KHIAR
NIM : 90300112041
- NURBAITI
NIM : 30900122011
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah ILMU HADITS pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Islam dengan ini penulis mengangkat judul
“KHIAR”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
WASSALAM
PENULIS,
KELOMPOK 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Khiar............................................................................
a. Bahasa Etimologi............................................................................
b. Istilah Teminologi.......................................................................... 3
C. Fiqh Al-Hadits....................................................................................... 7
D. Pendapat Ulama.................................................................................... 9
A. Kesimpulan............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Firman Allah Ta’alaa : “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah
kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian dari
duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77)
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kita harus berbuat baik terhadap
sesama, tolong-menolong, bantu-membantu dalam kesempitan dan
kesukaran. Dan salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi salah
kekeliruan antara penjual dan pembeli, maka diperlukan adanya khiyar
(pilihan). Oleh karena sebab itu, maka di dalam makalah ini kami mengambil
judul “Khiyar”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
Artinya : Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan
transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati
sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Jadi, hak khiyar itu ditetapkan untuk menjamin kerelaan dan kepuasan
timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Meskipun dari satu segi
memang khiyar ini tidak praktis karena mengandung arti ketidakpastian
suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi,
khiyar menjadi jalan yang terbaik.
B. Hadis-Hadis tentang Khiar artinya
Khiyar adalah meminta yang terbaik dari dua pilihan: Melanjutkan atau
membatalkan transaksi jual-beli.
قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم:ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه قَا َل
( ُ َأقَالَهُ هَّللَا ُ ع َْث َرتَه,ُ َو ْال َحا ِك ُم ) َم ْن َأقَا َل ُم ْسلِما ً بَ ْي َعتَه, ََّحهُ اِبْنُ ِحبَّان
َ صح َ َوابْنُ َم,ََر َواهُ َأبُو دَا ُود
َ َو,ْاجه
1. Khiyar Majelis
“Dua pihak yang berjual beli mempunyai hak memilih selama keduanya
belum berpisah. Bila keduanya jujur dan berterus terang, niscaya jual beli
keduanya diberkahi. Dan jika keduanaya menyembunyikan kondisi barang
dan berdusta, niscaya terhapus berkah jual belinya.”
2. Khiyar Syarat
Dari sisi lain, terkadang memang amat dibutuhkan adanya hak pilih
tiga hari saja. Ada juga yang menyatakan boleh lebih dari itu, tergantung
kebutuhan.
(gugatan cerai dari istri) dan sejenisnya tidak menerima hak pilih yang
satu ini, karena semua akad tersebut secara asal tidak bisa dibatalkan.
Demikian pula hak pilih ini (khiyar syarat) tidak berlaku pada akad atau
perjanjian yang tidak permanen seperti akad mudharabah (bagi hasil) dan
Taimiyah: Lama hak pilih yang di syaratkan boleh lebih dari tiga
3. Khiyar ‘Aib
Dalil Khiyar ‘Aib (cacat) menurut ulama fiqih adalah keadaan yang
membolehkan salah seorang yang akad memilih hak untuk membatalkan
akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib (kecacatan) dari salah satu
yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemilikannya waktu
akad.
ْ اَ ْل ُم ْسلِ ُم اَ ُخ.
ُوال ُم ْسلِ ِم اَل يَ ِحلُّ لِ ُم ْسلِ ٍم بَا َع ِم ْن اَ ِخ ْي ِه بَ ْيعًا َوفِ ْي ِه َعيْبٌ اِاَّل بَيّنَةٌ لَه
()رواه بن ماجه
Artinya: “seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal
bagi seorang muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang
mengandung kecacatan, kecuali jika menjelaskanya terlebih dahulu.” (H.R.
Ibnu Majah)
Dalam riwayat Ibnu Umar ra, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka
masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum
berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan
hak khiyarnya kepada pihak yang lain.
Fiqih Hadits
2. Jika penjual dan pembeli sepakat untuk membatalkan akad setelah akad
disepakatai dan sebelum berpisah, atau keduanya saling melakukan jual-beli
tanpa menetapkan hak pilih bagi keduanya, maka akad itu dianggap sah,
karena hak itu mennjadi milik merka berdua, bagaimana keduanya membuat
kesepakatan, terserah kepada keduanya.
4. Jual beli dapat terjadi (sah) selama salah satu dari keduanya (baik
pembeli maupun penjual) memberikan hak khiyarnya dan melakukan
transaksi atas dasar pemberian hak khiyar tersebut.
5. Jual beli juga dapat terjadi (sah) meskipun penjual dan pembeli berpisah
asalkan kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tidak mengurungkan jual
beli. Khiyar di anggap telah terjadi.
Para ulama saling berbeda pendapat tentang penetapan hak pilih di tempat.
Jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in serta imam menetapkan hak
pilih di tempat. Dia antara mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ibnu Abas, Abu
Hurairah, Abu Barzah, thawus, Sa’id bin Al-Musayyab, Atha’, Al-Hasan Al
Bashry, Asy-Sya’by, Az-Zuhry, Al-Auza’y, Al-Laits, sufyan bin Uyainah, Asy-
Syafi’y, Ahmad bin hambal, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Bukhary dan para muhaqqiq
lainnya. Dalil mereka adalah hadist-hadist shahih dan jelas maknanya.
Menurut Ibnu Abdil-Barr, hadist Abdullah bin Umar merupakan hadist yang
paling kuat dari hadist-hadist ahad.
Sedangkan Abu Hanifah, Malik dan mayoritas rekan mereka berdua tidak
menetapkan hak pilih di tempat. Mereka beralasan dengan beberapa hujjah
yang bertentangan dengan pengalaman hadist-hadist ini, namun hujjah-
hujjah itu lemah, yang kemudian di sanggah jumhu. Di antara hujjah-hujjah
yang lemah itu sebagai berikut:
a. Menurut Abu Hanifah dan Sayfi’i, Batas khiyar itu paling lama adalah tiga
hari.
"Kedua pihak dalam jual beli berada dalam khiyar selama keduanya belum
berpisah, atau salah satu berkata kepada pihak kedua, 'pilihlah'"
Disebutkan oleh Ibnu Rusyd al-Maliki dalam Subulus Salaam juz 3, hadits
tentang khiyar majlis di atas adalah yang paling kuat. "Dalam kitab al-
Muhallaa, Ibnu Hazm mengatakan bahwa hadits ini mutawir artinya
diriwayatkan oleh para perawi yang sangat banyak," tulis Prof Wahbah.
2. Macam-macam al-Khiyar
a. Khiyar Majlis
b. Khiyar Syarat
c. Khiyar Aib
Artinya : “Dari Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasullullah Shalllalahu Alaihi
wa Sallam bersabda, ‘Dua orang yang jual beli mempunyai hak pilih selagi
belum saling berpisah’, atau beliau bersabda, ‘Hingga keduanya saling
berpisah, jika keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya
diberkahi dalam jual-beli itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan
dan berdusta, maka barakah jual-beli itu akan dihapuskan’. (HR.. Bukhori)
d. Khiyar ru’yah adalah hak khiyar bagi pembeli untuk menyatakan apakah
mau meneruskan akad jual beli atau membatalkannya terhadap barang yang
belum ia lihat ketika akad berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Faishal bin Abdul Aziz al Mubarak. Terjemah Nailul Authar. Surabaya: Bina
Ilmu. 1993.
Muhammad bin Ismail al Ami. Subulu Salam Syarhu Bulughul Maram. Al-
Azhar: Darul Bayan al Arabi. 2006.