Anda di halaman 1dari 10

Mata Kuliah: Dosen Pengampu:

Fiqh Muammalah III Zuraidah.,M.Ag

“WAKALAH”

OLEH:

Dinda Vega Elvionic (12020224625)

Zahra Aisya Maharani Yuda (12020224912)

SEMESTER 3

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada di era globalisasi saat ini kita wajib mengetahui hal – hal tentang akad
dalam Muammalah. Salah satu akad yang penting yaitu Wakalah (perwakilan).
Wakalah adalah salah satu akad yang jelas unsur dan telah di atur dalam Al-
Quran, Hadist serta dalil – dalil lainnya sesuai perkataan para ulama. Wakalah
sangat membantu dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum dalam wakalah
diperbolehkan karena merupakan sikap tolong – menolong sesama masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu wakalah?
2. Apa saja dasar Hukum Wakalah ?
3. Apa saja Syarat dan Rukun Wakalah ?
4. Apa saja jenis – jenis wakalah ?
5. Bagaimana penerapan akad wakalah ?
6. Bagaimana cara mengakhiri akad wakalah ?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui arti dari wakalah
2. Mengetahui apa saja dasar hukum akad wakalah
3. Mengetahui syarat dan rukun wakalah
4. Mengetahui jenis – jenis akad wakalah
5. Mengetahui bagaimana cara penerapan akad wakalah dalam perbankan
6. Mengetahui bagaimana cara mengakhiri akad wakalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Wakalah
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan
atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. 1 Al-Wakalah
juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan (al-Hifdh).2 Menurut
kalangan Syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-
muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis
pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu anniyabah) dan dapat dilakukan oleh
pemberi kuasa, dengan ketentuan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi
kuasa masih hidup. 3 Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau
penerapan keahlian atau perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata tawkeel
diturunkan yang berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas suatu hal
juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain.4
B. DASAR HUKUM AL – WAKALAH
1. Al - Qur’an
‫ض يَ ْو ٍۗم قَالُ ْوا َربُّكُ ْم اَ ْعلَ ُم ِب َما لَ ِبثْت ُ ٍۗ ْم‬ َ ‫َوك َٰذلِكَ بَ َعثْ ٰن ُه ْم ِليَتَ َس ۤا َءلُ ْوا بَ ْينَ ُه ٍۗ ْم قَا َل قَ ۤا ِٕى ٌل ِم ْن ُه ْم َك ْم لَ ِبثْت ُ ٍۗ ْم قَالُ ْوا لَ ِبثْنَا يَ ْو ًما اَ ْو بَ ْع‬
‫ف َو ََل يُ ْشع َِرنَّ ِبكُ ْم اَ َحدًا‬ ْ ‫ط‬ َّ ‫ط َعا ًما ف َْليَأْتِ ُك ْم ِب ِر ْزق ِم ْنهُ َو ْليَتَ َل‬
َ ‫ظرْ اَيُّ َها ْٓ اَ ْز ٰكى‬ ُ ‫فَا ْب َعث ُ ْْٓوا اَ َحدَ ُك ْم ِب َو ِرقِ ُك ْم ٰهذ ِْٓه اِ َلى ْال َم ِد ْينَ ِة ف َْليَ ْن‬

Artinya : Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling
bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada
(di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.”
Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di
sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa

1 Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, hlm. 693


2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2008, hlm. 120-121
3 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 20
4 Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm. 529.
uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan
bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut
dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun. (Al –Kahfi ; 19 )

‫ع ِل ْي ًما َخبِي ًْرا‬ َ ‫ّٰللا بَ ْينَ ُه َما ٍۗ اِنَّ ه‬


َ َ‫ّٰللا كَان‬ ُ‫ق ه‬ ِ ِ‫َوا ِْن خِ ْفت ُ ْم شِ قَاقَ بَ ْينِ ِه َما فَا ْبعَث ُ ْوا َح َك ًما مِ ْن اَ ْهلِه َو َح َك ًما مِ ْن اَ ْه ِل َها ۚ ا ِْن ي ُِّر ْيدَآ اِص ََْل ًحا ي َُّوف‬

Artinya : Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari
keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah
Mahateliti, Maha Mengenal. (Q.S An-Nisa : 35)

2. As-Sunnah

Dari Jabir ra ia berkata, “Aku keluar pergi ke Khaibar, lalu aku datang kepada
Rasulullah Saw maka beliau Saw bersabda, “Bila engkau datang pada wakilku di
Khaibar maka ambillah darinya 15 wasaq”.” (HR Abu Dawud)

Dari Jabir ra bahwa Nabi Saw menyembelih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan
Ali ra disuruh menyembelih binatang kurban yang belum disembelih”. (HR
Muslim)

3. Ijma
Para ulama berpendapat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka
mensunnahkan wakalah dengan alasan bahwa wakalah termasuk jenis ta‟awun atau
tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. 5

C. RUKUN DAN SYARAT AL – WAKALAH


Rukun-rukun al-wakalah adalah sebagai berikut:

5 Imam Jalaludin As-Sayuty, Al-Muwatha', Darul Ihya Al-Ulum, Beirut, t.th. hlm. 271.
1. Orang yang mewakilkan, syarat-syarat bagi orang yang mewakilkan ialah dia
pemilik barang atau di bawah kekuasaanya dan dapat bertindak pada harta
tersebut. Jika yang mewakilkan bukan pemilik atau pengampu, al-wakalah
tersebut batal. Anak kecil yang dapat membedakan baik dan buruk dapat (boleh)
mewakilkan tindakan-tindakan yang bermanfaat mahdhah, seperti perwakilan
untuk menerima hibah, sedekah, dan wasiat. Jika tindakan itu tindakan dharar
mahdhah (berbahaya), seperti thalak, memberikan sedekah, menghibahkan, dan
mewasiatkan, tindakan tersebut batal.
2. Wakil (yang mewakili), syarat-syarat bagi yang mewakili ialah bahwa yang
mewakili adalah orang yang berakal. Bila seorang wakil itu idiot, gila, atau
belum dewasa, maka perwakilan batal. Menurut Hanafiyah anak kecil yang
sudah dapat membedakan yang biak dan buruk sah untuk menjadi wakil,
alasannya ialah bahwa Amar bin Sayyidah Ummuh Salah mengawinkan ibunya
kepada Rasullah Saw., saat itu amar merupakan anak kecil yang masih belum
baligh.
3. Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan
ialah:
a. Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain
untuk mengerjakannya, maka tidaklah sah mewakilkan untuk
mengerjakan shalat, puasa, dan membaca ayat alquran, karena hal
tersebut tidak bias diwakilkan.
b. Dimilki oleh orang yang berwakil ketika ia berwakil itu, maka batal
mewakilkan sesuatu yang dibeli.
c. Diketahui dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuatu yang masih
samar, seperti seseorang berkata; “Aku jadikan engkau sebagai wakilku
untuk mengawinkan salah seorang anakku”.
4. Shigat, yaitu lafaz mewakilkan, shigat diucapkan dari yang berwakil sebagai
symbol keridhaannya untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya.
D. JENIS – JENIS WAKALAH
Jenis-jenis Wakalah Wakalah dapat dibedakan menjadi :
a. Al-wakalah al-khosshoh, adalah prosesi pendelegasian wewenang untuk
menggantikan sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik. Dan
spesifikasinyapun telah jalas, seperti halnya membeli Honda tipe X, menjadi
advokat untuk menyelesaikan kasus tertentu
b. Al-wakalah al-„ammah, adalah prosesi pendelegasian wewenang bersifat umum,
tanpa adanya spesifikasi. Seperti belikanlah aku mobil apa saja yang kamu
temui.
c. Al-wakalah al-muqoyyadoh dan al-wakalah mutlaqoh. Adalah akad dimana
wewenang dan tindakan si wakil dibatasi dengan syarat-syarat tertentu.
Misalnya jualah mobilku dengan harga 100 juta jika kontan dan 150 juta jika
kredit. Sedangkan al-wakalah al-muthlaqoh adalah akad wakalah dimana
wewenang dan wakil tidak dibatasi dengan syarat atau kaidah tertentu, misalnya
jualah mobil ini, tanpa menyebutkan harga yang diinginkan. 6

E. PENERAPAN AKAD WAKALAH


Seseorang mewakilkan orang lain untuk menjual sesuatu tanpa adanya ikatan harga
tertentu, pembayarannya tunai (kontan) atau berangsur, di kampung atau di kota, maka
wakil (yang mewakili) tidak boleh menjualnya dengan seenaknya saja. Dia harus
menjual sesuai harga pada umumnya dewasa itu sehingga dapat dihindari ghubun
(kecurangan), kecuali penjualan tersebut diridhai oleh yang mewakilkan.

6 Muhammad Ayub, Op. Cit, hlm. 530.


Pengertian mewakilkan secara mutlak bukan berarti seorang wakil dapat bertindak
semena-mena, tetapi maknanya dia berbuat untuk melakukan jual beli yang dikenal di
kalangan para pedagang dan untuk hal yang lebih berguna bagi yang mewakilkan.
Abu Hanifah berpendapat bahwa wakil tersebut boleh menjuak sebagaimana
kehendak wakil itu sendiri. Kontan atau berangsur-angsur, seimbang dengan harga
kebiasaan mauppun tidak, baikkemungkinan adanya kecurangan maupun tidak, baik
dengan uang Negara yang bersangkutan maupun dengan uang Negara lain, inilah
pengertian mutlak menurut Imam Abu Hanifah.
Jika perwakilan bersifat terikat, wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah
ditentukan oleha orang yang mewakilkan. Ia tidak bole menyalahinya, kecuali kepada
yang lebih buat orang yang mewakilkan. Bila dapat persyaratan ditentukan bahwa
benda itu harus dijual dengan harga Rp.10.000,00 kemudian dijual dengan harga yang
lebih tinggi, misalnya Rp.12.000,00 atau dalam akad ditentukan bahwa barang itu
boleh dijual dengan angsuran, kemudian barang tersebut dijual secara tunai, maka
penjualan ini sah menurut pandangan Abu Hanifah.
Bila yang mewakilkan menyalahi aturan-aturan yang telah disepakati ketika akad,
penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka tindakan
tersebut bathil menurut pandangan Mazhab Syafi’i. Menurut Hanafi tindakan itu
tergantung pada kerelaan orang yang mewakilkan. Jika yang mewakilkan
membolehkannya, maka menjadi sah, bila tidak meridhainya, maka menjadi batal.
Imam Malik berpendapat bahwa wakil mempunyai hak (boleh) membeli benda-
benda yang diwakilkan kepadanya, umpamanya tuan Amir mewakilkan tuan Ahmad
untuk menjual seekor kerbau, maka tuan Amir boleh membeli kerbau tersebut
meskipun dia telah menjadi wakil dari penjual. Sementara itu, menurut Abu Hanifah,
Al-Syafi’i, dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya yang paling jelas, wakil itu tidak
boleh menjadi pembeli sebab tabi’at manusia, bahwa wakil tersebut ingin membeli
sesuatu untuk kepentingannya dengan harga murah, sedangkan tujuan orang yang
memberikan kuasa (mewakilkan) bersungguh untuk mendapatkan tambahan.
F. BERAKHIRNYA AKAD WAKALAH
Akad al wakalah akan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut :
1. Matinya salah seorang dari berakad karena salah satu syarat sah akad adalah
orang yang berakad masih hidup.
2. Bila seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang
yang berakad mempunyai akal.
3. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam
keadaan seperti ini al-wakalh tidak berfungsi lagi.
4. Pemutusan oleh orang yan mewakilkan terhadap wakil meskipun wakil
belum mengetahui putusan yang mewakilkan. Sebelum mengetahui hal itu,
tindakannya itu tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala
hukumnya.
5. Wakil memustuskan sendiri, menurut Mazhab Hanafi tidak perlu orang yang
mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya,
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Wakalah adalah akad yang memberikan kuasa kepada pihak lain untuk
melakukan suatu kegiatan dimana yang memberi kuasa tidak dalam posisi
melakukan kegiatan tersebut. Akad wakalah pada hakikatya adalah akad yang
digunakan oleh seseorang apabila dia membutuhkan orang lain atau
mengerjakan sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang
lain untuk melaksanakannya. Rukun dan Syarat akad wakalh telah di atur
sebagaimana mestinya. Akad wakalau ada beberapa jenis yaitu : al-wakalah al-
ammah dan alwakalah al-khosshoh, al-wakalah al-muqoyyadoh dan al-wakalah
mutlaqoh.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko:2000


Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta:2008
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta:2002
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:2009
Hendi Suhendi,Fiqh Muammalah,Rajawali pers,Jakarta:2014

Anda mungkin juga menyukai