Anda di halaman 1dari 20

Etika Produksi dalam Ekonomi Islam

Ikhsanul Rizki
Sains Ekonomi Islam - Pasca Sarjana Universitas Airlangga

ABSTRAK

Kegiatan ekonomi mengandung tiga unsur utama, yaitu produksi, distribusi, dan
konsumsi. Jurnal ini akan membahas yang pertama yaitu produksi dan bagaimana
pandangan hukum Islam tentang produksi. Sistem ekonomi Islam dibangun atas nilai-nilai
dan norma-norma yang dapat mengarah ke tujuan perekonomian yaitu al-falah jika
dipahami dan diterapkan dengan benar, nilai dan norma merupakan hal yang sering
diabaikan oleh ekonomi konvensional, dalam ekonomi Islam faktor inilah yang
membedakan ekonomi konvensional dan ekonomi Islam itu sendiri. Dalam sistem ekonomi
Islam perokonomian dilakukan untuk mendatangkan maslahat dan meninggalkan
mafsadat. kegiatan ekonomi dalam Islam termasuk produksi harus didasarkan untuk
mencapai kebaikan dan kemakmuran bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan untuk
memperkaya individu atau kelompok tertentu dalam masyarakat.

Keywords: Produksi, Ekonomi Islam, Etika.

PENDAHULUAN

Menurut Rice (1999) dalam beberapa tahun terakhir telah banyak artikel yang
diterbitkan dalam Journal of Business Ethics yang telah membahas posisi berbagai
keyakinan mengenai relevansi prinsip-prinsip etika agama untuk pengambilan keputusan
bisnis dalamprekonomian termasuk didalamnya produksi.

Mujahidin (2009) mengatakan Ekonomi merupakan bagian vital yang tak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa pun orangnya, tanpa memandang suku, bangsa
dan agama apapun, tidak akan terlepas dari aspek yang satu ini. dikarenakan sejak manusia
dilahirkan, ia sudah memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi yang termasuk dalam
aktivitas ekonomi.

1
Secara umum, kegiatan ekonomi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu produksi,
distribusi dan konsumsi. Dalam sejarah panjang manusia belum ada sistem hasil pemikiran
manusia yang telah terbukti mampu menciptakan kesejahteraan absolut dan sempurna.
Barangkali ada beberapa era dalam sejarah yang pernah tercatat sebagai era gemilang
dalam menyejahterakan manusia, namun era tersebut tidak berlangsung lama, kemudian
sistem tersebut hancur dengan sendirinya oleh ulah pembuat dan pelakunya.

Begitu pun halnya dengan sistem ekonomi yang mendominasi dunia saat ini; sistem
ekonomi kapitalis, sistem ini dinilai telah menciptakan kesenjangan yang sangat radikal
dalam kehidupan bermasyarakt. Di beberapa negara makmur, orang menikmati hidup
berkecukupan dan berkelebihan. Sementara di banyak belahan dunia, terdengar pula jerit
kelaparan dan kesakitan. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah buruknya sistem
distribusi yang diterapkan dalam sistem tersebut.

Menurut sukarno (2010) tidak bisa dipungkiri pengabaian konsep produksi


konvensional terhadap sistem nilai telah mengakibatkan mundurnya kualitas hidup manusia
dewasa ini. Global warming (pemanasan global), krisis air bersih, sanitasi, dan bahan
makanan sering dijadikan tema global demi memperbaiki kondisi kemanusiaan.

Harus disadari masalah sebenarnya dari sejumlah krisis kemanusiaan pada saat ini
terletak pada mekanisme dan model produksi yang secara massif berkembang di belahan
dunia yaitu model produksi tanpa pertimbangan moral.

Model produksi konvensional berangkat dari masalah kelangkaan (scarcity) barang-jasa


dan keterbatasan kemampuan produksi untuk memenuhi keinginan manusia yang semakin
hari semakin tak terbatas. Dengan demikian, ekonomi konvensional dihadapkan pada
permasalahan bagaimana mengupayakan ketersediaan sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan dengan memaksimalkan produktivitas untuk menghasilkan barang-jasa. Dalam
ekonomi konvensional produsen dituntut untuk meng-efisienkan penggunaan sumber daya
agar menghasilkan keuntungan maksimal. Di samping itu, produsen diharuskan
mengabaikan sistem nilai agar proses produksi dapat dilakukan secara bebas.

2
Sistem ekonomi Islam mengaflikasikan nilai-nilai dan norma-norma agama yang
mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya guna
memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan
kewajibankewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat sehingga setiap pelaku
ekonomi bisa mencapai falah.

DEFINISI PRODUKSI
Menurut Muhammad (2010) Produksi dalam pengertian umum dipahami sebagai
kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan nilai tambah suatu barang. Dengan kata lain,
produksi adalah bagaimana membuat barang yang sudah ada mejadi berguna.

Produksi merupakan hasil usaha manusia yang tidak berarti menciptakan barang dari
tidak ada menjadi ada, melainkan barang yang sudah ada menjadi lebih berdaya guna.
Sebab seperti diyakini para ekonom bahwa yang mampu dibuat oleh manusia hanyalah
memodifikasi atau mengkombinasi unsur-unsur yang sudah ada (lama). menjadi baru
sehingga akhirnya memiliki sifat yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia .

Menurut Mujahidin (2009) Kata “produksi” telah menjadi kata Indonesia, setelah
diserap ke dalam pemikiran ekonomi bersama dengan kata “distribusi”, dan “konsumsi”
secara bahasa produksi mengandung arti penghasilan. Dalam literatur Ekonomi Islam
berbahasa Arab produksi adalah kata al-intaj dari akar kata nataja. HRA Rivai Wirasasmita
mendefinisikan produksi sebagai proses peningkatan kapasitas barang-barang untuk
memuaskan keinginan atau kebutuhan manusia atau proses pembentukan jasa-jasa yang
mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Menurut Veithzal dkk (2012) Produksi adalah kegiatan yang dilakukan manusia dalam
menghasilkan suatu produk baik barang, maupun jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh
konsumen.

Mannan dalam Haneef (2010) melihat produksi sebagai penciptaan guna (utulity). Agar
dapat dipandang sebagai utility, barang dan jasa yang diproduksi haruslah hanya yang
dibolehkan dan menguntungkan atau halal dan baik menurut Islam. Dengan adanya

3
produksi yang baik maka hal tersebut bisa mensejahterakan masyarakat dalam
prekonomian.

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, maka disimpulkan bahwa produksi adalah


suatu proses untuk menghasilkan barang dan jasa yang berdasarkan pada ketersediaannya
faktor-faktor produksi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dengan
memperhatikan nilai keadilan dan kebajikan (maslahah).

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DALAM ISLAM


Rafsanjani (2016) mengatakan produksi merupakan kombinasi dari faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan.
Pemilihan faktor-faktor produksi merupakan hal yang penting bagi produsen karena
kombinasi faktor produksi yang terbaik akan menghasilkan produk yang terbaik.

Menurut Khan (1990) Conventional economic theory distinguishes four factors of


productiont they are land, labor, capital and entrepreneurship . Dalam hal ini teori
konvensional terdapat empat faktor produksi yang dibahas yaitu tanah, tenaga kerja, modal
dan wirausahawan.

Menurut P3EI UII (2014) Islam memandang pada dasarnya, faktor produksi dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu input manusia (human input) dan input
nonmanusia (non human input). Yang termasuk dalam input manusia adalah tenaga kerja
dan wirausahawan, sementara yang dalam input nonmanusia adalah sumber daya alam
(natural resource), kapital (financial capital), dan input fisik (physical capital).

1. Tanah
Istilah tanah sering dipergunakan dalam pengertian yang luas dan mencakup semua
sumber penghasilan pokok yang dapat kita peroleh dari udara, laut, pegunungan,
dan sebagainya. Kondisi-kondisi geografis, angin, dan iklim juga termasuk kedalam
pengertian lahan, Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Jaatsiyah:

4
ْ ‫أَمۡ ِر ِهۦ َولِتَبۡتَ ُغ‬GGِ‫ ِه ب‬GG‫ك فِي‬
ۡ‫ۡلِ ِهۦ َولَ َعلَّ ُكم‬GG‫وا ِمن فَض‬GG َ ‫ ِر‬GGۡ‫ َر لِتَج‬GGۡ‫ َّخ َر لَ ُك ُم ٱۡلبَح‬GG‫ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذي َس‬
ُ GGۡ‫ي ٱۡلفُل‬
َ G ِ‫هُۚ إِ َّن فِي َذٰل‬G ۡ‫يعا ِّمن‬
ٖ‫ك أَل ٓيَٰت‬ ِ ۡ‫ت َو َما فِي ٱۡلأَر‬
ٗ ‫ض َج ِم‬ ِ ‫ َو َس َّخ َر لَ ُكم َّما فِي ٱل َّس َمٰ َٰو‬. َ‫تَشۡ ُكرُون‬
َ‫لِّقَوٖۡم يَتَفَ َّكرُون‬

Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar


padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan
mudah-mudahan kamu bersyukur- Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang
di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir
Istilah tanah diberi arti khusus di dalam ilmu ekonomi. Ia tidak hanya bermakna
tanah saja seperti yang terpakai dalam pembicaraan sehari-hari, melainkan
bermakna segala sumber daya alam, seperti air dan udara, pohon dan binatang, dan
segala sesuatu yang diatas dan dibawah permukaan tanah, yang menghasilkan
pendapatan atau menghasilkan produk.
2. Manusia (tenaga kerja)

Khan dkk (2010) mengatakan dari penelitian yang tentang produksi yang
menunjukkan bahwa manusia atau tenaga adalah aset paling berharga dari bisnis
apa pun. Ini lebih berharga daripada modal atau peralatan. Sayangnya, faktor ini
juga yang paling terkadang disia-siakan. Dan tenaga kerja bisa menjadi aset terbesar
atau kewajiban terbesar dalam produksi.

Manusia dapat dikatakan sebagai faktor produksi yang utama (main input)
sementara faktor lainnya adalah faktor pendukung. Kekayaan alam suatu negara
tidak akan berguna jika tidak dimanfaatkan oleh manusiannya. Allah telah
menyediakan sumber daya alam yang tidak terbatas, tetapi tanpa usaha manusia,
semuanya akan tetap tidak terpakai.

َ ۡ‫َوأَن لَّي‬
ٰ‫س لِلۡإِن َسٰ ِن إِاَّل َما َس َعى‬

5
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.
Dari ayat diatas diketahui untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai keinginan
diaharuskan adanya usaha dan kerja keras, Semakin keras orang bekerja, semakin
tinggi pula imbalan yang akan mereka terima.
3. Modal

Modal merupakan faktor produksi. Ia merupakan kekayaan yang dipakai untuk


menghasilkan kekayaan lagi baik berupa kapital (financial capital), dan input fisik
(physical capital). Modal memainkan peranan penting dalam produksi, karena
produksi tanpa modal akan menjadi sulit dikerjakan.

Modal mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembangunan ekonomi


maupun dalam penciptaan lapangan kerja. Dengan meningkatkan produksi,
employment juga akan meningkat jika barang-barang seperti bangunan dan mesin
diproduksi dan digunakan untuk proses produksi lebih lanjut.

4. Wirausahawan (Entrepreneurship)
Wirasuahawan adalah seorang spesialis di dalam organisasi. tidak tenaga kerja
biasa wirausahawan memiliki kemampuan mengorganisasi. Fungsi utama yang
dilakukan oleh wirausahawan adalah mengorganisasi dan mengoordinasi faktor-
faktor produksi lalu memanfaatkanya bersama.

Wirausahawan dalam Islam memainkan peran yang sangat signifikan.


Wirausahawan mempekerjakan faktor produksi yang lain, oleh karena itu dalam
meberi tenaga kerja upah untuk mendapatkan hasil maksimal dengan mendatangkan
kemaslahatan dan menghindari kemudharatan.

Haneef (2010) mengatakan Teleghani yaitu seorang pemikir ekonomi Islam


kontemporer Iran mengakui bahwasanya tanah, tenaga kerja, modal dan
wirausahawan (entrepreneurship) merupakan faktor produksi. Setiap faktor

6
produksi berhak mendapatkan imbalan jika memang berkontribusi di dalam proses
produksi bahkan seorang makelar.

FUNGSI PRODUKSI
Fungsi produksi adalah pernyataan secara nomerik atau matematis dari hubungan
anatara masukan dan keluaran. Sedangkan fungsi produksi menunjukan unit total dari
produk sebagai fungsi dari unit masukan.

1. Produk Total (Total Product)


Produk Total adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh sejumlah tenaga kerja
pada waktu tertentu. Perubahan produk total dapat berubah berdasarkan banyak
sedikitnya faktor produksi variabel yang digunakan.
2. Produk Marjinal (Marjinal Product)
Produk Marjinal adalah tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu
tenaga kerja yang digunakan. TP adalah pertambahan produksi total, maka produksi

dQ
marjinal (MP) dapat dihitung dengan MP = . Setiap penambahan satu unit input
dX
dapat berdampak kepada peningkatan produksi, sehingga apabila setiap tambahan
satu unit mempunyai dampak yang lebih kecil maka berlakulah hukum “hasil yang
semakin menurun” (The Low of Diminishing Returns).
3. Produk Rata-rata (Average Product)
Produk rata-rata adalah produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap
pekerja. Produksi total (TP), jumlah tenaga kerja (L), maka produk rata-rata (AP),

Q
dan dapat dihitung dengan AP = .
X

ALTERNATIF TIPE FUNGSI PRODUKSI

1. Constant Return to Variable Input


Constan return merupakan hubungan yang menunjukkan jumlah hasil
produksi meningkat dengan jumlah yang sama untuk setiap kesatuan tambahan
input. Kondisi ini terjadi bila tambahan output yang dihasilkan sama dengan

7
tambahan inputnya. Hubungan input dan output dalam kondisi semacam ini dapat
dirumuskan dengan:
Q = a + bX
Q : jumlah output
X : jumlah input
a dan b : konstanta
Karena fungsi produksi dimulai dari titik origin sehingga nilai konstanta a
adalah nol. Oleh karena itu, faktor produksi dapat ditulis Q = bX. Dalam constant
return to variable input, AP dan MP membentuk satu garis lurus yang konstan (b).
Karena AP = MP = b.
MP, AP

(+) MP = AP = b

0 Unit of Variable Input

(-)
2. Decreasing Return to Variable Input
Decreasing return merupakan hubungan yang mana kesatuan-kesatuan
tambahan input menghasilkan suatu kenaikan hasil produksi yang lebih kecil dari
kesatuan-kesatuan sebelumnya. Kondisi ini terjadi bila tambahan output yang
dihasilkan lebih kecil dibandingkan tambahan inputnya.
Hubungan input dan output dalam kondisi ini dapat dirumuskan dengan:
Q = a + bX – cX2
Bila kita mengasumsikan fungsi dimulai dari titik oriin maka, formula di atas dapat
ditulis sebagai berikut:
Q = bX – cX2
Q : jumlah output

8
b : konstanta
c : nilai yang negatif karena bX – cX2
Q bX – cX 2
` Pada kondisi ini, kurva MP berada di bawah AP, karena AP = = =b–
X X

dQ
cX. Sedangkan , MP = = b – 2cX. Dari rumus tersebut, slope kedua kurva
dX
berbeda, AP (-c) sedang MP (-2c).
MP, AP

(+) MP = b - cX

0
(-)
MP = b – 2cX

3. Increasing Return to Variable Input


Increasing return merupakan hubungan di mana kesatuan tambahan input
menghasilkan suatu tambahan hasil produksi yang lebih besar dari kesatuan-
kesatuan sebelumnya. Kondisi ini terjadi bila tambahan output yang dihasilkan
lebih besar dibandingkan tambahan inputnya.
Hubungan dalam kondisi ini dapat dirumuskan Q = a + bX +cX2. Karena a
adalah 0, maka Q = bX +cX 2. Pada kondisi ini, kurva MP berada di atas kurva AP.

Q bX – cX 2 dQ
Karena AP = = = b + cX, sedangkan MP = = b + 2cX. Dari rumus
X X dX
tersebut, slope kedua kurva tentu berbeda, slope untuk kurva AP adalah (+c) sedang
slope untuk kurva MP adalah (+2c).

9
MP, AP
MP = b + 2cX

(+)
MP = b + cX

0
(-)

ETIKA PRODUKSI DALAM ISLAM


Menurut Subandi (2012) di dunia ini, sesuatu yang dilakukan oleh manusia
hanyalah merakit komponen yang ada atau mengubah bentuk, elemen atau senyawa
kimianya. Untuk menciptakan (khalaqa) sesuatu yang baru adalah kehendak atau perbuatan
Allah Yang Mahakuasa, apa yang dilakukan manusia hanyalah ja'ala yaitu membuat,
mengubah atau mengumpulkan. Bahkan, tidak semua ja'ala dapat dilakukan oleh manusia,
manusia tidak dapat mengeluarkan darah dari nutrisi makanan, dan tidak dapat mengubah
sperma menjadi bekuan-tulang-daging dalam proses embrio manusia. Itu sebabnya,
manusia menemukan sains atau teknologi dan tidak menciptakannya. Dalam Islam seorang
muslim didorong untuk memproduksi dan dilarang untuk merusak.

Ekonomi Islam menetapkan kepentingan diri dan kepentingan sosial sebagai sebuah
pembahsan yang penting. Setiap individu didorong untuk mengaktifkan potensi kerjanya
yang produktif, dan hal tersebut adalah kewajiban agama. Jadi, akses untuk sebuah
pekerjaan adalah hak setiap orang, termasuk produknya dihargai dan dilestarikan. Setiap
individu yang mampu untuk bekerja, ia harus melakukan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhannya. Allah SWT telah menciptakan sumber daya yang cukup bagi semua

10
hambaNya sehingga tidak akan terciptanya kelangkaan jika diproduksi dengan baik
sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an

َ‫َش ُكرُون‬ ِ ۡ‫َولَقَدۡ َم َّكنَّٰ ُكمۡ فِي ٱۡلأَر‬


َ ِ‫ض َو َج َعلۡنَا لَ ُكمۡ فِيهَا َم َعٰي‬
ۡ ‫شۗ قَلِيلٗا َّما ت‬
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami
adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.

Mannan dalam Mujahidin (2009) mengatakan dalam penerapan prinsip produksi dalam
sistem ekonaomi Islam Prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam proses produksi
adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem ekonomi kapitalis terdapat
seruan untuk memproduksi barang dan jasa yang didasarkan pada asas kesejahteraan
ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai. kesejahteraan ekonomi terletak pada
kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum lebih
luas yang menyangkut persoalan-persoalan tentang moral, pendidikan, agama, dan banyak
hal lainnya.

Menurut Sukarno (2009) untuk menyusun aksioma etika produksi dalam Islam maka
upaya yang dilakukan adalah:

1. Membuat asumsi yang rasional dengan variabel ekonomi serta hubungan tentatif-
nya melalui pandangan dunia Islam tentang produksi.
Setiap agama memiliki asumsi dasar tentang kehidupan manusia dan
pengetahuan tentangnya. Islam yang berlandaskan pada pada Al-Qur’an dan A-
Sunnah. Pengungkapan perilaku dan konsep produksi dalam al-Qur’an dan As-
sunnah menyangkut relevansi dengan hidup manusia, alam semesta, mahluk yang
lain secara luas termasuk konsumsi, distribusi, sistem keuangan, dan lain-lain.
Semua konsep dan perilaku ini membentuk kerangka teori (conceptual framework)
konsep produksi dalam Islam.
2. Menetapkan secara normatif prinsip, hukum, dan model produksi Islam.
Setelah menemukan asumsi dasar kegiatan produksi, asumsi tersebut diulas
secara kritis untuk menemukan model dan prinsip produksi.

11
Setelah itu diujicoba pada ranah empiris sehingga menjadi paradigma produksi
dalam Islam. Bagi sistem ekonomi yang berbasis agama, fakta empiris
sesungguhnya tidak memberikan dasar kebenaran yang pasti sehingga perlu
dibedakan antara fakta dengan kebenarannya. Oleh sebab itu, pendasaran ekonomi
Islam lebih menekankan kebenaran al-Qur’an dan As-sunnah.
3. Mengujicoba model dengan realitas empiris.
Proses pengujicobaan model produksi dengan realitas empiris bertujuan
untuk mengidentifikasi sejauhmana kerangka normatif produksi Islam mampu
mengubah dan memberikan pedoman umum bagi kegiatan produksi.
Misalnya tanggung jawab sosial produsen (corporate social responsibility)
terhadap masyarakat melalui social return dalam zakat, sedekah, infak, atau dana
CSR. Dapat juga diujicoba pemahaman produsen tentang sistem nilai Islam dalam
produksi sehingga dapat dideteksi sejauhmana kesadaran religiusnya
mempengaruhi proses produksi atau bisnis. Jika diperoleh hasil yang korelatif
antara konsep dan hipotesis maka kerangka teori dapat dibangun secara sistematis.
Sebaliknya jika tidak korelatif maka dibutuhkan pengujian ulang (reckecking)
Menurut Mujahidin (2009) etika produksi yang dapat diterapkan dalam Islam untuk
memperbaiki produksi dan memaksimalkan pemnafaatan berbagai sumber daya yang ada
dinyatakan sebagaigai berikut:
1. Barang-barang diproduksi harus bermanfaat dan diproduksi dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan bukan merupakan barang-barang mewah.
Jika barang-barang tersebut tidak memenuhi masyarakat, maka tenaga kerja yang
dihabiskan untuk memproduksi barang semacam itu dianggap tidak produktif.
Dalam keadaan bagaimanapun, ekonomi Islam tidak membenarkan adanya
produksi barang-barang mewah, dan tenaga kerja yang dihabiskan untuk
memproduksi barang-barang dianggap sebagai penghamburan usaha manusia.
2. Pencarian kekayaan melalui produksi mutlak perlu dituntun dengan cara yang baik
agar tetap dalam koridor tuntunan syariah. Jika keinginan untuk mendapatkan harta
itu tidak dituntun dengan baik, maka ia akan mengantarkan pada suatu kejahatan

12
yang besar sebagaimana yang kita alami dalam masyarakat modern seperti
kapitalisme.
Salah satu faktor penting yang mengakibatkan munculnya kejahatan kapitalisme
adalah sikap materialistis terhadap kehidupan, yang dilukiskan di dalam surat al-
Ma‘arij ayat 18.
3. Al-Qur’an secara diametral bertentangan dengan sikap asketis, dalam ekonomi
Islam tidak ada pertentangan yang nyata antara pencarian material dan spiritual asal
saja proporsinyatetap dipelihara di antara berbagai aktivitas manusia.
Kitab Suci al-Qur’an memberi suatu pandangan hidup yang seimbang pada kita,
yang menolong pertumbuhan kesehatan dan kecenderungan luhur di antara manusia
di satu sisi, dan di sisi lain memberi dorongan pada aktivitas produktif mereka.
4. Seorang muslim dilarang untuk bermalas-malasan dalam melakukan aktivits
produksi, karena semua yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah SWT untuk
dimanfaatkan manusia. Kerja keras yang dilakukannya secara terus menerus dan
sungguh-sungguh akan membuat seorang muslim mampu menemukan cara
memanfaatkan sumber-sumber alam yang benar dan baik untuk kemaslahatan
dirinya dan orang lain.
5. Produksi harus dilakukan dengan jujur dan baik, karena sesungguhnya produksi
yang dilakukan dengan baik dan benar adalah satu bentuk pelayanan pada
masyarakat dan juga pada Allah.”18 Pada surat al-Jumu‘ah dikatakan:

Al-Qardhawy (1997) menambahkan pandangannya tentang etika produksi dalam


ekonomi Islam yang merupakan respon atas peringatan Allah SWT akan kekayaan alam.
Firman Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 32-34 sebagai berikut:

1. Dalam berproduksi produsen harus menjaga sumber daya alam dari polusi dan
kerusakan, sebagai mana firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 85.

ِ ۡ‫وا فِي ٱلۡأَر‬


َ ِ‫ر لَّ ُكمۡ إِن ُكنتُم ُّمؤۡ ِمن‬ٞۡ‫ض بَعۡ َد إِصۡلَٰ ِحهَاۚ َ ٰذلِ ُكمۡ َخي‬
‫ين‬ ْ ‫َواَل تُفۡ ِس ُد‬
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-
orang yang beriman

13
2. Produksi harus dilakukan untuk membuat barang dan jasa yang halal baik halal dari
segi wujud maupun pemanfaatannya, dan juga produksi barang harus memberikan
manfaat dan tidak membahayakan. Seorang muslim dilarang memproduksi segala
sesuatu yang diharamkan baik berupa barang ataupun jasa.
3. Produksi dilakukan dalam batasan yang wajar dan tidak berlebihan, sumber daya
alam yang ada harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, segala sesuatu dijaga
agar tidak terbuang percuma, pemanfaatn sumber daya hendaknya didasarkan pada
prinsip “tepat guna”.
4. Upah para tenaga kerja harus dibayar dengan sesuai dan bersegera. Pemilik usaha
dan tenaga kerja terikat dengan hubungan yang saling membutuhkan. Maka dari itu
salah satu etika dalam ekonomi Islam adalah memenuhi segala hak dan kebutuhan
tenaga kerja. Memberikan upah yang adil (sesuai), tidak mengurangi haknya dan
menyegerakan upahnya.
Islam melarang mengekploitasi tenaga kerja dengan memaksakan mereka
menghasilkan barang produksi sebanyak-banyaknya dengan upah seminimal
mungkin.
5. Memaksimalkan keuntungan bukanlah tujuan utama produksi tetapai tujuan
produksi yang utama yaitu untuk memenuhi kebutuhan setiap individu dan
mewujudkan kemandirian umat.
Jika produsen kapitalis mengejar keuntungan tanpa mempedulikan apakah
produknya dibutuhkan masyarakat atau tidak, maka produsen muslim memproduksi
suatu komoditi berdasarkan kebutuhan masyarakat. Seorang muslim bekerja untuk
akhiratnya, sebagaimana ia bekerja untuk dunianya, keridhoan Allah SWT lebih
diutamakan daripada memenuhi kebutuhan nafsunya
6. Produksi dilakukan dengan kerjasama untuk memaksimalkan peluang dan
kemampuan dengan prinsip keadilan. Kerjasama antara produsen satu dengan
produsen lain akan mempermudah pencapain tujuan pemenuhan kebutuhan
masyarakat, Islam menganjurkan adanya spesialisasi dan menemukan peluang
produksi yang lain dan saling melengkapi dalam melaksanakan proses produksi.

14
IMPLIKASI ETIKA PRODUKSI ISLAM
Menurut Sukarno (2010) penerapan etika dalam kegiatan produksi memberi pengaruh
positif bagi kegiatan ekonoi seperti pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan,
kelestarian lingkungan hidup, dan tanggung jawab sosial perusahaan.

1. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dalam Islam bersifat sarat nilai (value-loaded). Ekonomi
tidak dapat dikatakan tumbuh (growing on) jika sektor produksi tidak memberikan
pengaruh bagi peningkatan kesejahteraan. Indikatornya adalah meningkatnya
standar hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat secara gradual yang
ditunjukkan dengan meningkatnya kesempatan masyarakat untuk mengembangkan
kapasitas ekonominya secara maksimal.
Khaf dan Khan (1992) mengatakan salah satu ciri penting pembiayaan Islam
dalam meningkatkan ekonomi adalah bahwa ia selalu terkait erat dengan pasar
nyata produksi, distribusi, dan konsumsi. Oleh karena itu, pembiayaan produksi
komoditas selalu menjadi jantung pembiayaan Islam, terutama bahwa konsumen
selalu disarankan untuk tidak meregangkan pembelian mereka di luar kemampuan
mereka sendiri.
Atas dasar itu, pertumbuhan ekonomi memperhatikan dua hal yaitu:
a. mempertimbangkan sektor konsumsi berdasarkan utilitasnya
b. memilih sektor produksi barang/jasa berdasarkan manfaat dan orientasi
pembangunan ekonomi.

Pemenuhan kebutuhan konsumen secara berjenjang berdasarkan utilitas segmen


masyarakat sangat dibutuhkan. Adapun sektor produksi dapat menjadi landasan
pertumbuhan ekonomi dalam hal meningkatnya jumlah faktor produksi.

Implikasi positif dari perkembangan ini adalah rendahnya angka pengangguran,


meningkatnya pendapatan negara untuk kemakmuran masyarakat, kuatnya
fundamen ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini terwujud dikarenkan kebijakan
pertumbuhan ekonomi Islam yang selalu terfokus dalam memperkuat sektor riil

15
dalam meningkatkan kinerja dan stabilitas sektor finansial. Atas dasar itu perlu
diupayakan kebijakan yang mengarah pada optimalisasi potensi sektor produksi
masyarakat.

2. Pemerataan dan keadilan distributif


Implementasi etika pada sektor produksi akan menumbuhkan kesadaran bagi
masyarakat untuk memperkecil kesenjangan sosial dan ekonomi. Mengacu pada
buruknya kondisi sosial ketika kesenjangan sosial yang tinggi maka peran Islamic
economic agents dibutuhkan untuk melakukan distribusi kekayaan secara
proporsional. Hal ini penting karena keenjangan sosial secara umum disebabkan
perbedaan tingkat pendapatan antarkelompok masyarakat.
Manurut chapra dalam Rice (1999) Keseimbangan dalam bermasyarakat
diperlukan untuk memastikan kesejahteraan sosial dan pengembangan
berkelanjutan potensi manusia. Nabi Muhammad menyarankan Muslim untuk
menjadi adil dalam semua urusan merekabeliau menggambarkan Islam sebagai
"jalan tengah" dan solusi dalam segala tindakan.
Konsekuensi implementasi etika produksi dalam hal pemerataan dan keadilan
distributif memiliki batasan tertentu. Barang dan utilitasnya diorientasikan pada
distribusi barang halal, manfaatnya bagi manusia, serta meningkatkan utilitasnya.
Keadilan distributif tidak hanya bermakna transfer kekayaan tapi mengandung
mekanisme pertukaran. Hanya objeknya bersifat immaterial seperti pahala di
akhirat. Seluruh pelaku ekonomi dalam Islam harus memperhatikan:
a. Manfaat secara syar’i yaitu aspek manfaat dari kegiatan produksinya bagi
masyarakat di samping setiap upaya produksi yang dilakukan melalui
mekanisme pasar,
b. Setiap produsen diberikan kebebasan melakukan kegiatan produksi dengan
batasan tidak merusak lingkungan,
c. Restrukturisasi ekonomi dilakukan untuk mengurangi kesenjangan sosial
yang terjadi di masyarakat.
3. Kelestarian lingkungan

16
Sebagai seorang khalifah dimuka bumi manusia diberikan amanah memelihara
kelestarian lingkungan hidup hal ini menjadi tugas manusia sebagaimana firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 61:

َ‫أ َ ُكم ِّمن‬G‫نش‬


َ َ‫ َو أ‬Gُ‫ ُرهُۥۖ ه‬Gۡ‫ ٍه غَي‬Gَٰ‫ا لَ ُكم ِّمنۡ إِل‬GG‫وا ٱهَّلل َ َم‬
ْ ‫ ُد‬Gُ‫عب‬ ٰ َ ۡ‫َوإِلَىٰ ثَ ُمو َد أَخَاهُم‬
ۡ ‫ا َل يَٰقَوۡ ِم ٱ‬Gَ‫صلِحٗۚا ق‬
ٞ‫ ُّم ِجيب‬ٞ‫ستَغۡفِرُوهُ ثُ َّم تُوبُوٓ ْا إِلَيۡ ِۚه إِ َّن َربِّي قَ ِريب‬
ۡ ‫ستَعۡ َم َر ُكمۡ فِيهَا فَٱ‬ ِ ۡ‫ٱۡلأَر‬
ۡ ‫ض َوٱ‬
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,
Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa
hamba-Nya)"
Salah satu implikasi dari penerapan etika produksi Islam adalah munculnya
kesadaran ekologis pada produsen untuk memelihara dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup. Implementasi etika produksi dalam aktivitas produksi berusaha
menggugah kesadaran produsen dan pelaku ekonomi lain untuk mengupayakan
pemeliharaan dan konservasi lingkungan hidup sebagai sumber daya ekonomi yang
tidak terbatas namun harus dikelolah dengan baik dan dijaga kelestariannya.
4. Tanggung jawab sosial perstrusahaan dan redistribusi Islam
Implementasi etika produksi mewajibkan produsen dalam Islam untuk
mengembangkan program CSR-nya secara kontinyu serta serta melakukan
redistribusi yang baik baik berupa zakat infaq dan shadaqah . Berbeda dengan zakat
yang telah memiliki ketentuan dalam penyaluranya program CSR serta redistribusi
Islam selain zakat harus dilakukan dalam berbagai kegiatan yang menjadi prioritas
kebutuhan masyarakat sehingga roduksi yang dilakukan tidak hanya memerikan
manfaat dari kegiatannya saja tetapi juga memberikan dampak yang baik dari segi
penyaluran pendapatan serta redistribusi Islamnya.

17
KESUMPULAN
Prinsip ajaran Islam menjelaskan bahwa agama dan moralitas tidaklah bertentangan
dengan kemakmuran dan pencarian akan harta kekayaan. Namun sebaliknya, keduanya
akan saling melengkapi dalam mencapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun
akhirat. Etika produksi dalam Islam jika diterapkan dengan baik dan benar maka akan
memberikan dampak positif bagi tantanan kehidupan masyarakat seperti pertumbuhan
ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian lingkungan hidup, dan tanggung jawab
sosial perusahaan sehingga terwujudnya masyarakat yang sejahtera serta mempermudah
mencapai tujuannya di hari akhirat.

18
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Haneef, Aslam Mohamed. 2010. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Analisis


Kompratif Terpilih. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.

Muhammad. 2010. Geliat-geliat Pemikiran Ekonomi Islam. Cetakan ke-1. Malang: Aditia
Media publishing.

P3EI UII. 2014. Ekonomi Islam. Cetakan ke-6. Jakarta: rajawali Pers

Qardhawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam (ter). Arifin, Zainal dan Husain,
Dahlia. Jakarta: Gema Insani

Veithzal R., Amiur N., & Faisar A.A. 2012. Islamic Business And Economics Ethics.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

Jurnal

Akhmad Mujahidin. 2009. “ Aktifitas Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal
ISLAMICA.. 3( 2) 77-88.

Bilal Khan, Ayesha Farooq dan Zareen Hussain Human “Resource Management:An
Islamic Perspective”. Asia-Pacific Journal of Business Administration. 2 (1). 17-34.

Fahrudin Sukarno. 2010. “Etika Produksi Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal Ekonomi
Islam Al-Infaq, 1 (1). 40-52.

Gillian Rice. 1999.”Islamic Ethics and the Implications for Business”. Journal of Business
Ethics 18. 345–358.

Haqiqi Rafsanjani . 2016. “Etika Produksi Dalam Kerangka Maqashid Syariah” . Jurnal
Masyarif Al-Syariah. 1 (2). 1-14.

M. Fahim Khan. 1990. “Factors of Production and Factor Markets in Islamic Framework”.
JKAU: Islamic Econ.2. 25-46

19
Muhammad Subandi. 2012. “Developing Islamic Economic Production”. Munich Personal
RePEc Archive Paper No: 80150. 1-14.

Monzer Kahf dan M. Fahim Khan. 1992. “Short Term Financing of Commodity Production
in Islamic Perspective”. Paper presented at seventh annual meeting of the experts of
Islamic banking. Kualalumpur.

20

Anda mungkin juga menyukai