Anda di halaman 1dari 5

Diskusi Akad Ijarah

Kelompok 6
Anggota Kelompok :
1. M. Iqbal Fansyuri (A1C021102)
2. Muhammad Muzaki (A1C021115)
3. Muhammad Rafli Fahreza (A1C021116)

Pertanyaan
1. Bagaimana skema akad ijarah mutahiyah bitamlik mulai dari akad sampai
perpindahan asset?
2. Bagaimana perlakuan asset dalam akad ijarah bila salah satu pihak meninggal dunia?
3. Apakah akad ijarah bisa digunakan dalam lembaga keuangan syariah? apakah punya
keunggulan bagi bank syariah itu sendiri?
4. Bagaimana memecah bagian mana yg sdh dijual dan yg dibelum dalam akad
mutahiyah bitamlik?
5. Apakah ada tantangan untuk menjaga kepatuhan dalam akad ijarah dan bagaimana
menghadapi tantangan tersebut?
6. Bagaimana mekanisme pembayaran sewa dalam akad ijarah dan bagaimana akad
ijarah tersebut memberikan perlindungan untuk kedua belah pihak?
7. Apa resiko yang timbul dalam akad ijarah dan bagaimana cara mengatasinya?
8. Apakah terdapat denda/biaya ganti rugi jika terjadi pembatalan di tengah masa sewa
akad ijarah ini?

Jawaban
1. Merujuk Fatwa Dewan Syariah Nasional No.7/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret
2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik, berikut ketentuan teknis yang
harus diperhatikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ingin menerapkan
IMBT dalam produk pembiayaan:
- Perjanjian untuk melakukan IMBT harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
- Pihak yang melakukan IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu, akad
pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat dilakukan
setelah masa ijarah selesai.
- Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’d, yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Pada akhir periode sewa yang disepakati, pihak yang menyewakan memindahkan
kepemilikan barang tersebut kepada si penyewa pemindahan ini bisa dengan jual beli atau
dengan hibah saja.
2. Perlakuan aset dalam akad ijarah jika salah satu pihak meninggal dunia dapat
bervariasi tergantung pada ketentuan yang ada dalam perjanjian ijarah dan hukum
yang berlaku di wilayah yang bersangkutan. Berikut beberapa skenario yang mungkin
terjadi:
 Penyewa Meninggal Dunia: Jika penyewa (lessee) yang menyewa aset meninggal
dunia, kontrak ijarah mungkin akan terpengaruh. Kewajiban pembayaran sewa bisa
menjadi tanggungan waris penyewa. Perjanjian ijarah mungkin mencakup ketentuan
tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi ini, seperti siapa yang bertanggung
jawab melanjutkan pembayaran sewa atau mengembalikan aset kepada pemilik aset
(lessor).
 Pemilik Aset Meninggal Dunia: Jika pemilik aset (lessor) meninggal dunia, hal ini
mungkin tidak berdampak signifikan pada penyewa. Kontrak ijarah mungkin tetap
berlaku dengan pihak yang mewarisi aset atau pengelola yang ditunjuk untuk
melanjutkan sewa.
 Penghentian Kontrak: Dalam beberapa kasus, perjanjian ijarah dapat mencakup
ketentuan khusus yang menyatakan bahwa kontrak akan berakhir jika salah satu pihak
meninggal dunia. Dalam situasi tersebut, aset dapat dikembalikan kepada pemilik aset
atau diperlakukan sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam kontrak.
Dalam semua kasus, penting untuk merujuk ke dalam kontrak ijarah yang ada dan,
jika perlu, berkonsultasi dengan ahli hukum atau konsultan keuangan yang memiliki
pemahaman tentang hukum dan ketentuan keuangan Islam yang berlaku di wilayah Anda.
Pilihan yang diambil dalam kasus tersebut akan sangat tergantung pada ketentuan yang
ada dalam kontrak dan hukum yang berlaku.

3. Dalam perbankan syariah, akad ini memastikan bahwa nasabah bisa mendapatkan hak
guna atau manfaat dari sebuah kebutuhan, seperti kartu syariah. Sebagaimana yang
kita ketahui, akad ijarah adalah akad yang digunakan sebagai salah satu landasan
aktivitas pembiayaan syariah. Dengan kata lain, kita bisa menemukan akad ini dalam
produk kartu kredit syariah. Namun, untuk memastikan akad yang digunakan, kita
perlu mencari informasi lebih lanjut kepada pihak bank agar bisa mendapatkan
kesepakatan sesuai dengan yang dibutuhkan.

Kehadiran kartu kredit syariah memudahkan kita untuk memenuhi kebutuhan yang
bersifat konsumtif maupun produktif dengan lebih mudah dan cepat. Penggunaan
kartu kredit syariah umumnya berlandaskan akad ijarah yang sudah sesuai dengan
syariat Islam.

Di akad ijarah, penerbit kartu atau bank dianggap sebagai penyedia jasa sistem
pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu (nasabah). Dengan demikian,
iuran keanggotaan harus dibayar oleh pemegang kartu.
Salah satu keuntungan yang bisa didapatkan dari penggunaan kartu syariah, baik itu
menggunakan akad ijarah maupun lainnya, pihak bank bisa memberi kepastian besaran
cicilan yang tetap. Sehingga kita sebagai nasabah tidak merasa khawatir jika ada
perubahan suku bunga yang terjadi sewaktu-waktu.
4. Penjualan secara bertahap, maka :
1) Selisih antara harga jual dan jumlah tercatat Sebagian objek ijarah yang telah
dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian ; sedangkan
2) Bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai asset tidak lancer
atau asset lancer sesuai dengan tujuan penggunaan asset tersebut.

5. Tentu, ada beberapa tantangan dalam menjaga kepatuhan terhadap prinsip syariah
dalam transaksi ijarah yang melibatkan aset-aset modern seperti teknologi. Beberapa
tantangan tersebut meliputi:
 Penentuan Nilai Wajar: Menentukan nilai wajar dari aset teknologi bisa menjadi sulit,
terutama dalam kasus aset yang tidak memiliki pasaran yang jelas.
 Kejelasan Spesifikasi: Dalam ijarah, spesifikasi aset harus jelas dan sesuai dengan
syariah. Memastikan spesifikasi teknologi memenuhi persyaratan syariah bisa
menjadi tantangan.
 Risiko Teknologi: Teknologi cenderung memiliki risiko yang berbeda dibandingkan
dengan aset fisik. Memahami dan mengelola risiko ini dengan cara yang sesuai
syariah adalah penting.
 Perubahan dalam Nilai Teknologi: Nilai teknologi bisa berfluktuasi dengan cepat.
Menentukan nilai sewa yang adil dan sesuai syariah dalam situasi ini bisa sulit.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting untuk melibatkan ahli syariah dalam proses
ijarah dan memastikan kepatuhan penuh terhadap prinsip syariah. Selain itu, perjanjian
ijarah harus dirancang dengan cermat dan jelas, serta melibatkan pihak yang berkompeten
dalam teknologi. Penilaian independen terhadap nilai wajar aset teknologi juga dapat
membantu memastikan kepatuhan terhadap syariah. Selain itu, manajemen risiko
teknologi yang sesuai syariah juga harus diterapkan untuk mengurangi potensi kerugian.
Dengan demikian, menjaga kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam transaksi ijarah
yang melibatkan aset-aset modern dapat menjadi lebih terjamin.

6. Pembayaran sewa harus dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah
pihak. Pembayaran ini dapat berupa uang tunai atau transfer bank sesuai dengan
kesepakatan. Dalam konteks ijarah, pembayaran sewa ini biasanya dikenal sebagai
"ujrah."
Perlindungan dalam Akad Ijarah:
 Kepemilikan Aset: Dalam akad ijarah, aset tetap dimiliki oleh lessor (pemilik) selama
jangka waktu sewa. Ini memberikan perlindungan kepada lessor terhadap kerusakan
atau penyalahgunaan aset oleh lessee.
 Transparansi: Akad ijarah harus transparan dan berisi semua persyaratan dan
ketentuan sewa, termasuk harga sewa, jangka waktu sewa, serta hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Hal ini memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak
dan mencegah sengketa di kemudian hari.
 Kepatuhan Syariah: Akad ijarah harus mematuhi prinsip-prinsip syariah. Ini termasuk
larangan riba (bunga) dan prinsip keadilan dalam penentuan harga sewa. Ini
memberikan perlindungan terhadap pelanggaran prinsip-prinsip syariah.
 Kemungkinan Perpanjangan: Biasanya, akad ijarah memberikan opsi untuk
perpanjangan sewa jika kedua belah pihak setuju. Ini memberikan fleksibilitas kepada
lessee dan stabilitas pendapatan kepada lessor.

7. Berikut adalah beberapa risiko yang mungkin timbul dalam akad ijarah dan cara
mengatasinya:
 Risiko Kerusakan Aset: Terdapat risiko kerusakan atau kehilangan aset yang disewa
selama masa sewa. Ini dapat menjadi risiko bagi lessor yang ingin memastikan
assetnya tetap terjaga. Cara mengatasinya adalah dengan menyertakan klausul dalam
kontrak ijarah yang menjelaskan siapa yang bertanggung jawab atas perbaikan dan
pemeliharaan aset, serta apakah asuransi diperlukan dan oleh siapa.
 Risiko Kehilangan Pendapatan: Bagi lessor, risiko utama adalah lessee gagal
membayar sewa atau menghentikan pembayaran sewa selama masa sewa. Cara
mengatasinya adalah dengan menetapkan ketentuan pembayaran sewa yang jelas dan
memeriksa kredit lessee sebelum mengadakan kontrak ijarah. Penyewa juga harus
memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk membayar sewa sesuai jangka
waktu yang disepakati.
 Risiko Perubahan Harga Aset: Harga aset yang disewakan dapat berfluktuasi selama
masa sewa. Ini dapat menjadi risiko bagi kedua belah pihak. Salah satu cara
mengatasinya adalah dengan menyertakan ketentuan dalam kontrak ijarah yang
mengatur bagaimana perubahan harga aset akan diatasi, apakah ada penyesuaian
sewa, dan bagaimana penilaian ulang harga aset akan dilakukan.
 Risiko Perubahan Regulasi Syariah: Risiko ini terkait dengan perubahan regulasi
syariah yang dapat mempengaruhi validitas atau keabsahan akad ijarah. Untuk
mengatasi risiko ini, pihak-pihak yang terlibat dalam akad ijarah sebaiknya selalu
memastikan bahwa akad mereka selalu mematuhi prinsip-prinsip syariah yang berlaku
dan berkonsultasi dengan ahli syariah yang kompeten.
 Risiko Penyalahgunaan Aset: Lessee dapat menggunakan aset untuk tujuan yang tidak
sesuai dengan perjanjian awal, yang dapat merugikan lessor. Untuk mengatasi risiko
ini, akad ijarah harus mencantumkan ketentuan yang menjelaskan penggunaan aset
dan konsekuensi pelanggaran.
 Risiko Pembatalan Kontrak: Terdapat risiko bahwa salah satu pihak ingin
membatalkan kontrak ijarah sebelum masa sewa berakhir. Cara mengatasinya adalah
dengan mencantumkan ketentuan dalam kontrak yang menjelaskan syarat-syarat
pembatalan, termasuk denda atau kompensasi yang mungkin diberikan kepada pihak
yang terkena dampak.

8. Penting untuk memahami bahwa dalam ekonomi syariah, denda atau biaya ganti rugi
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dapat dianggap sebagai riba (bunga)
dan tidak diperbolehkan.
Dalam prinsip-prinsip syariah, kontrak ijarah seharusnya lebih berfokus pada
pembayaran sewa yang wajar dan adil serta perlindungan terhadap hak-hak kedua
belah pihak. Dalam banyak kasus, jika salah satu pihak ingin membatalkan kontrak
ijarah sebelum masa sewa berakhir, maka kontrak tersebut mungkin mengatur
ketentuan tentang:
 Pemberitahuan Pembatalan: Kontrak ijarah dapat menentukan berapa lama
pemberitahuan yang harus diberikan oleh pihak yang ingin membatalkan kontrak.
 Dampak Pembatalan: Kontrak dapat menjelaskan dampak pembatalan, termasuk
apakah ada kewajiban membayar sewa yang belum terbayar, biaya pemutusan, atau
kompensasi kepada pihak yang terkena dampak.
 Keadilan dan Kesepakatan Bersama: Prinsip keadilan dan kesepakatan bersama harus
dijunjung tinggi dalam kontrak ijarah. Biaya pembatalan atau denda harus wajar dan
tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
 Perjanjian Kembali Aset: Kontrak juga dapat mengatur pengembalian aset yang
disewa dan pembagian risiko serta biaya terkait pengembalian.

Anda mungkin juga menyukai