Anda di halaman 1dari 10

LANJUTAN HUKUM BENDA

` Setelah diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria, sebagian hak-hak


kebendaan yang diatur buku kedua KUHPerdata menjadi tidak berlalu lagi, hal ini
dikarenakan sebagian hak-hak tersebut pengaturannya telah digantikan oleh Undang-Undang
Pokok Agraria dan beberapa UU khusus lainnya.

Jika dikaitkan antara hukum kebendaan yang diatur buku kedua KUHPerdata dan hukum
kebendaan yang diatur Undang-Undang Pokok Agraria, maka dapat disimpulkan bahwa hak-
hak kebendaan itu dapat dibedakan atas :

1. Hak kebendaan yang memberi kenikmatan (zakelijk genootsrecht) kepada pemiliknya,


baik yang merupakan miliknya maupun benda milik orang lain, yaitu hak bezit, hak
milik, hak memungut hasil, hak pakai dan hak mendiami
2. Hak kebendaan yang memberikan jaminan (zakelijk zekerheidsrecht) kepada
pemegangnya, yaitu seperti gadai (pand) untuk jaminan kebendaan bergerak, hipotik
untuk jaminan kebendaan atas kapal laut dan pesawat terbang, hak tanggungan untuk
jaminan kebendaan bagi tanah atau fidusia untuk jaminan kebendaan bergerak yang
tidak digadaikan atau untuk jaminan kebendaan bagi tanah yang tidak dapat dibebani
dengan hak tanggungan.
3. Selain hak-hak tersebut, ada juga hak yang memberi jaminan tetapi bukan lembaga
jaminan kebendaan. Hak ini dapat lahir dari UU seperti
misalnya privilege dan retensi, maupun karena diperjanjikan terlebih dahulu oleh
para pihak seperti perjanjian garansi, perutangan tanggung menanggung
dan cessie  sebagai jaminan.

Berikut adalah penjelasan dari hak yang timbul dari UU: previllege,  retensi, pasal
1131 BW dan pasal 1132 BW  dan hak yang timbul karena diperjanjikan: perjanjian garansi,
cessie, tanggung menanggung.

1. Hak Privilege
Yaitu suatu hak yang diberikan UU kepada kreditur dikarenakan sifat dari piutang yang
dimiliknya (piutang ini disebut dengan bevoorrechte schulden), yang mengakibatkan kreditur
tersebut berkedudukan diatas kreditur lainnya. Sebagaimana pasal 1133 KUHPerdata
menentukan bahwa hak yang didahulukan itu timbul dari privilege, pand (gadai) dan hipotik.
Pand (gadai) dan hipotik memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada privilege kecuali
jika UU menentukan lain.
Hak privilege adalah hak yang memberikan jaminan tetapi bukan hak kebendaan.
Perbedaan antara privilege dan hak kebendaan adalah hak terhadap benda-benda milik
debitur yang jika diperlukan dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi utang debitur.
Dengan demikian, privilege  sesungguhnya hanya merupakan hak untuk lebih didahulukan
dalam pelunasan atau pembayaran utang ketika adanya eksekusi (pelelangan) dari harta
kekayaan debitur karena kepailitan.
Privilege bukan jaminan yang bersifat kebendaan dan bukan jaminan yang bersifat
perorangan tetapi memberi jaminannya juga. Menurut pasal 1134 KUH Perdata yang
dimaksud privilege ialah suatu hak yang oleh undang- undang diberikan kepada seseorang
berpiutang  sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya , semata-
mata berdasakan sifatnya piutang, jadi privilege dilahirkan karena undang-undang sedang hak
gadai, hipotik karena diperjanjikan sebelumnya, sehingga kedudukan gadai dan hipotik lebih
tinggi daripada privilege, kecuali dalam hal- hal mana undang- undang ditentukan sebaliknya.
Apabila diantara para berpiutang (kreditur) itu ada alasan yang sah untuk
didadulukan, artinya bila diantara kreditur tersebut ada yang tidak puas mendapat pelunasan
secara seimbang, bolehlah ia mendapatkan pelunasan lebih dahulu daripada penagih lainnya
asalkan ada alasan yang diberikan oleh UU. Alasan yang didahulukan daripada penagih-
penagih lain, yang seperti yang disebutkan Pasal 1133 KUHPerdata : “Hak untuk
didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa (privilege), gadai
(pand), dan dari hipotik”.
Kreditur yang pelunasan piutangnya tanpa jaminan disebut kreditur konkuren,
sedangkan yang memegang benda jaminan benda bergerak disebut pand, benda tetap disebut
hipotik (hak tanggungan), disebut kreditur preference. Apabila krditur konkuren merasa tidak
puas dengan jaminan umum (Pasal 1131 KUHPerdata jo. Pasal 1132 KUHPerdata)
pembayaran secara seimbang, begitu juga kreditur preference tidak puas dengan jaminan
umum (Pasal 1131 dan jaminan pand atau hipotik) maka oleh UU, mereka dimungkinkan
menggunakan jaminan orang (borgtocht) dan jaminan tanggung renteng (hoofdelijkheid).
Hak privilege lahir ketika kekayaan debitur yang telah disita ternyata tidak cukup
untuk melunasi semua utangnya. Hak privilege dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu privilege umum dan privilege khusus. Privilege umum diberikan terhadap seluruh
kekayaan yang dimiliki debitur, sedangkan privilege khusus diberikan terhadap suatu benda
tertentu milik debitur.
Mana yang lebih didahulukan, privilege, pand atau hipotik. Karena ketiganya diatur
dalam Pasal 1134 ayat 2 KUHPerdata? Jawabannya adalah pand dan hipotik didahulukan
daripada privilege, kecuali jika ditentukan lain oleh UU. Hal ini dinyatakan oleh Pasal 1139
ayat 1 dan Pasal 1149 KUHPerdata. KUHPerdata membedakan dua macam privilege.
Kedudukan privilege khusus lebih tinggi daripada kedudukan privilege umum,
dengan demikian privilege khusus akan lebih didahulukan daripada privilege umum (pasal
1138 KUHPerdata).
a.       Privilege  umum terdiri dari tujuh macam hak sebagaimana yang ditentukan pasal
1149 KUHPerdata, hak-hak tersebut ditentukan secara berurutan sehhingga hak yang
disebutkan terlebih dahulu juga akan dilakukan dalam pelunasannya, yaitu :
 Biaya-biaya perkara, yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan. Biaya ini lebih didahulukan daripada gadai dan hipotik.
 Biaya-biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk
menguranginya jika biaya tersebut terlalu tinggi.
 Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan.
 Upah para buruh selama tahun yang lalu dan upah yang sudah harus dibayarkan dalam
tahun yang sedang berjalan serta biaya-biaya yang terkait dengan buruh lainnya yang
ditentukan UU.
 Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan yang dilakukan kepada debitur
beserta keluarganya selama waktu 6 bulan terakhir.
 Piutang-piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun yang penghabisan.
b.      Privilege khusus terdiri atas 9 macam hak yang tidak ditentukan urutannya,
sehingga meskipun disebutkan secara berturut-turut tidak ada kewajiban untuk mendahulukan
hak yang disebutkan terlebih dahulu (tidak mewajibkan adanya urutan pelunasan), yaitu :
 Biaya perkara yang disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu benda
bergerak maupun benda tidak bergerak. Biaya ini dibayar dari pendapatan penjualan
benda tersebut terlebih dahulu dari semua piutang lainnya yang diistimewakan,
bahkan lebih dahulu daripada gadai dan hipotik (atau hak tanggungan).
 Uang sewa dari benda-benda tidak bergerak, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban
si penyewa, serta segala apa yang mengenai kewajiban memenuhi persetujuan sewa.
 Harta pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar.
 Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang.
 Biaya untuk melakukan pekerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada
seorang tukang.
 Semua yang telah diserahkan oleh pengusaha rumah penginapan kepada seorang
tamu.
 Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya tambahan.
 Semua yang harus dibayar kepada tukang batu, tukang kayu dll tukang untuk
pembangunan, penambahan dan perbaikan benda-benda tidak bergerak, asalkan
piutangnya tidak lebih dari tiga tahun dan hak milik atastanah tetap pada si berutang.
 Penggantian dan pembayaran yang harus dipikul oleh pegawai yang memangku suatu
jabatan umum, karena suatu kelalaian, kesalahan, pelanggaran, dan kejahatan yang
dilakukan dalam jabatannya.
Privilege yang umum menentukan urutannya, artinya yang lebih dahulu disebut, juga
didahulukan dalam pelunasannya. Privilege yang khusus tidak menentukan urutannya, walau
disebutkan berturut-turut tetapi tidak mengharuskan adanya urutan.
Selain itu, dalam privilege perlu diingat adanya matiging recht dari hakim, yaitu
adanya kewenangan hakim untuk menentukan jumlah yang sepatutnya atau mengurangi
sampai jumlah yang pantas agar para pihak tidak bertindak semaunya. Dalam hal debitur
jatuh pailit atau dalam hal executie harta kekayaan debitur inilah privilege sangat penting.
Ada ketentuan yang menunjukkan adanya privilege, dari suatu UU yaitu Pasal 1140
KUHPerdata yang menyatakan antara lain bahwa : “Segala barang perabotan rumah tangga
yang berada dalam rumah sewaan menjadi tanggungan bagi si pemilik rumah untuk uang
sewa yang belum dibayar, dengan tidak memandang apakah barang itu kepunyaan penyewa
atau orang lain”.
Pemilik rumah dapat menyita barang tersebut bila dipindahkan ke tempat lain, asal
dilakukan dalam waktu 40 hari. Dengan demikian, privilege pemilik rumah terhadap
perabotan rumah sewa itu sudah meningkat menjadi hak kebendaan. Penyitaan yang
dimaksud lazim disebut pandbeslag. Pernyataan pand disini bukan berarti gadai, melainkan
persil.
Jika terjadi pertentangan privilege pemilik rumah dengan privilege penjual barang (hak
reklame) yang harganya belum dibayar oleh si pembeli (penyewa), maka menurut UU yang
dimenangkan adalah privilege pemilik rumah, kecuali penjual dapat membuktikan bahwa
pemilik rumah pada saat menyita barang itu sudah mengetahui barang tersebut belum dibayar
(Pasal 1146 KUHPerdata). Juga pemilik rumah bila terhadap pihak ketiga kepada siapa
perabotan itu telah diperikatkan dalam gadai (Pasal 1142 KUHPerdata). Begitu juga pihak
kepada siapa barang itu diserahkan dalam fiduciare eigendom overdracht (FEO).
2. Hak Retensi
Hak retensi adalah hak untuk menahan sesuatu benda sampai utang yang berkaitan
dengan benda itu dilunasi. Hak retensi menyeruapai pand (gadai),  hak ini juga
bersifat accessoir, sehingga ada atau tidaknya piutang pokok dan piutang pokok itu harus
berkaitan dengan benda yang ditahan.
Hak retensi memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi, artinya jika hanya sebagian
utang saja yang dibayar, tidak berarti kreditur harus mengembalikan sebagian dari barang
yang ditahan. Barang akan dikembalikan seluruhnya jika utang telah dibayar secara lunas
oleh debitur. Sama halnya dengan gadai, hak retensi hanya memberi wewenang kepada
kreditur untuk menahan benda tanpa disertai hak untuk memakai benda tersebut, dengan
demikian kreditur harus memelihara benda itu dengan baik tanpa berhak memakainya.
Kekuasaan hak retensi terletak pada kewenangan kreditur untuk menahan benda dan
menolak penyerahan benda sebelum ada pembayaran. Hak ini hanya terbatas pada hak untuk
menolak tuntutan penyerahan benda dan tidak memiliki hak untuk didahulukan
pemenuhannya terhadap benda yang ditahan tersebut (hak eksekusi atau melelang benda yang
ditahan). Jika benda yang ditahan kemudian di lelang, penerima hak retensi (retentor) akan
berkedudukan sama dengan kreditur biasa lainnya yaitu sebagai kreditur konkuren. Hal ini
merupakan hak yang bersifat perseorangan (hanya dapat dipertahankan terhadap debitur saja)
dan akan berakhir jika benda yang ditahan itu terlepas dari kekuasaan retentor.
Contohnya adalah “A meminta kepada B untuk memperbaiki jam tangan miliknya,
setelah jam tangan itu selesai diperbaiki, B dapat menahan jam tangan milik A itu sampai A
melunasi seluruh biaya perbaikan jam tangan tersebut”. Dalam hal ini B memiliki
hak retensi untuk menahan jam tangan milik A sampai A melunasi semua biaya perbaikan
jam. Dari uraian diatas dapat disimpulkan ciri dari hak retensi sebagai berikut :
a. Hak retensi adalah hak perseorangan (persoonlijk) yang mengandung aspek hak
kebendaan.
b. Hak retensi tidak menimbulkan hak didahulukan. Debitur berkedudukan sebagai
konkuren kreditur.
c. Hak retensi adalah hak accesoir, tergantung pada perjanjian pokok.
d. Hak retensi memberikan jaminan terhadap kreditur bahwa tagihannya dipenuhi.
e. Hak retensi tidak menimbulkan hak untuk menikmati (memakai) benda.
Di dalam KUHPerdata hak retensi tidak diatur dalam suatu ketentuan umum, akan
tetapi diatur secara sporadis, misalnya dalam Pasal 575, 576 KUH. Perdata (hak bezitter yang
beritikas baik), Pasal 715 (hak pemegang hak guna bangunan, Pasal 725 (hak guna usaha),
Pasal 1159 (hak pemegang gadai). Juga didalam buku II KUHPerdata, hak ini ditemukan,
seperti dalam Pasal 1729 (hak penerima barang titipan).
Di dalam KUHPerdata Nasional hak retensi ini perlu dipertahankan hanya saja perlu
diadakan perbaikan, misalnya perlu diadakan atauran umum hingga hak setiap kreditur itu
mendapat perlindungan yang pasti. Suatu ketentuan umum mengenai hak retensi sejalan
dengan asas jaminan yang terdapat di dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menghendaki
setiap orang bertanggung jawab untuk hutangnya.

3. Pasal 1131 BW
Dalam suatu hubungan hukum utang-piutang, UU memberikan perlindungan hukum
kepada debitur melalui ketentuan pasal 1131 KUHPerdata. Jaminan yang lahir karena
ditentukan oleh UU tanpa adanya perjanjian dari para pihak. Tergolong sebagai jaminan ini
adalah jaminan umum berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, yang berbunyi
“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
sudah maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan”.
Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa seluruh harta kekayaan debitur
menjadi jaminan seluruh utangnya. Dalam pasal 1131 KUHPerdata memberi ketentuan
bahwa apabila debitur wanprestasi, maka hasil penjualan atas semua harta kekayaan atas
debitur tanpa terkecuali, merupakan sumber pelunasan bagi utangnya.

4. Pasal 1132 BW
Dalam Pasal 1132 KUHPerdata, juga menjelaskan bahwa “Kebendaan tersebut
menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutang padanya, pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya
piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang
sah untuk didahulukan”.
Ketentuan pasal 1132 KUHPerdata tersebut menetapkan asas perrsamaan kedudukan
daripada kreditur. Kedudukan kreditur, diantara para sesama kreditur terhadap si debitur
adalah sama. Mereka disebut konkuren dan menetapkan jaminan umum. Selanjutnya bagi
kreditur yang belum puas dengan kedudukannya sebagai kreditur konkuren diberikan
kesempatan untuk meperjanjikan hak-hak jaminan kebendaan atau jaminan pribadi sebagai
jaminan khusus.
Dalam jaminan khusus, kreditur didahulukan dari kreditur lainnya dalam pengambilan
pelunasan atas hasil eksekusi benda-benda tertentu milik debitur. Kreditur yang demikian
disebut dengan kreditur preferen. Jaminan umum yang bersumber dari UU sebagaimana
diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut diatas mempunyai kelemahan
yang bersifat mendasar dalam hal kemampuannya untuk melunasi utang debitur jika debitur
wanprestasi. Kelemahan jaminan umum yang dibebankan kepada seluruh harta debitur ini
terjadi ketika jummlah harta milik debitur tersebut tidak mencukupi untuk melunasi utangnya
sangat besar, sehingga untuk mengantisipasi permasalahan tersebut alternatif yang
dipergunakan adalah dengan menggunakan jaminan khusus yang objeknya adalah benda
milik debitur yang telah ditentukan secara khusus dan diperentukkan bagi kreditur tertentu
pula berdasarkan perpanjangan.

Hak Yang Timbul Karena Diperjanjikan: Perjanjian Garansi, Cessie, Tanggung Menanggung
1. Perjanjian Garansi
Perjanjian garansi atau perjanjian Indemmity, termuat dalam Pasal 1316 KUHPerdata
yang ditegaskan bahwa seseorang boleh menaggung pihak ketiga, dan menjanjikan bahwa
pihak ketiga tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang yang
berjanji tersebut, jika pihak ketiga menolak untuk memenuhi perjanjian tersebut. Perjanjian
garansi (perjanjian Indemmity), adalah jaminan yang bersifat indemnitas, dimana pemberi
jaminan (guarantor) menjamin bahwa seorang pihak ketiga akan berbuat sesuatu yang
biasanya, tetapi tidak selalu harus berupa tindakan untuk menutup suatu perjanjian tersebut.
Perjanjian garansi juga dapat diartikan bahwa penjamin diposisikan sama sebagai
principal debitur yang secara tanggung renteng menyelesaikan kewajibanya kepada kreditur.
Perjanjian garansi ini diaplikasikan dalam bentuk produk inovatif yang diterbitkan oleh
perusahaan asuransi yang bernama Surety Bond.Seorang pemberi garansi mengikatkan diri
untuk memberi ganti rugi, jika pihak III (yang dijamin) tidak melakukan perbuatan yang
digaransinya. Contoh perjanjian garansi, yaitu perjanjian pengangkutan (Pasal 455
KUHDagang).
Dalam pasal 45 KUHDagang berbunyi sebagai berikut “Barang siapa mengadakan
perjanjian pencarteran untuk orang lain, bagaimanapun juga terikat terhadap pihak lainnya,
kecuali jika dalam perjanjian tersebut ia bertindak dalam batas kekuasaannya dan
menyebutkan pemberi kuasanya”.Perjanjian garansi ini mirip dengan perjanjian
penanggungan, yaitu sama-sama adanya pihak ketiga yang berkewajiban memenuhi prestasi.
Hanya perbedaannya dalam perjanjian garansi, kewajiban memenuhi prestasi tercantum
dalam perjanjian pokok yang berdiri sendiri, sedangkan kewajiban yang demikian dalam
perjanjian penanggungan ercantum dalam perjanjian assesoir. Perbedaan lain adalah bahwa
pada perjanjian garansi kewajiban yang dapat timbul adalah berupa penggantian kerugian,
sedangkan pada penanggungan berupa kewajiban memenuhi perikatan (prestasi).

2. Cessie Sebagai Jaminan
Cessie adalah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara membuat
akta tersendiri baik itu otentik maupun dibawah tangan yang diikuti dengan pemberitahuan
mengenai penyerahan atau peralihan hak tersebut. Pembebanan cessie sebagai jaminan harus
disampaikan secara tegas kepada debitur agar debitur mengetahui dan memperoleh akibat-
akibat hukum sebagaimana yang terjadi pada lembaga-lembaga jaminan lainnya, yaitu ketika
dibayarnya utang pokok oleh cedent (kreditur lama) kepada cessionaris (kreditur baru),
maka cessie sebagai jaminan akan hapus dan piutang atas nama itu akan kembali
kepada cedent tanpa adanya retro-cessie terlebih dahulu. Dalam hal ini cessie dibuat dengan
syarat yang memutus (oontbindendevoorwaarde).
Cessie mempunyai sifat yang yang dualistis, artinya cessie dapat dipandang dari dua
sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sudut pandang hukum benda dan hukum
perikatan. Cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang merupakan bagian dari Buku
kedua KUHPerdata tentang kebendaan. Dari sudut pandang hukum perikatan, cessie dapat
dikategorikan sebagai suatu lembaga dan juga sebagai sarana hukum untuk terjadinya
pergantian kreditur.
Melalui cessie, seseorang yang mempunyai hak tuntut atas piutang atas nama atau
kreditur dapat mengalihkan hak tersebut kepada pihak ketiga. Dan dengan adanya peralihan
atau penyerahan tersebut, maka pihak ketiga akan menggantikan kedudukan kreditur. Sebagai
salah satu sarana hukum untuk terjadinya penggantian kreditur, cessie hampir sama dengan
subrogasi dan novasi subyektif aktif. Tetapi cessie bukanlah penyebab berakhirnya perikatan.
Biasanya cessie terjadi karena kreditur membutuhkan uang. Sehingga ia menjual
piutangnya pada pihak ketiga yang akan menerima pembayaran dari debitur pada saat piutang
tersebut telah jatuh tempo. Pihak yang menyerahkan disebut cedent. Sedangkan pihak yang
menerima penyerahan disebut cessionaris. Dan debitur dari tagihan yang diserahkan
disebut cessus (debitur-cessus).
Formalitas yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu cessie, diatur dalam Pasal 613
KUHPerdata, yaitu :
a.       Peneyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan
jalan membuat sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan. Penyerahan tersebut harus
diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis diakui atau disetujui oleh debitur.
b.      Penyerahan piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu.
c.       Peneyerahan piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat dengan
disertai endosemen.

3. Tanggung Menanggung
Tanggung menanggung atau tanggung renteng, termuat dalam Pasal 1278
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa suatu perikatan tanggung menanggung atau tanggung
renteng terjadi antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas pada
masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang tersebut.
Sedangkan pembayaran yang dilakukan pada salah seorang diantara mereka, membebaskan
debitur. Meskipun perikatan itu menurut sifat dapat dipecah dan dibagi antara para kreditur.
Perikatan tanggung renteng atau tanggung menanggung, adalah suatu perikatan dimana
beberapa orang secara bersama sebagai para pihak berutang (debitur) berhadapan dengan satu
orang kreditur. Jika salah satu debitur itu telah membayar utangnya pada kreditur, maka
pembayaran tersebut akan membebaskan yang lain dari hutang.
Tanggung renteng didefinisikan sebagai tanggung jawab bersama diantara anggota
dalam satu kelompok atas semua kewajiban terhadap koperasi dengan dasar keterbukaan dan
saling mempercayai. Dalam perikatan ini dikenal dengan adagium : “Satu untuk seluruhnya
atau seluruhnya untuk satu”. Sebagai contoh, dalam Pasal 1749 KUHPerdata, yang berbunyi
“Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka masing- masing dari
mereka wajib bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman”.Demikian
pula Pasal 1836 KUHPerdata, menyatakan “Jika beberapa orang telah mengikatkan diri
sebagai penanggung untuk seorang debitur yang sama dan untuk utang yang sama, maka
masing-masing penanggung terikat untuk untuk seluruh hutang tersebut”.
Yang dimaksud tanggung renteng yang bersifat memberi jaminan, adalah tanggung
renteng yang pasif, yaitu dimana dalam perutangan tersebut terdapat beberapa orang debitur
yang wajib berprestasi. Kebalikannya adalah tanggung renteng aktif dimana dalam
perutangan tersebut terdapat beberapa kreditur yang berhak atas prestasi. Tanggung renteng
aktif dalam praktek hampir tak pernah terjadi. Sedang tanggung renteng aktif yang timbul
dari UU tidak dikenal contohnya. Perutangan tanggung renteng timbul  karena diperjanjikan
atau karena diperjanjikan atau karena UU.
Tanggung renteng pasif sebagian besar timbul karena ketentuan-ketentuan UU, yaitu
dalam Pasal 130, 365. Dalam tanggung renteng pasif menimbulkan dua macam akibat
hubungan hukum, yaitu :
 Hubungan hukum yang bersifat extern, yaitu hubungan hukum antara para debitur
dengan pihak lain (si kreditur).
 Hubungan hukum yang bersifat intern, yaitu hubungan hukum antara seesama
debitur itu satu dengan lainnya.
Jadi, sistem tanggung renteng tidak selalu dapat meningkat kinerja keuangan suatu
usaha. Jika sistem tanggung renteng diterapkan secara baik maka dapat meningkatkan
kinerja. Begitupun sebaliknya jika dalam penerapannya kurang maksimal dapat
memperburuk kinerja suatu usaha.

Anda mungkin juga menyukai