Anda di halaman 1dari 18

SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM SEBAGAI RAHMATAN

LIL ‘ALAMIN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Tafsir Ekonomi

Dosen Pengampu

Dr. H. Jamaludin Achmad Khalik, MA

Disusun oleh:

Kelompok 3

1. Siti Fatimatus Zahro’ (21401023)


2. Daffa Nabilah Figustiya (21401042)
3. Syi’natul Cholifah (21401135)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah Tafsir
Ekonomi ini dengan judul “Sistem Perekonomian Islam sebagai Rahmatan Lil
‘Alamin” dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan
oleh dosen pengampu, Bapak Dr. H. Jamaludin Achmad Khalik, MA mata kuliah
Tafsir Ekonomi pada Semester 3 Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri.

Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam


penyusunan makalah ini. Oleh karena itu. Kami mohon agar pembaca berkenan
memberi kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki dan menyusun makalah ini
lebih baik lagi kedepanna. Kami juga mengucapkan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah Tafsir Ekonomi yang membahas mengenai Sistem Perekonomian
Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.

Kediri, 18 September 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3

A. Sistem Ekonomi Islam Sebagai Rahamatan Lil Alamin ........................ 3

B. Surah Al-Anbiya’ ayat 107 ................................................................... 3

C. Surah Al-Baqarah ayat 60 dan 168 ....................................................... 6

D. Surah Al-Maidah ayat 87-88 dan surah Al-Jumuah ayat 10 ................ 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 14

A. Kesimpulan ......................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 1

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ajaran islam rahmatan lil ‘alamin sebenarnya bukan hal baru,
basisnya sudah kuat di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, bahkan telah banyak
diimplementasikan dalm sejarah islam, baik pada abad klasik maupun pada
abad pertengahan. Secara etimologis, islam berarti “damai”, sedangkan
rahmatan lil ‘alamin berarti “kasih sayang bagi semesta alam”. Maka yang
dimaksud dengan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin adalah Islam yang hadirnya
di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan dan kasih sayang bagi
manusia maupun alam.
Rahmatan Lil ‘Alamin adalah istilah qur’ani dan istilah itu sudah
ada dalam al-Qur’an, yaitu sebagaimana firman Allah dalam surah al-
Anbiya’ ayat 107: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan bagi
semesta alam (rahmatan lil ‘alamin).
Kebangkitan ekonomi islam adalah untuk membuktikan bahwa
ajaran islam sebagai konsep ajaran yang komprehensif, memberikan
rahmatan lil ‘alamin dalam ekonomi islam merupakan esensi fundamental
yang menjelma menjadi keadilan. Dimana keadilan yang diciptakan dalam
ekonomi islam berusaha untuk mengurangi kesenjangan sosial yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Disparitas sosial telah menciptakan
kesenjangan antara yang kaya dan yang tidak mampu, sehingga muncul
konflik sosial ekonomi di antara masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem perekonomian sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin?
2. Bagaimana sistem perekonomian di dalam surah Al-Anbiya’ ayat 107?
3. Bagaimana sistem perekonomian di dalam surah Al-Baqarah ayat 60
dan 168?
4. Bagaimana sistem perekonomian di dalam surah Al-Maidah ayat 87-88
dan surah Al-Jumuah ayat 10?

1
C. Tujuan
1. Memahami sistem perekonomian sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin
2. Memahami sistem perekonomian di dalam surah Al-Anbiya’ ayat 107
3. Memahami sistem perekonomian di dalam surah Al-Baqarah ayat 60
dan 168
4. Memahami sistem perekonomian di dalam surah Al-Maidah ayat 87-88
dan surah Al-Jumuah ayat 10

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Perekonomian Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin


Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang
berlandaskan pada asas syariat Islam yakni Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, oleh karenanya ia tidak
dapat terpisahkan (integral) agama Islam. Ekonomi Islam akan mengikuti
agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam telah menyediakan berbagai
aturan, termasuk dalam bidang ekonomi.
Sistem ekonomi Islam adalah untuk membuktikan bahwa ajaran
islam sebagai konsep ajaran yang sifatnya rahmatan lil alamin bagi semua
makhluk yang ada di muka bumi ini. Rahmatan lil alamin dalam ekonomi
Islam adalah hal yang mendasar menuju kehidupan yang berkeadilan, dalam
konteks mengurangi kesenjangan sosial dalam kehidupan yang berdampak
pada munculnya konflik. Ajaran Islam dalam kegiatan ekonomi sehari-hari
yaitu membawa misi seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW,
yaitu rahmatan lil alamin sehingga bukan hanya manusia saja yang merasa
berkah, namun alam pun merasakan keberkahan adanya agama Islam
dengan sistem ekonomi yang dimilikinya.

B. Surah Al-Anbiya’ Ayat 107


ِ ِ ‫ومآ اَرس ْلن‬
َ ْ ‫ٰك ااَّل َر ْْحَةً لِّْل ٰعلَم‬
‫ي‬ َ َ ْ ََ
Artinya: “Dan tiadalah kami menutus kamu, melainkan sebagai rahmat
bagi semesta alam”1

1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: CV. Jaya Sakti, 1989), 508.

3
‫ٰك‬
َ ‫لْن‬ : Kami mengutus kamu

‫اَّل‬ : ini

ً‫َر ْْحَة‬ : Rahmat

ِ
َ ْ ‫ لِّْل ٰعلَم‬: Bagi semesta alam
‫ي‬
 Tafsir Ayat

ِ ِ ‫ ومآ ارسلْن‬: dan tiadalah kami memutus kamu, melainkan


َ ْ ‫ٰك ااَّل َر ْْحَةً لِّْل ٰعلَم‬
‫ي‬ َ َ َْ َ َ
sebagai rahmat bagi semesta alam.

Secara i’rab, lafadz ً‫ْحَة‬


ْ ‫ ر‬dibaca nasab, karena berkedudukan hal dan
َ
damir mukhatab maful (huruf ‫ )ك‬sehingga bermakna bahwa kepribadian

Nabi Muhammad adalah rahmat. Lafadz ً‫ْحَة‬


ْ ‫ ر‬juga bisa menjadi hal dengan
َ
membuang mudaf yang asalnya adalah ‫ذا ر حمة‬, jadi Nabi Muhammad adalah
seorang penyayang. 2

Lafadz ً‫َر ْْحَة‬ juga bisa berkedudukan sebagai masdar yang

menempati tempat hal dari damir fa’il (huruf ‫ )نا‬dengan makna


‫( أر سلناك راْحي للعاملي‬kami mengutusmu sebagai Dzat Yang Maha Pengasih

kepada seluruh alam). Lafadz ً‫ْحَة‬


ْ ‫ َر‬juga dapat menjadi maful min ajlih:
‫( أن اللهرحم العاملي بإر سال سيدنا حممد‬Allah merahmati seluruh alam semesta

dengan mengutus Nabi Muhammad).3 Menurut al-Shaukany, ayat tersebut


berisi istithna’ mufarragh min a’ammi al-ahwal wa al-‘ilal yang bermakna

2
Muhy al-Din bin Ahmad Mustafa Darwish, I’rab al-Qur’an wa Bayanuh, vol. VI (Beirut: Dar Ibn
Kathir, 1415H), 372.
3
Abu al-Qasim Muhammad bin Ahmad al-Kalby, al-Tashil li ‘Ulum al-Tanzil, vol. II (Beirut: Dar al-
Kitab al-‘Alamiyah, 1995), 46.

4
“Kami tidak mengutus kamu karena suatu alasan lain kecuali karena rahmat
Kami yang luas, sebab petunjuk yang kamu bawa adalah sebab kebahagian
dunia dan akhirat”.4 Berdasarkan penjabaran di atas, mayoritas mufassir

berpendapat bahwa lafadz ً‫َر ْْحَة‬ dibaca nasab sebagai hal dari dhamir

mukthabah maf’ul atau dengan membuang mudhaf (‫)ذا رحمة‬.

ِ ِ ‫ ومآ ارسلْن‬ditujukan pada Nabi Muhammad dan


َ ْ ‫ٰك ااَّل َر ْْحَةً لِّْل ٰعلَم‬
Ayat ‫ي‬ َ َ َْ َ َ
merupakan sebuah kemulian besar bagi pribadinya.5 Kedatangan dan sosok
pribadi Nabi Muhammad adalah rahmat karena Allah yang mendidiknya
hingga menjadi pribadi baik dan penuh kasih, seperti yang tercantum dalam
ayat:
ِ ٍِ
َ ‫فب َما َر ْْحَة م َن اللاه لَْن‬
‫ت ََلُ ْم‬
Artinya: “Maka disebabkan dari rahmat Allahlah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka.”

 Makna Global
Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad Saw membawa
agama islam bukan untuk membinasakan orang-orang kafir,
melainkan untuk menciptakan perdamaian. Dan Kami tidak
mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat
bagi seluruh alam.
Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad Saw yang
membawa agama-Nya, tidak lain adalah memberi petunjuk dan
peringatan agar mereka bahagia di dunia dan di akhirat. Rahmat
Allah bagi seluruh alam meliputi perlindungan, kedamaian, kasih
sayang dan sebagainya, yang diberikan Allah terhadap makhluk-
Nya. Baik yang beriman maupun yang tidak beriman, termasuk
binatang dan tumbuh-tumbuhan.

4
Muhammad bin Ali al-Shaukany, Fath al-Qadir, vol. III (Damaskus: Dar al-Kalim al-Tayyib,
1414H), 509.
5
Ibid

5
C. Surah Al – Baqarah ayat 60 dan 168.
 Surah Al-Baqarah ayat 60.

‫۞ واذ اسْتس ْٰقى ُموْ ٰسى لقوْ م ٖه فقُ ْلنا اضْ ربْ بِّعصاك ْالحج َۗر‬
ٍ ‫ت م ْنهُ ْاثنتا ع ْشرةع ْينًا َۗ ق ْد علم ُكلُّ اُنا‬
‫س َّم ْشربهُ ْم َۗ ُكلُوْ ا‬ ْ ‫فا ْنفجر‬
‫ّللا وَل تعْثوْ ا فى ْاَلرْ ض ُم ْفسديْن‬ ٰ ٰ ‫وا ْشربُوْ ا م ْن رِّ ْزق‬

Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya,
lalu Kami berfirman, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka
memancarlah daripadanya dua belas mata air. Setiap suku telah
mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan
minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu
melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.

liqawmihi mūsā is'tasqā wa-idhi


‫لق ْومهۦ‬ ‫ُموس ٰى‬ ‫ٱسْتسْق ٰى‬ ‫وإذ‬
untuk kaumnya Musa memohon air dan ketika

l-ḥajara biʿaṣāka iḍ'rib faqul'nā


‫ْٱلحجر‬ ‫بِّعصاك‬ ‫ٱضْ رب‬ ‫فقُ ْلنا‬
batu Dengan pukullah Kami
tongkatmu mengatakan

ʿashrata ith'natā min'hu fa-infajarat


‫ع ْشرة‬ ‫ْٱثنتا‬ ُ‫م ْنه‬ ْ ‫فٱنفجر‬
‫ت‬

belas dua Dari padanya maka


memancarlah

6
kullu ʿalima qad aynan
ُّ‫ُكل‬ ‫علم‬ ‫ق ْد‬ ‫ع ْينًا‬
tiap-tiap mengetahui sungguh mata air

wa-ish'rabū kulū mashrabahum unāsin


‫وٱ ْشربُوا‬ ‫ُكلُوا‬ ‫َّم ْشربهُ ْم‬ ٍ ‫أُنا‬
‫س‬

dan minumlah makanlah tempat minum manusia


mereka

walā l-lahi riz'qi min


‫وَل‬ َّ
‫ٱّلل‬ ْ
‫رِّزق‬ ‫من‬

dan jangan Allah rizki dari

muf'sidīna l-arḍi fī taʿthaw


‫ُم ْفسدين‬ ‫ْٱْلرْ ض‬ ‫فى‬ ‫تعْث ْوا‬

berbuat bumi di berkeliaran


kerusakan

 Tafsir Ayat
Allah berfirman, "Ingatlah kalian kepada nikmat yang telah
Kulimpahkan setelah Aku memperkenankan doa nabi kalian, yaitu
Musa. Di kala ia meminta air minum kepada-Ku buat kalian hingga
Aku mudahkan memperoleh air itu, dan Aku keluarkan air itu dari
batu yang kalian bawa. Aku pancarkan air darinya buat kalian
sebanyak dua belas mata air, bagi tiap-tiap suku di antara kalian
terdapat mata airnya sendiri yang telah diketahui.
Makanlah salwa dan manna, dan minumlah air ini yang telah
Kupancarkan tanpa jerih payah dan usaha kalian; dan sembahlah
oleh kalian Tuhan yang telah menundukkan hal tersebut."

7
 Pelajaran dari ayat :
1) Anjuran untuk mengingatkan manusia dengan kenikmatan
dan adzab dari Allah Ta’ala.
2) Menjadi tuntutan bagi orang yang mendapatkan nikmat agar
mensyukurinya, dengan cara melakukan ketaatan kepada
Allah Ta’ala dengan melakukan perintah-perintahNya dan
menjauhi larangan-laranganNya.

 Al – Baqarah Ayat 168

Terjemahan:
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan
baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.

 Asbabun Nuzul
Ayat ini diturunkan sebagai peringatan dan sanggahan terhadap apa
yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Arab yang mengharamkan
makanan atas mereka, seperti bahirah, saibah dan wasilah. Ibnu Abbas
berkata bahwa ayat ini turun sebab suatu kaum dari Thaqif, bani „Amir bin
Sa‟sa‟ah, Khuza‟ah, dan Bani Mudlaj yang mengharamkan sebagian
tanaman, bahirah, saibah, wasilah, dan daging. Ayat ini kemudian turun
untuk menjelaskan bahwa semua makanan yang mereka haramkan adalah
halal kecuali sebagian jenis makanan yang memang diharamkan oleh Allah
SWT.6 Maka adanya peringatan ini karena setidaknya disebabkan dua hal

6
Abu Hafs Siraj al-Din „Umar bin „Ali bin „Adil al-Hanbalial-Damshiqi al-Nu‟mani, Tafsir al-Lubab
fi ‘Ulum alKitab, juz 2. (t.tp.: mawqi‟ al-Tafasir, t.th.), 260.

8
yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah, pertama mereka mengharamkan
sesuatu yang sebenarnya tidak dilarang oleh Allah, dan kedua adanya
perilaku menyekutukan Allah dalam pengharaman makanan-makanan ini.

 Tafsir Ayat
Ada beberapa makna yang dikandung dalam kalimat perintah pada
ayat ini. Ibn Arafah berkata bahwa perintah ini bisa jadi berarti wajib makan
dan minum sampai kadar dapat menguatkan badan dan bertahan hidup,
wajib makan dan minum sesuatu yang halal, atau bisa juga berarti sunnah
dan boleh.7 Namun Sayyid Tantawi mengatakan bahwa ini adalah kalimat
perintah yang bermakna ibahah. 8
Lafadz ‫ حالَل‬adalah maf’ul dari lafaz ‫ كلوا‬,namun juga bisa menjadi
hal dari mawsul atau damir ‘aid, yakni ‫ كلواه حال كونه حالَل‬atau menjadi sifat
dari masdar . ‫كواه اكال حالَل‬yakni, muakkidnya9
Al-Razi berkata bahwa makna dasar dari kata halal ini adalah
keluar/terbebas sebagai lawan dari kata “terikat”. Maka sesuatu yang
dihalalkan berarti keluar/terbebas dari ikatan keharamannya.10
Al-Razi melanjutkan bahwa sesuatu yang diharamkan bisa jadi karena
memang dzatnya yang buruk, seperti bangkai, darah dan daging babi, atau
bisa jadi karena sebab yang lain, seperti makanan yang dimiliki oleh orang
lain kemudian pemiliknya melarang untuk memakannya.11
Maka yang dimaksud dengan istilah halal ini adalah semua jenis makanan
dan minuman yang dibolehkan oleh Allah untuk dikonsumsi.
Lafadz ‫ طيبا‬merupakan sifat yang sekaligus berfungsi untuk
menegaskan bagi lafadz ‫ حالَل‬. Al-Alusi berkata bahwa faidah disifatinya
kalimat nakirah dengan lafadz yang umum adalah universalisasi hukum.12

7
Muhammad bin Muhammad Ibn „Arafah al-Warghimi al-Tunisi al-Maliki, Tafsir Ibnu ‘Arafah
(t.tp.: Mawqi‟ altafasir, t.th.), 211. Lihat juga „Abdurrahman bin Nasir bin „Abdillah al-Sa‟di,
Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (t.tp.: Muassisah al-Risalah, 2000), 80.
8
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit (t.tp.: Mawqi‟ al-Tafasir, t.th.), 267.
9
Shihab al-Din Mahmud bin Abdillah al-Husayni al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi tafsirr al-Qur’an al-‘Aim
wa al-Sab’ al-mathani, juz 2... 93.
10
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit... 267.
11
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit... 267.
12
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit... 267.

9
Karena itulah kemudian ayat ini dijadikan dalil oleh mazhab yang
berpandangan bahwa hukum asal pada benda adalah halal kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.
Kata ‫ طيبا‬secara bahasa bermakna suci dan bersih. Maka disifatinya
kata ‫ حالَل‬dengan kata ‫ طيبا‬karena biasanya sesuatu yang diharamkan
cenderung kotor dan najis.
Menurut imam Malik, lafadz ‫ طيبا‬adalah tawkid dari lafadz ‫حالَل‬
,memiliki makna yang sama namun berbeda dalam lafadz. Tetapi menurut
imam al-Shafi‟i, keduanya berbeda dalam makna. Kata ‫ طيبا‬bermakna
sesuatu yang baik dan sehat.

 Makna Global
Berdasarkan ayat ini, dilarang pula makanan yang buruk dan tidak
sehat walaupun sebenarnya merupakan makanan halal. Sementara Ibnu
Kathir menjelaskan bahwa kata tayyiban dalam ayat ini berarti makanan dan
minuman yang dapat dinikmati, memiliki manfaat dan tidak secara nyata
mengandung mudharat baik bagi tubuh maupun akal.13 Dengan demikian
dapat dipahami, melalui ayat ini Allah mengajarkan bahwa makanan dan
minuman yang layak konsumsi tidak cukup halal saja tetapi juga harus
bersih, sehat dan tidak berdampak buruk bagi tubuh dan akal, atau
sebaliknya mengonsumsi makanan dan minuman karena kenikmatannya
saja tanpa mempertimbangkan halal dan haramnya adalah perilaku yang
keliru.

13
Abu al-Fada‟ isma‟il bin „Umar bin Kathir al-Qurshi al-Damshiqi, Tafsirr al-Qur’an al-‘Adhim, juz
1. (t.tp.: dar tayyibah linnashr wa al-tawzi‟, 1999), 478.

10
D. Surah Al- Maidah Ayat 87-88 dan Al Jumu’ah Ayat 10
1. Surah Al- Maidah Ayat 87-88

ٰ ٰ ‫ّللاُ ل ُك ْم وَل تعْت ُدوْ ا َۗا َّن‬


‫ّللا َل يُحبُّ ْال ُمعْتديْن‬ ٰ ٰ ‫ ٰيايُّها الَّذيْن ٰامنُوْ ا َل تُح ِّر ُموْ ا طيِّ ٰبت ما اح َّل‬.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengharamkan


apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah
kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.”

ٰ ٰ ‫ّللاُ ح ٰل ًال طيِّبًا َّواتَّقُوا‬


‫ّللا الَّذيْ ا ْنتُ ْم ب ٖه ُم ْؤمنُوْ ن‬ ٰ ٰ ‫و ُكلُوْ ا م َّما رزق ُك ُم‬.
َ

Artinya : “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu
sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya.”

‫َل تُحرِّ ُموْ ا‬ : jangan kamu mengharamkan


ْ‫وَل تعْت ُدو‬ : dan jangan kamu melampaui batas
ُّ‫َل يُحب‬ : tidak menyukai
‫َو ُكلُوْ ا‬ : dan makanlah

ٰ ٰ ‫وَّاتَّقُوا‬
‫ّللا‬ : dan bertakwalah kepada Allah

 Tafsir Ayat

Yang dimaksud dengan kata makan ( ‫ )كلو‬dalam ayat ini, adalah


segala aktivitas manusia karena merupakan kebutuhan pokok manusia,
serta mendukung aktivitas manusia. Tanpa makan, manusia lemah dan
tidak dapat melakukan aktivitas. Ayat ini memerintahkan untuk
memakan yang halal lagi baik. Prinsip ”baik dan halal” hendaknya
senantiasa menjadi perhatian dalam menentukan makanan yang akan
dimakan karena makanan itu tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani,
melainkan juga terhadap rohani.14

14
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2001), vol.3, hlm. 173

11
 Makna Global

Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk


menikmati makanan dan minuman yang enak, akan tetapi haruslah
menaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syara’, yaitu baik, halal
dan menurut ukuran yang layak dan tidak berlebihan, maka pada akhir
ayat ini Allah memperingatkan orang beriman agar mereka berhati-hati
dan bertakwa kepada-Nya dalam soal makanan, minuman, dan
kenikmatan-kenikmatan lainnya. Janganlah mereka menetapkan
hukum-hukum menurut kemauan sendiri dan tidak pula berlebihan
dalam menikmati apa-apa yang telah dihalalkan-Nya.
Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT untuk senantiasa
mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan
vitamin yang cukup), jadi bagian ayat yang berbunyi halal dan baik
mengandung makna dua aspek yang akan melekat pada setiap rezeki
makanan yang dikonsumsi manusia. Aspek pertama, hendaklah
makanan didapatkan dengan cara yang halal yang sesuai dengan syariat
Islam. Dalam hal ini mengandung mana perintah untuk bermuamalah
yang benar. Jangan dengan cara paksa, tipu, curi, atau dengan cara-cara
yang diharamkan dalam syariat Islam. Sementara dalam aspek baik
atau tayyib adalah dari sisi kandungan zat makanan yang dikonsumsi.
Makanan hendaknya mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Makanan gizi berimbang adalah yang dianjurkan.15

2. Al Jumu’ah Ayat 10
ّ ٰ ‫للاِ َو ْاذ ُك ُروا‬
‫للاَ َكثِ ْي ًرا لَّ َعلَّ ُك ْم‬ ّ ٰ ‫ض ِل‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَ ُغ ْوا ِمنْ ف‬ ِ َ‫ص ٰلوةُ فَا ْنت‬
ِ ‫ش ُر ْوا فِى ْاْلَ ْر‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَا ِ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
‫تُ ْفلِ ُح ْون‬

Artinya: “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka telah bertebaranlah kamu


di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung.”

15
Ibid, Kementerian Agama RI, jilid 3, hlm. 6

12
 Asbabun Nuzul

Ketika Rasulullah berkhutbah Jumat lalu datanglah rombongan


pedagang yang membuat semua jamaah menyongsong mereka dan
hanya meninggalkan beberapa orang yang dalam majelis jumat bersama
Rasulullah.

Sesudah seruan yang memerintahkan mereka berkumpul, lalu


mereka dijinkan untuk bertebaran di muka bumi dalam rangka mencari
karunia Allah.

 Makna Global

Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa ketika shalat Jum’at telah
ditunaikan, maka manusia diperintahkan untuk segera kembali
melakukan aktivitasnya masing-masing dalam rangka mencari karunia
Allah baik berupa rezeki harta maupun ilmu pengetahuan. Jadi, pelajar
dan guru kembali ke kelasnya, para pegawai kembali ke kantornya, para
pekerja kembali ke pabriknya, para petani kembali ke sawahnya, dan
begitu pula yang lainnya. Hal ini merupakan perintah Allah agar
manusia disiplin dan mampu menghargai waktu. Kemudian setelah
manusia mendapatkan karunia Allah maka janganlah lupa harus kembali
mengingat Allah, karena semua karunia yang telah didapat itu semata-
mata karena kemurahan Allah dan harus dikembalikan kepada Allah
dengan cara syukur kepadanya agar kita senantiasa beruntung.ayat di
atas juga menunjukkan bahwa manusia harus pandai mempergunakan
waktu dan mengaturnya sedemikian rupa, sehingga tidak ada waktu
yang terbuang percuma16.

16
Ahmad Mustofa Al-Maraghi Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang, CV. Toha Putra, 1993). Hal
235-238

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Rahmatan Lil ‘Alamin adalah Islam yang hadirnya di tengah
kehidupan masyarakat mampu mewujudkan dan kasih sayang bagi manusia
maupun alam. Sistem ekonomi Islam adalah untuk membuktikan bahwa
ajaran islam sebagai konsep ajaran yang sifatnya rahmatan lil alamin bagi
semua makhluk yang ada di muka bumi ini. Rahmatan lil alamin dalam
ekonomi Islam adalah hal yang mendasar menuju kehidupan yang
berkeadilan, dalam konteks mengurangi kesenjangan sosial dalam
kehidupan yang berdampak pada munculnya konflik.
Terdapat beberapa ayat al-quran yang mengacu dalam hal ekonomi
sebagai Rahmatan lil alamin, yaitu diantaranya:
1) Surah Al-Anbiya’ Ayat 107. Dimana surah ini menjelaskan tentang
rahmat yang diberikan Allah swt. untuk alam semesta ini dengan
cara mengutus Nabi Muhammad saw.
2) Surah Al-Baqarah ayat 60. Dimana surah ini menjelaskan bahwa
Allah swt. telah melimpahkan rahmat kepada kaum nabi Musa
dengan memancarkan air yang begitu banyak.
3) Al – Baqarah Ayat 168. Menjelaskan tentang makanan yang halal
untuk dikomsumsi serta bersih, sehat dan tidak berdampak buruk
bagi tubuh dan akal.
4) Surah Al- Maidah Ayat 87-88. Menjelaskan tentang larangan
mengharamkan sesuatu yang telah dihahalkan oleh Allah swt. serta
perintah untuk makan makanan yang baik dan halal, dan selalu
bertawakal kepada Allah swt.
5) Al Jumu’ah Ayat 10. Menjelaskan tentang perintah melakukan
aktivitas kembali setelah menunaikan shalat jum’at.
B. Saran
Sebagai penulis menyadari bahwa setiap manusia adalah makhluk
tempatnya salah dan lupa. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan
saran yang membangun kepada pembaca agar dapat menyusun makalah
lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ibnukatsirone.com, “Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 60”, 24 Agustus 2014,


http://www.ibnukatsironline.com

Quranhadits.com, “Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 60”, https://quranhadits.com

Setiawan firman: “Konsep Maslahah (Utility) dalam al-quran Surat al-Baqarah


ayat 168” (2014)

al-Kalby, A. a.-Q. (1995). Al Tashil li 'Ulum al-Tanzil. Beirut: Dar al-Kitab al-
Alamiyah .

al-Maraghi, A. M. (1993). Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV. Toha


Putra.

al-Shaukany, M. b. (Damaskus). Fath al-Qadir. 1414H: Dar al-Kalim al-Tayyib .

Darwish, M. A.-D. (1415H). I'rab al Qur'an wa Bayanuh. Beirut: Dar Ibnu Kathir.

RI, D. A. (1989). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Surabaya: CV. Jaya Sakti.

Shihab, M. Q. (2001). Tafsir Al Misbah. Ciputat: Lentera Hati.

15

Anda mungkin juga menyukai