Anda di halaman 1dari 5

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang

PEMBIAYAAN IJARAH

Terdapat beberapa ketentuan yang diatur diantanya :

Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah:

1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan
penyewa/pengguna jasa.
3. Obyek akad ijarah adalah :
a. manfaat barang dan sewa; atau
b. manfaat jasa dan upah.

Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah:

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.


2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa
juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS
sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli
dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat dan jarak.

Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah


1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan
barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Keempat : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.1

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang AL-


IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK

Pertama : Ketentuan Umum :

Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai


berikut:

1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor:
09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus
disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.

Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik

1
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah
1. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan
akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli
atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd (
‫(الوعد‬, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka
harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

Ketiga :

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.2

Analisis Fatwa Tentang DSN-MUI Tentang Ijarah

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah


dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan panduan hukum dalam
praktik pembiayaan ijarah dalam konteks syariah. Fatwa ini dikeluarkan setelah melalui proses
diskusi dan penelitian oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang terdiri dari para ahli
syariah dan ekonomi Islam.

Pembiayaan ijarah adalah bentuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah,
di mana pembiayaan dilakukan melalui kontrak sewa-menyewa antara pihak yang membutuhkan
dana dan pihak yang menyediakan dana. Pembiayaan ijarah ini melibatkan aset atau barang yang
disewakan dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa atau ijarah yang telah
disepakati.

Fatwa ini dikeluarkan untuk memberikan kejelasan dan panduan bagi institusi keuangan
syariah, pengusaha, dan masyarakat umum dalam melaksanakan pembiayaan ijarah. Beberapa
alasan mengapa fatwa ini dikeluarkan antara lain:
2
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 27/DSN-MUI/IV/2002 Tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik
a. Memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah: Fatwa ini dikeluarkan untuk
memastikan bahwa praktik pembiayaan ijarah dilakukan sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah yang melarang riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian). Fatwa
tersebut memberikan panduan tentang bagaimana mengatur kontrak ijarah agar sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
b. Menghindari praktik yang melanggar syariah: Fatwa ini juga dikeluarkan untuk
menghindari praktik-praktik yang dianggap melanggar syariah dalam pembiayaan
ijarah. Misalnya, menghindari praktik sewa beli yang mengandung elemen riba atau
praktik yang mengakibatkan ketidakpastian dan ketidakadilan dalam transaksi.
c. Menciptakan kepastian hukum: Fatwa ini memberikan kepastian hukum bagi para
pihak yang terlibat dalam pembiayaan ijarah. Dengan adanya fatwa ini, para
pengusaha dan institusi keuangan syariah dapat memahami secara jelas tentang tata
cara dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukan pembiayaan
ijarah.
d. Mendorong perkembangan industri keuangan syariah: Fatwa ini juga dikeluarkan
untuk mendorong perkembangan industri keuangan syariah, khususnya dalam bidang
pembiayaan. Dengan adanya panduan yang jelas, diharapkan institusi keuangan
syariah dapat mengembangkan produk-produk pembiayaan ijarah yang lebih inovatif
dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah memiliki
peran penting dalam memastikan pembiayaan ijarah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip3

KESIMPULAN

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 adalah fatwa yang


dikeluarkan oleh Dewan Syari'ah Nasional (DSN) pada bulan April 2000. Fatwa ini berkaitan
dengan pembiayaan ijarah, yang merupakan salah satu bentuk pembiayaan dalam sistem
keuangan berdasarkan prinsip syariah. Fatwa ini memberikan panduan tentang prinsip-prinsip

3
Maulana, D. F. (2021). Analisis Terhadap Kontrak Ijarah Dalam Praktik Perbankan Syariah. Muslim
Heritage, 6(1).
dan tata cara pembiayaan ijarah dalam konteks syariah.dan memberikan kepastian hukum bagi
para pihak yang terlibat.

Fatwa ini juga mendorong perkembangan industri keuangan syariah dengan memberikan
panduan yang jelas. Dalam fatwa ini, diatur mengenai rukun dan syarat ijarah, ketentuan obyek
ijarah, kewajiban LKS (pemberi manfaat barang atau jasa) dan nasabah (penerima manfaat
barang atau jasa), serta penyelesaian perselisihan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah.

Selanjutnya, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-


Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik memberikan panduan khusus mengenai akad al-Ijarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik. Fatwa ini menyatakan bahwa akad ini dapat dilakukan dengan
ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Fatwa DSN sebelumnya. Fatwa ini juga
menjelaskan bahwa pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai
dan janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah tidak mengikat.

Secara keseluruhan, fatwa-fawa tersebut memberikan panduan dan ketentuan yang jelas
dalam melaksanakan pembiayaan ijarah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Fatwa ini penting
dalam menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah, menghindari praktik yang melanggar
syariah, memberikan kepastian hukum, dan mendorong perkembangan industri keuangan
syariah.

Anda mungkin juga menyukai