Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERBANKAN ISLAM

Prinsip Jual Beli

Dosen Pengampu :

Syarifah Aini, M.E.

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Indra Wansah (12020214029)


Widyah Sastri (12020224839)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 10 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1

C Tujuan .................................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2


A PENGERTIAN BA'I AL-MURABAHAH ............................................................................. 2

B LANDASAN SYARIAH ........................................................................................................ 3

C SYARAT BA'I AL-MURABAHAH ....................................................................................... 4

D APLIKASI DALAM PERBANKAN ...................................................................................... 5

E MANFAAT BA' I AL-MURABAHAH…………………………………………………9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10


A Kesimpulan ........................................................................................................................ 10

B Saran .................................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah adalah prinsip titipan (al-wadi’ah) dan bagi
hasil yang meliputi al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah, al-musaqah, Prinsip
Jual Beli yang meliputi ba’i al-murabahah, ba’i as-salam, ba’I al-ishtisna.
Al-murabahah merupakan salah satu bentuk kerja sama yang ditawarkan oleh bank
syariah. Al-murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi
jual beli dengan cicilan. Al-murabahah dalam pengertian fiqih adalah jika penjual
menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan
adanya keuntungan yang disepkati dalam jumlah terntu, dinar atau dirham. Karena
dalam definisinya disebut adanya keuntungan yang disepakati, karakteristik al-
murabahah adalah si penjual harus membertitahu tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

B Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ba’I al-murabahah?
2. Apa landasan syariah ba’I al-murabahah?
3. Apa syarat ba’I al-murabahah?
4. Bagaimana aplikasi dalam perbankan?
5. Apa manfaat ba’I al-murabahah?

C Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami ba’I al-murabahah
2. Untuk mengetahui dan memahami landasan syariah ba’I al-murabahah
3. Untuk mengetahui dan memahami syarat ba’I al-murabahah
4. Untuk mengetahui dan memahami aplikasi dalam perbankan
5. Untuk mengetahui dan memahami manfaat ba’I al-murabahah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A Pengertian Ba’i Al-Murabahah


Secara bahasa murabahah mempunyai pengertian saling menguntungkan dapat
dipahami bahwa keuntungan itu dimiliki oleh kedua pihak yaitu pihak pertama yang
meminta pembelian dan pihak kedua yang membelikan. Keuntungan pihak pertama
adalah terpenuhi kebutuhannya dan keuntungan pihak kedua adalah tambahan harga
pokok (selisih harga pokok dengan harga jual) yang didapat berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.
Pengertian Murabahah menurut istilah banyak didefinisikan oleh beberapa para
ahli, tetapi semua definisi tersebut mempunyai satu pemahamam yang sama. Menurut
Kasmir, Bai’ Al-murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu
memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkan.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, Bai’ Al-murabahah adalah jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati1 Ibnu Qudamah dalam
bukunya Mughni, mendefinisikan murabahah adalah menjual dengan harga asal
ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati2.
Sedangkan menurut Menurut Irma Devita Purnamasari, murabahah adalah skema
pembiayaan dengan menggunakan metode transaksi jual beli biasa. Dalam skema
murabahah, Bank membeli barang dari produsen, kemudian menjualnya kembali ke
nasabah ditambahkan dengan keuntungan yang disepakati oleh Bank dan nasabah.
Dari beberapa pengertaian Murabahah di atas dapat disimpulkan bahwa Murabahah
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Karena dalam definisi adanya
“keuntungan yang disepakati”, karakteristik Murabahah adalah penjual harus memberi

1
Muhammad syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001 ), Cet. Ke-1, h. 101.
2
Muhammad, Sistem Dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Pres, 2005), h. 24

2
penjelasan kepada pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang di tambah pada biaya tersebut dan dijadikan sebagai harga jual.
Ba’i al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa
disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-umm,
Imam syafi’I menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-aamir bisy-syira.

B Landasan Syariah
Terdapat dalam surah Al-baqarah ayat 275 :

‫شي ْٰط ُي‬


َّ ‫طَُ ال‬ ُ َّ‫ِي يَتَ َخب‬ ْ ‫الش ٰبْا ََل يَقُ ْْ ُه ْْىَ ا ََِّل َك َوا يَقُ ْْ ُم الَّز‬ ّ ِ َ‫اَلَّ ِزيْيَ يَأ ْ ُكلُ ْْى‬
‫ّٰللاُ ْالبَ ْي َع َّ َح َّش َم‬
‫ْا َّاَ َح َّل ه‬ ۘ ‫الش ٰب‬
ّ ِ ‫س ٰر ِل َك ِباًََّ ُِ ْن قَالُ ْْْٓا اًَِّ َوا ْال َب ْي ُع ِهثْ ُل‬
ّ ِّۗ ِ ‫ِهيَ ْال َو‬
‫ف َّاَ ْه ُش ٗ ٍْٓ اِلَى ه‬
ِّۗ ِ‫ّٰللا‬ َ ِّۗ َ‫سل‬ َ ‫ظتٌ ِ ّه ْي َّس ِبّ َٖ فَا ًْتَ ِٰى فَلََٗ َها‬ َ ‫ْا فَ َو ْي َج ۤا َء ٍٗ َه ْْ ِع‬ ِّۗ ‫الش ٰب‬
ِّ
ٰۤ ُ
َ‫اس ۚ ُُ ْن فِ ْي َِا ٰخ ِلذ ُّْى‬ ِ َّ ٌ ‫ال‬ ‫ب‬
ُ ٰ‫ح‬ ‫ص‬ْ َ ‫ا‬ ‫ك‬
َ ‫ى‬
ِٕ ‫ّل‬ َ ‫َّ َه ْي‬
‫عادَ فَا‬

Terjemahan : Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa
mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.

Terdapat juga didalam surah An-nisa ayat 29 :

َ ‫َِل اَ ْى تَ ُك ْْىَ ِت َج‬


ً ‫اسة‬ ِ ‫ٰ ْٓياَيُّ َِا الَّ ِزيْيَ ٰا َهٌُ ْْا ََل تَأ ْ ُكلُ ْْْٓا ا َ ْه َْالَ ُك ْن َب ْيٌَ ُك ْن ِب ْال َب‬
ْٓ َّ ‫اط ِل ا‬
‫ّٰللاَ َكاىَ بِ ُك ْن َس ِح ْي ًوا‬ َ ُ‫اض ِ ّه ٌْ ُك ْن ِّۗ َّ ََل تَ ْقتُلُ ْْْٓا ا َ ًْف‬
‫س ُك ْن ِّۗ ا َِّى ه‬ ٍ ‫ع ْي ت َ َش‬ َ

3
Terjemahan : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.

Selain Al-quran, landasan syariah ini juga terdapat didalam hadist yang
berbunyi :
“Dari suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasurullah SAW, bersabda “tiga hal yang
didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah),
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”
(HR Ibnu Majah)”

C Syarat Ba’i Al-Murabahah


Sebagai transaksi jual beli, murabahah disyaratkan keabsahannya dengan syarat-
syarat yang wajib dilengkapi oleh syarat yang berlaku umumnya di dalam kegiatan
jual beli, akan tetapi murabahah mempunyai syarat-syarat khusus, yaitu :
1. Si pembeli harus mengetahui modal awal pada barang tersebut, karena hal
demikian merupakan dasar ari pengertian murabahah. Apabila tidak diketahui
oleh si pembeli, maka kegiatan jual beli ini menjadi rusak dengan sendirinya.
Apabila ada kesalahpahaman antara pembeli dan penjual, sedangkan pembeli
tidak mengetahui harga awal, maka jual beli itu menjadi batal.
2. Keuntungan harus diketahui karena keuntungan itu adalah bagian dari harga
barang.
3. Harga barang tidak sejenis dengan barang tersebut, karena kemungkinan jatuh
ke dalam unsur riba. Jikalau terjadi hal yang demikian seperti menjual emas
dengan emas, maka tidak boleh dijual dengan cara murabahah karena hal itu
merupakan riba dalam fikih Islam, tetapi jikalau tidak sejenis dengannya maka
hal itu dibolehkan.
4. modal terdiri dari barang memiliki keserupaan, misalnya benda-benda yang
ditimbang, atau yang bias dihitung dan lain-lainnya.

4
5. akad yang pertama sekali haruslah akad yang benar (sahih), jikalau akad yang
pertama rusak, maka barang itu tidak boleh dilakukan secara murabahah,
karena sesuatu yang lahir dari yang rusak, maka hal itu juda melahirkan
kerusakan, terutama dalam melanjutkan akad kedua.
Kelima syarat ini harus diketahui harga pertamanya begitu juga dengan ukuran
keuntungannya, karena hal ini merupakan dasar keabsahan jual beli. Sebagaimana para
ulama mengatakan juga bahwa murabahah adalah jual beli yang bersifat amanah.
Karena penjual dipercayai dalam menentukan harga pertama.
Syafi’I Antonio, menyusun syarat Bai’ al-murabahah sebagai berikut :
1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3) Kontrak harus bebas dari riba
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesuadah pembelian
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukkan secara utang3
Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), atau (5) tidak dipenuhi, pembeli memiliki
pilihan :
1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang
dijual
3) Membatalkan kontrak.4

D Aplikasi Murabahah di Perbankan


Di Indonesia, aplikasi jual beli murâbahah pada perbankan syariah didasarkan pada
Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Menurut keputusan Fatwa DSN Nomor
04/DSNMUI/IV/2000 ketentuan murâbahah pada perbankan syariah adalah sebagai
berikut :
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murâbahah yang bebas riba.

3
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Galia Indonesia, 2009 ), Cet, ke-1, h.122.
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit, h. 102.

5
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murâbahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip, menjadi milik bank.5
Atas dasar peraturan yang berkaitan dengan murâbahah baik yang bersumber dari
Fatwa DSN maupun PBI, perbankan syariah melaksanakan pembiayaan murâbahah.
Namun demikian, dalam praktiknya tidak ada keseragaman model penerapan
pembiayaan murâbahah karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Selain itu
orang sering menyamakan pembiayaan murobahah (margin) dengan kredit (bunga)
pada bank konvensional.6 Pada hal keduanya terdapat perbedaan.
Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 9/19/PBI/2007 Surat Edaran BI No.
10/14/ DPbS tanggal 17 Maret 2008 yang menghapus keberlakuan PBI Nomor
7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bank Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, pelaksanaan pembiayaan
murâbahah semakin menempatkan bank syariah semata-mata lembaga intermediary
yang bertindak sebagai penyedia dana, bukan pelaku jual beli murâbahah. Hal ini

5
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: CV.
Gaung Persada, 2006), Cet. III, h. 24-25.
6
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana,
2010), h. 45.

6
ditegaskan dalam teks Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS pada poin III.3, bahwa ”Bank
bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait
dengan kegiatan transaksi murâbahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang”.
Di lihat dari teks surat edaran ini, jelas ada upaya Bank Indonesia untuk menegaskan
bahwa transaksi perbankan syariah yang didasarkan pada prinsip jual beli murâbahah
tetap merupakan pembiayaan.
Berikut ini beberapa contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murâbahah dalam
perbankan syariah :
1) Pengadaan barang transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli
murâbahah, seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk
investasi untuk pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan
untuk memiliki sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian
mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah meneliti
keadaan nasabah dan menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan
untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya
kepada pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut sebesar Rp 4.000.000,- dan
pihak bank ingin mendapatkan keuntungan sebesar Rp 800.000,- Jika pembayaran
angsuran selama dua tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar
Rp 200.000,- per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah,
nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada
ketentuannya. Dalam praktiknya, biaya ini menjadi pendapatan fee base income
bank syariah. Biaya-biaya lain yang harus ditanggung oleh nasabah adalah biaya
asuransi, biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga.7
2) Modal kerja (Modal Kerja Barang).Penyediaan barang persediaan untuk modal
kerja dapat dilakukan dengan prinsip jual beli murâbahah. Akan tetapi, transaksi ini
hanya berlaku sekali putus, bukan satu akad dengan pembelian barang berulang-
ulang. Kalangan Perbankan Syariah di Indonesia banyak menggunakan al-
murabahah secara berkelanjutan (roll over/evergreen) seperti untuk modal kerja,
padahal sebenarnya, al-murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan sekali
akad (one short deal). Al-murabahah tidak tepat diterapkan untuk skema modal

7
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta, UII Press, 2005), h. 137.

7
kerja. Akad Mudharabah lebih sesuai untuk skema tersebut. Hal ini mengingat
prinsip Mudharabah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi.
3) Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah). Pengadaan material
renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual beli murâbahah. Barang-
barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk barang yang dibutuhkan untuk
renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat, kayu dan lain-lain. Transaksi
dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali putus, tidak satu akad dilakukan
berulang-ulang.
Adapun contoh perhitungan pembiayaan murâbahah adalah sebagai berikut :
Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan murâbahah
(modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali Rp 100.000.000,-. Setelah
dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya disetujui, maka bank
syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank syariah untuk membeli dengan
dana dan atas namanya kemudian menjual barang tersebut kembali kepada Tuan A
sejumlah Rp 120.000.000,- dengan jangka waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat
jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual Rp 120.000.000,- telah dilakukan: (1)
Tawar menawar harga jual antara Tuan A dengan bank syariah. (2) Harga jual yang
disetujui, tidak akan berubah selama jangka waktu pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan)
walaupun dalam masa tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat
suku bunga bank konvensional di pasar.
Secara umum, aplikasi perbankan dari ba’i al-murabahah dapat digambarkan
dalam skema berikut ini :

8
E Manfaat Ba’i Al-Murabahah
Transaksi murâbahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah, antara lain
adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual
kepada nasabah dan skema murâbahah sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan
penanganan administrasinya di bank syariah.8 Selain beberapa manfaat tersebut,
transaksi dengan menggunakan skema murâbahah juga mempunyai risiko yang harus
diantisipasi antara lain sebagai berikut :
1. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
2. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga
jual beli tersebut.
3. Penolakan nasabah. Barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena
pelbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah
tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi.
Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda
dengan yang ia pesan. Bila bank telah mendandatangani kontrak pembelian
dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan
demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
4. Dijual. Karena jual beli murâbahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas
melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk
menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.

8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta Gema Insani Press, 2001), h. 106-107.

9
BAB III
PENUTUP

A Kesimpulan
Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah
berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual belil di mana bank
menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah
sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan (marjin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan
dengan cara pembayran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini
barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara
tangguh/cicilan.
Dalam praktik di perbankan syariah, jual beli murâbahah merupakan salah satu
skema pembiayaan di perbankan syariah yang paling dominan dibandingkan skema
pembiayaan lain.

B Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami pemakalah akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran tentang pembahasaan makalah diatas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001)

Muhammad, Sistem Dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Pres, 2005)

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Galia Indonesia, 2009)

Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI, (Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006)

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis
(Jakarta: Kencana, 2010)

Cecep Maskanul Hakim, “Problematika Penerapan Murabahah dalam Bank Syariah” (Balaikota
Bogor, 26 Agustus 2004)

Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta, UII Press, 2005)

iv

Anda mungkin juga menyukai