Anda di halaman 1dari 10

“ Pinjam meminjam “

DOSEN PEMBIMBING :

Rahmah, M. Si

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

Adytia Ridwan (12040111323)

Dewinta Amelia (12040121306)

Fierza Amalya (12040124666)

PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KASIM RIAU

TA.2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang maha menentukan setiap detail
takdir sekaligus menetapkan segala hikmah disebaliknya. Semata-mata demi
kebaikan dan keadilan pada hamba-hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada manusia terbaik sepanjang sejarah manusia, sang khatamul
anbiya’, Muhammad Al-Musthafa, beserta keluarga, sahabat dan seluruh umat
yang senantiasa istiqamah menapaki risalahnya yang paripurna, hingga akhir
zaman. Alhamdulillah puji syukur kepada Allah yang selalu memberikan nikmat
kepada hambanya dengan penuh kasih saya Allah maha mengetahui segala
sesuatu baik yang ghaib maupun yang nyata, dan sesungguhnya kesempurnaan itu
hanya milik-Nya. Rasa syukut yang mendalam dari penulis kepada piak yang
terlibat juga kepada dosen pembimbing mata kuliah Fiqih Muamalah ibu Rahmah,
M. Si, dalam proses pembelajaran ini sungguh banyak sekali kekukrangan, salah
dan khilaf karnanya bimbingan, arahan dan kritik yang membangun penulis
harapkan agar dapat dievaluasi dan diperbaiki kemudian hari

Pekanbaru, 16 September 2021

Penulis

ii
Daftar isi

BAB I................................................................................................................................iv
PENDAHULUAN.........................................................................................................iv
Rumusan Masalah.....................................................................................................iv
Tujuan Penulisan.......................................................................................................iv
PEMBAHASAN...........................................................................................................iv
Dasar Hukum ‘Ariyah...............................................................................................iv
Syarat, Tempo Pembayaran......................................................................................vii
Barang Yang Diperbolehkan Dalam Transaksi Pinjam Meminjam..........................viii
BAB II...............................................................................................................................ix
Daftar Pustaka....................................................................................................................x

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Maraknya pertikaian yang terjadi di masyarakat salah satu penyebabnya


adalah tentang pinjam-meminjam. Tidak heran jika sampai dibawa ke persidangan
hanya berlatar belakang hal-hal yang sepele. Tapi, hal tersebut terjadi bisa
dikarenakan faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terjadi karena ketidak
fahaman kita akan hak-hak dan kewajiban kita terhadap barang-barang yang di
pinjamkan. Penulisan makalah ini sebagai tugas kelompok mata kuliah Fiqih
Muamalah

Rumusan Masalah
A. landasan hukum
B. syarat tempo pembayaran
C. barang yang diperbolehkan dalam transaksi pinjam meminjam
D. dan kaidah setiap pinjaman yang mendatangkan keuntungan adalah
riba.

Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui dasar hukum ‘Ariyah
b. Untuk mengetahui hukum ‘Ariyah
c. Untuk mengetahui rukun dan syarat ‘Ariyah
d. Untuk mengetahui macam – macam ‘Ariyah
e. Untuk mengetahui status barang tanggungan
f. Untuk mengetahui berakhirnya akad ‘Ariyah
g. Tugas mata kuliah Fiqih Muamalah tentang PINJAM-MEMINJAM

PEMBAHASAN

Dasar Hukum ‘Ariyah


a. Berdasarkan Al-Quran
ۤ ‫هّٰللا‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تُ ِحلُّوْ ا َش َع ۤا ِٕى َر ِ َواَل ال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َواَل ْالهَ ْد‬
َ‫وْ ن‬JJ‫ َرا َم يَ ْبتَ ُغ‬J‫ي َواَل ْالقَاَل ۤ ِٕى َد َوٓاَل ٰا ِّم ْينَ ْالبَيْتَ ْال َح‬
‫ َر ِام اَ ْن‬J‫ ِج ِد ْال َح‬J‫ ُّدوْ ُك ْم ع َِن ْال َم ْس‬J‫ص‬ َ ‫وْ ٍم اَ ْن‬Jَ‫ن َٰانُ ق‬J‫فَضْ اًل ِّم ْن َّربِّ ِه ْم َو ِرضْ َوانًا ۗ َواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم فَاصْ طَا ُدوْ ا ۗ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َش‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫تَ ْعتَ ُد ۘوْ ا َوتَ َعا َونُوْ ا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َۖواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar


kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban
yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi

iv
Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila
kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai
kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan 1. Bertakwalah kepada
Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya. QS. Al-Ma'idah Ayat 2

Diakhir ayat menjelaskan bahwa tolong menolong boleh bahkan


diperintahkan Allah tetapi tidak dalam hal yang menjadikan-Nya murka terhadap
perbuatanmu.

b. Hadits

Dalam hadits Riwayat Bukhari dan Muslim,

‫لَّ َم‬J ‫ ِه َو َس‬J‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬J ‫ص‬ ْ َ‫ع بِ ْال َم ِدينَ ِة ف‬
َ ‫تَ َعا َر النَّبِ ُّي‬J ‫اس‬ ٌ ‫ْت َأنَسًا يَقُو ُل َكانَ فَ َز‬ ُ ‫َح َّدثَنَا آ َد ُم َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ ع َْن قَتَا َدةَ قَا َل َس ِمع‬
‫ال َما َرَأ ْينَا ِم ْن َش ْي ٍء َوِإ ْن َو َج ْدنَاهُ لَبَحْ رًا‬ َ َ‫ب فَلَ َّما َر َج َع ق‬ َ ‫فَ َرسًا ِم ْن َأبِي طَ ْل َحةَ يُقَا ُل لَهُ ْال َم ْن ُدوبُ فَ َر ِك‬

“Dari Qatadah berkata, aku mendengar Anas berkata: Di Madinah terjadi


kegaduhan, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminjam kuda milik Abu
Thalhah yang bernama Al Mandub, lalu Beliau pacu kudanya menuju suara itu.
Kemudian beliau kembali dan berkata: Kami tidak melihat sesuatupun, dan
sungguh aku dapatkan kuda ini sedemikian cepat larinya, bagaikan ombak
menggulung lautan.

Dalam hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad yang jayyid dari Shafwan bin
Umayah “ ‫ ِد‬Jْ‫ك ع َْن َعب‬ ٌ ‫ ِري‬J‫ َّدثَنَا َش‬J‫ارُونَ َح‬Jَ‫ ُد بْنُ ه‬J‫ َّدثَنَا يَ ِزي‬J‫ااَل َح‬Jَ‫ب ق‬ ٍ ‫بِي‬J‫لَ َمةُ بْنُ َش‬J‫نُ بْنُ ُم َح َّم ٍد َو َس‬J‫َح َّدثَنَا ْال َح َس‬
َ ِ ‫ص ْف َوانَ ْب ِن ُأ َميَّةَ ع َْن َأبِي ِه َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫ا‬JJ‫هُ َأ ْد َرا ًع‬J ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ا ْستَ َعا َر ِم ْن‬ َ ‫يز ب ِْن ُرفَي ٍْع ع َْن ُأ َميَّةَ ْب ِن‬
ِ ‫ْال َع ِز‬
‫ دَا َد َوفِي ِر َوايَتِ ِه‬J‫ق َمضْ ُمونَةٌ قَا َل َأبُو دَا ُود َوهَ ِذ ِه ِر َوايَةُ يَ ِزي َد بِبَ ْغ‬ ٌ ‫يَوْ َم ُحنَ ْي ٍن فَقَا َل َأغَصْ بٌ يَا ُم َح َّم ُد فَقَا َل اَل بَلْ َع َم‬
‫بِ َوا ِس ٍط تَ َغيُّ ٌر َعلَى َغي ِْر هَ َذا‬

Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah meminjam


beberapa baju besi saat perang Hunain, lalu ia berkata, "Apakah ini suatu
perampasan wahai Muhammad!" Beliau menjawab: "Tidak, melainkan pinjaman
yang akan dijamin." Abu Daud berkata, "Ini adalah riwayat Yazid di Baghdad,
ketika berada di Wasith pada periwayatannya terjadi perubahan dan tidak seperti
itu. 2

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah


Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang muslim memberi
1
QS. Al-Ma'idah Ayat 2
2
Hadits Abu Daud Nomor 3092

v
pinjaman kepada orang lain dua kali, kecuali seperti sedekahnya yang pertama.
3
“Dari Anas bin Malik ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Pada malam aku diisrakan aku melihat di atas pintu surga tertulis
'Sedekah akan dikalikan menjadi sepuluh kali lipat, dan memberi pinjaman
dengan delapan belas kali lipat'. Maka aku pun bertanya: "Wahai Jibril, apa
sebabnya memberi hutang lebih utama ketimbang sedekah?" Jibril menjawab:
"Karena saat seorang peminta meminta, (terkadang) ia masih memiliki (harta),
sementara orang yang meminta pinjaman, ia tidak meminta pinjaman kecuali
karena ada butuh.4

c. Hukum ‘Ariyah

Mengenai hukum pelaksanaan ‘ariyah (pinjam meminjam) di dalam syariat


Islam Jumhur ulama mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah,
mereka berpendapat bahwa hukum asal dari ‘ariyah (peminjaman) adalah sunnah
(nadb). Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt yang berbunyi ‫َوتَ َعا َونُوا َعلَى ْالبِ ِّر‬
‫ َوى‬JJ‫“ َوالتَّ ْق‬Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa.” (Al Maa’idah: 2) Hukum meminjamkan barang juga bisa menjadi wajib,
jika peminjam dalam keadaan darurat sedangkan pemilik barang tidak
mendapatkan kemudaratan jika meminjamkannya jadi diharuskan kepada pemilik
barang untuk meminjamkan barangnya. 5 Contohnya, pada saat cuaca dingin ada
orang yang telanjang, atau hanya memakai pakaian seadanya sehingga merasakan
kedinginan. Maka, jika ada orang yang bisa meminjamkan baju untuknya
hukumnya menjadi wajib karena orang tersebut bisa saja meninggal atau terkena
penyakit seandainya tidak dipinjami baju. Mazhab Hanafiyyah dan Syafi’iyyah
berpendapat bahwa pinjam-meminjam hukumnya bisa menjadi makruh, jika
berdampak pada hal yang makruh. Seperti meminjamkan hamba sahaya untuk
bekerja kepada orang kafir6. Terkadang pula hukumnya bisa menjadi haram,
seperti meminjamkan alat berburu kepada orang yang sedang memakai pakaian
ihram dan ibadah haji atau umeminjamkan pisau untuk membunuh. Jadi ‘ariyah
hukumnya dapat berubah sesuai keadaan. 7

Syarat, Tempo Pembayaran


Syarat ‘Ariyah

Ulama fiqih mensyaratkan dalam akad ‘ariyah sebagai berikut :


3
HR Ibnu Majah No.2421, Ibnu Hibban dan Baihaqi
4
HR Ibnu Majah No.2422 dan Baihaqi
5
Muhammad Abdul Wahab, Fiqh Peminjaman,(Jakarta: Rumah Fiqh Publishing, 2018), hlm. 7-8
6
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), Cet. 42, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2009), hlm. 323
7
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), Cet. 42, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2009), hlm. 323

vi
1) Syarat yang berhubungan dengan mu’ir (yang meminjamkan) di antaranya
adalah sebagai berikut :

Berakal dan mumayyiz. Baligh tidak menjadi syarat sah. Oleh karena itu,
hukumnya sah anak kecil melaksanakan ‘ariyah asalkan ada izin dari orang
tuanya. Pendapat ini dikemukakan oleh Hanafiyah. Sedangkan menurut Mazhab
Syafi’i selain keduanya (berakal dan mumayyiz) juga ditambah dengan baligh.
Sehingga ‘ariyah tidak sah apabila dilakukan oleh orang gila atau anak kecil yang
belum mumayyiz. Orang tersebut tidak dimahjur (di bawah
perlindungan/pengawasan). Maka tidak sah ‘ariyah yang dilaksanakan di bawah
perlindungan, seperti pemboros dan pailit. Orang yang meminjamkan merupakan
pemilik manfaat barang yang akan dipinjamkan. Maka sah meminjamkan barang
sewaan dan barang wasiat karena mereka memiliki hak atas kepemilikan manfaat
barang tersebut.8

2) Syarat yang berhubungan dengan Musta’ir (peminjam) diantaranya sebagai


berikut: Orang yang meminjam harus jelas. Maka tidak boleh apabila peminjam
tersebut samar samar. Peminjam harus orang yang mengerti dan cakap dalam
mempergunakan barang yang dipinjam. Maka tidak boleh meminjamkan barang
seperti mobil kepada anak kecil atau orang gila karena ketidak cakapan mereka
dalam mempergunakan barang tersebut.9

3) Syarat yang berhubungan dengan mu’ar (barang yang dipinjam)

diantaranya sebagai berikut:

 Dapat dimanfaatkan tanpa harus merusak bentuk fisiknya (zatnya). Oleh


karena itu meminjamkan makanan hukumnya tidak sah. Karena makanan
tidak bisa dimanfaatkan tanpa merusak zatnya. Pendapat ini dikemukakan
oleh Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah.
 Mempunyai manfaat dan diperbolehkan oleh syara’ untuk
memanfaatkannya. Pendapat ini dikemukakan oleh Malikiyah dan
Syafi’iyah. Malikiyah menambahkan sekalipun tidak diperbolehkan
memperjualbelikannya, seperti anjing untuk berburu dan kulit binatang
sembelihan.

4) Syarat yang berhubungan dengan Shighat (ungkapan ijab Kabul/serah-terima).

8
Abdul Rahman Ghazaly., dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2010), hlm.
9
Abdurrohman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Mazahibi Al-Arba’ah, Juz 2,(Kairo: Dar Al-Hadis,
2004), hlm. 206

vii
Setiap ungkapan yang menunjukan keridhaan pemilik dan kebolehan
memanfaatkan barang tanpa adanya pengganti, baik dengan ucapan, perbuatan,
isyarat, atau saling memberi. Pendapat ini dikemukakan oleh Hanafiyah,
Malikiyah, dan Hanabilah. Sedangkan menurut Syafi’iyah harus mutlak berbentuk
ucapan, tidak boleh yang selainnya. 10Adapun tulisan yang disertai niat dan
isyaratnya orang yang tidak bisa berbicara hukumnya sah.

Berakhirnya Akad ‘Ariyah

Para ulama menjelaskan bahwa peminjaman dapat berakhir disebabkan oleh


beberapa hal sebagai berikut:

a. Berakhirnya waktu yang sudah disepakati khusus dalam akad peminjaman yang
dibatasi oleh waktu (muqayyad).

b. Pihak yang meminjamkan barang tersebut (mu’ir) menarik atau mengambil


barang yang dipinjamkannya dari pihak yang dipinjamkan (musta’ir) dalam
keadaan yang memang diperbolehkan oleh hukum Islam untuk mengambilnya
sehingga tidak merugikan peminjam.

c. Hilang akalnya salah satu pihak baik orang yang meminjamkan maupun yang
dipinjamkan.

d. Terhalang untuk melakukan akad dikarenakan bodoh atau pailit.

e. Rusak atau hilangnya barang yang dipinjamkan dengan adanya keharusan untuk
memperbaiki barang apabila rusak dan mengganti barang apabila hilang.11

Barang Yang Diperbolehkan Dalam Transaksi Pinjam Meminjam


Mazhab Syafi’iyah dan Mazhab Malikiyah berpendapat pinjaman adalah
tanggungan (dhaman) untuk benda-benda yang dapat disembunyikan, seperti
pakaian, perhiasan apabila benda tersebut rusak dan tidak ada saksi. Menurut
ulama Malikiyah, apabila peminjam memakai barang pinjaman yang mungkin
dapat dikurangi nilai barangnya, seperti pakaian, peminjam menanggung kerugian
dan mengganti kerusakan barang tersebut. 12Menurut ulama malikiyah, untuk
barang yang tidak bisa disembunyikan seperti rumah, hewan apabila rusak atau
hilang pada saat dimanfaatkan, peminjam tidak dikenakan ganti rugi. Apabila
barang pinjaman hilang atau hancur, peminjam dapat membuktikan bahwa
kerusakan atau hilangnya barang tersebut di luar kemampuannya, maka peminjam
tidak harus mengganti kerusakan atau hilangnya barang tersebut.Mazhab

10
26 Enang Hidayat, Op. Cit., hlm. 58-59
11
Enang Hidayat, Op. Cit., hlm. 63.
12
Beirut: Darul Kitab Al-Ilmiah, 2003)

viii
Syafi’iyah mengemukakan bahwa pada prinsipnya tidak ada tanggung jawab bagi
peminjam untuk menganti rugi apabila barang tersebut digunakan sesuai izin dan
ketentuan yang diatur dari pemilik barang. Namun, apabila peminjam
menggunakan barang tersebut di luar izin dan ketentuan yang diatur dari pemiliki
barang. Maka peminjam harus mengganti kehilangan ataupun kerusakan pada
barang pinjaman.

Kesimpulannya akad ‘ariyah dapat berubah dari amanah menjadi


dhamanah apabila :

Barang yang dipinjam ditelantarkan oleh peminjam. Artinya barang


tersebut diletakan di sebuah tempat yang dapat dengan mudahnya diambil
oleh pencuri.
Barang pinjaman yang dalam waktu peminjaman/pemanfaatnya tidak
mendapatkan pemeliharaan/perawatan sehingga barang tersebut menjadi
rusak dan lapuk.
Peminjam menggunakan barang yang dipinjam tidak sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati atau tidak sesuai dengan adat kebiasaan.
Peminjam menyalahi cara pemeliharaan barang sehingga barang tersebut
menjadi mudah rusak karena salah dalam pemeliharaannya.

BAB II
Kesimpulan

Ariyah adalah Peminjaman yang mana membolehkan kepada orang lain


mengambil manfaat sesuatu yang halal secara cuma-cuma atau dengan tujuan
menolong dengan tidak merusak zat barang tersebut, dan dikembalikan setelah
dipergunakan manfaatnya dalam keadaan tetap tidak rusak zatnya.

Dasar Hukum ‘Ariyah adalah Al – Qur’an dan As – Sunnah.Mengenai hukum


pelaksanaan ‘ariyah (pinjam meminjam) Jumhur ulama berpendapat bahwa
hukum asal dari ‘ariyah (peminjaman) adalah sunnah (nadb). Hukum
meminjamkan barang juga bisa menjadi wajib, jika peminjam dalam keadaan
darurat. Menurut Mazhab Hanafiyyah dan Syafi’iyyah pinjam-meminjam
hukumnya bisa menjadi makruh juga, dan terkadang pula hukumnya bisa menjadi
haram. Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa rukun ‘ariyah ada
empat, yaitu :

a. Mu’ir (yang meminjamkan) b. Musta’ir (peminjam) c. Mu’ar (barang yang


dipinjam) d. Shighat (ungkapan ijab Kabul/serah-terima)

Ulama fiqih mensyaratkan dalam akad ‘ariyah sebagai berikut :

ix
a. Syarat yang berhubungan dengan mu’ir (yang meminjamkan) : Berakal dan
mumayyiz. Orang tersebut tidak dimahjur (di bawah perlindungan/pengawasan).
Orang yang meminjamkan merupakan pemilik manfaat barang yang akan
dipinjamkan.

b. Syarat yang berhubungan dengan Musta’ir (peminjam) : Orang yang


meminjam harus jelas. Peminjam harus orang yang mengerti dan cakap dalam
mempergunakan barang yang dipinjam.Pinjaman (‘Ariyah)

c. Syarat yang berhubungan dengan mu’ar (barang yang dipinjam) :Dapat


dimanfaatkan tanpa harus merusak bentuk fisiknya (zatnya). Mempunyai manfaat
dan diperbolehkan oleh syara’ untuk memanfaatkannya. Syarat yang berhubungan
dengan Shighat (ungkapan ijab Kabul/serah-terima).‘Ariyah terbagi menjadi dua
yaitu Al-Ariyah Mutlak dan AlAriyah Muqayyad (pinjaman Terbatas).Status
barang pinjaman memiliki perbedaan pendapat dikalangan ulama. Karena ada
yang mengatakan bahwa barang pinjaman tersebut merupakan tanggungan
(dhaman) atau hanya bersifat amanah bagi peminjam.

Daftar Pustaka

SIDIK, M. F. (2010). PINJAMAN (‘ARIYAH). Ghazaly, Abdul Rahman dkk. 2010.

Hadits Abu Daud Nomor 3092 HR Ibnu Majah No.2421, Ibnu Hibban dan Baihaqi HR
Ibnu Majah No.2422 dan Baihaqi

Muhammad Abdul Wahab, Fiqh Peminjaman,(Jakarta: Rumah Fiqh Publishing, 2018),


hlm. 7-8

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap), Cet. 42, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2009), hlm. 323

Anda mungkin juga menyukai