Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ILMU HADITS

KHIAR

NAMA KELOMPOK 5 : - WIWI ARNITA PUTRI

NIM : 90300112041

- NURBAITI

NIM : 30900122011

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari
alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah ILMU HADITS pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Islam dengan ini penulis mengangkat judul
“KHIAR”.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

GOWA, 14 SEPTEMBER 2022

WASSALAM

PENULIS,

KELOMPOK 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................... 2

C. Tujuan Pembahasan........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Khiar............................................................................

a. Bahasa Etimologi............................................................................

b. Istilah Teminologi.......................................................................... 3

B. Hadits - Hadits Tentang Khiar....................................................... 4

C. Fiqh Al-Hadits....................................................................................... 7

D. Pendapat Ulama.................................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya


keperluan rohani saja. Manusia juga membutukkan keperluan jasmani,
seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan yang lainnya. Maka
untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dia harus berhubungan dengan
sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut dengan muamalah.

Untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bermuam’alah, agama


mengatur sebaik-baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa
Islam itu tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga
hubungan manusia dengan sesama manusia lagi. Disamping diwajibkan
mengabdikan dirinya kepada Tuhan, manusia juga diwajibkan untuk mencari
keperluan hidupnya.

Firman Allah Ta’alaa : “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah
kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian dari
duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77)

Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kita harus berbuat baik terhadap
sesama, tolong-menolong, bantu-membantu dalam kesempitan dan
kesukaran. Dan salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi salah
kekeliruan antara penjual dan pembeli, maka diperlukan adanya khiyar
(pilihan). Oleh karena sebab itu, maka di dalam makalah ini kami mengambil
judul “Khiyar”.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Khiar menurut bahasa dan istilah.

2. Jelaskan Hadits - hadits tentang khiar.

3. Jelaskan Fiqh al-hadits Khiar.

4. Tuliskan Pendapat Ulama Tentang Hadits Khiar.

C. Tujuan Pembahasan

1. Agar mahasiswa/i mampu memahami pengertian khiar

2. Agar mahasiswa/i mampu menjelaskan hadits-hadits tentang khiar

3. Agar mahasiswa/i mampu mengetahui Fiqh al-hadits khiar dan pendapat


para ulama tentang hadits khiar
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Khiyar

Kata al-khiyar dalam bahasa arab berarti pilihan. Pembahasan al-


khiyardikemukakan para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut
transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah
satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika
terjadi beberapa persoalan dalam transaksi.[1]

Secara terminologis para ulama fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:

‫ضاِئ ِه بِفَس ِْخ ِه رفقا لِ ْل ُمتَ َعاقِ َد ْي ِن‬


َ ‫ضا ِء ْال َع ْق ِد َو َعد َِم ِإ ْم‬
َ ‫َأ ْن يَ ُكوْ نَ لِ ْل ُمتَ َعاقِ ِد ْال ِخيَا ُر بَ ْينَ ِإ ْم‬.

Artinya : Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan
transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati
sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.

Sedangkan pengertian khiyar menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah


(KHES) pasal 20 (8) adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk
melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilakukannya.

Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang-orang yang melakukan


transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,
sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan
sebaik-baiknnya. Tujuan diadakan khiyar oleh syara’ berfungsi agar kedua
orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing
lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari karena
merasa tertipu.

Jadi, hak khiyar itu ditetapkan untuk menjamin kerelaan dan kepuasan
timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Meskipun dari satu segi
memang khiyar ini tidak praktis karena mengandung arti ketidakpastian
suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi,
khiyar menjadi jalan yang terbaik.
B. Hadis-Hadis tentang Khiar artinya

Dalil Khiyar secara Umum

Khiyar adalah meminta yang terbaik dari dua pilihan: Melanjutkan atau
membatalkan transaksi jual-beli.

‫لخيَا ِر َمالَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬ ِ ْ‫اح ٍد ِم ْنهُ َمابِا‬


ِ ‫ اِ َذاتَبَايَ َع ال َّر ُجالَ ِن فَ ُّك ُل َو‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَنَّهُ قَا َل‬ َ ِ‫ع َِن اب ِن ُع َم َر َع ِن َرسُوْ ِل هللا‬
‫ َواِ ْن تَفَ َّر قَابَ ْع َداَ ْن‬,ُ‫ب ْالبَ ْيع‬ َ ‫ فَتَيَايَ َعا عَلى ذلِكَ فَقَ ْد َو َج‬,‫ فَا ِ ْن خَ يَّ َراَ َح ُدهُ َماْاَآل َخ َر‬,‫ اَوْ يُ َخ ْي ُراَ َح ُدهُ َم ْااآلخ ََر‬,‫َو َكانَا َج ِم ْيعًا‬
‫ب ْالبَ ْي ُع‬
َ ‫ُك َوا ِح ٌد ِم ْنهُ َم ْاالبَ ْي َع فَقَ ْد َو َج‬
ْ ‫ َولَ ْم يَ ْتر‬,‫تَبَايَ َعا‬

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa


Sallam bersabda: “Apabila ada dua orang mengadakan akad jual beli, maka
masing-masing boleh khiyar selagi belum berpisah, sedangkan mereka
berkumpul; atau salah seorang dari mereka mempersilahkan yang lain untuk
khiyar, kalau salah seorang sudah mempersilahkan yang lain untuk khiyar
kemudian mereka mengadakan akad sesuai dengan khiyar tersebut, maka
jual beli jadi; dan apabila mereka berpisah sementara tidak ada seorangpun
yang meninggalkan jual beli (tetap memilih( dilaksanakan khiyar dalam
khiyar. Khiyar, maka harus jadi.”

‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم‬:‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه قَا َل‬

( ُ‫ َأقَالَهُ هَّللَا ُ ع َْث َرتَه‬,ُ‫ َو ْال َحا ِك ُم ) َم ْن َأقَا َل ُم ْسلِما ً بَ ْي َعتَه‬, َ‫َّحهُ اِبْنُ ِحبَّان‬
َ ‫صح‬ َ ‫ َوابْنُ َم‬,َ‫َر َواهُ َأبُو دَا ُود‬
َ ‫ َو‬,ْ‫اجه‬

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi


wa Sallam bersabda: “Barangsiapa membebaskan jual-beli seorang muslim,
Allah akan membebaskan kesalahannya.” Riwayat Abu Dawud dan Ibnu
Majah. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.

1. Khiyar Majelis

Dalil Khiyar majelis:

‫ت بَ َر َكةُ بَي ِْع ِه َما‬


ْ َ‫ َوِإ ْن َكتَ َما َو َك َذبَا ُم ِحق‬،‫ص َد قَا َوبَيَّنَا بُوْ ِركَ لَهُ َما فِى بَي ِْع ِه َما‬ ِ َ‫اَ ْلبَيَّ َعا ِن بِا ْل ِخي‬.
َ ‫ فَِإ ْن‬،‫ار َمالَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬

“Dua pihak yang berjual beli mempunyai hak memilih selama keduanya
belum berpisah. Bila keduanya jujur dan berterus terang, niscaya jual beli
keduanya diberkahi. Dan jika keduanaya menyembunyikan kondisi barang
dan berdusta, niscaya terhapus berkah jual belinya.”

2. Khiyar Syarat

Dalil Khiyar Syarat:


ِ ‫ع فِي اَ ْلبُي‬
‫ُوع فَقَا َل‬ ُ ‫ َذ َك َر َر ُج ٌل لِلنَّبِ ِّي صلى هللا عليه وسلم َأنَّهُ ي ُْخ َد‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬-‫ض َي هَّللَا ُ َع ْنهُ َما‬
ِ ‫ َر‬- ‫ َو َع ِن اِب ِْن ُع َم َر‬:

( َ‫ اَل خَاَل بَة‬: ْ‫) ِإ َذا بَايَعْتَ فَقُل‬

Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Ada seseorang mengadu kepada


Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, bahwasannya ia telah tertipu dalam
jual beli. Lalu Rasulullah bersabda: “Jika engkau berjual-beli, katakanlah:
Jangan melakukan tipu daya.”

Dari sisi lain, terkadang memang amat dibutuhkan adanya hak pilih

semacam ini, ketika pengalaman berniaga kurang dan perlu

bermusyawarah dengan orang lain, atau karena alasan lainnya. Kemudian

para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan masa tenggang

memutuskan pilihan tersebut. Ada di antara ulama yang membatasi hanya

tiga hari saja. Ada juga yang menyatakan boleh lebih dari itu, tergantung

kebutuhan.

Hak pilih persyaratan masuk dalam berbagai perjanjian permanen

yang bisa dibatalkan. Adapun akad nikah, thalaq (perceraian), khulu’

(gugatan cerai dari istri) dan sejenisnya tidak menerima hak pilih yang

satu ini, karena semua akad tersebut secara asal tidak bisa dibatalkan.

Demikian pula hak pilih ini (khiyar syarat) tidak berlaku pada akad atau

perjanjian yang tidak permanen seperti akad mudharabah (bagi hasil) dan

akad syarikah (kontrak kerjasama dalam usaha).

Batas maksimal khiyar syarat

Dalam menentukan batas maksimal khiyar syarat para ulama

berselisih pendapat sesuai dengan metode ijtihad masing-masing yaitu:

a.) Madzhab Hanbali : masing-masing penjual dan pembeli berhak

menetapkan persyaratan sesuka mereka, tanpa ada batas waktu.

mereka beralasan bahwa hak mengadakan persyaratan adalah hak


mereka berdua, sehingga bila keduanya rela mengadakan syarat

hak untuk membatalkan dalam waktu lama, maka itu terserah

kepada mereka berdua karena tidak ada dalil yang membatasinya.

b.) Madzhab Hanafi dan Asy-Syafi’I: Lama hak yang dipersyaratkan

tidak boleh lebih dari tiga hari,mereka mengambil dalil dari

perkataan umar bin khattab berikut :

Umar bin Khattab berkata,” Aku tidak mendapatkan dalil

yang menetapkan adanya persyaratan yang lebih lama disbanding

yang ditetapkan oleh Rosulullah SAW untuk Habbban bin Munqiz,

beliau menetapkan untuknya hak pilih selama tiga hari,bila ia suka

ia meneruskan pembeliannya,dan bila tidak suka, maka ia

membatalkannya,” (HR.Ad-Daruquthni dan Ath-Thabrani,dan

dilemahkan oleh Hafidz ibnu Hajar)

c.) Madzhab Maliki yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam ibnu

Taimiyah: Lama hak pilih yang di syaratkan boleh lebih dari tiga

hari sesuai dengan kebutuhan dan barang yang diperjual

belikan,mereka beralasan bahwa hak semacam ini demi

kemaslahatan masing-masing pihak yakni kemslahatan yang

berkaitan dengan barang yang mereka perjual-belikan,sehingga

harus disesuaikan dengan keadaan barang tersebut.

3. Khiyar ‘Aib

Dalil Khiyar ‘Aib (cacat) menurut ulama fiqih adalah keadaan yang
membolehkan salah seorang yang akad memilih hak untuk membatalkan
akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib (kecacatan) dari salah satu
yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemilikannya waktu
akad.
ْ ‫اَ ْل ُم ْسلِ ُم اَ ُخ‬.
ُ‫وال ُم ْسلِ ِم اَل يَ ِحلُّ لِ ُم ْسلِ ٍم بَا َع ِم ْن اَ ِخ ْي ِه بَ ْيعًا َوفِ ْي ِه َعيْبٌ اِاَّل بَيّنَةٌ لَه‬

(‫)رواه بن ماجه‬

Artinya: “seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal
bagi seorang muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang
mengandung kecacatan, kecuali jika menjelaskanya terlebih dahulu.” (H.R.
Ibnu Majah)

C. Fiqh Al-Hadits khiyar

Dalam riwayat Ibnu Umar ra, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka
masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum
berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan
hak khiyarnya kepada pihak yang lain.

Fiqih Hadits

1. Penetapan hak pilih di tempat bagi penjual dan pembeli, untuk


dilakukan pengesahan jual-beli atau pembatalannya.

2. Jika penjual dan pembeli sepakat untuk membatalkan akad setelah akad
disepakatai dan sebelum berpisah, atau keduanya saling melakukan jual-beli
tanpa menetapkan hak pilih bagi keduanya, maka akad itu dianggap sah,
karena hak itu mennjadi milik merka berdua, bagaimana keduanya membuat
kesepakatan, terserah kepada keduanya.

3. (Keutamaan dan anjuran bersikap jujur) Jujur dalam muamalah dan


menjelaskan keadaan barang dagangan merupakan sebab barakah di dunia
dan di akhirat, sebagaimana dusta, bohong dan menutup nutupi cacat
merupakan sebab hilangnya barakah. Hal ini dapat dirasakan secara nyata di
dunia. Orang orang yang sukses dalam bisnisnya dan yang laku barang
dagangannya ialah mereka yang jujur dalam muamalah yang baik.

4. Jual beli dapat terjadi (sah) selama salah satu dari keduanya (baik
pembeli maupun penjual) memberikan hak khiyarnya dan melakukan
transaksi atas dasar pemberian hak khiyar tersebut.
5. Jual beli juga dapat terjadi (sah) meskipun penjual dan pembeli berpisah
asalkan kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tidak mengurungkan jual
beli. Khiyar di anggap telah terjadi.

Para ulama saling berbeda pendapat tentang penetapan hak pilih di tempat.
Jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in serta imam menetapkan hak
pilih di tempat. Dia antara mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ibnu Abas, Abu
Hurairah, Abu Barzah, thawus, Sa’id bin Al-Musayyab, Atha’, Al-Hasan Al
Bashry, Asy-Sya’by, Az-Zuhry, Al-Auza’y, Al-Laits, sufyan bin Uyainah, Asy-
Syafi’y, Ahmad bin hambal, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Bukhary dan para muhaqqiq
lainnya. Dalil mereka adalah hadist-hadist shahih dan jelas maknanya.
Menurut Ibnu Abdil-Barr, hadist Abdullah bin Umar merupakan hadist yang
paling kuat dari hadist-hadist ahad.

Sedangkan Abu Hanifah, Malik dan mayoritas rekan mereka berdua tidak
menetapkan hak pilih di tempat. Mereka beralasan dengan beberapa hujjah
yang bertentangan dengan pengalaman hadist-hadist ini, namun hujjah-
hujjah itu lemah, yang kemudian di sanggah jumhu. Di antara hujjah-hujjah
yang lemah itu sebagai berikut:

1. Hadist ini bertentangan dengan pengalaman penduduk Madinah, dan


amal mereka dapat di jadikan hujjah.

2. Yang dimaksudkan al-mutabayi’any dalam hadist di atas ialah dua orang


(penjual dan pembeli) yang saling tawar-menawar.

3. Yang dimaksudkan perpisahan itu ialah perpisahan perkataan antara


penjual dan pembeli ketika dilakukan serah terima.

D. Pendapat ulama terhadap ilmu hadits khiar

Ulama berpendapat tentang Khiyar, dimana disebutkan adanya

batasan-batasan lamanya Khiyar. Mengenai batasan lamanya khiyar ada

beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama, diantaranya adalah :

a. Menurut Abu Hanifah dan Sayfi’i, Batas khiyar itu paling lama adalah tiga

hari, Tidak boleh lebih dari itu.

b. Manurut Imam Malik, Lama tidaknya khiyar tergantung kebutuhan dan

tingkat nilai barang, barang-barang yang kurang berharga boleh tidak


sampai sehari, sedangkan barang yang sangat berharga bisa lebih dari tiga

hari.

c. Menurut Imam Ahamad, Abu Yusuf dan Muhammad, Panjang pendeknya

waktu khiyar tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli.

d. Menurut Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad habisnya waktu Khiyar

menunjukan kepastian jual beli jadi atau tidak

e. Menurut Imam Malik, habisnya waktu khiyar tidak secara

otomatis menunjukan kepastian jual beli. Dimana, yang bersangkutan tetap

mempunyai hak untuk “menawar”.

f. Menurut ulama mahdzab Syafi'iayah dan Hanabilah, Khiyar Majlis adalah


hak membatalkan akad selama kedua pengakad masih berada dalam satu
majlis alias belum berpisah. Prof Wahbah mengatakan sebuah akad tidak
akan bersifat mengikat (lazim) sebelum berakhirnya majlis. Akhir dari majlis
ditandai dengan berpisahnya kedua belah pengakad.

"Bentuk berpisah dari majlis ditentukan oleh kebiasaan yang berlaku di


dalam masyarakat dalam transaksi-transaksi yang mereka alakukan," kata
Prof Wahbah.

Para Ulama Mahdzab Syafi'iayah dan Hanabilah berpegang pada hadits


shohih riwayat al-Bukhari dan Imam Muslim. Disebutkan dalam hadits
tersebut, Rasulullah SAW bersabda:

"Kedua pihak dalam jual beli berada dalam khiyar selama keduanya belum
berpisah, atau salah satu berkata kepada pihak kedua, 'pilihlah'"

Disebutkan oleh Ibnu Rusyd al-Maliki dalam Subulus Salaam juz 3, hadits
tentang khiyar majlis di atas adalah yang paling kuat. "Dalam kitab al-
Muhallaa, Ibnu Hazm mengatakan bahwa hadits ini mutawir artinya
diriwayatkan oleh para perawi yang sangat banyak," tulis Prof Wahbah.

Hanya memang terjadi perbedaan pendapat tentang Khiyar Majlis. Ulama


kalangan mahdzab Hanafiyah dan Malikiyyah berpendapat sebuah akad
menjadi lazim atau mengikat setelah adanya ijab dan qabul meski majlis
belum dibubarkan. Menurut mereka Khiyar Majlis adalah tidak berlaku
setelah adanya ijab dan qabul.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN

1. Secara terminologis para ulama fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:


Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan
transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati
sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Sedangkan pengertian khiyar menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) pasal 20 (8) adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk
melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilakukannya.

2. Macam-macam al-Khiyar

a. Khiyar Majlis

b. Khiyar Syarat

c. Khiyar Aib

3. Hadits Tentang Al-Khiyar

َ َ‫ار َمال ْم يَتفَ َّرقَا َأوْ ق‬


‫ال‬ ِ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا صلى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْالبَيِّ َعا ِن ب‬
ِ َ‫الخي‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ِ ‫ع َْن َح ِكي ِْم ْب ِن ِح َز ٍام َرا‬
)‫ت بَ َر َكةُ بَي ِْع ِه َما (رواه البخاري‬ ْ َ‫ك لَهُ َما فِي بَ ْي ِع ِه َما وَِإ ْن َكتَ َما َو َك َذبَا ُم ِحق‬ ِ ‫ق َوبَيّنَا ب‬
َ ‫ُور‬ َ ‫َحتتّى يَتَفَ ّرقَا فَا ِ ْن‬
َ ‫ص َد‬

Artinya : “Dari Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasullullah Shalllalahu Alaihi
wa Sallam bersabda, ‘Dua orang yang jual beli mempunyai hak pilih selagi
belum saling berpisah’, atau beliau bersabda, ‘Hingga keduanya saling
berpisah, jika keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya
diberkahi dalam jual-beli itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan
dan berdusta, maka barakah jual-beli itu akan dihapuskan’. (HR.. Bukhori)

Adapun macam macam yang terdapat dalam hadits khiar iyalah.

a. Khiyar majlis artinya si pembeli dan si penjual boleh memilihantara


dua perkara tadi selama keduanya masih tetap berada di tempatjual beli.
Khiyar majlis diperbolehkan dalam segala macam jual beli.
b. Khiyar syarat ialah hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihakyang
berakad atau keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau
membatalkan akad jual beli, selama masih tenggang waktu yangditentukan.

Dalam tenggang waktu yang disyaratkan itu dapat dilakukan pembatalan


jual beli yang dengan sendirinya masing-masing pihak mengembalikan
barang dan uang yang pernah diterimanya.Apabila tenggang waktu itu
telah habis, maka dengan sendirinya hilanglah hak khiyar, dan akad tersebut
pun tidak dapat dibatalkan.

c. Khiyar ‘aib (cacat) artinya si pembeli boleh mengembalikan barang yang


dibelinya apabila pada barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi
kualitas barang itu, atau mengurangi harganya,sedangkan biasanya barang
yang seperti itu baik; atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.
Keterangannya adalah ijma (sepakat ulama mujtahid).

d. Khiyar ru’yah adalah hak khiyar bagi pembeli untuk menyatakan apakah
mau meneruskan akad jual beli atau membatalkannya terhadap barang yang
belum ia lihat ketika akad berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman. Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana. 2010.

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam. Syarah Bulughul Maram, Vol.


4.Jakarta: Pustaka Azzam. 2006.

Ahmad Mujahidin. Kewenangan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa


Ekonomi Syariah di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.

Faishal bin Abdul Aziz al Mubarak. Terjemah Nailul Authar. Surabaya: Bina
Ilmu. 1993.

Kathur Suhardi. Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim Edisi Indonesia.


Jakarta: Darul Falah. 2002.

Moh. Mursyidi. “Analisis Hadits Al-Khiyar Menurut Perspektif Fiqh Al-Syafi’I


dan Fiqh Al-Bhukari”. Tesis Doktor Falsafah. Universiti Malaya Kuala Lumpur.
2012.

Muhammad bin Islmail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subul As-Salam Syarah


Bulughul Maram. Jakarta: Darus Sunnah Press. 2009.

Muhammad bin Ismail al Ami. Subulu Salam Syarhu Bulughul Maram. Al-
Azhar: Darul Bayan al Arabi. 2006.

Nasrun Haroen. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.

Syekh Abdulloh bin Abdurrahman Al Bassam. Taudhihul Ahkam. Jakarta :


Pustaka Azzam. 2006.

Anda mungkin juga menyukai