Anda di halaman 1dari 24

JUAL BELI MURABAHAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu :

Sri Hariyanti, M.M.

Disusun Oleh:

Kelompok 6

1. Nabila Elsika Rezatu (21401020)


2. M. Farihul Fawaid (21401088)
3. Puja Kurnia Sukma (21401145)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb,

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kita rahmad seta hidayahNya sehingga kita bisa menyelesaikan makalah
Fiqh Muamalah ini, dengan judul “Jual Beli Murabahah” dengan tepat waktu. Kami
ucapkan terimakasih kepada Ibu Dosen Sri Hariyanti serta teman teman yang sudah ikut
berkontribusi menyelesaikan makalah ini

Kami meyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk
menyempurnakan makalah ini agar lebih baik. Demikian yang dapat kami sampaikan
semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi siapapun
pembacanya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Kediri, 8 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang universal sebagai pedoman yang mengatur segala
aspek kehidupan manusia, pada garis besarnya menyangkut dua bagian pokok, yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah adalah mengahambakan diri kepada Allah SWT
dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan
muamalah ialah kegiatan-kegiatan yang menyangkut antar manusia yang meliputi
aspek ekonomi, politik dan sosial. Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut
aspek ekonomi seperti jual beli, simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan
lain sebagainya.Adapun bentuk-bentuk jual beli yang telah dibahas oleh para ulama
dalam fiqh muamalah Islamiyah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai
belasan atau puluhan. Sesungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada salah
satu jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokokdalam
pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’ al-
murabahah atau jual beli murabahah.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian dari Murabahah ?
b. Apa dasar hukum Murabahah ?
c. Bagaimana rukun, syarat, dan ketentuan umum dalam Murabahah ?
d. Bagaimana aplikasi Murabahah di Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) ?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui pengertian dari Murabahah
b. Untuk mengetahui dasar hukum Murabahah
c. Untuk mengetahui rukun, syarat, dan ketentuan umum Murabahah
d. Untuk mengetahui aplikasi Murabahah di Lembaga Keuangan Syari’ah

iii
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MURABAHAH
Secara bahasa, kata “murabahah” diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu
yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan).1Istilah yang hampir sama juga
diberikan oleh Hulwati yang menyatakan bahwa murabahah secara istilah adalah
menjual suatu barang dengan harga modal ditambah dengan keuntungan.2 menurut
Ibnu Rusy al Maliki adalah jual beli komoditas di mana penjual memberikan
informasi kepada pembeli tentang harga pokok pembelian barang dan tingkat
keuntungn yang diinginkan.3
Melihat beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah
akad jual beli dengan dasar adanya informasi dari pihak penjual terkait atas barang
tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan,
termasuk harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian BMT mensyaratkan
atas laba atau keuntungan dalam jumlah tertentu. Dalam konteks ini, BMT tidak
meminjamkan uang kepada aggota untuk membeli komoditas tertentu, akan tetapi
pihak BMT membelikan komoditas pesanan anggota dari pihak ketiga, dan baru
kemudian dijual kembali kepada anggota dengan harga yang disepakati kedua belah
pihak. Murabahah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah) dimana dalam jual
beli musawamah tedapat proses tawar menawar antara penjual dan pembeli untuk
menentukan harga jual, di mana penjual juga tidak menyebutkan harga beli dan
keuntungan yang diinginkan. Berbeda dengan murabahah, harga beli dan
keuntungan yang diinginkan harus dijelaskan kepada pembeli.
Hal yang harus terpenuhi dalam murabahah salah satunya adalah si penjual
harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan
jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut4 Berdasarkan Undang-
1
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama (Jakarta:
Kencana, 2014), hlm.222
2
Hulwati, Ekonomi Islam Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syari‟ah di Pasar Modal
Indonesia dan Malaysia, Jakarta: Ciputat Press Group, 2009, hlm. 76
3
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Celebsn Timur UH III, 2008, hlm.
103-104
4
Adiwarman A.Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo,2004), hlm.113

1
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, definisi murabahah
terdapat dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d, disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga
yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati5Penjualan dapat dilakukan secara
tunai atau kredit. Penjualan yang dilakukan secara kredit harus mesmisahkan secara
jelas antara keuntungan dan harga perolehan. Keuntungan (harga jual) yang sudah
disepakati pada saat akad tidak boleh berubah sepanjang akad tersebut belum
selesai. Jika terjadi kesulitan bayar, langkah yang dapat diambil adalah dengan
restrukturisasi, namun jika kesulitan bayar tersebut karena lalai, nasabah dapat
dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan. Dalam
murabahah, uang muka dapat diterima tetapi harus dianggap sebagai pengurang
harga jual (piutang).

B. DASAR HUKUM SYARI’AH MURABAHAH


1. Al-Qur’an:
a) QS. Al Baqarah ayat 275

ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬


‫وا‬

“…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

b) QS. an-Nisa’ ayat 29

‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً ع َْن ت ََر‬
‫اَ ْنفُ َس ُك ْم‬

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
sukarela diantaramu...”
5
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk dan Aspekaspek Hukumnya (Jakarta:
Kencana 2014), hlm.192.

2
c) QS. al-Maidah ayat 1:

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ۗ ِد‬

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...”6

2. Al-Hadits:
a) Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,

‫ َو َخ ْلطُ ْالبُ ِّر‬،ُ‫ضة‬ َ َ‫ َو ْال ُمق‬،‫ اَ ْلبَ ْي ُع ِإلَى َأ َج ٍل‬:ُ‫ث فِ ْي ِه َّن ْالبَ َر َكة‬
َ ‫ار‬ ٌ َ‫ ثَال‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َّ ِ‫َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
ِ‫ت الَ لِ ْلبَيْع‬
ِ ‫بِال َّش ِعيْرلِ ْلبَ ْي‬

“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum untuk keperluan
rumah, bukan untuk dijual.” 15(HR Ibnu Majah).7
b) Hadis diriwayatkan ibn Majah dari Abu Sa’id al Khudri, Rasulullah SAW
bersabda :

‫ ِإنِّ َما ْالبَ ْي ُع ع َْن‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬
َ ِ‫ع َْن َأبِ ْي َس ِع ْي ٍد ْال ُخ ْد ِريْ رضي هللا عنه َأ َّن َرسُوْ َل هللا‬
ٍ ‫تَ َر‬،
‫اض‬
“Sesungguhnya jual beli itu atas dasar suka sama suka”8

c) Fatwa DSN-MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.


“pihak Bank akan membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dengan atas
nama Bank itu sendiri, dengan ketentuan bahwa akad transaksi tersebut harus bebas
dari riba.”
d) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang jual beli

C. RUKUN, SYARAT DAN KETENTUAN UMUM MURABAHAH


6
Al Quran
7
Ibn Majah, Sunnah ibn Majah, Hadis No.2185,II : 769
8
Ibn Majah, Sunnah ibn Majah, Hadis No.2185,II : 737

3
Pada dasarnya rukun dan syarat jual beli Murabahah sma dengan rukun dan
syarat jual beli secara umum. Rukun jual beli Murabahah adalah sebagai berikut :
1. Penjual (ba’i)
Penjual adalah pihak yang membiayai pembelian barang yang diperlukan
oleh nasabah pemohon pembiayaan dengan sistem pembayaran yang
ditangguhkan.
2. Pembeli (musytari’)
Pembeli dalam pembiayaan murabahah adalah nasabah yang mengajukan
permohonan pembiayaan ke bank.
3. Objek jual beli (mabi’)
Dalam permohonan pembiayaan murabahah sebagian besar nasabah
lebih memilih barang-barang yang bersifat konsumtif untuk pemenuhan
kebutuhan produksi, seperti rumah, tanah, mobil, motor, dan sebagainya.
4. Harga (tsaman)
5. Ijab Qabul
Dalam akad biasanya memuat tentang spesifikasi barang yang diiginkan
nasabah, kesediaan pihak bank syariah dalam pengadaan barang, juga pihak
bamk syariah harus memberitahukan harga pokok pembelian dan jumlah
keuntungan yang ditawarkan kepada nasabah (terjadi penawaran) kemudian
penentuan lama angsuran apabila terdapat kesepakatan murabahah.

Selain rukun dalam pembiayaan Murabahah, juga terdapat syarat-syarat


yang menjadi pedoman dalam pembiayaan sekaligus sebagai identitas suatu
produk dalam bank syariah, syarat-syarat tersebut antara lain:

1) Penjual memberitahukan harga pokok kepada calon pembeli. Hal ini logis
karena harga yang akan dibayar pembeli kedua (nasabah) didasarkan pada
modal si pembeli awal (bank).
2) Akad pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Akad harus bebas dari riba.
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.

4
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya pembelian dilakukan secara hutang.9

Beberapa ketentuan umum dari akad murabahah dalam bank syariah


yang berada dalam fatwa DSN MUI No 04/DSN/MUI/IV/2000 di antaranya
sebagai berikut :

1. Pihak Bank dan nasabah wajib melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh ketentuan syari’ah
Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati antara kedua belah pihak sebagai kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama Bank sendiri,
dengan ketentuan bahwa transaksi pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal kepada pihak nasabah yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli di tambah dengan keuntungannya. Dalam kaitan
ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut dengan
jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang maka
secara prinsip barang menjadi milik bank.10
D. APLIKASI MURABAHAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS)

9
Surayya Fadhilah Nasution, “ Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah di Indonesia,” At-
Tawassuth : Jurnal Penelitian, Vol. VI, No. 1, 141
10
May Laylatul Istiqomah, “Penerapan Fatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Murabahah Di Lingkungan Perbankan Syariah Perspektif Maqashid Syariah Jaseer Auda,”
Rechtenstudent Journal, Vo. 02, No. 03, 245.

5
Dalam fiqh muamalah terdapat banyak macam akad jual beli. Jenis jenis jual
beli salah satunya yaitu Murabahah, yaitu jual beli barang dengan margin
keuntungan yang disepakati dengan memberi tahu harga pokok dan keuntungannya
sebagai tambahan. Murabahah dalam konteks lembaga keuangan syariah adalah
akad jual beli antara lembaga keuangan dengan nasabah atas suatu jenis barang
tertentu dengan harga yang telah disepakati bersama.lembaga keuangan akan akan
mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan harga
setelah ditambah keuntungan yang telah disepakati.
Ibnu Qudamah mendefinisikan murabahah sebagai jual beli dengan menghitung
modal ditambah keuntungan tertentu yang diketahui. Dapat disimpulkan, murabahah
merupakan salah satu bentuk jual beli amanah berdasarkan pada penetapan harga,
yaitu bentuk pertukaran obyek jual dengan harga yang merupakan jumlah harga
perolehan ditambah laba tertentu.11 Jual beli Murabahah dalam praktik nya
dilembaga keuangan syariah biasanya disertai dengan akad wakalah. Wakalah
adalah Pemberian untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu
tertentu. Penerima kuasa mendapat imbalan yang ditentukan dan disepakati
bersama.
Akad wakalah adalah perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama
mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak
pertama. Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak
lain. 12Wakalah dimana setelah nasabah menjadi wakil dari lembaga keuangan untuk
mencari dan membeli barang yang sesuai denagn spesifikasi yang diajukan nasabah.
Murabahah dalam praktik lembaga keuangan syariah, prinsipnya didasarkan pada
dua elemen pokok harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakan atas laba yang
diperoleh oleh lembaga. Ciri dasar akad murabahah dalam lembaga keungan syariah
adalah sebagai berikut:
1. Pembeli harus mengetahui tentang biaya biaya terkait dengan harga asli
barang . batas laba harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari harga
total ditambah dengan biaya biayanya.
11
M. Luthfi Hamidi sebagaimana dikutip oleh Lely Shofa Imama, “Konsep dan Implementasi Murabahah
Pada Produk Pembiayaan Bank Syariah”, Jurnal iqtishadia, Vol.1 No.2, Desember 2014, h. 3.
12
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h. 233

6
2. Apa yang dijual adalah barang yang dibayar dengan uang.
3. Barang yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual, dan
penjual harus mampu menyerahkan barang tersebut kepada pembeli.
4. Pembayaran ditangguhkan, artinya dalam hal ini pembeli hanya
membayar uang muka yang besar dan nominalnya sudah ditentukan dan
telah disepakati bersama antara nasabah dengn lembaga keuangan.

Pembayaran murabahah salah satu bentuk jual beli yang populer adalah jual beli
tangguh, yaitu jual beli dengan barang diterima pada saat akad dan pembayaran
menyusul sesuai kesepakatan. Dalam jual beli tangguh, apabila kesepakatan telah
terjadi, penjual menyerahkan barang kepada pembeli untuk kemudian pembeli
membayar barang tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati.13
Pada awalnya, jual beli secara murabahah biasa dilakukan secara kontan, di
mana serah terima barang dan harga dilakukan pada saat akad. Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu, ada yang melakukan jual beli murabahah dengan pembayaran
tangguh. Dalam hal ini, biasanya pembeli menginginkan untuk mendapatkan suatu
barang akan tetapi tidak memiliki alat tukar yang cukup untuk membeli barang
tersebut sehingga dia meminta pihak lain untuk menjual kepadanya secara tangguh.
Jual beli semacam ini diperbolehkan walaupun penjual sedikit menaikkan harga dari
pasaran dengan pertimbangan kemungkinan adanya perubahan nilai barang di
kemudian hari (sebagai antisipasi kerugian).
Bentuk jual beli ini diperbolehkan dan bukan termasuk riba. Adapun jual beli
sejenis yang digolongkan riba adalah ketika seorang penjual menawarkan barang
dagangannya dengan harga sekian jika dibayar secara tangguh dan harga sekian jika
dibayar secara kontan. Jual beli angsur merupakan salah satu bentuk jual beli yang
merupakan turunan dari jual beli tangguh dan popular pada masa sekarang. Yaitu
pembeli membeli barang dengan membayar uang muka dan sisanya dibayar secara
angsur selama beberapa masa yang disepakati. Bentuk jual beli ini dapat menjadi
halal dan dapat pula menjadi haram. Ketentuan halal dan haram hukum jual beli
semacam ini sangat tergantung dalam beberapa hal seperti kejujuran dalam

13
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h .

7
memberikan spesifikasi barang, pemberian syarat, serta penghitungan harga. Berikut
ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan jual beli tangguh atau
angsur, yaitu:
1. Disyaratkan kepastian jumlah angsuran dan jangka waktu pembayaran untuk
menghindari pertikaian dan rusaknya akad.
2. Apabila pembeli terlambat membayar angsuran pembayaran, penjual tidak
boleh menaikkan harga atau menambah nilai pembayaran dari yang telah
disepakati.
3. Penjual boleh mensyaratkan waktu tertentu sebagai tempo pembayaran dan
berhak mengambil keseluruhan harga apabila pembeli tidak menepatinya.
4. Penjual tidak boleh menahan barang selama angsuran belum dilunasi akan
tetapi harus menyerahkannya pada saat akad.
5. Apabila barang telah diterima oleh pembeli dalam keadaan baik dan rusak di
tangan pembeli, maka pembeli tidak berhak mengembalikannya kepada
penjual dan tetap berkewajiban membayar harga yang telah disepakati.14

1. Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah dan PSAK


Kedudukan LKS adalah sebagai penjual sedangkan menurut definisi
SEOJK No. 36/SEOJK.03/201515 dan UU No. 21 tahun 2008 kedudukan LKS
adalah sebagai penyedia dana bagi nasabah. Jika kembali pada definisi
murabahah menurut ulama klasik seperti definisi murabahah menurut Wahbah
Zuhaili, yaitu murabahah adalah jual beli dengan harga pokok dengan tambahan
keuntungan maka kedudukan LKS sebenarnya adalah sebagai penjual dan bukan
hanya penyedia dana. Namun kenyataannya aplikasi murabahah di perbankan
syariah menjadikan LKS sebagai penyedia dana dan bukan sebagai penjual.
2. Analisis ketentuan dalam Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000

Ketentuan kedua dalam fatwa ini menjelaskan tentang ketentuan murabahah


kepada nasabah. Beberapa ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
14
Jeni Wardi & Gusmarila Eka Putri, “Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, serta Kesesuaiannya
dengan PSAK Nomor 102, dan 105”, Pekbis Jurnal, Vol.3, No. 1, Maret 2011, h. 447-455
15
Ifham Ahmad, Ini Lho Bank Syariah! Memahami Bank Syariah dengan mudah,PT Gramedia Pustaka
Utama.2015.hal.127.

8
a Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau
aset kepada bank.
b Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah
harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah
disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian
kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

Dari beberapa ketentuan di atas muncul klausula yang menguntungkan


bank namun merugikan nasabah. Klausula tersebut terdapat pada ketentuan
dimana nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau
aset dimana ketika LKS menawarkan aset tersebut kepada nasabah, maka
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji. Para ulama syariah
terdahulu bersepakat bahwa pemesan atau pembeli dalam hal ini adalah nasabah
tidak boleh diikat untuk memenuhi kewajiban membeli barang yang telah
dipesan. Dalam hal ini nasabah tidak memiliki hak khiyar untuk meneruskan
pembelian atau membatalkan pembelian.

E. MURABAHAH DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL


1. Fatwa DSN-MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.

Masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank


berdasarkan pada prinsip jual beli, dalam rangka membantu masyarakat guna
melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank
syari’ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba, oleh karena itu,
DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang murabahah untuk dijadikan
pedoman oleh bank syariah. Adapun fatwa tersebut berisi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :

1. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah:

9
a Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam.
c Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
d Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
f Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli.

2. Fatwa DSN-MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.

Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

a Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada


jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
b Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah
c Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

2. Ketentuan murabahah kepada nasabah:

a Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang


atau aset kepada bank.
b Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

10
c Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
d Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
e Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil
bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
f Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah.
g Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka:
1) jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
2) jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah
wajib melunasi kekurangannya.
3. Ketentuan jaminan dalam murabahah:
a Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
b Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.
4. Ketentuan utang dalam murabahah:
a Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah
menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian,
ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.

11
b Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap
harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak
boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian
itu diperhitungkan.
5. Ketentuan penundaan pembayaran dalam murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian utangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
6. Ketentuan bangkrut dalam murabahah:
a Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi
sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

3. Fatwa DSN-MUI16 NO: 13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka Dalam


Murabahah.

Terkait dengan permintaan pembiayaan murabahah kepada lembaga


keuangan syariah, lembaga keuangan syariah tersebut dapat meminta uang muka
untuk menunjukkan kesungguhan nasabah. Adapun ketentuan-ketentuan terkait
dengan uang muka dalam murabahah diatur lebih lanjut dalam Fatwa DSN-MUI
NO: 13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka Dalam Murabahah, sebagai
berikut:

a Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syari’ah


(LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak
bersepakat.
b Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
16
Fatwa DSN-MUI NO: 13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka Dalam Murabahah

12
c Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
d Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta
tambahan kepada nasabah.
e Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus
mengembalikan kelebihannya kepadanya.

4. Fatwa DSN-MUI NO: 16/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Diskon Dalam Murabahah.

Salah satu prinsip dasar dalam murabahah adalah penjualan suatu barang kepada
pembeli dengan harga (tsaman) pembelian dan biaya yang diperlukan ditambah
keuntungan

5. Fatwa DSN-MUI NO: 13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka Dalam


Murabahah.

Aplikasi Murabahah Pada Lembaga Keuangan Syariah sesuai dengan


kesepakatan, dalam praktiknya penjual dalam hal ini lembaga keuangan syariah
terkadang memperoleh potongan harga (diskon) dari penjual pertama (supplier),
dengan adanya diskon timbul permasalahan, apakah diskon tersebut menjadi hak
penjual (LKS) sehingga harga penjualan kepada pembeli (nasabah) menggunakan
harga sebelum diskon, ataukah merupakan hak pembeli (nasabah) sehingga harga
penjualan kepada pembeli (nasabah) menggunakan harga setelah diskon. Untuk
mendapat kepastian hukum, sesuai dengan prinsip syariah Islam, tentang status
diskon dalam transaksi murabahah tersebut, DSN memandang perlu menetapkan
fatwa tentang potongan harga (diskon) dalam murabahah untuk dijadikan pedoman
oleh LKS. Berikut ketentuan-ketentuan diskon dalam murabahah sebagaimana
tercantum dalam Fatwa DSN-MUI NO: 16/DSNMUI/IX/2000 Tentang Diskon
Dalam Murabahah:

a Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh
kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qîmah) benda yang menjadi
obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.

13
b Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Jika dalam
jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga
sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu, diskon adalah hak
nasabah.
c Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
d Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan
ditandatangani.

6. Fatwa DSN-MUI NO:17 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi atas Nasabah


Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.

Masyarakat banyak memerlukan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Syariah


(LKS) berdasarkan pada prinsip jual beli maupun akad lain yang pembayarannya
kepada LKS Fatwa DSN-MUI NO: 16/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Diskon Dalam
Murabahah dilakukan secara angsuran, dalam praktiknya terdapat nasabah yang
mampu terkadang menunda-nunda kewajiban pembayaran, baik dalam akad jual beli
maupun akad yang lain, pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan
diantara kedua belah pihak dimana hal tersebut merugikan pihak LKS. Adapun
terkait dengan hal tersebut DSN-MUI telah mengeluarkan Fatwa DSN-MUI NO:
17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi atas Nasabah, yang berisi ketentuan sebagai
berikut:

a Sanksi yang disebut dalam fatwa tersebut adalah sanksi yang dikenakan
LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda
pembayaran dengan disengaja.
b Sedangkan terhadap nasabah yang tidak/belum mampu membayar
disebabkanforce majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

17
Fatwa DSN-MUI NO: 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-
nunda Pembayaran

14
c Terhadap nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau
tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya
boleh dikenakan sanksi.
d Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih
disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
e Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas
dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
f Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.

7. Fatwa DSN-MUI NO: 23/DSN-MUI/III/2002 18Tentang Potongan Pelunasan Dalam


Murabahah

Sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah


(LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telahdisepakati
antara LKS dengan nasabah, dalam hal nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat
waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS sering diminta nasabah
untuk memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran tersebut, untuk kepastian
hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran Islam,

8. Fatwa DSN-MUI NO: 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi atas Nasabah Mampu


yang Menunda-nunda

Pembayaran Aplikasi Murabahah Pada Lembaga Keuangan Syariah telah


menetapkan Fatwa DSN-MUI19 NO: 23/DSNMUI/III/2002 Tentang Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah. DSN-MUI dalam fatwa tersebut membolehkan LKS
untuk memberikan potongan dari kewajiban pembayaran terhadap nasabah dalam
transaksi murabahah yang melakukan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad. Adapun
besarnya potongan sebagaimana dimaksud diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan
LKS. Selain itu, ketentuan pelaksanaan pembiayaan murabahah di perbankan syariah
diatur berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 9/19/PBI/2007 jo Surat
Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008, sebagai berikut :
18
Adiwarman A.Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo,2004), hlm.113.
19
DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional (Jakarta: Gaung Persada, 2006), .

15
a Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan
barang terkait dengan kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah
sebagai pihak pembeli barang;
b Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas,
kualitas, harga perolehan dan spesifikasinya;
c Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk
Pembiayaan atas dasar Akad Murabahah, serta hak dan kewajiban
nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi
nasabah;
d Bank wajib melakukan analisis atas permohonan Pembiayaan atas dasar
Akad Murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal
berupa analisa atas karakter (Character) dan/atau aspek usaha antara lain
meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital ),
dan/atau prospek usaha (Condition);
e Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya;

9. Fatwa DSN-MUI NO: 23/DSN-MUI/III/2002 Tentang Potongan Pelunasan Dalam


Murabahah

a Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang


yang dipesan nasabah;
b Kesepakatan atas marjin ditentukan hanya satu kali pada awal
Pembiayaan atas dasar Murabahah dan tidak berubah selama periode
Pembiayaan
c Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk
perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Murabahah; dan
d Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank
ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah.

16
BAB III

KESIMPULAN

1. Murabahah adalah akad jual beli dengan dasar adanya informasi dari pihak
penjual terkait atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan jelas
barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian barang kepada pembeli
2. Murabahah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah) dimana dalam jual beli
musawamah tedapat proses tawar menawar antara penjual dan pembeli untuk
menentukan harga jual, di mana penjual juga tidak menyebutkan harga beli dan
keuntungan yang diinginkan. Berbeda dengan murabahah, harga beli dan
keuntungan yang diinginkan harus dijelaskan kepada pembeli.
3. Hal yang harus terpenuhi dalam murabahah salah satunya adalah si penjual
harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan
jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, definisi murabahah
terdapat dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d, disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan

17
harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati Penjualan dapat dilakukan
secara tunai atau kredit. Penjualan yang dilakukan secara kredit harus
mesmisahkan secara jelas antara keuntungan dan harga perolehan
4. Rukun jual beli Murabahah adalah sebagai berikut :
a Penjual (ba’i)
b Pembeli (musytari’)
c Objek jual beli (mabi’)
d Harga (tsaman)
e Ijab Qabul
5. Selain rukun dalam pembiayaan Murabahah, juga terdapat syarat-syarat yang
menjadi pedoman dalam pembiayaan sekaligus sebagai identitas suatu produk
dalam bank syariah, syarat-syarat tersebut antara lain:Penjual memberitahukan
harga pokok kepada calon pembeli. Hal ini logis karena harga yang akan dibayar
pembeli kedua (nasabah) didasarkan pada modal si pembeli awal (bank).
a Akad pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
b Akad harus bebas dari riba.
c Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
d Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang.
6. Murabahah dalam konteks lembaga keuangan syariah adalah akad jual beli
antara lembaga keuangan dengan nasabah atas suatu jenis barang tertentu
dengan harga yang telah disepakati bersama.lembaga keuangan akan akan
mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan
harga setelah ditambah keuntungan yang telah disepakati.
7. Jual beli Murabahah dalam praktik nya dilembaga keuangan syariah biasanya
disertai dengan akad wakalah. Wakalah adalah Pemberian untuk melaksanakan
urusan dengan batas kewenangan dan waktu tertentu. Penerima kuasa mendapat
imbalan yang ditentukan dan disepakati bersama.
8. Pada awalnya, jual beli secara murabahah biasa dilakukan secara kontan, di
mana serah terima barang dan harga dilakukan pada saat akad. Akan tetapi,

18
seiring berjalannya waktu, ada yang melakukan jual beli murabahah dengan
pembayaran tangguh. Dalam hal ini, biasanya pembeli menginginkan untuk
mendapatkan suatu barang akan tetapi tidak memiliki alat tukar yang cukup
untuk membeli barang tersebut sehingga dia meminta pihak lain untuk menjual
kepadanya secara tangguh.

DAFTAR PUSTAKA

Djuwaini,Dimyauddin. Pengantar Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Celebsn Timur UH


III, 2008, hlm. 103-104

DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional (Jakarta: Gaung Persada, 2006),

Hulwati, Ekonomi Islam Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syari‟ah
di Pasar Modal Indonesia dan Malaysia, Jakarta: Ciputat Press Group, 2009,
hlm. 76

Istiqomah, May Laylatul. “Penerapan Fatwa DSN MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000


Tentang Pembiayaan Murabahah Di Lingkungan Perbankan Syariah Perspektif
Maqashid Syariah Jaseer Auda,” Rechtenstudent Journal, Vo. 02, No. 03, 245.

Imama, Lely Shofa. “Konsep Dan Implementasi Murabahah Pada Produk Pembiayaan
Bank Syariah”, Iqtishadia, Vol.1 No. 2, Desember 2014.

Karim,Adiwarman. Bank Islam Analisi Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2004.

19
Mustofa, Imam. Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2016.

Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan


Agama Jakarta: Kencana, 2014

Nasution,Surayya Fadhilah. “ Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah di


Indonesia,” At-Tawassuth : Jurnal Penelitian, Vol. VI, No. 1, 141

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011

Sutan,Remy Sjahdeini. Perbankan Syariah Produk-Produk Dan Aspek-Aspek


Hukumnya, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009.Hal.178.

20

Anda mungkin juga menyukai