Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH DM 2 SURABAYA

REALISASI IQOMATUDDIN DALAM SIROH NABAWIYAH

Disusun oleh
Mohamad Faiq Muharom

PK KAMMI UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PD KAMMI MALANG
2018

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta salam dan
shalawat kepada Rasulullah Muhammad Sallallahu’alaihiwasallam yang menjadi
Uswatun Hasanah, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Realisasi
Iqomatuddin Dalam Siroh Nabawiyah.
Dalam penulisan Makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pengurus Kaderisasi KAMMI Komisariat UM
2. Pak Ketumsat Hasmal Mahfudz
3. Rohmad Sayful H
4. Mas R Edo Saputro
5. Khodijah Karimah
6. Murtini
7. Indah Wulandari
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridho dari Allah
Subhanahuwata’ala.
Aaamiin Ya Rabbal ‘Aalamiin..

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i


KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................2
BAB 2. LANDASAN TEORI........................................................................... 2
A. Iqomatuddin .........................................................................................2
B. Sirah Nabawiyah................................................................................. 3
C. Hubungan Iqomatuddin dengan Siroh Nabawiyah............................. 4
BAB 3. PEMBAHASAN.................................................................................. 5
A. Realisasi Iqomatuddin .........................................................................5
B. Realisasi Iqomatuddin Dalam Periode Sirriyatu ad-Da’wah ...............6
BAB 4. SIMPULAN ......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 8

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan umat manusia diciptakan tidak lain kecuali untuk senantiasa
beribadah kepada Allah SWT serta misi keberadaan umat islam itu sendiri, yakni
menjadi rahmat bagi semesta alam. Hal itu sudah diperintahkan oleh Allah SWT
dalam firman-Nya :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (QS. 51:56)
dan
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. (QS. 21:107)
Misi menjadi rahmat, yakni rahmat dalam pengertian menebar kasih sayang
dan manfaat yang sebesar – besarnya kepada manusia. Misi tersebut tidak bisa
tidak mengharuskan kita hidup dalam jalan dakwah. Sebab, hanya dakwah itu
sendiri yang membuat seorang muslim konsisten dan mengajak ke arah kebaikan
dan kasih sayang.
Dalam beribadah kepada Allah SWT, terdapat suatu ibadah yang sebagian
besar umat muslim tidak menyadarinya. Ibadah yang pernah Allah SWT
amanahkan kepada Nabi – Nabi-Nya, ibadah yang tawarkan kepada langit dan
bumi, namun kerana bebannya begitu berat, langit dan bumi menolak untuk
melaksanakannya. Allah SWT menjelaskan ibadah tersebut dalam firman-Nya :
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang ad-dien apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu :
Tegakkanlah ad dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat
bagi orang-orang musyrik dien yang kamu seru mereka kepadanya. Allah memilih
untuk ad dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(dien)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS Asy Syuro :13)
Ibadah tersebut adalah Iqomatuddin ‘menegakkan agama’. Dan dakwah
merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seluruh umat muslim untuk

1
menjalankan ibadah ini. Sebab, dakwah bukan hanya tugas seorang ustadz, santri
– santri, dan para sarjana agama, melainkan tugas seluruh umat muslim di dunia.
Dalam menjalankan dakwah untuk menegakkan agama islam, kita memiliki
tauladan yang patut dipelajari dan dicontoh agar dakwah yang kita lakukan tidak
sembarangan dan tanpa arah. Oleh karena itu, mempelajari dan memahami sirah
nabawiyyah (sejarah Nabi Muhammad SAW) harus dilakukan. Bagaimana
Rasulullah berdakwah kepada kaum jahiliyah, membina sahabat – sahabat, dan
strategi – strategi mensyiarkan risalah islam ke seluruh penjuru negeri.
Melalui pemahaman sirah nabawiyyah yang tepat, umat muslim akan
mendapatkan gambaran utuh dan paripurna tentang hakikat islam dan terbangun
semangat untuk merealisasikan nilai – nilai yang didapat sebagai bekal untuk
menegakkan agama islam pada zaman ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana urgensi iqomatuddin ?
2. Bagaimana urgensi siroh nabawiyyah ?
3. Bagaimana realisasi iqomatuddin dalam siroh nabawiyah periode
sirriyatu ad-da’wah dan sirriyatu at-tanzhim ?
C. Tujuan
1. Memahami urgensi dari iqomatuddin.
2. Memahami urgensi dari siroh nabawiyah.
3. Mempelajari realisasi iqomatuddin dalam siroh nabawiyah periode
sirriyatu ad-da’wah dan sirriyatu at-tanzhim.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Iqomatuddin
Iqomatuddin adalah mempelajari, mengajarkan, dan memperjuangkan Dienul
Islam serta bersabar dalam menghadapi rintangan yang menghadang. Dien adalah
istilah dalam al Qur'an yang menunjukkan kepada sekumpulan ajaran mengenai
keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, norma, hukum dan perundang-undangan
(aturan), termasuk sangsi-sangsi hukum atau dengan kata lain diin adalah ajaran
mengenai bagaimana hidup yang benar sehingga manusia dapat berbahagia hidup

2
di dunia maupun di akhirat. Dienul-Islam adalah Dien yang bersumber dari Allah
SWT yang termaktub di dalam al Qur'an dan al Hadist.
Tegaknya Dienul-Islam berarti wujudnya secara riil (positif) ajaran Islam
dalam kehidupan, baik perorangan, masyarakat, maupun negara. Dalam kalimat
senada berarti terlaksananya syariat Islam dalam kehidupan, yakni dalam medium
sebuah masyarakat maupun medium geografis.
Secara haroki tegaknya diinul Islam dapat didefinisikan sbb:
1. Wujudnya Qiyadah Rasyidah (Pemimpin dan kepemimpinan
yang bijaksana)
2. Wujudnya Qoidah Sholabah (Pendukung Inti)
3. Wujudnya ardzun Mustaqillah (Wilayah geografi yang merdeka dari
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer non-islam)
4. Wujudnya pelaksanaan undang-undang Islami
Kempat hal tersebut di atas harusnya wujud secara serempak. Apabila salah satu
unsur di atas belum wujud, maka berarti belum tegaklah Dienul-Islam.
B. Siroh Nabawiyyah
Ibnu Mandzur dalam kitab Lisanul Arab menyatakan arti as-sirah menurut
bahasa adalah kebiasaanm jalan, cara, dan tingkah laku. Menurut istilah umum
artinya perincian hidup seseorang atau sejarah hidup seseorang.
Sirah Nabawiyah menurut istilah syar’i yaitu as-sirah an-nabawiyah adalah
ilmu yang kompeten yang mengumpulkan apa yang diterima dari fakta – fakta
sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW secara komperhensf dari sifat –
sifatnya, etika, dan moral.
Menurut Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitab Sirah
Nabawiyah bahwa pada hakikatnya Sirah Nabawiyah adalah gambaran risalah
(misi) yang dibawa oleh Rasulullah SAW kepada umat manusia, untuk
mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dari ibadah kepada hamba
menuju kepada Allah.
Sirah Nabawiyah bersumber hanya dari al-Qur’an yang bercerita banyak
kisah – kisah, al-Hadits yang banyak merekam beragam peristiwa penting dalam
perjuangan islam, serta riwayat – riwayat para sahabat. Ini bertujuan sebagai
pemberi teladan, contoh dan pendukung sejarah Islam. Sebab, Sirah beliau

3
terefleksi pada ucapan – ucapan, perbuatan – perbuatan, dan akhlak mulia beliau.
Berkenaan dengan hal itu Sayyidah r.a., istri beliau berkata, “Akhlak beliau adalah
al-Qur’an.” Sementara al-Qur’an adalah Kitabullah dan Kalimat-Nya yang
sempurna. Barangsiapa memiliki sifat demikian, maka tentulah dia adalah sebaik
– baik manusia, sesempurna-sempurnanya serta yang paling berhak untuk
mendapatkan kecintaan semua makhluk Allah.
C. Hubungan Iqomatuddin dengan Sirah Nabawiyah
Menurut Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban, dalam berbagai ayat al-
Qur’an, Allah menyajikan kisah sejarah sebagai dukungan yang memperkuat
pribadi Rasul-Nya. Salah satunya adalah firman-Nya berikut ini.
“Dan, semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-
kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman” (QS. Hud [11]: 120).
Tema ayat ini merupakan salah satu sasaran memahami sirah atau fiqhus
sirah. Dari ayat itu nyata bahwa buat Rasulullah, kisah-kisah yang Allah
ungkapkan itu punya fungsi yang besar, diantaranya “Ma nutsabbitu bihi fuadak”
(‘apa yang dengannya kami perkuat hatimu’). Fiqhus sirah merupakan khazanah
tersendiri yang khas bagi umat yang senantiasa mengakkan risalah Islam. Bukan
oleh mereka yang sekedar menjadikan agama sebagai objek keilmuan belaka.
Menurut Syaik Munir Muhammad al-Ghadban, sirah nabawiya adalah
aplikasi operasional dari ajaran Islam. Ini merupakan gambaran ideal sebagai
upaya menegakkan negara Islam.
Semenjak kenabiannya sampai berpulang kepada Allah, Nabi Muhammad
SAW telah menempuh langkah – langkah terprogram. Dalam pergerakan Islam
untuk menuju tegaknya Islam perlu dilakukan secara benar. Yakni, dengan
melacak tahapan – tahapan pergerakan Rasulullah SAW langkah demi langkah
serta mengikuti langkah – langkah tersebut. Firman Allah,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat.....” (al-Ahzab [33]:21).

4
Dengan mengikuti langkah – langkah dan tahapan – tahapan dakwah ini
adalah masalah ta’abuddi. Jika mengikutinya akan sampai pada mardhatillah.
Selain itu, ini merupakan “panduan” bagi gerakan islam dalam langkah politisnya
guna mencapai sasaran menegakkan pemerintahan Allah di muka bumi.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Realisasi Iqomatuddin
Iqomatuddin merupakan ibadah untuk menegakkan Dienul-Islam di muka
bumi, dengan mempelajari, mengajarkan, dan memperjuangkan Dienul-Islam
serta bersabar menghadapi segala rintangan yang menghadang. Untuk
merealisasikan ini, sangat jelas bahwa dakwah merupakan jalan yang tepat demi
tegaknya Dienul-Islam.
Dakwah yang dimaksud adalah dakwah yang cakupannya terhadap seluruh
aspek amal, seluruh perbaikan yang dicitakan, tidak terbatas pada satu sisi lalu
mengabaikan sisi yang lain atau mengambil satu sifat tanpa sifat yang lain,
bersungguh – sungguh untuk kembali kepada islam yang murni yang dibawa oleh
Rasulullah SAW., mengikuti manhaj para sahabat dan salafusaleh. (Manhaj
Ishlah, hlm. 2)
Untuk menjalankan dakwah tersebut, diperlukan seorang kader – kader yang
kuat sebagai seorang da’i. Sifat – sifat yang diperlukan seorang da’i telah
dicerminkan oleh salah seorang sahabat yang termasuk as-Saabiqunal Awwalun
(yang terdahulu dan yang pertama-tama masuk islam), ialah Abu Bakar ash-
Shiddiq. Beliau merupakan da’i yang berpengaruh pada awal-awal dakwah islam
waktu itu. Sifat – sifat yang dimiliki beliau sebagai seorang da’i ialah akhlak yang
baik dan dicintai masyarakah, sebab akhlak adalah kunci pembuka katup hati dan
tugas seorang da’i untuk membuka “gembok” pengunci setiap hati manusia;
Pengetahuan mengenai masyarakat dan karteristik jiwa manusia; Status sosial
yang menjadikan beliar “didengar” ditengah masyarakat dan meninggikan
derajatnya.
Dalam Kitab Manhaj Ishlah dijelaskan target – target dakwah ialah
pembentukan pribadi, keluarga, dan masyarakat muslim, pembebasan negeri dari

5
penguasa asing, mendirikan dan memperbaiki pemerintahan muslim, mendirikan
khilafah dan merebut kembali wilayah-wilayah yang dirampas, serta menyebarkan
dakwah islam ke seluruh rumah.
Memberikan kontribusi demi mewujudkan perdamaian dunia dan
membangun kehidupan baru bagi umat manusia dengan menunjukkan keindahan
agama Islam dan mengekspos serta mempersembahkan prinsip dan ajaran-
ajarannya merupakan dakwah sebagai bentuk dari realisasi dari iqomatuddin serta
salah satu ibadah wajib bagi kaum muslim di seluruh dunia.
B. Realisasi Iqomatuddin Dalam Periode Sirriyatu ad-Da’wah
Dakwah merupakan bentuk konkret merealisasikan iqomatuddin
‘menegakkan Dienul-Islam’. Dalam siroh nabawiyah pada periode dakwah secara
sembunyi – sembunyi dan merahasiakan struktur organisasi adalah fasa awal
untuk menyerukan islam.
Pada periode ini, sebelumnya Rasulullah SAW sering mengasingkan dirinya
ke Gua Hira yang terletak di Jabal Nur. Sebab, Allah senantiasa menjaga beliau
dari kaum jahiliyah saat itu yang menyembah berhala – berhala dan percaya akan
takhayul. Begitulah dengan skenario-Nya Rasulullah SAW dipersiapkan untuk
mengemban amanah yang agung.
Ketika beliau sudah memasuki umur empat puluh tahun yang
memperlihatkan kematangan dan tanda – tanda nubuwah dari dalam diri beliau.
Akhirnya pada bulan Ramadhan saat dalam pengasingan beliau di Gua Hira, Allah
menganugerahkan rahmat-Nya dan menurunkan Jibril kepada beliau dengan
membawa ayat – ayat al-Qur’an yakni QS. al – Alaq: 1-5.
Kemudian wahyu terhenti, membuat Rasulullah bersedih merindukan wahyu
Allah seperti peristiwa yang pertama. Karena keteguhan hatinya atas kegelisahan
dan penantiannya terhadap wahyu Allah, maka Jibril datang untuk kedua kalinya
dan menampakkan dirinya. Kemudian Rasulullah menemui Khadijah r.a dan
berkata ‘Selimutilah aku, selimutilah aku.’ Kemudian Allah menurunkan firman-
Nya (QS. al-Mudatstsir: 1-4). Dalam ayat ini Allah memerintahkan beliau untuk
bangkit memberi peringatan kepada kaumnya dan mengajak meraka kepada
Allah.

6
Pada zaman itu Mekah merupakan pusat seluruh agama bangsa Arab.
Terdapat peribadatan di Ka’bah dan penyembhan terhadap berhala – berhala,
patung – patung yang di agungkan seluruh bangsa Arab. Oleh karena itu, untuk
menghadapi kondisi ini, ialah dengan berdakwah secara sembunyi – sembunyi.
Rasulullah SAW pada awal mulanya berdakwah dengan orang terdekat, seperti
keluarganya dan sahabat – sahabat karib beliau.
Pada fase ini didapati bahwa mereka yang disebut as-Saabiqunal Awwaluun.
Mereka adalah Khadijah r.a, wanita pertama yang masuk islam dan istri beliau,
Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, dam Zaid bin Haritsah. Kemudian
Abu Bakar juga melakukan hal yang sama berdakwah secara sembunyi –
sembunyi kepada orang yang diyakininya bisa merahasiakan dan
mendengarkannya.
Pada periode ini, dakwah tidaklah dilakukan secara terbuka seperti kajian –
kajian dan majlis – majlis umum. Tetapi berdasarkan pilihan pribadi da’i itu
sendiri tentang karakteristik mad’u ‘orang yang didakwahi’. Dakwah itu
dilakukan dengan mendandalakan tsiqah ‘kepercayaan’. Menampakkan dakwah
kepada orang – orang tertentu bukan berarti membatasi dakwah pada kelompok
tertentu, melainkan dakwah harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tetapi,
penjangkauan ini dilakukan melalui orang – orang tertentu terlebih dahulu.
Dapat dilihat bahwa fasa dakwah ini telah berhasil merektrut seluruh lapisan
masyarakat, yaitu orang – orang merdeka, kaum budak, lelaki, perempuan,
pemuda, dan orang – orang tua. Bahkan hampir segenap bangsa Quraisy dan
lainnya telah bergabung, sehingga hampir tidak ada keluarga di Mekah kecuali
satu atau dua orang anggotanya yang masuk islam dan turut membangun
masyrakat ini.
Pembinaan dan perbaikan aqidah saat itu harus dilakukan. Sebab, ideologi
kaum kafir telah mendominasi saat itu. Hanya aqidah yang benar yang mampu
memancarkan ibadah dan perilaku yang benar. Pada saat yang sama aqidahlah
yang akan memberikan keteguhan jiwa di atas pengorbanan di jalannya.

7
BAB IV
SIMPULAN
Tujuan manusia dicipatakan ialah senantiasa beribadah kepada Allah SWT.
Salah satu ibadah yang wajib kita lakukan adalah menegakka Dienul-Islam
‘iqomatuddin’. Iqomatuddin adalah mempelajari, mengajarkan, dan
memperjuangkan Dienul-Islam. Oleh karena itu, sudah seharusnya seluruh umat
muslim bersatu dan berjuang bersama untuk mewujudkannya dan bentuk konkret
untuk melakukannya ialah dengan berdakwah.
Dakwah telah Rasulullah SAW. lakukan sejak penerimaan wahyu keduanya.
Berawal dari menyerukan dan mengajak kepada Allah dan islam dari kalangan
keluarga, sahabat – sahabat karib, dan orang – orang yang diyakini dapat percaya
dan mendengarkannya. Dari Rasulullah dapat diketahui bagaimana, berdakwah
yang baik dan benar serta apa yang diperlukan untuk menjadi seorang pendakwah
(da’i).

DAFTAR PUSTAKA
Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman.2013.Sirah Nabawiyah.Jakarta: Gema
Isani.
Al-Ghadban, Syaikh Munir Muhammad.1992.Manhaj Haraki.Jakarta: Rabbani
Press.
Ramadhan, Abdurrahaman Al-Mursy.2015.Manhaj Ishlah.Surakarta: Era Adicitra
Intermedia.
Hamzah.1998.(oneline) http://members.tripod.com/abu_fatih/Iqomatuddien.html.
Attazkiyah.2010.(online)
https://attazkiyah.wordpress.com/2010/05/24/iqomatuddin-sampai-akhir-
hayat/
Wikipedia.(online) https://id.wikipedia.org/wiki/Sirah

Anda mungkin juga menyukai