Anda di halaman 1dari 17

LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH

Dosen Pembimbing :
Dr. GEMALA DEWI, S.H., LL.M.

Disusun oleh :
FIDI FADILAH (18101096)
SHUSUKA NILTA S. (18101061)
SITI ELAWATI (18101056)
USWATUN HASANAH (18101213)
WIMALA HERMITASARI P. (18101132)

MBS F 18

INSTITUT AGAMA ISLAM TAZKIA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat, hal itu ditandai dengan
meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank. Ekonomi Islam
bukan hanya sekedar membahas tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang
berkaitan dengan kehidupan ekonomi manusia, diantaranya Perusahaan Pembiayaan.
Pengaturan lembaga keuangan dalam syariah islam dilandasi pada kaidah dalam ushul
fiqih yang menyatakan bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, yakni
sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.
Disini terlihat pentingnya eksistensi lembaga keuangan dalam hal pembiayaaan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang perusahaan
pembiayaan bahwa, perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Kehadiran perusahaan pembiayaan,
menambah deretan berkembangnya industri jasa pembiayaan di Indonesia.Perusahaan
pembiayaan seperti ini memberikan kemudahaan kepada masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya, baik dalam bentuk investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang
yang akan dipakai sendiri (konsumsi).
Hal ini juga terlihat dengan mulai menjamurnya perusahaan pembiayaan, dikarenakan
banyaknya permintaan pembiayaan dari masyarakat atau kredit untuk barang-barang
seperti motor dan alat elektronik. Perusahaan pembiayaan merupakan salah satu aspek
yang diatur dalam syariah islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur
hubungan sesama manusia.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa itu lembaga pembiayaan syariah?
2) Apa yang dimaksud dengan leasing syariah?
3) Apa yang dimaksud dengan anjak piutang syariah?
4) Apa yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen syariah?
5) Apa yang dimaksud dengan kartu kredit syariah
1.3 Tujuan Penulisan
1) Mengetahui apa itu lembaga pembiayaan syariah.
2) Mengetahui apa yang dimaksud dengan leasing syariah.
3) Mengetahui apa yang dimaksud dengan anjak piutang syariah.
4) Mengetahui apa yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen syariah.
5) Mengetahui apa yang dimaksud dengan kartu kredit syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Lembaga Pembiayaan Syariah


Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan
bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam
bidang usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga pembiayaan adalah :
1) Sewa Guna Usaha (leasing)
2) Anjak piutang (factoring)
3) Usaha kartu kredit (credit card)
4) Pembiayaan konsumen (consumer finance).
Secara umum pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang berkualitas dan
pelayanan profesional untuk menjamin kesetiaan pelanggan. Memanfaatkan sumber
daya yang ada secara maksimal untuk memperoleh revenue yang dapat memberikan
konstribusi bagi pemegang saham dan kesejahteraan bagi karyawan.
Perusahaan pembiayaan selain beroperasi mengunakan sistem konvensional
juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah. Pembiayaan
berdasarkan prinsip syari’ah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan antara
perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dengan jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.

2.2 Leasing Syariah


Sewa guna usaha (leasing) syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance
lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syari’ah. Usaha leasing dilakukan
berdasarkan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyal Bitamlik. Akad Ijarah adalah akad
penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan
sebagai (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jjir) tanpa dikuti pengalihan kepemilikan
barang itu sendiri. Sedangkan Ijarah muntahiyal bi al-Tamlik adalah akad penyaluran
dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi
pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa
sewa.
a. Pihak yang Terlibat Dalam Transaksi Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing
adalah sebagai berikut :
 Lessor, yaitu perusahaan leasing yang membiayai keinginan para
nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
 Lessee, adalah nasabah yang mengajukan permohonan leasing
kepada lessor untuk memperoleh barang atau modal yang
diinginkan.
 Supplier, pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing
sesuai perjanjian antara lessor dengan lessee dan dalam hal ini
supplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
 Asuransi, merupakan perusahaan yang akan menaggung resiko
terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini
lesseedikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka
perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan
perjanjian terhadap barang yang dileasingkan.
b. Mekanisme Leasing Syariah
Sesuai dengan perkembangannya, sebagai lembaga penopang kebutuhan
modal pembiayaan, maka lembaga ijarah atau leasing berkembang menjadi
dua jenis operasional, yaitu :
1) Financing Leasing, adalah suatu bentuk cara pembiayaan, lessor yang
mendapat hak milik atas barang yang dileasingkan menyerahkan
kepada lesee untuk dipakai selama jangka waktu yang sama dengan
masa kegunaan barang tersebut. Akad leasing mencakup beberapa tipe,
yaitu:
 Sale Type Lease, merupakan financial lease, tetapi lease
property pada saat permulaan lease mempunyai nilai yang
berbeda dengan harga yang ditanggung oleh leasor. Dalam hal
ini leasor merupakan dealer atau pabrikan yang menggunakan
leasing sebagai salah satu jalur pemasarannya. Dengan model
ini transaksi yang dilakukan akan menghasilkan laba penjualan.
 Direct Finacial Lease, merupakan salah satu bentuk dari
financial lease yang dibiayai langsung oleh leasor. Metode ini
sering disebut dengan full fayout leasing. Leasor membiayai
sepenuhnya dari leasef property yang bersangkutan.
 Sale and Lease Back, merupakan transaksi dengan perjanjian
lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada lessor.
Setelah menjadi pemilik barang tersebut secara sah, lessor
meleasekannya kembali kepada lessee tadi. Lessee memerlukan
atau melakukan ini karena lessee memerlukan cash tambahan
modal kerja atau untuk kepentingan lainnya.
 Leverage Lease, ada tiga pihak yang berdiri sendiri. Jadi,
disamping lessor, lessee ada pula credit provider atau debt
participant yang membiayai sebagian besar lease property
dalam leverage lease, lessee melakukan penawaran equipment
menurut yang dikehendaki dan melakukan penawaran harga,
sama halnya dengan nonleverage. Tetapi leasor hanya
menanggung sebagian kecil dari pembiayaan lease property
(sekitar 20%).
2) Operasional Leasing, adalah suatu bentuk pemberian jasa yang
dilakukan lessor yang berupa kepada lessee untuk dipakai selama
jangka waktu yang lebih pendek dari masa kegunaan ekonomis yang
tersebut disertai dengan pembayaran secara berkala oleh lessee pada
lessor. Apabila terjadi kerusakan maka pihak penyewa wajib
mengganti.
Dengan demikian, transaksi ijarah akan berakhir apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut:
 objek hilang atau musnah
 habis tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah
 meninggalnya seseorang yang berakad (mazhab Hanafi)
 karena ada uzur.
c. Dasar Hukum dan Regulasi Leasing Syariah
1) Al-Quran Q.S Az-Zukhruf : 32 dan Q.S Al-Baqarah : 233
2) Fatwa DSN-MUI tentang Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan No. Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
3) Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik (sewa-beli).
4) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
senin,10 Desember 2007 menerbitkan 2 peraturan tentang leasing
syariah yaitu :
 Peraturan Ketua Bapepam-LK No Per-03/BL/2007 tentang
kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
 Peraturan Ketua Bapepam-LK No Per-04/BL/2007 tentang
akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
d. Operasional Leasing Syariah
Adapun prosedur transaksi leasing syari’ah secara umum yaitu :
1) Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis
barang, spesifikasi harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purna jual
atas barang.
2) Pihak lessee mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas
suatu barang modal di mana lessee dapat meminta lessee quotation.
Pihak lessor (perusahaan pembiayaan) kemudian meneliti kelengkapan
dokumen yang dipersyaratkan.
3) Jika permohonan lesse diterima maka pihak lessee dan lessor bertemu
untuk menandatangani perjanjian serta baiaya–biaya yang harus
dibayar oleh lessee.
4) Selanjutnya pihak lessor melakukan pemesanan kepada supplier sesuai
dengan tipe dan spesifikasi barang yang di inginkan oleh lessee dan
membayar sesuai pembayaran.
5) Pihak supplier mengirimkan barang sesuai dengan surat pesanan dan
surat bukti pembayaran kepada lessee.
6) Penyerahan dokumen atas supplier kepada lessor termasuk faktur dan
bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
7) Pembayaran lessor kepada supplier.
8) Pembayaran angsuran secara berkala oleh lessee kepada lessor selama
masa selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup
pengembalian jumlah yang dimiliki.
2.3. Anjak Piutang Syariah (Factoring)
Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjak piutang
maksudnya piutang yang dialihkan, sedangka pengertian anjak piutang berdasarkan
surat Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 adalah “kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang
atau tagihan angka jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan
dalam atau luar negeri”. Selanjutnya pengertian anjak piutang tersebut diatas
dipertegas dengan ketentuan surat Keputusan Menteri Keuangan No.
172/KMK.06/2002 yang menyatakan bahwa “kegiatan anjak piutang dilakukan
dalam bentuk Pembelian dan atau pengalihan, dan Pengurusan.
a. Dasar Hukum dan Regulasi Anjak Piutang Syariah
 Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibn. Majah dari Amr bin
Auf al-Muzani, Nabi Muhammad S.A.W bersabda :
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram.”
 Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah bersabda:
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah satu
kezaliman. Dan jika salah seorang di antara kamu diikutkan (di-
hawalah-kan) kepada orang yang mampu, terimalah hawalah itu.”
Pada hadis ini Rasulullah memberitahukan kepada orang yang
mengutangkan, jika orang yang berutang menghawalahkan kepada
orang yang mampu/kaya, hendaklah ia menerima hawalah tersebut
dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan
(muhal‟alaih).”
 Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
menjelaskan Anjak Piutang secara syariah adalah pengalihan
penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang
berpiutang kepada pihak yang berutang atau pihak yan ditunjuk
oleh pihak yang berutang sesuai prinsip syariah.
b. Operasional Anjak Piutang Syariah
Dalam Fatwa DSN-MUI dijelaskan mengenai ketentuan akad Anjak
Piutang yaitu :
1) Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang secara Syariah
adalah Wakalah bil Ujrah.
2) Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan
pengurusan dokumen-dokumen penjualan kemudian menagih piutang
kepada pihak berhutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang
berhutang.
3) Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dari yang berpiutang untuk
melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau
pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang untuk membayar.
4) Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan
(Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang.
5) Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang
ditunjuk menjadi wakil dapat memperoleh ujah/fee.
6) Besar ujah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari
pokok piutang.
7) Pembayaran ujarah dapat diambil dari dana talangan atau sesuai
kesepakatan dalam akad. 8. Antara akad Wakalah bil Ujarah dan akad
Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan.
c. Dalam kegiatan anjak piutang yang dilakukan di Indonesia terdapat
beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yakni :
1) Transaksi anjak piutang daat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu
anjak piutang dengan pembiayaan (financing activity), yaitu dalam
bentuk pembelian dan atau penagalihan piutang dan anjak non-
pembiayaan (non-financing activity) yaitu dalam bentuk pengurusan
piutang atau tagihan.
2) Transaksi anjak piutang dapagt dilakukan untuk transaksi perdagangan
domestik (anjak piutang domestik) dan transaksi perdagangan antar
negara atau ekspor/impor (anjak piutang internasional).
3) Objek anjak piutang adalah piutang atau tagihan jangka pendek suatu
perusahaan dari suatu perdagangan dalam atau luar negeri.
4) Pembiayaan anjak piutang hanya dapat dilakukan kepada perusahaan,
bukan kepada individu atau orang-perorangan.

2.4. Pembiayaan Konsumen Syariah


Pembiayaan konsumen syariah adalah kegiatan pembiayaan untuk
mengadakan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
Konsumsi dalam ekonomi Islam dapat didefinisikan dengan mengonsumsi
sesuatu yang baik, halal dan bermanfaat bagi manusia, pemanfaatan segala anugrah
Allah SWT. Di muka bumi atau sebagai sebuag kebajikan karena kenikmatan yang
diciptakan Allah untuk manusia adalah wujud ketaatan kepada Allah SWT. Akan
tetapi, tidak berarti seorang konsumen daat mengonsumsi segala barang yang
dikehendaki, tanpa memperhatikan kualitas dan kemurniannya, atau mengonsumsi
sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan hak-hak orang lain yang ada di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam konsumsi, prinsip dasar yang harus dijadikan acuan adalah
kebenaran, kesucian, kesederhanaan, kemaslahatan dan akhlak.
Pada prinsipnya, pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad
murabahah, salam dan istisna. Secara umum prosedur pembiayaan konsumen syariah
dilakukan sebagai berikut :
1) Pihak konsumen menghubungi perusahaan pmbiayaan untuk mengajukan
permohonan pembiayaan yang bersifat konsumtif.
2) Perusahaan pembiayaan dan konsumen menyepakati kontrak sesuai
dengan akad yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dalam dokumen
tertulis yang secara jelas menerangkan syarat dan ketentuan yang
disepakati.
3) Penyerahan barang kepada konsumen sesuai dengen permohonan
konsumen.
4) Konsumen membayar kepada perusahaan pembiayaan sesuai dengan
kesepakatan kontrak.

2.5. Kartu Kredit Syariah


Kartu kredit syariah atau yang lazim disebut bithaqah al-l’timan adalah kartu
kredit yang pada dasarnya berfungsi sebagaimana kartu kredit lainnya serta terikat
dengan peraturan yang berlaku dan dijalankan dengan prinsip serta kebijakan yang
bersifat syariah. Hal ini diatur dalam ketentuan Umum fatwa Dewan Syariah
Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang
kartu kredit syariah.
Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa semua aturan dan juga kebijakan
yang diterapkan di dalam kartu kredit syariah merupakan ketentuan yang dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional dan juga MUI. Kebijakan-kebijakan inilah yang
menjadi perbedaan antara kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional
lainnya, meskipun dari sisi hukum dan aturan pemerintah keduanya tetap
menjalankan aturan yang sama. Kartu kredit syariah juga memiliki fungsi yang sama
dengan kartu kredit konvensional, di mana kita bisa memanfaatkannya untuk
berbagai kepentingan transaksi pembelanjaan dan juga penarikan tunai di mesin
ATM.
a. Dasar Hukum Penerbitan Kartu Kredit Syariah
1) Peraturan Bank Indonesia No: 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum
yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip Syariah.
Pasal 36 hurum m menyatakan bank dapat melakukan kegiatan usaha
kartu debit, change card berdasarkan prinsip syariah.
2) Fatwa DSN-MUI No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card.
Pada fatwa tersebut telah ditetapkan, bahwa pengguna syariah card
dibolehkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa ini.
b. Ketentuan-ketentuan dalam Operasional Syariah Card
1) Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a) Syariah Card adalah kartu yang berfungsi sebagai kartu kredit
yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara
para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam
fatwa ini.
b) Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir (a) adalah pihak
penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-
bathaqah), dan penerima kartu (merchant, tajir, atau qabil al-
bithaqah).
c) Membership fee (rusum al-udhwiyah) adalah iuran keanggotaan,
termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu,
sebagai imbalan izin menggunakan kartu yang pembayarannya
berdasarkan kesepakatan.
d) Merchant Fee adalah fee yang diberikan oleh merchant kepada
penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang menggunakan
kartu sebagai upah/imbalan (ujrah) atas jasa perantara (samsarah),
pemasaran (taswiq), dan penagihan (tahsil al-dayn).
e) Fee penarikan uang tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas
untuk penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud).
f) Ta’widh adalah ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam
membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
g) Denda keterlambatan (late charge) adalah denda akibat
keterlambatan pembayaran kewajiban yang akan diakui seluruhnya
sebagai dana sosial.
2) Ketentuan Akad
Akad yang dapat digunakan untuk syariah card yaitu :
a) Kafalah, dalam hal ini penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi
pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar
(dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dan
merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM
bank penerbit kartu. Atas pemberian kafalah, penerbit kartu dapat
menerima fee (ujrah kafalah).
b) Qardh, dalam hal ini penerbit kartu adalah pemberian pinjaman
(muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan
tunai dari bank atau ATM bank penerbit kartu.
c) Ijarah, dalam hal ini penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem
pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas ijarah
ini, pemegang kartu dikenakan membership fee.
3) Ketentuan dan batasan (dhawabith wa hudud) syariah card:
a) Tidak menimbulkan riba.
b) Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.
c) Tidak mendorong israf (pengeluaran yang berlebihan antara lain
dengan cara menetapkan pagu; maksimal pembelanjaan).
d) Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah.
e) Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk
melunasi pada waktunya.
4) Ketentuan fee (uang administrasi)
a) Iuran keanggotaan (membership fee).
Penerbit kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-
udwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang
kartu sebagai imbalan (ujrah) izin penggunaan fasilitas kartu.
b) Ujrah (merchant fee).
Penerbit kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek
transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah samsarah)
pemasaran (taswiq), dan penagih (tahsil al-dayn).
c) Fee penarikan uang tunai.
Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusun
sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas
yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.
d) Fee kafalah
Penerbit kartu boleh menerima fee dari pemegang kartu atas
pemberian kafalah.
e) Semua bentuk fee tersebut diatas, harus ditetapkan pada saat akad
aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk Merchant fee.
5) Ketentuan Ta’widh dan Denda
a) Ta’widh.
Penerbit kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penerbit kartu akibat
keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya
yang telah jatuh tempo.
b) Denda keterlambatan (late charge).
Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran
yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.
Hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu kredit dituangkan
dalam perjanjian tertulis yang dibuat dibawah tangan dan klausul-klausulnya
ditentukan secara sepihak oleh penerbit bersangkutan dalam bentuk yang standar.
Hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu tidak dirumuskan dalam suatu
perjanjian. Aturan main kedua belah pihak tersebut terdapat dalam formulir aplikasi,
petunjuk layanan dan tagihan tiap bulan yang mana ketiganya dibuat oleh penerbit
secara baku. Secara tidak langsung dapat dikatakan hak dan kewajiban yang
terkandung didalamnya juga dibuat secara baku dan sepihak oleh penerbit, yang
biasanya disebut juga perjanjian baku sepihak.
Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak
yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat disini ialah pihak
kreditur yang lazimnya mempunyai posisi (ekonomi) kuat dibandingkan pihat
debitur. Dengan adanya perjanjian baku ini, apakah perjanjian tersebut telah
memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain untuk memenuhi asas
kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Lembaga Pembiayaan Syariah


Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan
bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam
bidang usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga pembiayaan adalah :
1) Sewa Guna Usaha (leasing).
2) Anjak piutang (factoring).
3) Usaha kartu kredit (credit card).
4) Pembiayaan konsumen (consumer finance).
2. Sewa guna usaha (leasing) syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance
lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syari’ah. Usaha leasing dilakukan
berdasarkan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyal Bitamlik.
3. Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjak piutang maksudnya
piutang yang dialihkan, sedangka pengertian anjak piutang berdasarkan surat
Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 adalah “kegiatan pembiayaan
dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan
angka jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri”. Selanjutnya pengertian anjak piutang tersebut diatas dipertegas dengan
ketentuan surat Keputusan Menteri Keuangan No. 172/KMK.06/2002 yang
menyatakan bahwa “kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk Pembelian dan
atau pengalihan, dan Pengurusan.
4. Pembiayaan konsumen syariah adalah kegiatan pembiayaan untuk mengadakan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai
dengan prinsip syariah. Pembiayaan konsumen diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
5. Kartu kredit syariah atau yang lazim disebut bithaqah al-l’timan adalah kartu kredit
yang pada dasarnya berfungsi sebagaimana kartu kredit lainnya serta terikat dengan
peraturan yang berlaku dan dijalankan dengan prinsip serta kebijakan yang bersifat
syariah. Hal ini diatur dalam ketentuan Umum fatwa Dewan Syariah Nasional -
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang kartu kredit
syariah.
DAFTAR PUSTAKA
DR. GEMALA DEWI, S.H., LL.M. 2020. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Cet. 6.
Jakarta: Prenadamedia Gruop.
WIRDYANINGSIH, S.H., M.H. 2020. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Cet. 6.
Jakarta: Prenadamedia Gruop.
DR. YENI SALMA BARLINTI, S.H., M.H. 2020. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia,
Cet. 6. Jakarta: Prenadamedia Gruop.
MUHAMMAD SYAFI’I ANTONIO, 2001. Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, Cet. 1.
Jakarta: Gema Insani Press.
Soemitra, Andri.2009.Bank&Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta:Kencana.
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/IV/2002 tentang Pembiayaan Ijarah al-Muntahiyah
bi al-Tamlik atau al-Ijarah wa al-Iqtina’. Lih. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional.2003 Eds. 2, (Jakarta: PT Intermasa)
http://www.academia.edu/12659914/Factoring diakses pada 7/01/2021

Anda mungkin juga menyukai