LIL ‘ALAMIN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Ekonomi
Dosen Pengampu
Disusun oleh:
Kelompok 3
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah Tafsir
Ekonomi ini dengan judul “Sistem Perekonomian Islam sebagai Rahmatan Lil
‘Alamin” dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan
oleh dosen pengampu, Bapak Dr. H. Jamaludin Achmad Khalik, MA mata kuliah
Tafsir Ekonomi pada Semester 3 Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ......................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran islam rahmatan lil ‘alamin sebenarnya bukan hal baru,
basisnya sudah kuat di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, bahkan telah banyak
diimplementasikan dalm sejarah islam, baik pada abad klasik maupun pada
abad pertengahan. Secara etimologis, islam berarti “damai”, sedangkan
rahmatan lil ‘alamin berarti “kasih sayang bagi semesta alam”. Maka yang
dimaksud dengan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin adalah Islam yang hadirnya
di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan dan kasih sayang bagi
manusia maupun alam.
Rahmatan Lil ‘Alamin adalah istilah qur’ani dan istilah itu sudah
ada dalam al-Qur’an, yaitu sebagaimana firman Allah dalam surah al-
Anbiya’ ayat 107: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan bagi
semesta alam (rahmatan lil ‘alamin).
Kebangkitan ekonomi islam adalah untuk membuktikan bahwa
ajaran islam sebagai konsep ajaran yang komprehensif, memberikan
rahmatan lil ‘alamin dalam ekonomi islam merupakan esensi fundamental
yang menjelma menjadi keadilan. Dimana keadilan yang diciptakan dalam
ekonomi islam berusaha untuk mengurangi kesenjangan sosial yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Disparitas sosial telah menciptakan
kesenjangan antara yang kaya dan yang tidak mampu, sehingga muncul
konflik sosial ekonomi di antara masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem perekonomian sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin?
2. Bagaimana sistem perekonomian di dalam surah Al-Anbiya’ ayat 107?
3. Bagaimana sistem perekonomian di dalam surah Al-Baqarah ayat 60
dan 168?
4. Bagaimana sistem perekonomian di dalam surah Al-Maidah ayat 87-88
dan surah Al-Jumuah ayat 10?
1
C. Tujuan
1. Memahami sistem perekonomian sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin
2. Memahami sistem perekonomian di dalam surah Al-Anbiya’ ayat 107
3. Memahami sistem perekonomian di dalam surah Al-Baqarah ayat 60
dan 168
4. Memahami sistem perekonomian di dalam surah Al-Maidah ayat 87-88
dan surah Al-Jumuah ayat 10
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: CV. Jaya Sakti, 1989), 508.
3
ٰك
َ لْن : Kami mengutus kamu
اَّل : ini
ِ
َ ْ لِّْل ٰعلَم: Bagi semesta alam
ي
Tafsir Ayat
2
Muhy al-Din bin Ahmad Mustafa Darwish, I’rab al-Qur’an wa Bayanuh, vol. VI (Beirut: Dar Ibn
Kathir, 1415H), 372.
3
Abu al-Qasim Muhammad bin Ahmad al-Kalby, al-Tashil li ‘Ulum al-Tanzil, vol. II (Beirut: Dar al-
Kitab al-‘Alamiyah, 1995), 46.
4
“Kami tidak mengutus kamu karena suatu alasan lain kecuali karena rahmat
Kami yang luas, sebab petunjuk yang kamu bawa adalah sebab kebahagian
dunia dan akhirat”.4 Berdasarkan penjabaran di atas, mayoritas mufassir
berpendapat bahwa lafadz ًَر ْْحَة dibaca nasab sebagai hal dari dhamir
Makna Global
Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad Saw membawa
agama islam bukan untuk membinasakan orang-orang kafir,
melainkan untuk menciptakan perdamaian. Dan Kami tidak
mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat
bagi seluruh alam.
Tujuan Allah mengutus Nabi Muhammad Saw yang
membawa agama-Nya, tidak lain adalah memberi petunjuk dan
peringatan agar mereka bahagia di dunia dan di akhirat. Rahmat
Allah bagi seluruh alam meliputi perlindungan, kedamaian, kasih
sayang dan sebagainya, yang diberikan Allah terhadap makhluk-
Nya. Baik yang beriman maupun yang tidak beriman, termasuk
binatang dan tumbuh-tumbuhan.
4
Muhammad bin Ali al-Shaukany, Fath al-Qadir, vol. III (Damaskus: Dar al-Kalim al-Tayyib,
1414H), 509.
5
Ibid
5
C. Surah Al – Baqarah ayat 60 dan 168.
Surah Al-Baqarah ayat 60.
۞ واذ اسْتس ْٰقى ُموْ ٰسى لقوْ م ٖه فقُ ْلنا اضْ ربْ بِّعصاك ْالحج َۗر
ٍ ت م ْنهُ ْاثنتا ع ْشرةع ْينًا َۗ ق ْد علم ُكلُّ اُنا
س َّم ْشربهُ ْم َۗ ُكلُوْ ا ْ فا ْنفجر
ّللا وَل تعْثوْ ا فى ْاَلرْ ض ُم ْفسديْن ٰ ٰ وا ْشربُوْ ا م ْن رِّ ْزق
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya,
lalu Kami berfirman, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka
memancarlah daripadanya dua belas mata air. Setiap suku telah
mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan
minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu
melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.
6
kullu ʿalima qad aynan
ُُّكل علم ق ْد ع ْينًا
tiap-tiap mengetahui sungguh mata air
Tafsir Ayat
Allah berfirman, "Ingatlah kalian kepada nikmat yang telah
Kulimpahkan setelah Aku memperkenankan doa nabi kalian, yaitu
Musa. Di kala ia meminta air minum kepada-Ku buat kalian hingga
Aku mudahkan memperoleh air itu, dan Aku keluarkan air itu dari
batu yang kalian bawa. Aku pancarkan air darinya buat kalian
sebanyak dua belas mata air, bagi tiap-tiap suku di antara kalian
terdapat mata airnya sendiri yang telah diketahui.
Makanlah salwa dan manna, dan minumlah air ini yang telah
Kupancarkan tanpa jerih payah dan usaha kalian; dan sembahlah
oleh kalian Tuhan yang telah menundukkan hal tersebut."
7
Pelajaran dari ayat :
1) Anjuran untuk mengingatkan manusia dengan kenikmatan
dan adzab dari Allah Ta’ala.
2) Menjadi tuntutan bagi orang yang mendapatkan nikmat agar
mensyukurinya, dengan cara melakukan ketaatan kepada
Allah Ta’ala dengan melakukan perintah-perintahNya dan
menjauhi larangan-laranganNya.
Terjemahan:
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan
baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.
Asbabun Nuzul
Ayat ini diturunkan sebagai peringatan dan sanggahan terhadap apa
yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Arab yang mengharamkan
makanan atas mereka, seperti bahirah, saibah dan wasilah. Ibnu Abbas
berkata bahwa ayat ini turun sebab suatu kaum dari Thaqif, bani „Amir bin
Sa‟sa‟ah, Khuza‟ah, dan Bani Mudlaj yang mengharamkan sebagian
tanaman, bahirah, saibah, wasilah, dan daging. Ayat ini kemudian turun
untuk menjelaskan bahwa semua makanan yang mereka haramkan adalah
halal kecuali sebagian jenis makanan yang memang diharamkan oleh Allah
SWT.6 Maka adanya peringatan ini karena setidaknya disebabkan dua hal
6
Abu Hafs Siraj al-Din „Umar bin „Ali bin „Adil al-Hanbalial-Damshiqi al-Nu‟mani, Tafsir al-Lubab
fi ‘Ulum alKitab, juz 2. (t.tp.: mawqi‟ al-Tafasir, t.th.), 260.
8
yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah, pertama mereka mengharamkan
sesuatu yang sebenarnya tidak dilarang oleh Allah, dan kedua adanya
perilaku menyekutukan Allah dalam pengharaman makanan-makanan ini.
Tafsir Ayat
Ada beberapa makna yang dikandung dalam kalimat perintah pada
ayat ini. Ibn Arafah berkata bahwa perintah ini bisa jadi berarti wajib makan
dan minum sampai kadar dapat menguatkan badan dan bertahan hidup,
wajib makan dan minum sesuatu yang halal, atau bisa juga berarti sunnah
dan boleh.7 Namun Sayyid Tantawi mengatakan bahwa ini adalah kalimat
perintah yang bermakna ibahah. 8
Lafadz حالَلadalah maf’ul dari lafaz كلوا,namun juga bisa menjadi
hal dari mawsul atau damir ‘aid, yakni كلواه حال كونه حالَلatau menjadi sifat
dari masdar . كواه اكال حالَلyakni, muakkidnya9
Al-Razi berkata bahwa makna dasar dari kata halal ini adalah
keluar/terbebas sebagai lawan dari kata “terikat”. Maka sesuatu yang
dihalalkan berarti keluar/terbebas dari ikatan keharamannya.10
Al-Razi melanjutkan bahwa sesuatu yang diharamkan bisa jadi karena
memang dzatnya yang buruk, seperti bangkai, darah dan daging babi, atau
bisa jadi karena sebab yang lain, seperti makanan yang dimiliki oleh orang
lain kemudian pemiliknya melarang untuk memakannya.11
Maka yang dimaksud dengan istilah halal ini adalah semua jenis makanan
dan minuman yang dibolehkan oleh Allah untuk dikonsumsi.
Lafadz طيباmerupakan sifat yang sekaligus berfungsi untuk
menegaskan bagi lafadz حالَل. Al-Alusi berkata bahwa faidah disifatinya
kalimat nakirah dengan lafadz yang umum adalah universalisasi hukum.12
7
Muhammad bin Muhammad Ibn „Arafah al-Warghimi al-Tunisi al-Maliki, Tafsir Ibnu ‘Arafah
(t.tp.: Mawqi‟ altafasir, t.th.), 211. Lihat juga „Abdurrahman bin Nasir bin „Abdillah al-Sa‟di,
Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (t.tp.: Muassisah al-Risalah, 2000), 80.
8
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit (t.tp.: Mawqi‟ al-Tafasir, t.th.), 267.
9
Shihab al-Din Mahmud bin Abdillah al-Husayni al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi tafsirr al-Qur’an al-‘Aim
wa al-Sab’ al-mathani, juz 2... 93.
10
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit... 267.
11
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit... 267.
12
Muhammad Sayyid Tantawi, Tafsir al-Wasit... 267.
9
Karena itulah kemudian ayat ini dijadikan dalil oleh mazhab yang
berpandangan bahwa hukum asal pada benda adalah halal kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.
Kata طيباsecara bahasa bermakna suci dan bersih. Maka disifatinya
kata حالَلdengan kata طيباkarena biasanya sesuatu yang diharamkan
cenderung kotor dan najis.
Menurut imam Malik, lafadz طيباadalah tawkid dari lafadz حالَل
,memiliki makna yang sama namun berbeda dalam lafadz. Tetapi menurut
imam al-Shafi‟i, keduanya berbeda dalam makna. Kata طيباbermakna
sesuatu yang baik dan sehat.
Makna Global
Berdasarkan ayat ini, dilarang pula makanan yang buruk dan tidak
sehat walaupun sebenarnya merupakan makanan halal. Sementara Ibnu
Kathir menjelaskan bahwa kata tayyiban dalam ayat ini berarti makanan dan
minuman yang dapat dinikmati, memiliki manfaat dan tidak secara nyata
mengandung mudharat baik bagi tubuh maupun akal.13 Dengan demikian
dapat dipahami, melalui ayat ini Allah mengajarkan bahwa makanan dan
minuman yang layak konsumsi tidak cukup halal saja tetapi juga harus
bersih, sehat dan tidak berdampak buruk bagi tubuh dan akal, atau
sebaliknya mengonsumsi makanan dan minuman karena kenikmatannya
saja tanpa mempertimbangkan halal dan haramnya adalah perilaku yang
keliru.
13
Abu al-Fada‟ isma‟il bin „Umar bin Kathir al-Qurshi al-Damshiqi, Tafsirr al-Qur’an al-‘Adhim, juz
1. (t.tp.: dar tayyibah linnashr wa al-tawzi‟, 1999), 478.
10
D. Surah Al- Maidah Ayat 87-88 dan Al Jumu’ah Ayat 10
1. Surah Al- Maidah Ayat 87-88
Artinya : “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu
sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya.”
ٰ ٰ وَّاتَّقُوا
ّللا : dan bertakwalah kepada Allah
Tafsir Ayat
14
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2001), vol.3, hlm. 173
11
Makna Global
2. Al Jumu’ah Ayat 10
ّ ٰ للاِ َو ْاذ ُك ُروا
للاَ َكثِ ْي ًرا لَّ َعلَّ ُك ْم ّ ٰ ض ِل
ْ َض َوا ْبتَ ُغ ْوا ِمنْ ف ِ َص ٰلوةُ فَا ْنت
ِ ش ُر ْوا فِى ْاْلَ ْر َّ ت ال ِ ُفَا ِ َذا ق
ِ َضي
تُ ْفلِ ُح ْون
15
Ibid, Kementerian Agama RI, jilid 3, hlm. 6
12
Asbabun Nuzul
Makna Global
Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa ketika shalat Jum’at telah
ditunaikan, maka manusia diperintahkan untuk segera kembali
melakukan aktivitasnya masing-masing dalam rangka mencari karunia
Allah baik berupa rezeki harta maupun ilmu pengetahuan. Jadi, pelajar
dan guru kembali ke kelasnya, para pegawai kembali ke kantornya, para
pekerja kembali ke pabriknya, para petani kembali ke sawahnya, dan
begitu pula yang lainnya. Hal ini merupakan perintah Allah agar
manusia disiplin dan mampu menghargai waktu. Kemudian setelah
manusia mendapatkan karunia Allah maka janganlah lupa harus kembali
mengingat Allah, karena semua karunia yang telah didapat itu semata-
mata karena kemurahan Allah dan harus dikembalikan kepada Allah
dengan cara syukur kepadanya agar kita senantiasa beruntung.ayat di
atas juga menunjukkan bahwa manusia harus pandai mempergunakan
waktu dan mengaturnya sedemikian rupa, sehingga tidak ada waktu
yang terbuang percuma16.
16
Ahmad Mustofa Al-Maraghi Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang, CV. Toha Putra, 1993). Hal
235-238
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rahmatan Lil ‘Alamin adalah Islam yang hadirnya di tengah
kehidupan masyarakat mampu mewujudkan dan kasih sayang bagi manusia
maupun alam. Sistem ekonomi Islam adalah untuk membuktikan bahwa
ajaran islam sebagai konsep ajaran yang sifatnya rahmatan lil alamin bagi
semua makhluk yang ada di muka bumi ini. Rahmatan lil alamin dalam
ekonomi Islam adalah hal yang mendasar menuju kehidupan yang
berkeadilan, dalam konteks mengurangi kesenjangan sosial dalam
kehidupan yang berdampak pada munculnya konflik.
Terdapat beberapa ayat al-quran yang mengacu dalam hal ekonomi
sebagai Rahmatan lil alamin, yaitu diantaranya:
1) Surah Al-Anbiya’ Ayat 107. Dimana surah ini menjelaskan tentang
rahmat yang diberikan Allah swt. untuk alam semesta ini dengan
cara mengutus Nabi Muhammad saw.
2) Surah Al-Baqarah ayat 60. Dimana surah ini menjelaskan bahwa
Allah swt. telah melimpahkan rahmat kepada kaum nabi Musa
dengan memancarkan air yang begitu banyak.
3) Al – Baqarah Ayat 168. Menjelaskan tentang makanan yang halal
untuk dikomsumsi serta bersih, sehat dan tidak berdampak buruk
bagi tubuh dan akal.
4) Surah Al- Maidah Ayat 87-88. Menjelaskan tentang larangan
mengharamkan sesuatu yang telah dihahalkan oleh Allah swt. serta
perintah untuk makan makanan yang baik dan halal, dan selalu
bertawakal kepada Allah swt.
5) Al Jumu’ah Ayat 10. Menjelaskan tentang perintah melakukan
aktivitas kembali setelah menunaikan shalat jum’at.
B. Saran
Sebagai penulis menyadari bahwa setiap manusia adalah makhluk
tempatnya salah dan lupa. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan
saran yang membangun kepada pembaca agar dapat menyusun makalah
lebih baik lagi.
14
DAFTAR PUSTAKA
al-Kalby, A. a.-Q. (1995). Al Tashil li 'Ulum al-Tanzil. Beirut: Dar al-Kitab al-
Alamiyah .
Darwish, M. A.-D. (1415H). I'rab al Qur'an wa Bayanuh. Beirut: Dar Ibnu Kathir.
15