Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERBANKAN ISLAM

Prinsip Jual Beli

Dosen Pengampu :

Syarifah Aini, M.E.

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Indra Wansah (12020214029)


Widyah Sastri (12020224839)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 10 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1

C Tujuan .................................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2


A PENGERTIAN BA'I AL-MURABAHAH ............................................................................. 2

B LANDASAN SYARIAH ........................................................................................................ 3

C SYARAT BA'I AL-MURABAHAH ....................................................................................... 4

D APLIKASI DALAM PERBANKAN ...................................................................................... 5

E MANFAAT BA' I AL-MURABAHAH………………………………………………….10

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 12


A Kesimpulan ........................................................................................................................ 12

B Saran .................................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah adalah prinsip titipan (al-wadi’ah) dan bagi
hasil yang meliputi al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah, al-musaqah, Prinsip
Jual Beli yang meliputi ba’i al-murabahah, ba’i as-salam, ba’I al-ishtisna.
Al-murabahah merupakan salah satu bentuk kerja sama yang ditawarkan oleh bank
syariah. Al-murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi
jual beli dengan cicilan. Al-murabahah dalam pengertian fiqih adalah jika penjual
menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan
adanya keuntungan yang disepkati dalam jumlah terntu, dinar atau dirham. Karena
dalam definisinya disebut adanya keuntungan yang disepakati, karakteristik al-
murabahah adalah si penjual harus membertitahu tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

B Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ba’I al-murabahah?
2. Apa landasan syariah ba’I al-murabahah?
3. Apa syarat ba’I al-murabahah?
4. Bagaimana aplikasi dalam perbankan?
5. Apa manfaat ba’I al-murabahah?

C Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami ba’I al-murabahah
2. Untuk mengetahui dan memahami landasan syariah ba’I al-murabahah
3. Untuk mengetahui dan memahami syarat ba’I al-murabahah
4. Untuk mengetahui dan memahami aplikasi dalam perbankan
5. Untuk mengetahui dan memahami manfaat ba’I al-murabahah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A Pengertian Ba’i Al-Murabahah


Secara bahasa murabahah mempunyai pengertian saling menguntungkan dapat
dipahami bahwa keuntungan itu dimiliki oleh kedua pihak yaitu pihak pertama yang
meminta pembelian dan pihak kedua yang membelikan. Keuntungan pihak pertama
adalah terpenuhi kebutuhannya dan keuntungan pihak kedua adalah tambahan harga
pokok (selisih harga pokok dengan harga jual) yang didapat berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.
Pengertian Murabahah menurut istilah banyak didefinisikan oleh beberapa para
ahli, tetapi semua definisi tersebut mempunyai satu pemahamam yang sama. Menurut
Kasmir, Bai’ Al-murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu
memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkan
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, Bai’ Al-murabahah adalah jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati1 Ibnu Qudamah dalam
bukunya Mughni, mendefinisikan murabahah adalah menjual dengan harga asal
ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati2.
Sedangkan menurut Menurut Irma Devita Purnamasari, murabahah adalah skema
pembiayaan dengan menggunakan metode transaksi jual beli biasa. Dalam skema
murabahah, Bank membeli barang dari produsen, kemudian menjualnya kembali ke
nasabah ditambahkan dengan keuntungan yang disepakati oleh Bank dan nasabah.
Dari beberapa pengertaian Murabahah di atas dapat disimpulkan bahwa Murabahah
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Karena dalam definisi adanya
“keuntungan yang disepakati”, karakteristik Murabahah adalah penjual harus memberi

1
Muhammad syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001 ), Cet. Ke-1, h. 101.
2
Muhammad, Sistem Dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Pres, 2005), h. 24

2
penjelasan kepada pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang di tambah pada biaya tersebut dan dijadikan sebagai harga jual.

B Landasan Syariah
Terdapat dalam surah Al-baqarah ayat 275 :

ٍُ ‫شٍ ْٰط‬
َّ ‫طُّ ان‬ ُ َّ‫ِي ٌَتَ َخب‬ ْ ‫انش ٰبٕا ََل ٌَقُ ْٕ ُي ٌَْٕ ا ََِّل َك ًَا ٌَقُ ْٕ ُو انَّز‬ ّ ِ ٌَْٕ ُ‫اَنَّ ِزٌٍَْ ٌَأ ْ ُكه‬
‫ّٰللاُ ْانبَ ٍْ َع َٔ َح َّش َو‬
‫ٕا َٔاَ َح َّم ه‬ ۘ ‫انش ٰب‬
ّ ِ ‫س ٰر ِن َك ِباَََّ ُٓ ْى قَانُ ْْٕٓا اََِّ ًَا ْانبَ ٍْ ُع ِيثْ ُم‬
ّ ِّۗ ِ ًَ ‫ِيٍَ ْان‬
‫ف َٔاَ ْي ُش ٗ ِْٓ اِنَى ه‬
ِّۗ ِ‫ّٰللا‬ َ ِّۗ َ‫سه‬ َ ‫ظتٌ ِ ّي ٍْ َّس ِبّ ّٖ فَا َْتَ ٰٓى فَهَّٗ َيا‬ َ ‫ٕا فَ ًَ ٍْ َج ۤا َء ِٗ َي ْٕ ِع‬ ِّۗ ‫انش ٰب‬
ِّ
ٰۤ ُ
ٌَُْٔ ‫اس ۚ ُْ ْى فِ ٍْ َٓا ٰخ ِهذ‬ ِ َّ ُ ‫ان‬ ‫ب‬
ُ ٰ‫ح‬ ‫ص‬ْ َ ‫ا‬ ‫ك‬
َ ِٕ ‫عادَ فَا‬
‫ى‬ ‫ٔن‬ َ ٍْ ‫َٔ َي‬

Terjemahan : Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa
mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.

Terdapat juga didalam surah An-nisa ayat 29 :

َ ‫َِل اَ ٌْ تَ ُك ٌَْٕ تِ َج‬


ً ‫اسة‬ ِ َ‫ٰ ٌْٓاٌَُّ َٓا انَّ ِزٌٍَْ ٰا َيُُ ْٕا ََل تَأ ْ ُكهُ ْْٕٓا ا َ ْي َٕانَ ُك ْى بَ ٍَُْ ُك ْى ِب ْانب‬
ْٓ َّ ‫اط ِم ا‬
‫ّٰللاَ َكاٌَ بِ ُك ْى َس ِح ٍْ ًًا‬ َ ُ‫اض ِ ّي ُْ ُك ْى ِّۗ َٔ ََل تَ ْقتُهُ ْْٕٓا ا َ َْف‬
‫س ُك ْى ِّۗ ا ٌَِّ ه‬ ٍ ‫ع ٍْ ت َ َش‬
َ
Terjemahan : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.

3
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.

Selain Al-quran, landasan syariah ini juga terdapat didalam hadist yang
berbunyi :

‫سه ْى ِإَ َّى َُا‬


َ َٔ ِّ ٍ‫صهى هللااِ عه‬ ُ ‫ قَا َل َس‬: ‫ي قَا َل‬
َ ِ‫سٕ ُل هللاا‬ َّ ‫انخُُ د ِْس‬ َ ِ ً‫ع ٍْ أَب‬
ْ ‫س ِعٍ ٍذ‬ َ
َ ‫ْانبٍَ ُع‬
ٍ ‫ع ٍْ تـ َ َش‬
‫اض‬
Artinya: Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
“Sesungguhnya jual-beli adalah berdasarkan asas ridha (kerelaan hati)

C Syarat Ba’i Al-Murabahah


Sebagai transaksi jual beli, murabahah disyaratkan keabsahannya dengan syarat-
syarat yang wajib dilengkapi oleh syarat yang berlaku umumnya di dalam kegiatan
jual beli, akan tetapi murabahah mempunyai syarat-syarat khusus, yaitu :
1. Si pembeli harus mengetahui modal awal pada barang tersebut, karena hal
demikian merupakan dasar ari pengertian murabahah. Apabila tidak diketahui
oleh si pembeli, maka kegiatan jual beli ini menjadi rusak dengan sendirinya.
Apabila ada kesalahpahaman antara pembeli dan penjual, sedangkan pembeli
tidak mengetahui harga awal, maka jual beli itu menjadi batal.
2. Keuntungan harus diketahui karena keuntungan itu adalah bagian dari harga
barang.
3. Harga barang tidak sejenis dengan barang tersebut, karena kemungkinan jatuh
ke dalam unsur riba. Jikalau terjadi hal yang demikian seperti menjual emas
dengan emas, maka tidak boleh dijual dengan cara murabahah karena hal itu
merupakan riba dalam fikih Islam, tetapi jikalau tidak sejenis dengannya maka
hal itu dibolehkan.
4. modal terdiri dari barang memiliki keserupaan, misalnya benda-benda yang
ditimbang, atau yang bias dihitung dan lain-lainnya.

4
5. akad yang pertama sekali haruslah akad yang benar (sahih), jikalau akad yang
pertama rusak, maka barang itu tidak boleh dilakukan secara murabahah,
karena sesuatu yang lahir dari yang rusak, maka hal itu juda melahirkan
kerusakan, terutama dalam melanjutkan akad kedua.
Kelima syarat ini harus diketahui harga pertamanya begitu juga dengan ukuran
keuntungannya, karena hal ini merupakan dasar keabsahan jual beli. Sebagaimana para
ulama mengatakan juga bahwa murabahah adalah jual beli yang bersifat amanah.
Karena penjual dipercayai dalam menentukan harga pertama.
Syafi’I Antonio, menyusun syarat Bai’ al-murabahah sebagai berikut :
1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3) Kontrak harus bebas dari riba
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesuadah pembelian
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukkan secara utang3
Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4), atau (5) tidak dipenuhi, pembeli memiliki
pilihan :
1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang
dijual
3) Membatalkan kontrak.4

D Aplikasi Murabahah di Perbankan


Di Indonesia, aplikasi jual beli murâbahah pada perbankan syariah didasarkan pada
Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Menurut keputusan Fatwa DSN Nomor
04/DSNMUI/IV/2000 ketentuan murâbahah pada perbankan syariah adalah sebagai
berikut :
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murâbahah yang bebas riba.

3
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Galia Indonesia, 2009 ), Cet, ke-1, h.122.
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit, h. 102.

5
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murâbahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip, menjadi milik bank.5
Atas dasar peraturan yang berkaitan dengan murâbahah baik yang bersumber dari
Fatwa DSN maupun PBI, perbankan syariah melaksanakan pembiayaan murâbahah.
Namun demikian, dalam praktiknya tidak ada keseragaman model penerapan
pembiayaan murâbahah karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Selain itu
orang sering menyamakan pembiayaan murobahah (margin) dengan kredit (bunga)
pada bank konvensional.6 Pada hal keduanya terdapat perbedaan. Ada beberapa tipe
penerapan murâbahah dalam praktik perbankan syariah yang kesemuanya dapat dibagi
menjadi tiga kategori besar, yaitu.:
1) Tipe Pertama
Tipe pertama penerapan murâbahah adalah tipe konsisten terhadap fikih
muamalah. Dalam tipe ini, bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh
nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama

5
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: CV.
Gaung Persada, 2006), Cet. III, h. 24-25.
6
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana,
2010), h. 45.

6
bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin
keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash),
atau tangguh, baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh.

2) Tipe Kedua
Tipe kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan kepemilikan
langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank
langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli akhir
menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian murâbahah dengan
bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh baik berupa
angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada umumnya, nasabah
membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih dekat dengan murâbahah yang
asli, tapi rawan dari aspek legal.
asabah bahwa mereka tidak berhutang kepada bank, tapi kepada pihak ketiga
yang mengirimkan barang. Meskipun nasabah telah menandatangani perjanjian
murâbahah dengan bank, perjanjian ini kurang memiliki kekuatan hukum
karena tidak ada tanda bukti bahwa nasabah menerima uang dari bank sebagai
bukti pinjaman/hutang. Untuk menghindari kejadian seperti itu, maka ketika
bank syariah dan nasabah telah menyetujui untuk melakukan transaksi
murâbahah, maka bank akan mentransfer pembayaran barang ke rekening
nasabah (numpang lewat) kemudian didebet dengan persetujuan nasabah untuk
ditransfer ke rekening supplier.
Dengan cara seperti ini, maka ada bukti bahwa dana pernah ditransfer ke
rekening nasabah. Namun demikian, dari perspektif syariah, model murâbahah
seperti ini tetap saja berpeluang melanggar ketentuan syariah, jika pihak bank

7
sebagai pembeli pertama tidak pernah menerima barang (qabdh) atas namanya,
tetapi langsung atas nama nasabah. Karena dalam prinsip syariah, akad jual
beli murâbahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik
bank.

3) Tipe Ketiga
Tipe ini yang paling banyak dipraktikkan oleh bank syariah. Bank melakukan
perjajian murâbahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan
(akad wakâlah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan
dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah menandatangi
tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi dasar bagi bank untuk
menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang kepada bank karena tidak
menerima uang sebagai sarana pinjaman. Tipe ketiga ini bisa menyalahi
ketentuan syariah, jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, sementara akad jual beli murâbahah telah dilakukan
sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik bank.7

7
Cecep Maskanul Hakim, “Problematika Penerapan Murabahah dalam Bank Syariah” (Balaikota Bogor, 26 Agustus
2004) h. 184

8
Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran BI
No. 10/14/ DPbS tanggal 17 Maret 2008 yang menghapus keberlakuan PBI Nomor
7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bank Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, pelaksanaan pembiayaan
murâbahah semakin menempatkan bank syariah semata-mata lembaga intermediary
yang bertindak sebagai penyedia dana, bukan pelaku jual beli murâbahah. Hal ini
ditegaskan dalam teks Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS pada poin III.3, bahwa ”Bank
bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait
dengan kegiatan transaksi murâbahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang”.
Di lihat dari teks surat edaran ini, jelas ada upaya Bank Indonesia untuk menegaskan
bahwa transaksi perbankan syariah yang didasarkan pada prinsip jual beli murâbahah
tetap merupakan pembiayaan.
Berikut ini beberapa contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murâbahah dalam
perbankan syariah :
1) Pengadaan barang transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli
murâbahah, seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk
investasi untuk pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan
untuk memiliki sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian
mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah meneliti
keadaan nasabah dan menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan
untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya
kepada pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut sebesar Rp 4.000.000,- dan
pihak bank ingin mendapatkan keuntungan sebesar Rp 800.000,- Jika pembayaran
angsuran selama dua tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar
Rp 200.000,- per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah,
nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada
ketentuannya. Dalam praktiknya, biaya ini menjadi pendapatan fee base income
bank syariah. Biaya-biaya lain yang harus ditanggung oleh nasabah adalah biaya
asuransi, biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga.8

8
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta, UII Press, 2005), h. 137.

9
2) Modal kerja (Modal Kerja Barang).Penyediaan barang persediaan untuk modal
kerja dapat dilakukan dengan prinsip jual beli murâbahah. Akan tetapi, transaksi ini
hanya berlaku sekali putus, bukan satu akad dengan pembelian barang berulang-
ulang. Sebenarnya, penyediaan modal kerja berupa uang tidak terlalu tepat
menggunakan prinsip jual beli murâbahah. Transaksi pembiayaan modal kerja
dalam bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip murâbahah (bagi
hasil) atau musyârakah (penyertaan modal). Karena, jika pembiayaan modal kerja
dalam bentuk uang menggunakan mekanisme murâbahah, maka transaksi ini sama
dengan consumer finance (pembiayaan konsumen) dalam bank konvesional yang
mengandung usur bunga. Transaksi dalam consumer finance menggunakan pinjam
meminjam uang dan dalam murâbahah menggunakan transaksi jual beli.
3) Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah). Pengadaan material
renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual beli murâbahah. Barang-
barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk barang yang dibutuhkan untuk
renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat, kayu dan lain-lain. Transaksi
dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali putus, tidak satu akad dilakukan
berulang-ulang.
Adapun contoh perhitungan pembiayaan murâbahah adalah sebagai berikut :
Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan murâbahah
(modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali Rp 100.000.000,-. Setelah
dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya disetujui, maka bank
syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank syariah untuk membeli dengan
dana dan atas namanya kemudian menjual barang tersebut kembali kepada Tuan A
sejumlah Rp 120.000.000,- dengan jangka waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat
jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual Rp 120.000.000,- telah dilakukan: (1)
Tawar menawar harga jual antara Tuan A dengan bank syariah. (2) Harga jual yang
disetujui, tidak akan berubah selama jangka waktu pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan)
walaupun dalam masa tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat
suku bunga bank konvensional di pasar.

10
E Manfaat Ba’i Al-Murabahah
Transaksi murâbahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah, antara lain
adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual
kepada nasabah dan skema murâbahah sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan
penanganan administrasinya di bank syariah.9 Selain beberapa manfaat tersebut,
transaksi dengan menggunakan skema murâbahah juga mempunyai risiko yang harus
diantisipasi antara lain sebagai berikut :
1. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
2. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga
jual beli tersebut.
3. Penolakan nasabah. Barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena
pelbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah
tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi.
Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda
dengan yang ia pesan. Bila bank telah mendandatangani kontrak pembelian
dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan
demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
4. Dijual. Karena jual beli murâbahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas
melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk
menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.

9
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta Gema Insani Press, 2001), h. 106-107.

11
BAB III
PENUTUP

A Kesimpulan
Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah
berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual belil di mana bank
menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah
sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan (marjin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan
dengan cara pembayran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini
barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara
tangguh/cicilan.
Dalam praktik di perbankan syariah, jual beli murâbahah merupakan salah satu
skema pembiayaan di perbankan syariah yang paling dominan dibandingkan skema
pembiayaan lain.

B Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami pemakalah akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran tentang pembahasaan makalah diatas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001)

Muhammad, Sistem Dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Pres, 2005)

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Galia Indonesia, 2009)

Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI, (Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006)

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis
(Jakarta: Kencana, 2010)

Cecep Maskanul Hakim, “Problematika Penerapan Murabahah dalam Bank Syariah” (Balaikota
Bogor, 26 Agustus 2004)

Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta, UII Press, 2005)

iv

Anda mungkin juga menyukai