Karena bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah
sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual kepasar. Dua motivasi itu cukup, karena
masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap
kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial.

C. Hadits Tentang Produksi


a. Shahih Bukhari Kitab Al-Muzara’ah Bab Man Kaa Na Min Ash-Habi Al-Nabiyyi
Saw  No. 2340.

ِ ‫َح َّدثَنَا ُعبَ ْي ُد هَّللا ِ ب ُْن ُمو َسى َأ ْخبَ َرنَا اَأْلوْ زَا ِع ُّي ع َْن َعطَا ٍء ع َْن َجابِ ٍر َر‬
َ Hَ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬
‫انُوا‬HH‫ال َك‬H
ٌ‫هُ َأرْ ض‬Hَ‫َت ل‬
ْ ‫ان‬HH‫لَّ َم َم ْن َك‬H‫ ِه َو َس‬H‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬H‫ص‬
َ ‫ال النَّبِ ُّي‬H
َ َ‫ف فَق‬ ِ ُ‫يَ ْز َر ُعونَهَا بِالثُّل‬
ْ ِّ‫ث َوالرُّ ب ُِع َوالن‬
ِ H‫ص‬
‫ َّدثَنَا‬H‫ةَ َح‬Hَ‫و تَوْ ب‬HHُ‫افِ ٍع َأب‬HHَ‫ ُع ب ُْن ن‬H‫ا َل ال َّربِي‬HHَ‫هُ َوق‬H‫ض‬
َ ْ‫ ْك َأر‬H‫لْ فَ ْليُ ْم ِس‬HH‫فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا فَِإ ْن لَ ْم يَ ْف َع‬
‫لَّى‬H‫ص‬ َ ِ ‫و ُل هَّللا‬H‫ا َل َر ُس‬HHَ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل ق‬ ِ ‫اويَةُ ع َْن يَحْ يَى ع َْن َأبِي َسلَ َمةَ ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬ ِ ‫ُم َع‬
َ ْ‫َت لَهُ َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا َأخَاهُ فَِإ ْن َأبَى فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬
‫ضهُ (رواه‬ ْ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكان‬
)‫بـخارى‬
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin Musa] telah mengabarkan kepada
kami [Al Awza'iy] dari ['Atha'] dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata: "Dahulu orang-
orang mempraktekkan pemanfaatan tanah ladang dengan upah sepertiga, seperempat
atau setengah maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki
tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia hibahkan. Jika dia
tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan berkata, [Ar-Rabi' bin Nafi'
Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya] dari [Abu
Salamah] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk
bercocok tanam atau dia berikan kepada saudaranya (untuk digarap). Jika dia tidak
lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya.” (HR. Bukhari)
Karena, berapapun bidang tanah yang kita miliki alangkah baiknya memanfaatkan
dengan cara bercocok tanam atau dihibahkan. Dan hendak memanfaatkan harta (tanah)
yang dimiliki kita untuk menjadi sumber penghasilan kita agar dapat mencukupi
kebutuhan sendiri dan dapat membantu orang lain. Jika memang tidak ingin
mengelolanya sebaiknya berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan agar ia
mengelolanya menjadi hal yang bermanfaat.
b. Shahih Muslim Kitab Al-Buyu’ Bab Kira’a Al-Ardhi No. 1544

‫ير ع َْن َأبِي‬


ٍ ِ‫اويَةُ ع َْن يَحْ يَى ْب ِن َأبِي َكث‬ ِ ‫َح َّدثَنَا َح َس ُن ب ُْن َعلِ ٍّي ْالح ُْل َوانِ ُّي َح َّدثَنَا َأبُو تَوْ بَةَ َح َّدثَنَا ُم َع‬
ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكان‬
ُ‫َت لَه‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫َسلَ َمةَ ب ِْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل ق‬
َ ْ‫َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا َأ َخاهُ فَِإ ْن َأبَى فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬
)‫ضهُ (رواه مسلم‬
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami [Husain bin Ali Al Hulwani] telah menceritakan
kepada kami [Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya
bin Abi Katsair] dari [Abu Salamah bin Abdurrahman] dari [Abu Hurairah] dia
berkata; Rasulullah Shallallu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa memiliki
sebidang tanah, hendaklah ia menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya
(supaya menanaminya), Namun jika ia tidak mau, hendaklah ia menjaganya." (HR.
Muslim).
Yakni, jika tidak mau mengelolanya dan tidak mau memberikan kepada orang lain
untuk dikelola secara gratis, maka hendaklah menahan dan tidak menyewakannya.
Dalam hal ini timbul kemusykilan bahwa menahan tanah tanpa dikelola berarti
menyia-nyiakan manfaat tanah itu. Dalam hal ini termasuk menyia-nyiakn harta,
sedangkan sikap seperti ini dilarang.
c. Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa Al-
Rub’i No. 2452

‫اويَةُ ب ُْن َساَّل ٍم ع َْن‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ِإب َْرا ِهي ُم ب ُْن َس ِعي ٍد ْال َجوْ ه َِريُّ َح َّدثَنَا َأبُو تَوْ بَةَ ال َّربِي ُع ب ُْن نَافِ ٍع َح َّدثَنَا ُم َع‬
‫لَّ َم‬H ‫ ِه َو َس‬H ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬ َ ِ ‫ال قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ير ع َْن َأبِي َسلَ َمةَ ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ ق‬ ٍ ِ‫يَحْ يَى ب ِْن َأبِي َكث‬
َ ْ‫َت لَهُ َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا َأخَ اهُ فَِإ ْن َأبَى فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬
)‫ضهُ (رواه أبن ماجه‬ ْ ‫َم ْن َكان‬
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Abu Taubah Ar Rabi' bin Nafi'] berkata, telah menceritakan
kepada kami [Mu'awiyah bin Salam] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah]
dari [Abu Hurairah] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa memiliki sebidang tanah hendaklah ia menanaminya atau ia berikan
pengolahannya kepada saudaranya, namun jika menolak hendaklah ia tahan
tanahnya.” (HR. Sunan Ibn Majah).
Kemusykilan ini dijawab dengan memahami bahwa yang dilarang adalah menyia-
nyiakan harta itu sendiri atau manfaat yang ada gantinya. Sebab, jika tanah itu
ditinggalkan tanpa dikelola, maka manfaatnya tidak terputus. Bahkan, akan tumbuh
rerumputan dan kayu-kayu sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan
dan lain sebagainya.
Meskipun apa yang kami sebutkan tidak ada, tetapi membiarkan lahan tidak digarap
tetap dapat menyuburkan lahan tersebut. Mungkin saja hasil yang diperoleh pada tahun
ini dapat menutupi hasil ketika tanah itu dibiarkan tanpa digarap.

D. Tafsir Ayat Tentang Produksi


Tafsir Surat Al-Hadid, ayat 25
ْ ‫َاب َو ْال ِمي َزانَ لِيَقُو َم النَّاسُ بِ ْالقِ ْس ِط َوَأ‬
‫نزلنَا‬ َ ‫نزلنَا َم َعهُ ُم ْال ِكت‬ ْ ‫ت َوَأ‬ ِ ‫لَقَ ْد َأرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّنَا‬
ِ ‫ص ُرهُ َو ُر ُسلَهُ بِ ْال َغ ْي‬ ‫ْأ‬
ٌّ ‫ب ِإ َّن هَّللا َ قَ ِو‬
‫ي‬ ِ َّ‫ْال َح ِدي َد فِي ِه بَ سٌ َش ِدي ٌد َو َمنَافِ ُع لِلن‬
ُ ‫اس َولِيَ ْعلَ َم هَّللا ُ َم ْن يَ ْن‬
‫َزي ٌز‬
ِ ‫ع‬
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang
padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya
mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa”.( Al-Hadid, ayat 25)
Adapun firman Allah Swt.:

{‫نزلنَا ْال َح ِدي َد فِي ِه بَْأسٌ َش ِدي ٌد‬


ْ ‫} َوَأ‬
Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat. (Al-Hadid: 25)
Maksudnya, Kami jadikan besi itu sebagai sarana untuk menekan orang yang
membangkang terhadap perkara yang hak dan mengingkarinya padahal hujah-hujah
telah ditegakkan di hadapannya. Karena itulah maka Rasulullah Saw. bermukim di
Mekah sesudah kenabian selama tiga belas tahun, yang selama itu diwahyukan kepada
beliau semua surat Makkiyyah, yang isinya mengandung bantahan terhadap orang-
orang musyrik, dan penjelasan, serta keterangan mengenai ketauhidan dan dalil-dalil
lainnya. Dan manakala hujah (alasan) telah ditegakkan terhadap orang-orang yang
menentang syariat Allah, maka Allah Swt. memerintahkan kepada NabiNya dan kaum
muslim untuk berhijrah, dan memerintahkan pula kepada mereka untuk memerangi
kaum musyrik dengan memakai senjata dan menghukum mati serta memenggal
kepala orang yang menentang Al-Qur'an, mendustakannya dan mengingkari
kebenarannya.

{‫}فِي ِه بَْأسٌ َش ِدي ٌد‬


yang padanya terdapat kekuatan yang hebat. (Al-Hadid: 25)
Yakni dapat dijadikan senjata seperti pedang, tombak, anak panah, dan tameng serta
senjata lainnya.

ِ َّ‫لِلن‬
{‫اس‬ ‫} َو َمنَافِ ُع‬
dan berbagai manfaat bagi manusia. (Al-Hadid: 25)
Yaitu dalam kehidupan mereka, karena besi itu dapat dijadikan sebagai sarana
untuk pekerjaan mereka seperti cangkul, kapak, gergaji, pahat, alat untuk membajak
tanah, dan peralatan lainnya yang digunakan untuk keperluan pertanian, pertukangan
serta alat-alat lainnya yang diperlukan oleh manusia.
Alba ibnu Ahmad telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa ada tiga hal yang diturunkan bersama-sama dengan Adam, yaitu
landasan palu, penjepit (tang), dan palu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dan
Ibnu Abu Hatim.5
Tafsir Al-Ambiya ayat :80

َ‫صنَ ُك ْم ِم ْن بَْأ ِس ُك ْم فَهَلْ َأ ْنتُ ْم َشا ِكرُون‬ َ ُ‫َو َعلَّ ْمنَاه‬


ٍ ‫ص ْن َعةَ لَبُو‬
ِ ْ‫س لَ ُك ْم لِتُح‬
Dan kami telah ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna
memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada
Allah). (QS. Al-Anbiya (21): 80)
Yakni membuat anyaman baju besi.
Qatadah mengatakan bahwa sesungguhnya sebelum itu baju besi hanya berupa
lempengan, Daudlah orang yang mula-mula membuatnya dalam bentuk anyaman
yang dianyam dalam bentuk bulatan yang kecil-kecil. Seperti yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:

ٍ ‫ َأ ِن ا ْع َملْ َسابِغَا‬.َ‫} َوَألَنَّا لَهُ ْال َح ِديد‬


{‫ت َوقَدِّرْ فِي السَّرْ ِد‬
dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-
besar dan ukurlah anyamannya. (Saba: 10-11)
Maksudnya, janganlah kamu perbesar bulatan-bulatan anyamannya karena akan
membuat pen-pennya terlepas; dan jangan pula kamu pertebal pen-pennya karena
akan membuat bulatan anyamannya robek. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:

َ
{ َ‫شا ِكرُون‬ ‫صنَ ُك ْم ِم ْن بَْأ ِس ُك ْم فَهَلْ َأ ْنتُ ْم‬
ِ ْ‫}لِيُح‬
guna memelihara kalian dalam peperangan kalian. Maka hendaklah kalian bersyukur
(kepada Allah). (Al-Anbiya: 80)

5
http://www.ibnukatsironline.com
Yaitu bersyukurlah atas nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kalian
melalui hamba-Nya Daud yang telah diajarkan-Nya cara membuat baju besi untuk
kalian.6
Dari tafsir ayat tersebut terlihat secara implisit semangat produksi . Di dalam
tafsir kita dapatkan penjelasan bahwa, Allah Swt menganugerahkan kepada manusia
“besi” suatu karunia yang tidak terhingga nilai dan manfaatnya. Dengan besi dapat
dibuat berbagai macam keperluan manusia, sejak dari yang besar sampai kepada yang
kecil, seperti berbagai macam kenderaan di darat, di laut dan di udara, keperluan
rumah tangga dan sebagainya. Tentu saja semuanya itu hanya diizinkan Allah
menggunakannya untuk menegakkan agama-Nya, menegakkan keadilan dan menjaga
keamanan negeri.7

E. Tafsir Hadits Tentang Produksi


Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa Al-Rub’i No. 2452.

‫اويَةُ ب ُْن َساَّل ٍم ع َْن‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ِإب َْرا ِهي ُم ب ُْن َس ِعي ٍد ْال َجوْ ه َِريُّ َح َّدثَنَا َأبُو تَوْ بَةَ ال َّربِي ُع ب ُْن نَافِ ٍع َح َّدثَنَا ُم َع‬
‫لَّ َم‬H ‫ ِه َو َس‬H ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬ َ ِ ‫ال قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ير ع َْن َأبِي َسلَ َمةَ ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ ق‬ ٍ ِ‫يَحْ يَى ب ِْن َأبِي َكث‬
َ ْ‫َت لَهُ َأرْ ضٌ فَ ْليَ ْز َر ْعهَا َأوْ لِيَ ْمنَحْ هَا َأخَ اهُ فَِإ ْن َأبَى فَ ْليُ ْم ِس ْك َأر‬
)‫ضهُ (رواه أبن ماجه‬ ْ ‫َم ْن َكان‬
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Abu Taubah Ar Rabi' bin Nafi'] berkata, telah menceritakan
kepada kami [Mu'awiyah bin Salam] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah]
dari [Abu Hurairah] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa memiliki sebidang tanah hendaklah ia menanaminya atau ia berikan
pengolahannya kepada saudaranya, namun jika menolak hendaklah ia tahan
tanahnya.” (HR. Sunan Ibn Majah).

Penjelasan tentang arti makna Hadist tersebut atau istilah kuncinya Adalah ‫لِيَ ْمنَحْ هَا‬
hendaklah dia memberikan secara gratis. Maksudnya, diberikan untuk diambil
manfaatnya secara gratis. Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Mathar al-Warraq
dari Atha’, dari Jabir artinya:”Sesungguhnya Nabi SAW melarang menyewakan tanah”.
Pada jalur dari Mathar disebutkan :“Barang siapa memiliki lahan, maka hendaklah
menanaminya. Apabila tidak mampu, maka hendaklah memberikannya kepada
saudaranya sesama muslim, dan janganlah dia menyewakannya” riwayat al-Auza’i yang

6
http://www.ibnukatsironline.com
7
Ibid., h. 694
disebutkan Imam Bukhari menjelaskan maksud larangan ini, karena dalam riwayat itu
disebutkan sebab larangan tersebut “apabila tidak melakukannya, maka hendaklah dia
menahan tanahnya”. Yakni, jika tidak mau mengelolanya dan tidak mau memberikan
kepada orang lain untuk dikelola secara gratis, maka hendaklah menahan dan tidak
menyewakannya.
Dalam hal ini timbul kemusykilan bahwa menahan tanah tanpa dikelola berarti
menyia-nyiakan manfaat tanah itu. Dalam hal ini termasuk menyia-nyiakn harta,
sedangkan sikap seperti ini dilarang.Meskipun apa yang kami sebutkan tidak ada, tetapi
membiarkan lahan tidak digarap tetap dapat menyuburkan lahar tersebut. Mungkin saja
hasil yang diperoleh pada tahun ini dapat menutupi hasil ketika tanah itu dibiarkan tanpa
digarap.8
Dalam penjelsan diatas, akan menerangkan pula tentang kontekstualisasi Hadist
tersebut yang mana akan menjadikan persamaan antara Prduksi dari al-Qur’an maupun
Hadist. Pada prinsipnya Islam juga lebih menekankan berproduksi demi untuk memenuhi
kebutuhan orang banyak, bukan hanya sekedar memenuhi segelintir orang yang memiliki
uang, sehingga memiliki daya beli yang lebih baik. Karena itu bagi Islam produksi yang
surplus dan berkembang baik secara kwantitatif maupun kwalitatif, tidak dengan
sendirinya mengindikasikan kesejahteraan bagi masyarakat. Apalah arti produk yang
menggunung jika hanya bisa didistribusikan untuk segelintir orang yang memiliki uang
banyak.
Dari ungkapan Nabi SAW dalam hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah
hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk
menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan
lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan
secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan
tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan
pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya
menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan.

8
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu, Jus IV (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989), hlm. 347.
BAB III

KESIMPULAN

Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi.


Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh
para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula
sebaliknya. Untuk mengahasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan
banyak faktor produksi. Beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi dan
perekonomian secara keseluruhan, antara lain: Seluruh kegiatan produksi terikat pada
tataran nilai moral dan teknikal yang Islami, kegiatan produksi harus memperhatikan
aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena
kelangkaan tetapi lebih kompleks.
Maka dari penjelasan diatas menunjukkan sisi-sisi dari aspek Produksi
perspektif Islam. Bahwasannya Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW memberikan
arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
a) Tugas manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan
bumi dengan ilmu dan amalnya.
b) Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf
Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan
pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak
membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti
melepaskan dirinya dari Al-Qur’an dan Hadits.
c) Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi
pernah bersabda: “Kalian lebih mngetahui urusan dunia kalian”
d) Dalam berinovasi dan bereksperimen,pada prinsipnya agama Islam menyukai
kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Idris, Hadis Ekonomi “Ekonomi dalam Presfektif Hadis Nabi”, (Jakarta:


Prenadamedia Group, 2015), h. 51

P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), h. 259

Khaidirali Batubara. 2015. Makalah Tafsir Ayat dan Hadits tentang Produksi dan Konsumen.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.

Refky Fielnanda. 2015. Studi Hadits Tentang Produksi.

https://nurulalmariah17.blogspot.com/2016/05/makalah-ayat-dan-hadits-produksi

https://media.neliti.com/media/publications/publications/255702-produksi-distribusi-
dan-konsumsi-dalam-i

http://www.ibnukatsironline.com/search?q=QS.+Al-Anbiya+%2821%29%3A+80

Anda mungkin juga menyukai