Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TUGAS UTS

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


MATA KULIAH : FILSAFAT EKONOMI ISLAM
Pengajar : Dr. Arip Rahman LC, DESA

JUDUL : AKAD WAKALAH

Disusun Oleh :
Muhammad Arfani ( 2110405033 )

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM TAZKIA
BOGOR
2021
DAFTAR ISI MAKALAH
1.1 Pengertian Akad......................................................................................
1.2 Pegertian Akad Wakalah………………………………………………
1.3 Dasar Hukum Disyariatkan Akad Wakalah....……………………….
1.4. Rukun & Syarat Akad Wakalah………………………………………..
1.4.1 Syarat Muwakil…………………………………………………………
1.4.2 Syarat Mutawakil………………………………………………………
1.4.3 Syarat Muwakil Fiih……………………………………………………
1.4.4 Table Perbandingan pendapat ulama dalam Bidayatul Mujtahid
1.4.5 Gambar Skema Dasar Akad Wakalah
1.4.6. Tabel Ringkasan Hukum Wakalah Dari Kitab Bidayatul Mujtahid
1.5.1 Wakalah Bil Ujroh……………………………………………………..
1.6 Contoh Aplikasi Praktek Akad Wakalah Bil Ujroh ............................
AKAD WAKALAH
1.1. Pengertian Akad
Akad berasal dari bahasa Arab yaitu al-‘aqd, bentuk jama’-nya Al-Uqud.
Secara etimologi mempunyai banyak pengertian di antaranya, mengikat,
menghimpun, menyepakati, menguatkan dan mengumpulkan di antara
dua sesuatu (alKhafif, t.th 169). Wahbah az-Zuhaili (2000: 420)
mendefinisikan akad dengan makna ikatan atau pengencangan dan
penguatan antara beberapa pihak dalam hal tertentu, baik ikatan itu
bersifat konkrit maupun abstrak, baik dari satu sisi maupun dari dua sisi.
Secara terminology, akad adalah perikatan di antara dua perikatan atau
sesuatu perkataan dari seseorang yang berpengaruh kepada kedua belah
pihak.
Pengertian secara terminologi di atas maksudnya adalah mengikat
antara kehendak dengan merealisasikan apa yang telah dikomitmenkan.
Selanjutnya akad didefinisikan sebagai berikut: “Perikatan antara ijab
(suatu pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (suatu pernyataan
menerima ikatan) dalam bentuk yang disyariatkan dan berpengaruh
pada objek perikatan” (Harun, 2010: 97).
Pendapat Ibnu rusyd Suatu akad tidak akan sah kecuali dengan lafazh-lafazh
jual beli yang bentuknya telah berlalu, seperti si penjual mengatakan, "Telah kujual
kepadamu" dan pembeli mengatakan, "Telah kubeli darimu". (Ibnu Rusyd ;
Bidayatu Mujtahid, Bab Akad Hal 338)
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan
syarat akad. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad itu hanya
satu, yaitu shighat al-‘aqd (ijab dan qabul), adapun pihak-pihak yang
melakukan akad dan objek akad merupakan syarat-syarat akad, karena
mereka berpendapat bahwa yang dikatakan rukun itu adalah suatu yang
esensi yang berada dalam akad itu sendiri (Harun, 2010: 99). Sedangkan
jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad itu ada tiga, yaitu:

1. Orang yang melaksankan akad yaitu aqid, akad dapat terdiri dari beberapa
orang dan salah satu orang dari masing masing pihak.
2. Benda yang dijadiakan objek akad baik barang ataupun jasa disebut
Ma’qud alaih.
3. Shigat al a’qad, yaitu pernyataan serah terima dari yang berakad (ijab dan
qabul) Ijab yaitu menyatakan penjelasan yang memberikan gambaran akan
kehendaknya melalui aqad sedangkan Qabul pernyataan penerimaan yang
keluar setelah adanya ijab.

Aqid adalah pihak pihak yang melakukan transaksi, atau orang


yang memiliki hak dan yang akan diberi hak, seperti dalam hal jual
beli mereka adalah penjual dan pembeli. Adapun syaratnya, para
ulama fiqh memberikan persyaratan atau kriteria yang harus dipenuhi
oleh aqid antara lain:

a.Ahliyah.
Keduanya memiliki kecakapan dan kepatutan untuk melakukan transaksi.
ahliyah ini berarti baligh atau mumayyiz dan berakal. Berakal disini adalah
tidak gila sehingga mampu memahami ucapan orang-orang normal.
Sedangkan mumayyiz disini artinya mampu membedakan antara baik dan
buru; antara yang berbahaya dan tidak berbahaya; dan antara merugikan
dan menguntungkan.

b.Wilayah
Wilayah bisa diartikan sebagai hak dan kewenangan seseorang yang
mendapatkan legalitas syar‘i untuk melakukan transaksi atas
suatu objek tertentu. Artinya orang tersebut memang merupakan
pemilik asli, wali atau wakil atas suatu objek transaksi, sehingga
ia memiliki hak dan otoritas untuk mentransaksikannya. Hal yang
terpenting, orang yang melakukan akad harus bebas dari tekanan
sehingga mampu mengekspresikan pilihannya secara bebas.

Ma‘qud ‘alaih atau objek transaksi, harus memenuhi beberapa


persyaratan sebagai berikut:
a. Objek transaksi harus ada ketika akad atau kontrak sedang
dilakukan.
b. Objek transaksi harus berupa mal mutaqawwim (harta yang
diperbolehkan syara‘ untuk ditransaksikan) dan dimiliki penuh
oleh pemiliknya.
c. Objek transaksi bisa diserahterimakan saat terjadinya akad, atau
dimungkinkan dikemudian hari.
d. Adanya kejelasan tentang objek transaksi.
e. Objek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang
najis.

Ijab qabul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan


atau kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak atau akad.
Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama
fiqh menuliskannya sebagai berikut :
a. Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
b. Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul
c. Adanya pertemuan antara ijab dan qabul (berurutan dan
menyambung).
d. Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak, tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan dari
keduanya.

1.2. Pengertian Akad Wakalah

Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti


menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah
pekerjaan wakil (Kasikho, 2000:693).1
Alwakalah menurut istilah para ulama didefinisikan sebagai berikut :
1. Golongan Malikiyah:
َ‫فَفِ ْي ِه‬
ُ ‫قَلهَُيتص َّر‬
ِ ‫يَح‬ ٌ ‫َأ ْنَيُنِيْبَ(يُ ِفيْم)َش ْخ‬
ْ ِ‫صَغيْرهَُف‬
“Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak
(kewajiban)"2

2. Golongan Hanafiyah:
ْ َِ‫الوكالةَهِيَأ ْنَي ِقيْمَش ْخصَغيْرهَُمقامَن ْف ِس ِهَف‬
َ‫يَتصرفَجائز‬

“Seseorang menempati diri orang lain dalam pengelolaan”.3


3. Golongan Syafi’iyah:

ْ ‫بلَالنيابةَ ِلي ْفعلهَُ ِف‬


َ‫يَحيا ِت ِه‬ ِ ‫صَامرهَإليَاخرَ ِفيْماَي ْق‬ ُ ‫ت ْف ِوي‬
ٍ ‫ْضَش ْخ‬

wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada


orang lain dalam hal-hal yang bisa diwakilkan pelaksanaannya, agar
dilaksanakan selagi ia masih hidup.4

4. Golongan Hambali:
َ‫َم ْن‬ ِ ‫صاَ ِمثْلهَُجائِ ُزَالتَّص ُّر‬
ِ ‫فَفِيْماَت ْد ُخلَُالنِياب ِة‬ ً ‫فَش ْخ‬ ِ ‫صَجائِ ُزَالتَّص ُّر‬
ٌ ‫ِا ْستِنابهَُش ْخ‬
َََ‫ََّللاَِتعالىَو ُحقُو ُقَاألد ِم ِييْن‬
َّ ‫ق‬ ِ ‫ُحقُ ْو‬
“permintaan ganti seseorang yang didalamnya terdapat penggantian
hak Allah dan hak manusia”5

5. Imam Taqyuddin Abu Bakr Ibn Muhammad alHusaini:

1
Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, hlm. 693
2
Abdurrahman al jaziri, Al fiqh ala al madzahib al arba’ah , daar el fikri, hlm. 121
3
Abdurrahman al jaziri, Al fiqh ala al madzahib al arba’ah , daar el fikri, hlm. 122
4
Ibid, daar el fikri, hlm 122
5
Ibid, daar el fikri, hlm 122
‫ض ُّم ِذ َّم ٍة ِإ َلى ذ ِِم ٍة‬
َ
“Mengumpulkan satu beban kepada beban lain”

Wakalah menurut Sayyid Sabiq adalah pelimpahan kekuasaan


oleh seseorang kepada orang lain dalam hal – hal yang boleh di
wakilkan.6

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud


wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu dimana perwakilan tersebut berlaku selama yang
mewakilkan masih hidup (Suhendi, 2010: 233). 7
1.3 Dasar Hukum Disyariatkan Akad Wakalah
Dasar Hukum dari Al Quran (1) Firman Allah QS. al-Kahfi [18]: 19:

"Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada
(di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari.’
Berkata (yang lain lagi): ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di
sini). Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan
janganlah sekali kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.’”

Dasar Hukum dari Al Quran (2) Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 55 tentang ucapan
Yusuf kepada raja

6
Sayyid sabiq, Fiqh al sunnah, juz 5 (Beirut : daar al-fikr, 1983) hlm. 235
7
Hendi suheni, Fiqh Muamalah (Jakarta : Grafindo persada, 2010) hlm. 231- 233
"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang
pandai menjaga lagi berpengalaman.”

Dasar Hukum dari Al Quran (3) Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:

“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah


tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
Dasar Hukum dari Hadist (1)

Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dari 'Urwah:

"Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syabib
bin Gharqcdah menceritakan kepada kami, ia berkata: salta mendengar penduduk
bercerita tentang 'Urwah, bahwa Nabis.a.w. memberikan uang satu dinar kepadanya
agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua
ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu dinar. Ia pulang membawa

satu dinar dan satu ekor kambing. Nabi saw. mendoakannya dengan keberkatan dalam
jual belinya. Seandainya 'Urwah membeli debu tanah pun, ia pasti beruntung. "

Dasar Hukum dari Hadist (2) . Hadis Nabi riwayat Muttafaq 'Alaih dari Ibn al-Sa'di al-
Maliki:

"Diriwayatkan dari Busr bin Sa'id bahwa lbn Sa'diy al-Maliki berkata: Umar
mempekerjakan saya untuk mengambil sedefuth (zakat). Setelah selesai dan sesudah
saya menyerahkctn zakat kepadanya, Umar memerintahktn agar saya diheri imbalan
(fee). Saya berknta: sayd bekerja hanya karena Allah. (Jmar menjawab: Ambillah apa
yang aku beri; saya perndh bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau
memberiku imbalan; saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan. Kemudian Rasul
bersabda kepada saya: Apabila knmu diberi sesuatu tanpa kamu minta, makanlah
(terimalah) dan bersedekahlah. " (Muttafaq 'alath. Al-Syaukani, Nail al-Authar, fKairo:
Dar al Hadits, 20001, j. 4, h. 527).
Dasar Hukum dari Hadist (3)

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk menagih hutang kepada beliau
dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk “menanganinya”. Beliau
bersabda, ‘Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara;’ lalu sabdanya,
‘Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang
dihutang itu)’. Mereka menjawab, ‘Kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.’
Rasulullah kemudian bersabda: ‘Berikanlah kepada-nya. Sesungguhnya orang yang
paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar.” (HR.
Bukhari dari Abu Hurairah)

1.4. Rukun & Syarat Akad Wakalah


1.4.1 Dalam Bidayatul Mujtahid Rukun-rukunnya yaitu pembahasan mengenai sesuatu
yang padanya terdapat perwakilan, serta mengenai pemberi kuasa dan orang yang
mewakili (wakil) yaitu meliputi 3 hal sbb:

1. Rukun pertama: Pemberi kuasa

2. Rukun kedua: Wakil

2.1 Syarat seorang wakil adalah: Bukan orang yang terlarang secara syari'at dari
menggunakan sesuatu yang diwakilkan kepadanya

3..Rukun ketiga: Objek akad (mandat untuk melaksanakan tugas) Syarat objek wakalah:
Hendaknya menerima suatu perwakilan,

1.4.2 Rukun Wakalah menurut adalah Ijab Kabul. Dalam ijab Kabul tidak disyaratkan
kalimat tertentu. Tetapi sah dilakukan dengan ucapan dan perbuatan yang menunjukan
perwakilan ( fiqh sunnah sayydi sabiq hal 298 )

1.4.3 Dalam Fatwa DSN NO: 10/DSN-MUI/IV/2000

Rukun dan Syarat Wakalah:

1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)

a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.


b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam
hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah,
menerima sedekah dan sebagainya.

2. Syarat-syarat wakil (yang mewakili)

a. Cakap hukum,

b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya,

c. Wakil adalah orang yang diberi amanat.

3. Hal-hal yang diwakilkan

a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,

b. Tidak bertentangan dengan syari’ah Islam,

c. Dapat diwakilkan menurut syari’ah Islam


i
Dalam Fatwa DSN NO: 10/DSN-MUI/IV/2000
1.4.4 Table Perbandingan pendapat ulama dalam Bidayatul Mujtahid

1.4.5 Gambar Skema Dasar Akad Wakalah

Table Tinjauan Pendapat Ulama dalam Kitab Bidayatul Mujtahid


Ibnu Rusyd dan Fatwa DSN dengan sumber https://dsnmui.or.id/kategori/fatwa
NO Akad Yang Bisa Diwakilkan Kategori Malik Syafii Hanafi DSN_MUI Keterangan Tambahan
1. Jual beli/Ijarah/Wakalah Bil Ujroh Boleh Boleh Boleh Boleh 113/DSN-MUI/IX/2017
2. Pengalihan Hutang/Al-Hawalah Boleh Boleh Boleh Boleh 12/DSN-MUI/IV/2000
3. Jaminan Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
4. Pembatalan/Fash Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
5. Syirkah/Kerjasama Ekonomi Boleh Boleh Boleh Boleh 114/DSN-MUI/IX/2017
6. Wakalah Boleh Boleh Boleh Boleh 10/DSN-MUI/IV/2000
7. Musharafah/Tukar menukar Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
8. Jualah/Imbalan Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
9. Musaqah/Pemeliharaan pohon Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
10 Talaq Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
11 Pernikahan Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
12 Khulu Sosial Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
13 Shuluh (Perdamaian) Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
14 Menjalani Hukuman Boleh* Boleh* Tidak Boleh Tidak ada fatwa * Terdapat perbedaan dan diperdebatkan ulama
15 Ibadah Fisik (Sholat) Tidak Boleh
16 Ibadah Harta ( Zakat/Infaq) Ubudiah Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa
17 Haji Boleh Boleh Boleh Tidak ada fatwa

1.5.1 Wakalah Bil Ujroh


Akad wakalah bi al-trjrah adalah akad wakalah yang disertai dengan imbalan berupa ujrah
(.fee).Ujrah adalah imbalan yang wajib dlbayar atas jasa yang dilakukan oleh wakil
Pendapat Ulama tentang Wakalah Bil Ujrah
1. Pendapat Ibn Qudamah:

"Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hql
itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais
untuk melaksanakan hukuman, kepada Llrwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu
Ra/i' untuk melakukan qabul niknh, (semuanya) tanpa memheriknn imbalan. Nabi pernah
juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau
memherikan imbalan kepada mereka." (ibn Qudamah, al Mughni, fKairo: Dar al-Hadis,
2004], juz 6, h. 468).
2. Pendapat Imam Syaukani ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa'id:
"Hadis Busr bin Sa'id tersebut menunjukkan pula bahv,a orang yang melakukan
sesuctu dengan niat tabarru' (semata-mata mencari pahala, dalcm hal ini menjadi
wakil) boleh menerima imbalan. "(A1-Syaukant, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-
Hadits, 20001, i.4,h.527).
3. Pendapat Wahbah Zuhaili

"(Jimat sepaknt bahwa u,akalah boleh dilakukan karena diperlukan. Wakalah s{th
dilakukan haik dengan imbalan maupun t anp a imb al an." (Wahbah al-Zuhaih,
ul- Mu' amal at al- Mal iyy ah al-Mu'ashirah, fDimasyq: Dar al-Fikr,2002f, h. 89)
4. Pendapat AAOIFI No.23, 41411

"Pada dasarnya, dalam akad vtakalah tidak ada batas waktu berakhirnya tugas
wakil, karena wakil dapat diberhentikan kcpan saja; akad wakalah boleh (juga)
dibatasi periode/waktunya apabila disepakati oleh kedua belah pihak, dan
wakalah akan berakhir secara otomatis dengan berakhirnya waktu tersebut. "

8
"(A1-Syaukant, Nail al-Authar, [Kairo: Dar al-Hadits, 20001, i.4,h.527).
1.6 Contoh Aplikasi Praktek Akad Wakalah Bil Ujroh
Contoh Akad Wakalah Bil Ujroh Pada Program Affilasi Penjual/Reseller
Produk Kosmetik Halal Merk “NAHLA”
Skema akad wakalah bil ujroh Produk Kosmetik Halal Merk “NAHLA”

PT. MARUI/Muwakil Akad Wakalah bil Ujroh Reseller/Wakil

Ujroh = 10%

Taukil/Produk Kosmetik

Akad Jual

Akad Jual/Beli

Konsumen

Table Rukun dan Kedudukan pelaku akad wakalah bil ujroh


Rukun Nama Kedudukan Dokumen Akad
Muwakil PT. MARUI Pihak 1 002/SKK/MARUI/II/2021
Wakil Reseller Arfani Pihak 2
Akad Sighat Penjual Wakil Penjual
Ujroh 10% /transaksi

Contoh Isi Akad


Wakalah Bil Ujroh Pada Program Affilasi Penjual/Reseller Produk Kosmetik
Halal Merk “NAHLA”
SURAT KONFIRMASI KERJASAMA
Pasal 1 Kesepakatan Kerja Sama 1.1 Pihak pertama dan Pihak kedua sepakat untuk
melakukan kerja sama dalam bulan Februari 2021.
Pasal 2 Hak dan Kewajiban
2.1 Pihak Kedua memiliki hak untuk :
1) Menerima arahan materi post untuk promosi “Nahla Hexa Cica Series” dan “Nahla Octa
Lipcream Series” dari Pihak Pertama.
2) Menerima Surat Konfirmasi Kerjasama.
3) Menerima tautan khusus untuk penjualan.
4) Menerima komisi sebesar 10% (sepuluh persen) dari setiap hasil penjualan produk yang
terekam oleh system.
5) Pembayaran komisi dilakukan setiap akhir bulan.
2.2 Pihak Kedua berkewajiban untuk :
1) Mengikuti mekanisme kampanye dan alur kerja sama sesuai dengan guideline.
2) Mempromosikanproduk Nahla sesuai dengan guideline yang telah disepakati di awal.
3) Mengirimkan SKK yang sudah dilengkapi foto KTP paling lambat H+2 setelah form SKK
diterima oleh Pihak Kedua
ii
SURAT KONFIRMASI KERJASAMA 002/SKK/MARUI/II/2021

DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Rusyd. 2011. Bidayatul Mujtahid Terjemah– . Jakarta : Pustaka Azzam


Sabiq Sayyid 2012, Fiqh Sunnah Terjemah – Jakarta : Pustaka Cakrawala
Fatwa DSN DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 10/DSN-MUI/IV/2000
Fatwa DSN DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 1l3lDSN-MUUV/2017
https://nahlacosmetics.id/[27 April 2021]

Anda mungkin juga menyukai