Anda di halaman 1dari 23

TASYABBUH BIL KUFFAR

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tahdzib Al-Akhlaq oleh
Dosen pengampu: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 4
Choirunnisa (1701910)
Alisha Rainita (1701912)
Harish Farhan Syah (1702455)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curah kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad
Shahlallahu Alaihi Wasalaam sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Tahdzib Al-Akhlaq dengan judul “Tasyabbuh bil Kuffar” tepat pada
waktunya.

Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi mata kuliah


Tahdzib Al-Akhlaq. Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai Tasyabbuh
bil Kuffar atau menyerupai orang kafir di sekitar lingkungan informal. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan, baik segi penyusunan
bahasa maupun aspek lainnya. Maka dari itu kmi sangat membutuhkan kritik dan
sarannya yang bertujuan untuk memperbaiki karya kami.

Bandung, 30 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan..............................................................................................2
1.5. Sistematika Penulisan.........................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
LANDASAN TEORI.........................................................................................................4
2.1. Dalil-dalil dari Al-Qur’an...................................................................................4
2.2. Dalil-Dalil dari As-Sunnah.................................................................................6
BAB III..............................................................................................................................8
PEMBAHASAN................................................................................................................8
3.1. Pengertian Tasyabbuh bil Kuffar........................................................................8
3.2. Bahaya Tasyabbuh Bil Kuffar............................................................................9
3.3. Batasan Tasyabbuh bil Kuffar..........................................................................10
3.4. Contoh – Contoh Perbuatan Tasyabbuh bil Kuffar...........................................14
BAB IV............................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
4.1. Simpulan..........................................................................................................17
4.2. Saran................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan
kedamaian, kerukunan, keselamatan, dan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh
umat manusia dan makhluk Allah subhanahu wa ta’ala, bukan mendatangkan
atau membuat bencana maupun kerusakan di bumi. (Wahyuddin, dkk, 2003)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kaum muslimin hanya dengan
Islam. Sebagaimana Amirul Mukminin ‘Umar Ibnul Khaththab telah berkata:
“Sesungguhnya Allah telah memuliakan kami dengan Islam, dan jika kami
mencari kemuliaan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kami”.
Demikianlah, jika kaum Muslimin iltizam (berpegang teguh) dengan agama
ini niscaya kita menjadi umat paling mulia, bahkan menjadi penguasa di muka
bumi, sehingga umat-umat yang lain akan takluk dan tunduk. Sebaliknya, jika
kaum Muslimin merasa hina dan dengan Islam, niscaya kita menjadi umat yang
terhina, terbelakang dan menjadi umat tertindas yang bergantung kepada umat
yang lain. (Wahyuddin, dkk, 2003)
Adapun kemuliaan itu tidak akan diraih, kecuali dengan benar-benar kembali
kepada agama yang haq dan iltizam dengannya. Oleh karena itu, Rasulullaah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan agar kita tidak melakukan
sesuatu yang menujukkan tasyabbuh (meniru-niru) orang lain, seperti meniru
kaum musyrikin, kuffar, Yahudi, Nashrani, Majusi, Persia dan selainnya.
Dewasa ini, banyak sekali dari kaum muslimin yang telah didoktrin oleh
pemahaman barat, yang mana banyak sekali hal-hal yang dilakukan dengan
meniru segala hal yang dilakukan oleh kaum musyrikin. Ini merupakan salah satu
rencana terbesar kaum musyrikin untuk memecah belah dan menghancurkan
islam.
Banyak sekali dalil yang membahas tentang tasyabbuh sehingga menguatkan
pernyataan bahwa tasyabbuh dilarang oleh agama Islam. Seperti, hadits nabi,
fatwa ulama dan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫ِمْن ُه ْم َف ُه َو بَِق ْوٍم تَ َشبَّهَ َم ْن‬
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka”. (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031)
Banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan tasyabbuh bil kuffar, seperti
merayakan ulang tahun, merayakan hari kasih sayang atau valentine, merayakan
hari ibu, meniup trompet, dan yang lainnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini
penyusun akan membahas pengertian tasyabbuh bil kuffar, batasan dalam
tasyabbuh bil kuffar, bahaya tasyabbuh bil kuffar, dan contoh-contoh perilaku
tasyabbuh bil kuffar.

1
2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan tasyabbuh bil kuffar?
2. Bagaimana bahaya terhadap tasyabbuh bil kuffar?
3. Bagaimana batasan dalam tasyabbuh bil kuffar?
4. Bagaimana contoh tasyabbuh bil kuffar?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian tasyabbuh bil kuffar
2. Untuk mengetahui bahaya terhadap tasyabbuh bil kuffar
3. Untuk mengetahui serta memahami batasan dalam tayabbuh bil kuffar
4. Untuk mengetahui contoh tasyabbuh bil kuffar

1.
1.1.
1.2.
1.3.

1.4. Manfaat Penulisan


Dengan berbagai tujuan yang sudah sedemikian sistematis, selanjutnya makalah
ini diharapkan mampu memeberikan manfaaat seperti di bawah ini,

1. Pemahaman yang mendalam mengenai tasyabbuh bil kuffar atau


menyerupai orang kafir
2. Memberikan pengertian bahaya serta batasan-batasan dalam ber-
tasyabbuh, serta memberikan pemahaman berupa contoh-contoh perbuatan
tasyabbuh bil kuffar
3. Memupuk semangat belajar
4. Mendorong pembaca khususnya penulis untuk terus melakukan amar
ma’ruf nahi munkar

1.4. Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam makalah ini adalah :

1. Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun
informasi di internet.
2. Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada teman-
teman yang mengetahui tentang informasi yang di perlukan dalam membuat
makalah ini.
3. Observasi

3
Yaitu menganalisis lingkungan sekitar untuk mengetahui serta mengumpulkan
data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul makalah ini.

1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari empat bab pokok, yakni Bab I Pembahasan, Bab II
Landasan Teori, Bab III Pembahasan, dan Bab IV Penutup.

4
BAB II

LANDASAN TEORI
1.
2.
1.
2.
2.1. Dalil-dalil dari Al-Qur’an
Sungguh tasyabbuh kepada orang-orang kafir adalah haram hukumnya, baik
dalam ibadah, pakaian mapun kebiasaan-kebiasaan mereka. Hal tersebut telah
disepakati oleh para ulama berdasarkan nash-nash yang ada di dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫ْح ِّق‬ ِ ‫واَل َتتَّبِع َْأهواءهم ع َّما ج‬


َ ‫اء َك م َن ال‬
َ َ َ ْ َُ َ ْ َ
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al Maidah: 48)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫ين اَل َي ْعلَ ُمو َن‬ ِ َّ ‫اك َعلَى َش ِريع ٍة ِمن اَأْلم ِر فَاتَّبِ ْعها واَل َتتَّبِع َْأهو‬
َ ‫اء الذ‬
َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ‫ثُ َّم َج َعلْن‬

“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari
urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS.Al. Jatsiyah: 18)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam menafsirkan ayat ini beliau berkata:
“Allah telah menjadikan Nabi Muhammad berada di atas suatu syari’at, berupa
agama yang disyari’atkan kepada beliau dan diperintahkan agar mengikutinya.
Allah melarang mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak memiliki ilmu
pengetahuan. Semua orang yang menentang syari’at Allah, tentu masuk kedalam
kelompok orang-orang yang tidak mengetahui. Hawa nafsu mereka adalah apa
yang mengusik hasrat hawa nafsu dan segala apa yang ada pada diri orang-orang
musyrik, yaitu berupa petunjuk-petunjuk yang nampak dalam agama mereka yang
bathil serta tradisi-tradisi mereka. Menyerupai mereka berarti mengikuti apa yang
mengusik hawa nafsu mereka. Maka tidak heran jika orang-orang kafir sangat
gembira dengan penyerupaan orang-orang muslim dalam berbagai urusan mereka.
Sekali pun mereka harus mengeluarkan harta yang cukup besar demi tercapainya
cita-cita itu. Maka tidak diragukan lagi menyelisihi mereka dalam bentuk apapun
adalah jalan untuk mendapatkan keridhoan Allah, karena menyerupai mereka
dalam satu urusan adalah jalan menyerupai mereka dalam urusan-urusan yang

5
lain. Barang siapa yang mengembala disekitar batas tanah gembalaan, khawatir
akan masuk kedalamnya. (al-Utsmani, dkk, 2007)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

‫يم‬ِ ‫اعنَا وقُولُوا انْظُرنَا واسمعوا ولِ ْل َكافِ ِرين َع َذ‬


ِ ِ َّ
ٌ ‫اب َأل‬
ٌ َ َ َُْ َ ْ َ ‫آمنُوا اَل َت ُقولُوا َر‬
َ ‫ين‬
َ ‫يَا َُّأي َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah katakan kepada Muhammad
‘Raa’ina’, tetapi katakanlah ‘Undzurna’, dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang
kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al Baqarah: 104)

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata : “Ayat ini merupakan dalil
bahwa Allah telah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman, untuk menyerupai
orang-orang kafir dalam perkataan dan perbuatan mereka”. (Ar-Rifa'i dan
Muhammad Najib, 2000)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam menafsirkan ayat ini berkata: “Ayat ini
menjelaskan tentang sebuah kalimat yaitu “‫اعنَا‬
ِ ‫ ” َر‬dilarang oleh Allah bagi orang-
orang mukmin untuk mengucapkannya, karena orang-orang Yahudi juga
mengucapkannya. Hal itu disebabkan karena orang-orang Yahudi
mengucapkannya untuk sebuah kejelekan atau ejekan terhadap Rasulullah, yang
berarti “kebodohan”, sedangkan bagi orang-orang mukmin bukan untuk hal itu.
Maka, Allah melarang hal itu karena menyerupai orang-orang kafir adalah jalan
untuk memenuhi keinginan mereka. (al-Utsmani, dkk, 2007)

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada bani Israil al-Kitab


(Taurat), kekuasaan, dan kenabian. Dan Kami berikan kepada mereka rezeki-
rezeki yang baik serta Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada
masanya) Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata
tentang urusan (agama). Maka tidaklah mereka berselisih melainkan sesudah
datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian (yang ada) di antara
mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari
kiamat terhadap apa yang selalu mereka perselisihkan padanya.

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama) itu. Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikit
pun dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian
mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung
orang-orang yang bertakwa.” (al-Jasiyah: 16-19)

6
2.2. Dalil-Dalil dari As-Sunnah
‫اَأْلص ابِ ِع‬ ِ ِ ِ ِ ‫لَي‬
َ ِ‫يم الَْي ُه ود اِإْل َش َارةُ ب‬ ‫ِإ‬ َ ‫س منَّا َم ْن تَ َش بَّهَ بِغَرْيِ نَ ا اَل تَ َش َّب ُهوا بِ الَْي ُهود َواَل بِالن‬
َ ‫َّص َارى فَ َّن تَ ْس ل‬ َ ْ
ِّ ‫َّص َارى اِإْل َش َارةُ بِاَأْل ُك‬
‫ف‬ ِ
َ ‫يم الن‬َ ‫َوتَ ْسل‬
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami.
Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka
kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani
memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)

Dari Umar r.a., Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:

‫بعثت بني يدي الساعة بالسيف حىت يعبد اهلل تعاىل وحده ال شريك له و جعل رزقي حتت ظل‬
‫رحمي و جعل الذل و الصغار على من خالف أمري و من تشبه بقوم فهو منهم‬

“Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah
Allah Ta’ala semata dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatupun, dan
telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dijadikan kehinaan dan
kerendahan bagi siapa yang menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai
suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (H.R. Ahmad, dishahihkan
oleh Al Albani)

Juga terdapat hadits dalam masalah menyelisihi kaum musyrikin, yaitu dari Ibn
Umar dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

ِ ِ
َ ‫َّوا ِر‬
‫ب‬ َ ‫َخال ُفوا الْ ُم ْش ِرك‬
ْ ‫ني َو ِّفُروا اللِّ َحى َو‬
َ ‫َأح ُفوا الش‬
“Selisihlah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot, pendekkanlah kumis”
(Muttafaqun ‘alaihi)

Dari Ya’la ibn Syaddad ibn Aus dari bapaknya beliau berkata, Rasulullah
shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:

‫صلُّو َن يِف نَِعاهِلِ ْم َواَل ِخ َفافِ ِه ْم‬


َ ُ‫ود فَِإن َُّه ْم اَل ي‬
ِ
َ ‫َخال ُفوا الَْي ُه‬
“Selisihilah kaum Yahudi karena sesungguhnya mereka tidak pernah shalat
dengan memakai sandal mereka dan tidak pula dengan khuf mereka” (H.R. Abu
Dawud, sanadnya hasan)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫شبَه بَِق ْوٍم َف ُه َو ِم ْن ُه ْم‬


َّ َ‫َم ْن َت‬

7
Artinya : “Dan barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka berarti dia
termasuk golongan mereka.” (HR.Ahmad dan Abu Dawud)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sanad hadits ini baik, gambaran
yang paling ringan dari hadits adalah pengharaman menyerupai orang-orang kafir,
meskipun zahir hadits menyebutkan kafirnya orang-orang yang menyerupai
mereka, sebagaimana firman Allah :

“Siapa diantara kalian yang mengambil mereka sebagai wali, maka dia termasuk
golongan mereka”.(QS. Al. Maidah : 55)

Beliau berkata: “Tasyabbuh pada hadits ini bisa difahami tasyabbuh secara
mutlak, meliputi semua perilaku yang dikatagorikan tasyabbuh dan menyebabkan
kafir pelakunya, namun bisa juga dipahami bahwa termasuk golongan mereka
pada hadits tersebut adalah dinilai tergantung bentuk tasyabbuh dia dengan
mereka, apakah itu termasuk tindak kekafiran, sekedar maksiat saja, atau syi’ar
terhadap agama mereka, sehingga hukumnya pun berbeda-beda tergantung
tindakan yang dilakukannya. Namun walau bagaimanapun hadits ini melarang
tindakan tasyabbuh dengan sebab tasyabbuhnya itu sendiri. (al-Utsmani, dkk,
2007)

Ibnu Katsir berkata: “Ini merupakan dalil tentang larangan keras serta
ancaman atas tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, baik dalam ucapan,
perbuatan, pakaian, hari raya dan ibadah-ibadah mereka. Selain itu juga, berupa
urusan-urusan yang tidak disyari’atkan atas kita, dan kita juga tidak
menetapkannya. (Ar-Rifa'i dan Muhammad Najib, 2000)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

‫س ِمنَّا َم ْن تَ َشبَّهَ بِغَْي ِرنَا‬


َ ‫ل َْي‬
Artinya : “Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain
kami”. (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan)

8
BAB III

PEMBAHASAN

1.
2.
3.
3.1. Pengertian Tasyabbuh bil Kuffar
At-Tasyabbuh secara Bahasa, kata tersebut diambil dari kata al-musyabahah
yang berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan
mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat
atau serupa. Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru, dan mengikutinya.
(Tuasikal, 2013)
Untuk memahami konsep tasyabbuh dalam tingkat sederhana, kita bisa
meminjam teori dasar dari ilmu balaghah, yang terdapat dalam ilmu bayan
tentang tasybih atau penyerupaan, yang didefinisikan sebagai berikut;

‫التشبيه هو إلحاق أمر بأمر في معنى بأداة‬

Tasybih adalah menyerupakan sesuatu dengan yang lain dalam satu keadaan
dengan mengunakan alat-alat tertentu.

Sesuatu dengan yang lainnya dapat dikatakan serupa (tasyabbuh) jika


memenuhi empat rukun pokok tasybih yaitu; musyabbah (sesuatu yang
diserupakan), sesuatu yang diserupai (musyabbah bih), sifat atau keadaan yang
diserupakan (wajhu syibhi), dan lafaz yang menunjukan keserupaan (adatu
tasybih).

Konsep dasar inilah yang perlu dijadikan acuan dalam memahami tasyabbuh
dalam konteks sosiologis. Dari keempat rukun tasybih, yakni musyabbah,
musyabbah bih, wajhu syibhi, dan adat at-tasybih yang menentukan nilai dalam
proses tasyabbuh adalah wajhu syibhi-nya dalam artian baik buruknya suatu
tasybih, dan paling utama ditentukan oleh hal atau sifat yang dijadikan
penyerupaannya. (Pratama, 2014)

Menurut Imam Muhammad Al-Ghozi asy-Syafi’i, Tasyabbuh adalah


ungkapan yang menunjukkan upaya manusia untuk menyerupakan dengan sesuatu
yang diinginkan agara dirinya serupa dengannya. Dalam hal tingkah laku,
pakaian, atau sifat-sifatnya yang sering kita jumpai dan bahkan sudah mentradisi
di lingkungan kita, yakni para pemuda menggunakan pehiasan, merayakan ulang
tahun, merayakan hari kasih sayang, dan yang lainnya. (Tuasikal, 2013)

9
Dari penjelasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa tasyabbuh bil kuffar
adalah perbuatan yang meniru atau mengikuti segala hal yang dilakukan oleh
orang-orang kafir, baik dari tingkah laku maupun keseharian mereka. Objek
utama dalam ber-tasyabbuh adalah hal atau sifat.

1.
2.
3.
3.1.
3.2. Bahaya Tasyabbuh Bil Kuffar
Hukum tasyabbuh bil kuffar atau menyerupai orang-orang kafir adalah haram
hukumnya. Baik dalam ibadah, pakaian, mapun kebiasaan-kebiasaan mereka.
Banyak sekali firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menerangkan bahwa
bertasyabbuh kepada orang-orang kafir itu dilarang. Jelas bagi kita, apabila Allah
melarang umat untuk berbuat demikian tentu di dalamnya terdapat madharat yang
akan merugikan bagi umat. (Pratama, 2014)
Di dalam al-quran dan as-sunnah yang sahih banyak menyebutkan larangan
bagi kaum muslimin untuk menyerupai dan mengikuti cara hidup orang-orang
kafir, baik secara global maupun terperinci. Semua itu menunjukkan bahwa
agama Allah subhanahu wa ta’ala ini dibangun di atas prinsip yang menjadi salah
satu pondasi islam, yaitu berlepas diri dan menyelisihi ashhabul jahim (penghuni
neraka jahannam) dari kalangan orang-orang kafir.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala
mengabarkan bahwa Ia memberikan kenikmatan kepada Bani Israil dengan
berbagai kenikmatan dunia dan akhirat. Mereka berselisih setelah datangnya ilmu
kepada mereka disebabkan menentang al-haq sebagian mereka terhadap sebagian
yang lain. Lalu, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam berada di atas syariat yang telah ditetapkan-Nya,
memerintahkan umat ini untuk mengikuti beliau dan melarang dari mengikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak berilmu. Termasuk orang-orang yang tidak
berilmu adalah semua orang yang menyelisihi syariat-Nya”.
Hawa nafsu adalah apa yang mereka condong kepadanya dan apa yang
diamalkan oleh kaum musyrikin berupa cara-cara mereka yang zhahir atau
tampak, yang menjadi kewajiban agama mereka yang batil dan yang semacamnya.
Menyesuaikan keadaan seperti mereka adalah mengikuti hawa nafsu.
Oleh karena itu, orang-orang kafir merasa gembira bila kaum muslimin
menyerupakan diri dengan mereka dalam sebagian keadaan mereka dan mereka

10
senang dengannya. Mereka sangat berharap bahwa jika mereka lebih berupaya
lagi maka hal tersebut akan terjadi, yaitu kaum muslimin akan mengikuti mereka.
Kalau seandainya perbuatan itu bukan termasuk mengikuti hawa nafsu
mereka, tentu tidak diragukan bahwa menyelisihi mereka lebih menutup jalan
untuk mengikuti mereka dan lebih membantu untuk menggapai ridha Allah
subhanahu wa ta’ala. Menyesuaikan diri dengan mereka dalam sebagian perkara
bisa membawa kepada perbuatan menyerupai mereka dalam hal lain. Karena
barang siapa yang mendekati tempat terlarang, lama-kelamaan dia akan terjatuh
ke dalamnya.
(Pratama, 2016) Selain itu, ada juga beberapa bahaya dari tasyabbuh bil kuffar.
Berikut penejelasannya.
1) Pertama, partisipasi dalam penampilan dan akhlak akan kesesuaian dan
kecenderungan kepada mereka, yang kemudian mendorong untuk saling
menyerupai dalam hal akhlak dan perbuatan. Bahwa menyerupai dalam
penampilan dan akhlak, menjadikan kesamaan penampilan dengan mereka,
sehingga tidak tampak lagi perbedaan secara zhahir antara ummat Islam
dengan Yahudi dan Nasrani (orang-orang kafir).
2) Kedua, itu terjadi pada hal-hal yang asalnya mubah. Dan bila terjadi pada
hal-hal yang menyebabkan kekafiran, maka sungguh telah jatuh ke dalam
cabang kekafiran.
3) Ketiga, tasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara-perkara dunia
akan mewariskan kecintaan dan kedekatan terhadap mereka. Lalu
bagaimana dalam perkara-perkara agama? Sungguh kecintaan dan
kedekatan itu akan semakin besar dan kuat, padahal kecintaan dan
kedekatan terhadap mereka dapat meniadakan keimanan seseorang.
4) Keempat, lebih dari itu Rasulullah telah menyatakan, “Siapa menyerupai
suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

1.
2.
3.
3.1.
3.2.
3.3. Batasan Tasyabbuh bil Kuffar
Pertama : Menyerupai orang-orang kafir adalah sesuatu yang terlarang dalam
syariat, dan terdapat dalil yang shahih tentang larangan tersebut dalam hadits-
hadits berikut ini. Dari Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya
bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

11
 ‫صابِعِ َوتَ ْسلِي َم‬َ ‫صا َرى فَِإ َّن تَ ْسلِي َم ْاليَهُو ِ_د اِإْل َشا َرةُ بِاَأْل‬
َ َّ ‫ْس ِمن َّا َم ْن تَ َشبَّهَ_ بِ َغي ِْرنَا اَل تَ َشبَّهُوا_ بِ ْاليَهُو ِ_د َواَل بِالن‬
َ ‫لَي‬
ِّ‫صا َرى اِإْل َشا َرةُ بِاَأْل ُكف‬ َ َّ ‫الن‬
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain
kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh
mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum
Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi,
hasan) Dari Ibn Umar beliau berkata,
“Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

‫َم ْ_ن تَ َشبَّهَ بِقَوْ ٍم فَهُ َو ِم ْنهُ ْ_م‬

‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari


mereka” (HR Abu Dawud, hasan)

maksudnya dalam bentuk :

1. Berpenampilan dengan pakaian mereka

2. Berperilaku seperti gaya hidup mereka

3. Beretika dengan etika mereka

4. Berjalan di atas jalan hidup dan petunjuk mereka

5. Berpakaian seperti pakaian mereka

6. Dan mengikuti sebagian perilaku mereka (yang khusus)

Ini semua termasuk perbuatan menyerupai orang kafir yang sebenar-benarnya,


karena adanya kesesuaian dalam perkara fisik maupun batin, maka (siapa yang
melakukan perbuatan ini) termasuk dalam golongan mereka.

Sebagian ulama mengatakan, makna hadits tersebut adalah: barangsiapa yang


menyerupai orang-orang shalih dan mengikuti mereka, ia akan dimuliakan
sebagaimana orang-orang shalih dimuliakan Dan siapa yang menyerupai orang-
orang fasiq, ia akan dihinakan sebagaimana orang-orang fasiq itu juga

12
dihinakan. Dan siapa yang terdapat padanya ciri-ciri orang mulia, ia akan ikut
dimuliakan walaupun belum tentu ia memang orang yang mulia.

Hendaklah diperhatikan bahwasanya kata “tasyabbuh” berasal dari wazan


“tafa’ul” dalam bahasa Arab, yang bermakna muthawa’ah (menurut), takalluf
(memaksa), tadarruj (bertahap atau parsial) dalam melakukan suatu perbuatan.

Kedua : Para ulama telah menjelaskan apabila orang fasiq dan orang yang tidak
punya malu untuk berbuat maksiat, memiliki ciri khusus, dan terkenal dengan
suatu pakaian maka terlarang hukumnya memakai pakaian tersebut. Karena
dikhawatirkan orang yang tidak mengenali si pemakai tadi akan beranggapan
bahwa ia termasuk orang fasiq tersebut, maka ia akan berprasangka buruk
(su’uzhann) hingga berdosalah orang yang su’uzhan dan yang menjadi
objek su’uzhan, disebabkan pandangan keliru tersebut. Akan tetapi apabila ia
memakai pakaian tersebut tidak dengan maksud yang sama dengan yang ia tiru,
maka hendaknya ia menyelisihinya (memakai pakaian lain). Karena secara fisik
keduanya nampak sama, maka harap diperhatikan karena ini kaidah penting.
Larangan laki-laki menyerupai wanita, dan sebaliknya sangat keras oleh ajaran
Islam.

Untuk menjaga perbedaan antara laki-laki dan wanita, yang merupakan hikmah
Allâh Yang Maha Kuasa, maka agama Islam melarang dengan keras, sikap laki-
laki yang menyerupai wanita, atau sebaliknya. Sebagaimana disebutkan di dalam
hadits-hadits berikut ini:

،‫ال ِبال ِّن َسا ِء‬


ِ ‫ين م َِن الرِّ َج‬ َ ِ ‫ «لَ َع َن َرسُو ُل هَّللا‬:‫َّاس َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َما َقا َل‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ال ُم َت َشب ِِّه‬ ٍ ‫ْن َعب‬ ِ ‫َع ِن اب‬
‫ال‬ ِّ
ِ ‫ت م َِن الن َسا ِء ِبالرِّ َج‬ِ ‫َوال ُم َت َش ِّب َها‬

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu


‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang
menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097;
Tirmidzi, no. 2991]

13
Dan telah diketahui, bahwa perbuatan yang terkena laknat Allâh atau Rasul-Nya
termasuk dosa besar.

Ketiga : Maksud menyerupai orang kafir yaitu menyerupai dalam hal-hal yang


menjadi kekhususan mereka . Apabila suatu perkara bukan menjadi suatu ciri
khusus mereka, maka kita disyariatkan untuk menyelisihi sifatnya saja. Contoh :
memakai jam tangan. Jam tangan bukanlah ciri khusus orang kafir maka dalam
hal ini boleh memakai jam tangan. Adapun penyelisihan dilakukan dalam bentuk
mengenakannya di tangan kanan, apabila mereka terbiasa mengenakannya di
tangan kiri. Atau misalnya contoh dalam penggunaan kalender lunar, sebagai
ganti kalender solar yang biasa mereka pergunakan. Dalam hal ini meskipun
bukan termasuk bentuk menyerupai orang kafir karena bukan kekhususan
mereka, akan tetapi kita tetap disyariatkan untuk menyelisihi mereka.

Keempat : Meniru atau mengikuti jalan mereka. Kaum muslimin tidak butuh
meniru umat tertentu dalam urusan ritual agama dan ibadah. Allah telah
sempurnakan agamanya dan nikmatNya dan meridhai Islam sebagai agama kita.

Allah Taala berfirman, 

( ‫يت َل ُك ُم اِأْلسْ ال َم دِينا ً (سورة‬ 2ُ ‫ت َل ُك ْم دِي َن ُك ْم َوَأ ْت َمم‬


ُ ِ‫ْت َعلَ ْي ُك ْم نِعْ َمتِي َو َرض‬ ُ ‫ْال َي ْو َم َأ ْك َم ْل‬
3 :‫المائدة‬

“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agammu dan telah kucukukan
kepadamu nikmatKu, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” 

Syariat telah melarang kaum muslimin untuk meniru kaum kafir, khususnya
Yahudi dan Nashrani. Larangan ini bukan bersifat umum dalam setiap perkara,
tapi khusus dalam perkara agama, ritual ibadah serta perkara-perkara yang
menjadi ciri khas mereka. 

Dari Abu Said Al-Khudry radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,

ُ‫اع َح َّتى َل ْو َسلَ ُكوا جُحْ َر ضَبٍّ َل َسلَ ْك ُتمُوه‬


ٍ ‫لَ َت َّت ِبعُنَّ َس َن َن َمنْ َق ْبلَ ُك ْم شِ بْراً ِبشِ ب ٍْر َوذ َِراعا ً ِبذ َِر‬

14
“Sungguh kalian akan mengikuti ajaran-ajaran kaum sebelum kalian, sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan seandainya mereka masuk lobang
biawak, (HR. Bukhari, no. 1397 dan Muslim, no. 4822) 

Dalam hadits ini terdapat larangan meniru Yahudi dan Nashrani serta celaan
terhadap siapa yang mengikuti jalan mereka. Syariat telah kuatkan larangan
tersebut dengan menyatakan bahwa siapa yang menyerupai kaum kafir adalah
bagian dari mereka.

3.4. Contoh – Contoh Perbuatan Tasyabbuh bil Kuffar

Belakangan ini, banyak sekali hal-hal yang merupakan perbuatan-perbuatan


menyerupai orang kafir. Bahkan, sepertinya perbuatan tersebut adalah sebuah
kebiasaan pada sekarang ini. Berikut beberapa contoh, perbuatan tasyabbuh bil
kuffar.

1) Merayakan hari ulang tahun.

Sebagian orang menyangka bahwa jika perayaan ulang tahun itu tidak
dimaksudkan untuk ibadah, maka diperbolehkan. Ini adalah anggapan yang
salah dan keliru. Karena meskipun perayaan ulang tahun tidak dimaksudkan
untuk ibadah, perayaan tersebut tetap terlarang. Hal ini berdasarkan riwayat dari
sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ال َْم ِدينَةَ ق‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َأِله ِل ال‬


‫ال‬ َ ‫ْجاهليَّة َي ْو َمان في ُك ِّل َسنَة َيل َْعبُو َن في ِه َما َفلَ َّما قَد َم النَّبِ ُّي‬ َ ْ
‫ض َحى‬ ْ ‫ان َتل َْعبُو َن فِي ِه َما َوقَ ْد َأبْ َدلَ ُك ْم اللَّهُ بِ ِه َما َخ ْي ًرا ِم ْن ُه َما َي ْو َم ال ِْفطْ ِر َو َي ْو َم اَأْل‬
ِ ‫َكا َن لَ ُكم يوم‬
َ َْ ْ

“Dahulu orang-orang Jahiliyyah memiliki dua hari di setiap tahun, dimana


mereka biasa bersenang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang ke kota Madinah, beliau bersabda, “Dahulu kalian memiliki dua
hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang, Allah telah
menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik, yaitu ‘Idul
Fithri dan ‘Idul Adha.” (H.R. Abu Dawud No. 1134 dan An-Nasa’i no. 1556)

Berdasarkan hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang


penduduk Madinah untuk menjadikan dua hari khusus setiap tahunnya untuk
sekedar bergembira dan bersenang-senang. Dan kebiasaan penduduk Jahiliyyah
tersebut sama persis dengan kebiasaan orang-orang sekarang yang
mengkhususkan hari lahir di setiap tahunnya untuk bersenang-senang dengan
membuat kue ulang tahun, pesta, makan-makan di restoran, dan bentuk

15
bersenang-senang yang lainnya. Para ulama menjelaskan bahwa sebab adanya
larangan untuk menjadikan hari tertentu sebagai ‘id adalah sebagai berikut.

‫قصد تعظيم زمن معين‬

“Bermaksud untuk mengagungkan (memuliakan dan mengistimewakan) suatu


hari tertentu.”

Artinya, tidak boleh bagi kita untuk mengistimewakan, mengagungkan dan


memuliakan hari tertentu, baik dengan menampakkan kegembiraan, senang-
senang atau melakukan ritual ibadah khusus, kecuali ada dalil penetapannya dari
syariat.

2) Memotong Jenggot dan Memelihara Kumis


Perbuatan demikian itu menjadikan mereka tasyabbuh terhadap orangorang
musyrik, Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Seperti yang banyak dinyatakan dalam
hadits shahih dari Nabi tentang keharusan memelihara jenggot dan memotong
kumis. Dan yang menjadi sebab, menurut Nabi adalah untuk membedakan dari
orang-orang musyrik dan Majusi. Bersabda beliau: “Selisihilah orang-orang
musyrik, cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot”. Dalam riwayat lain seperti
yang tertulis dalam hadits Muslim juga: “Potonglah kumis dan panjangkanlah
jenggot. Selisihilah dengan orang-orang Majusi.”

3) Membuat bangunan diatas kubur


Menjdikannya masjid dan diibadahi, serta menggantung gambar. Beberapa
masalah ini banyak dinyatakan dalam berbagai nash di antaranya sebagai berikut.

Dari Ali r.a. berkata: “Rasulullah memerintahkan kepadaku supaya jangan


membiarkan satu kuburan pun yang dimuliakan kecuali engkau ratakan, dan
jangan membiarkan satu arca pun kecuali engkau hancurkan.”

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad yang shahih. Dari
Mu’awiyah ra. berkata: “Sesungguhnya meratakan kubur itu merupakan sunnah,
dan orang-orang Yahudi dan Nasrani telah meninggikannya, maka jangan
bertasyabbuh dengan mereka.”

Dalam riwayat lain Nabi bersabda mengomentari kisah Ummu Salamah dan
Ummu Habibah ketika mereka melihat gereja yang sangat indah dengan dihiasi
gambar-gambar di dalamnya, maka bersabda Nabi : “Mereka adalah kaum yang
apabila meninggal seorang yang shalih atau laki-laki yang shalih, dibangunlah di
atas kubur mereka sebuah tempat peribadatan dan mereka hiasi dengan gambar-
gambar sang mayat tersebut. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di hadapan

16
Allah ‘Azza wa Jalla”. Masa itulah yang pada zaman sekarang kita banyak
melihatnya.

4) Merayakan tahun baru


Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi
kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang
akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum
muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

17
BAB IV

PENUTUP
4.
1.
2.
3.
4.
4.1. Simpulan
Menurut Imam Muhammad Al-Ghozi asy-Syafi’i, Tasyabbuh adalah
ungkapan yang menunjukkan upaya manusia untuk menyerupakan dengan sesuatu
yang diinginkan agara dirinya serupa dengannya. Dalam hal tingkah laku,
pakaian, atau sifat-sifatnya yang sering kita jumpai dan bahkan sudah mentradisi
di lingkungan kita, yakni para pemuda menggunakan pehiasan, merayakan ulang
tahun, merayakan hari kasih sayang, dan yang lainnya.

Hukum tasyabbuh bil kuffar atau menyerupai orang-orang kafir adalah haram
hukumnya. Baik dalam ibadah, pakaian, mapun kebiasaan-kebiasaan mereka.
Banyak sekali firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menerangkan bahwa
bertasyabbuh kepada orang-orang kafir itu dilarang. Jelas bagi kita, apabila Allah
melarang umat untuk berbuat demikian tentu di dalamnya terdapat madharat yang
akan merugikan bagi umat. Dalam tasyabbuh juga terdapat batasan-batasan bagi
kita untuk berbuat tasyabbuh.
Contoh perbuatan-perbuatan tasyabbuh yang pada umumnya sering dilakukan
di khalayak umum, yakni merayakan ulang tahu, merayakan tahun baru, tidak
melaksanakan sahur, merayakan hari kasih sayang, dan masih banyak lainnya.

1.
2.
3.
4.
4.1.
4.2. Saran
Sebagai umat islam, sudah sepatutnya untuk kita menghindari segala sesuatu
yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebab, pada setiap perbuatan yang
dilarang oleh Allah dan Rasulullaah, tentu saja terdapat madharat bagi kita. Oleh
sebab itu, sebagai umat muslim kita harus ber-amar ma’ruf dan nahi munkar,
yakni berbuat kebajikan dengan melaksanakan perintah Allah dan mencegah
kemungkaran dengan meninggalkan apa yang Allah larang.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Albani, M. N. (1370 H). Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah. Damaskus.

al-Utsmani, dkk. (2007). Syarah Pengantar Studi Ilmu Tafsir Ibnu Taimiyyah.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ar-Rifa'i dan Muhammad Najib. (2000). Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta:
GIP.

Artawijaya. (2010). Gerakan Theosofi Di Indonesia. Jakarta Timur: Al-Kautsar.

Drs. H. Ahmad Syatibi, M. (2013). Pengantar Menuju Faham Bahasa Al-Qur'an:


Buku II. Ciputat: BM. Printing.

Husaini, A. (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen Ke


Dominasi Sekuler-Liberal. Jakarta: Gema Insani.

Pratama, Y. (2014). Fatwa Ulama: Batasan dalam Menyerupai Orang Kafir.


Muslim.Id, 15.

Pratama, Y. (2016). Perbuatan Yang Dilarang Karena Bertasyabbuh, Tidak


Memandang Niat. Muslim.Id, 16.

Tuasikal, M. A. (2013). Mengikuti Gaya Orang Kafir. Islamic Learning Center, 9.

Wahyuddin, dkk. (2003). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta: Grasindo.

20

Anda mungkin juga menyukai