Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA (WAKALAH)

( Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah HukumPerjanjian Islam)

Dosen Pengampu :

Muhammad Zaenal Abidin, S.H.I., M.E

Disusun Oleh :
1. M. Fuguh Zahroni (220401061)
2. Nuslul Arum Ningtyas (220401064)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN ADAB

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI

2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan kasih saying, kesehatan, dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA
(WAKALAH)” penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas untuk mata
kuliah Hukum Perjanjian Islam.

Dalam Menyusun makalah ini kami telah berusaha untuk memberikan yang
terbaik dengan apa yang kami harapkan, walaupun dalam membuat makalah ini
kami mengalami kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Muhammad
Zaenal Abidin, S.H.I., M.E Selaku dosen pengampu pada mata kuliah Hukum
Perjanjian Islam. Dan juga kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan
dan dorongan kepada kami.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan atas keterbatasan ilmu yang kami punya. Maka dari itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Bojonegoro, 26 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR PUSTAKA

COVER ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2

A. Pengertian Wakalah ............................................................................. 2


B. Dasar Hukum Wakalah ........................................................................ 3
C. Rukun dan Syarat Wakalah .................................................................. 4
D. Macam-Macam Wakalah ..................................................................... 5
E. Berakhirnya Wakalah ........................................................................... 6
F. Mewakilkan dalam Jual Beli ................................................................ 7
G. Implementasi Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah ................ 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 10

Kesimpulan ......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad- akad dalam
muamalah. Di dalam makalah ini akan kita bahas mengenai akad wakalah (perwakilan),
yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur'an, Hadist, maupun dalam kitab-
kitab klasik yang telah dibuat oleh ulama terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukum
wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah
diaplikasikan dalam kehidupan kita.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena wakalah
dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan
oleh orang tersebut, tetap pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang
telah direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai
sikap tolong-menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada
kebaikan.
Terkadang, seseorang tidak mampu melakukan suatu pekerjaan, mungkin
karena tidak memiliki kompetensi, atau keterbatasan waktu dan tenaga untuk
menyelesaikannya. Biasanya, ia akan memberikan mandat atau perwakilan kepada
orang lain guna menyelesaikan pekerjaan dimaksud. Hal ini lazim di sebut dengan
wakalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar wakalah?
2. Bagaimana mewakilkan dalam jual beli?
3. Bagaimana implementasi akad wakalah dalam LKS?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui konsep dasar wakalah
2. Untuk Mengetahui mewakilkan dalam jual beli
3. Untuk Mengetahui implementasi akad wakalah dalam LKS

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
Islam mengenal adanya wakalah yang berfungsi memberikan kemudahan
kepada pihak-pihak yang akan melakukan suatu tugas yang dimana ia tidak bisa secara
langsung menjalankan tugas tersebut, yakni dengan jalan mewakilkan atau memberikan
kuasa kepada orang lain untuk bertindak atas nama yang memberikan tugas tersebut
atau pemberi kuasa. Karena itu, wakalah ini merupakan suatu persoalan yang penting,
apalagi pada masa sekarang. Sebagaimana seiring berjalannya waktu, cara-cara
transaksi terus mengalami perkembangan.
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan
atau mewakilkan urusan, sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. Al-wakalah juga
memiliki arti At-Tafwiḍ yang artinya penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat.1Sehingga Wakalah dapat diartikan sebagai penyerahan sesuatu oleh seseorang
yang mampu dikerjakan sendiri sebagian dari suatu tugas yang bisa diganti, kepada
orang lain, agar orang itu mengerjakannya semasa hidupnya.
Secara terminologi (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha: 2
1. Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini:
“menyerahkan suatu pekerjaaan yang dapat digantikan kepada orang lain
agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”.
2. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie
“akad penyerahan kekuasaan dimana pada akad itu seseorang menunjuk
orang lain sebagai gantinya untuk bertindak”.
3. Menurut Ulama Malikiyah
Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain
untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan
Itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika
dikaitkan dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.

1
Muhammad Syafi‟i Antonio, “Bank Syariah: dari Teori ke Praktik” (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 120-
121
2
Ahmed Rizal “Akad Wakalah dalam Jual Beli” Al-Hiwalah: (Sharia Economic Law) Volume 1 No. 1. (Januari
- Juni 2022),6

2
4. Menurut ulama Syafi’iyah
wakalah adalah Salah suatu ungkapan yang mengandung suatu
pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya orang lain
itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi kuasa.

B. Dasar Hukum Wakalah


1. Al- Qur’an

‫وا َربُّ ُك ْم أ َ ْعلَ ُم بِ َما‬ ۟ ُ‫ض يَ ْو ٍۢم ۚ قَال‬


َ ‫وا لَبِثْنَا يَ ْو ًما أ َ ْو بَ ْع‬۟ ُ‫وا بَ ْينَ ُه ْم ۚ قَا َل قَآئ ٌِۭل ِم ْن ُه ْم َك ْم لَبِثْت ُ ْم ۖ قَال‬ َ َ ‫َو َك َٰذَلِكَ بَعَثْ َٰنَ ُه ْم ِليَت‬
۟ ُ‫سا ٓ َءل‬
‫ف َو ََل يُ ْشع َِر َّن ِب ُك ْم‬ ْ ‫ط‬ َّ َ‫ط َعا ًٌۭما فَ ْليَأْتِ ُكم ِب ِر ْز ٍۢق ِم ْنهُ َو ْليَتَل‬ ُ ‫لَ ِبثْت ُ ْم فَٱ ْب َعث ُ ٓو ۟ا أ َ َحدَ ُكم ِب َو ِرقِ ُك ْم َٰ َه ِذ ِٓۦه ِإلَى ْٱل َمدِينَ ِة فَ ْليَن‬
َ ‫ظ ْر أَيُّ َها ٓ أ َ ْزك ََٰى‬
‫أ َ َحدًا‬
Artinya:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling
bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu
berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah
hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu
berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan
yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah
dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada
siapa pun.” (Q.S Al Kahfi:19)
2. Sunnah

Pada masa Rasulullah SAW juga pernah terjadi pemberian kuasa kepada
sahabatnya, antara lain3:

a. Pemberian kuasa untuk mengawini.

َ‫ار فَزَ ْو َجاهُ َم ْي ُمونَةَ ِب ْنت‬


ِ ‫ص‬َ ‫ث أَبَا َرافِع َو َر ُجال مِ نَ ْاْل َ ْن‬
َ َ‫سلَّ َم بَع‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو ُل هللا‬
َ ُ‫ص َل هللا‬ ُ ‫ان َر‬َّ
)‫ث (رواه ملك‬ ِ ‫ا ْل َح‬
ِ ‫ار‬

3
Abdul Ghofur Anshori, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (konsep, regulasi, dan implementasi)”,
Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 2018), hal 148

3
Artinya: "Bahwasannya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi' dan
seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits"
(HR. Malik)

b. Pemberian kuasa membayar utang dan memeliharanya.

Mengenai wakalah sebagai salah satu bentuk tolong-menolong yang


diridhai oleh Allah ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang artinya:

"Dan Allah (akan) menolong hambanya selama hamba-hambanya mau


menolong saudara-saudaranya"

3. Ijma
Di samping itu juga telah terdapat kesepakatan (ijma") darı kaum muslimin
untuk memperbolehkannya setiap muslim melakukan akad/perjanjian wakalah.
Akad wakalah termasuk jenis ta'awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan
taqwa, yang sangat dianjurkan dalam al-Quran dan sunah Rasulullah SAW.
C. Rukun dan Syarat Wakalah
Sama seperti jenis akad lain, pada akad wakalah ini agar sah dan mempunyai
akibat hukum maka harus memenuhi rukun dan syaratnya.

Rukun wakalah

a. Orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil)


b. Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)
c. Perkara/hal yang dikuasakan (Muwakkal fih)
d. Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul).4
Dalam wakalah, ijab kabul dapat dilakukan secara lisan, maupun secara
tertulis. Ijab kabul secara lisan ini hanya cocok untuk pemberian kuasa
untuk urusan yang sederhana Apabila urusan yang akan dikuasakan kepada
orang lain adalah urusan yang komplek, maka sebaiknya dibuat dalam
bentuk tertulis.
Jadi untuk itu perlu dibuat akta, baik akta otentik maupun akta bawah
tangan. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat

4
Andri Soemitra “Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqih Muamalah di Lembaga Keuangan Syariah
Kontemporer” (Jakarta: Prenadamedia Group (Divisi Kencana), 2019) hal.148-149

4
yang berwenang, sedangkan akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat
oleh para pihak secara mandiri. Perbedaan di antara keduanya terletak pada
kekuatan pembuktian. Pada akta otentik, mempunyai kekuatan pembuktian
yang sempurna, sedangkan pada akta di bawah tangan tidak memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna, melainkan tergantung pada penilaian
hakim.5
Syarat Wakalah
Ketentuan rukun dan syarat akad wakalah menurut Fatwa DSN MUI Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000.
Rukun dan syarat wakalah
1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)
a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni
dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk
menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya
2. Syarat-syarat wakil (yang mewakili) Syarat-syarat wakil adalah sebagai berikut:
a. Cakap hukum
Maksud dari cakap hukum disini adalah cakap bertindak hukum untuk
dirinya dan orang lain, memiliki pengetahuan yang memadai tentang
masalah yang diwakilkan kepadanya, serta amanah dan mampu
mengerjakan pekerjaan yang dimandatkan kepadanya.
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
c. Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Syarat Perkara yang diwakilkan/obyek
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili
b. Tidak bertentangan dengan syari’ah Islam,
c. Dapat diwakilkan menurut syari’ah Islam.
D. Macam Macam Wakalah
Pemberian kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum,
dewasa ini dilakukan di hampir semua kegiatan dengan skala yang semakin rumit.

5
Abdul Ghofur Anshori, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (konsep, regulasi, dan implementasi)”,
Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 2018), hal 149

5
Namun secara umum mengenai perjanjian pemberian kuasa ini dapat dibedakan
menjadi dua macam, yakni:
1. Kuasa Umum
Ini merupakan pemberian kuasa kepada orang lain yang dirumuskan dengan
kata-kata yang umum, meliputi segala kepentingan. Dalam kuasa umum ini
menurut Subekti, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan (beheer),
sehingga tidak pada hal-hal yang sifatnya mengalihkan atau membebani hak
(beschikking).
2. Kuasa Khusus
Kuasa khusus akan diberikan untuk hal-hal yang sifatnya khusus, sehingga
dalam surat kuasa itu harus dicantumkan kata-kata "kuasa khusus". Adapun
perbuatan yang harus didasarkan pada surat kuasa khusus antara lain adalah:
mengajukan perkara ke pengadilan, serta pemindahtanganan barang (menjual,
menghibahkan, mewakafkan).
E. Berakhirnya Wakalah
Pemberian kuasa tidak akan berlangsung selamanya, karena biasanya telah
ditentukan limit waktu atau term-term yang menjadi sebab berakhirnya perjanjian
pemberian kuasa ini. Dengan demikian pemberian kuasa akan berakhir dalam hal
terjadi keadaan/kondisi sebagai berikut6:
1. Salah satu pihak yang melakukan akad meninggal dunia atau menjadi gila.
Karena salah satu syarat orang yang melakukan akad wakalah adalah hidup dan
berakal. Apabila salah satu pihak meninggal atau gila, maka wakalah itu
menjadi tidak memenuhi syarat.
2. Berakhirnya pekerjaan tersebut.
Jika pekerjaan yang diwakilkan tidak memiliki batas akhir, maka wakalah
tersebut tidak bermakna apa-apa.
3. Pemutusan akad wakalah oleh muwakkil sekalipun tanpa pemberitahuan
terhadap wakil.
Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa wakil wajib mengetahui pemutusan
tersebut. Sebelum ia mengetahui hal itu, maka status tindakan muwakkil sama
seperti sebelum akadnya diputuskan secara hukum.
4. Wakil mengundurkan diri.

6
Abu Azam A Hadi, “Fikih Muamalah Kontemporer” (Depok: Rajawali Pers, 2017), hal. 147-148

6
Mayoritas ulama berpendapat, pengunduran diri itu tidak perlu diketahui oleh
muwakkil. Tetapi ulama mazhab Hanafi mensyaratkannya untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan.
5. Apabila perkara atau barang yang diwakilkan bukan lagi milik atau dalam kuasa
orang yang mewakilkan.
F. Mewakilkan dalam Jual Beli
Apabila seseorang mewakilkan penjualan suatu barang tanpa menentukan harga
dan cara pembayarannya, maka wakil harus menjualnya dengan harga pasaran yang
berlaku dan dengan cara pembayaran tunai. Apabila wakil itu tidak menjual barang
tidak dengan harga pasar atau dengan cara pembayaran angsur, akad jual beli seperti ini
tidak dibolehkan kecuali dengan kerelaan muwakkil, karena penjualan itu bertentangan
dengan kemashlahatan orang yang mewakilkan dan muwakkil adalah orang yang
berhak menentukan bagaimana barangnya harus dijual.
Oleh karenanya, seorang wakil terikat pada kebiasaan jual beli yang dilakukan
para pedagang dan harus berusaha mendatangkan mashlahat bagi orang yang
mewakilkannya. Namun, Imam Hanafi berpendapat bahwa wakil boleh menjual
sekehendaknya, baik tunai maupun angsur, harga umum atau tidak, mata uang setempat
atau mata uang asing. Dan ini merupakan wakalah yang bersifat mutlak.
Para Imam Mazhab berbeda pendapat tentang wakil yang membeli barang untuk
dirinya sendiri, yang mana ia diperintahkan untuk menjual barang tersebut oleh pemberi
perwakilan. Imam Hanafi dan Syafi’I berpendapat bahwa penjualan itu tidak sah. Imam
Maliki berpendapat bahwa tidak sah wakil membeli dari dirinya untuk dirinya sendiri
dengan menambah harga. Dalam hal ini Imam Hambali juga menyatakan tidak boleh
bagaimanapun keadaannya.
Dari pendapat Para Imam Mazhab di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak
dibenarkan/dibolehkan bagi wakil untuk membeli barang yang telah diamanah kan oleh
muwakkil untuk dijual tersebut untuk dirinya sendiri (wakil) meskipun dengan
memberi keuntungan kepada muwakkil dengan menambahkan harga.
Sedangkan wakalah dimana muwakkil memberi kuasa untuk membeli,
pembelian yang dilakukan oleh wakil terikat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh muwakkil.Si wakil wajib menaati ketentuan tersebut, baik yang berkenaan dengan
harga pembelian maupun jenis barangnya. Apabila si wakil menyalahi dan membeli
barang yang berbeda dengan apa yang diminta oleh muwakkil, atau ia membeli dengan
harga yang lebih mahal dari apa yang telah ditetapkan atau dari harga umum, maka
7
pembelian tersebut dianggap untuknya (wakil), bukan untuk orang yang mewakilkan
(muwakkil).7
G. Implementasi Akad Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Beberapa traksaksi yang menggunakan akad wakalah di Bank Syariah diantaranya8:
1. Jasa Transfer
Jasa transfer adalah jasa yang akan dilakukan oleh bank guna membantu
memindahkan dana milik nasabah ke Alamat yang dituju di bank yang sama
ataupun di bank lain. Dalam pelaksanaan ini timbul biaya-biaya, dimana biaya
ini dibebankan Kembali kepada nasabah yang memerintahkan transfer.
Proses transfer uang menggunakan konsep akad wakalah dimulai
dengan permintaan nasabah sebagai muwakkil kepada bank sebagai wakil untuk
melakukan perintah atau permintaan transfer sejumlah uang ke rekening orang
lain. Bank akan melakukan debet pada rekening nasabah (jika transfer dari
rekening nasabah ke rekening tujuan) dan terakhir, bank akan mengkreditkan
sejumlah dana ke rekening tujuan sesuai permintaan nasabah.
Pada perkembangan teknologi saat ini, proses transfer dapat dilakukan
oleh nasabah melalui mesin ATM maupun mobile banking atau internet. Dalam
hal ini bank berperan untuk membantu menyiapkan sarana dan meneruskan
perintah nasabah secara elektronik. Jasa transfer memudahkan Masyarakat
untuk melakukan pengiriman uang satu sama lain dengan cara cash less dan
cepat hanya dalam hitungan detik saja, karena transaksi berlangsung secara
online.
2. Jasa L/C (letter of credit)
Jasa letter of credit merupakan jasa bank meneruskan pesanan importir
kepada penyedia barang di negeri lain. Lette of credit memanfaatkan jasa bank
di negeri importir maupun di negeri eksportir. Letter of credit dengan akad
wakalah sekaligus juga memberi jaminan kepada importir bahwa barang yang
dipesannya akan dibayar apabila pengiriman sesuai dengan perjanjian jual
beli yang telah dilakukan antara importir dan eksportir Bank akan

7
Ahmed Rizal “Akad Wakalah dalam Jual Beli” Al-Hiwalah: (Sharia Economic Law) Volume 1 No. 1. (Januari
- Juni 2022), 12-13
8
Hilmiatus Sahla,dkk “ Implementasi akad wakalah di lembaga Keuangan Syariah” Jurnal Ekonomi Syariah
Pelita Bangsa Vol.08 No.02 (Oktober 2023)236-237

8
membebankan biaya atas jasa bantuan yang dilakukannya atas permintaan
importir. Transaksi L/C bermanfaat membantu memperlancar transaksi impo
dan ekspor Masyarakat, karena bank menjamin tertib pembayaran sesuai
kontrak jual beli.

3. Wakalah pada Murabahah


Dalam transaksi jual beli murabahah, bank bertindak sebagai penjual
dan nasabah sebagai pembeli. Akan tetapi sebagaimana banyak tidak
menyimpan stok barang, maka dalam keadaan tertentu bank justru meminta
bantuan nasabah (mewakilkan) untuk melakukan pembelian barang. Setelah
barang dibeli, kemudian dilakukan penandatanganan akad jual beli antara bank
dan nasabah. Dalam pembiayaan murabahah dengan menggunakan akad
wakalah, bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan pembelian
barang atas nama nasabah sendiri. Dengan demikian, dalam pembiayaan
murabahah berperan sebagai pemberi modal saja dan bukan sebagai penjual
atau pemilik barang. Menurut pandangan Nurhadi transaksi murabahah bil
wakalah diperbolehlan dengan cara melakukan akad wakalah terlebih dahulu,
kemudian diikuti dengan akad murabahah setelahnya.
Penerapan Akad Murabahah bil Wakalah Pada Bank Syariah
Lembaga keuangan syariah menjaga system tetap berjalan dengan
menerapkan system bagi hasil (profit and loss sharing) dan berbagi risiko (Risk
sharing) dengan nasabah yang memberikan penjelasan tentang perhitungan
keuangan yang dilakukan atas transaksi, sehingga mengurangi kegiatan
spekulasi dan tidak produktif.
4. Wakalah pada Kartu Kredit Syariah
Kartu kredit syariah adalah kartu yang disediakan oleh bank untuk
digunakan oleh nasabah untuk berbelanja. Melalui kartu kredit bank melakukan
pembayaran kepada merchant (toko), lalu kemudian nasabah membayar kepada
bank, Dalam hal ini bentuk wakalah adalah bank mewakili nasabah melakukan
pembayaran kepada toko. Dalam melakukan pembayaran, bank mendahulukan
uang milik bank, yang selanjutnya dibayar oleh nasabah.

9
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan dapatlah disimpulkan, wakalah adalah sebuah
transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam
mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup. Didalam Al-Qur’an pun
dijelaskan tentang landasan hukum wakalah pada Surat Al-Kahfi Ayat 19, yang
menceritakan alah satu dasar dibolehkannya wakalah adalah firman Allah SWT yang
berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi.Dalam fatwa DSN MUI Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000. Telah dijelaskan secara rinci tentang wakalah termasuk dengan syarat
dan rukunnya. Wakalah terbagi menjadi dua yaitu wakalah umum dan wakalah khusus.
Apabila seseorang mewakilkan penjualan suatu barang tanpa menentukan harga
dan cara pembayarannya, maka wakil harus menjualnya dengan harga pasaran yang
berlaku dan dengan cara pembayaran tunai. Apabila wakil itu tidak menjual barang
tidak dengan harga pasar atau dengan cara pembayaran angsur, maka jual beli seperti
ini tidak dibolehkan kecuali dengan kerelaan muwakkil, karena penjualan itu
bertentangan dengan kemashlahatan orang yang mewakilkan dan muwakkil adalah
orang yang berhak menentukan bagaimana barangnya harus dijual.
Dalam aplikasinya pada perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan untuk
penerbitan Letter of Credit (L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri
di luar negeri (L/C ekpor). Wakalah juga diterpakan untuk mentransfer dana nasabah
kepada pihak lain.Wakalah juga bisa dilakukan pada akad murabahah pada perbankan
syariah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, A. G. (2018). Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, regulasi, dan implementasi).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Antonio, M. S. (2008). Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Hilmiatus Sahla, d. (2023). Implementasi Akad Wakalah di Lembaga Keuangan Syariah . Jurnal
Ekonomi Syariah Pelita Bangsa, 236-237.

Rizal, A. (2022, Januari-Juli). Akad Wakalah dalam Jual Beli. Al-Hiwalah (Sharia Economic Law), 6.

Soemitra, A. (2019). Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqih Muamalah di Lembaga Keuangan Syariah
Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group (Divisi Kencana).

11

Anda mungkin juga menyukai