Anda di halaman 1dari 14

Privilege lain daripada gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia, ia bukan merupakan hak kebendaan.

Pemilik hak tagih yang diistimewakan pada asasnya tidak mempunyai hak-hak yang lebih dari orang lain.
Ia tidak mempunyai hak untuk menjual sendiri benda-benda atas mana ia mempunyai hak yang
didahulukan untuk mengambil pelunasan, ia tidak mempunyai hak yang mengikuti bendanya kalau
benda itu ada di tangan pihak ketiga (droit de suite). Kelebihannya hanya bahwa atas hasil penjualan
benda tertentu/semua benda milik debitur, ia didahulukan di dalam mengambil pelunasannya.
Mengenai apa saja yang termasuk ke dalam hak privilege ini dapat dilihat dalam Pasal 1139 dan Pasal
1149 KUHPer.

Berdasarkan pasal 1134 ayat 2 KUHPer, gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari pada
previlage, kecuali oleh undang-undang ditentukan sebaliknya, dengan demikian yang harus
didahulukan adalah gadai dan hak tanggungan baru kemudian hak previlage.

Namun Privilege diatur dalam Buku II KUHPerdata sejajar dengan hak kebendaan. Hal ini disebabkan
Privilege juga memiliki sifat droit de suite dan merupakan hak yang memberikan jaminan seperti halnya
Gadai dan Hipotik. Namun para sarjana menganggap bahwa seharusnya Privilege dimasukkan kedalam
Hukum Acara pedata yang termasuk Executie (pelelangan) harta kekayaan debitur dan dalam hal debitur
jatuh pailit.

Privilege juga bukan merupakan jaminan perorangan sebab hak perorangan itu timbul pada saat suatu
perjanjian terjadi misalnya, jual beli, sewa menyewa dan lain-lain, sedangkan Privilege timbul bila
barang-barang yang disita tidak mencukupi untuk langsung melunasi hutang. Disamping itu hak
perongan lansgsung memberikan suatu tuntutan/tagihan terhadap seseorang, sedangkan pada Privilage
baru ada tuntutan dalam hal debitur pailit.

Perbedaan antara Gadai dan Hipotik dengan Privilege adalah kalau Gadai dan Hipotik adalah karena
diperjanjikan sedangkan Privilege diberikan/ditentukan oleh Undang-undang. Kemudian Gadai dan
Hipotik lebih didahulukan daripada Privilege, kecuali dalam hal ditentukan sebaliknya oleh Undang-
undang (Pasal 1134 ayat (2), 1139 ayat (1) dan 1149 ayat (1) KUHPerdata); antara Gadai dan Hipotik
tidak dipersoalkan mana yang harus didahulukan sebab Gadai berkaitan dengan benda bergerak
sedangkan Hipotik mengenai benda tidak bergerak. Selanjutnya padaGadai, para pihak bebas untuk
menjamin dengan Gadai terhadap piutang apapun juga, sedangkan pada Privilege, Undang-undang
mengaitkan Privilege itu pada hubungan-hubungan hukum tertentu.

Meskipun Gadai dan Hipotik berada dalam urutan di atas Privilege artinya hak utama yang diperjanjikan
berada di atas hak utama menurut undang-undang namun ada pengecualiannya yaitu dalam hal
undang-undang menentukan sebaliknya; termasuk didalamnya antara lain hutang-hutang sebagai
berikut:
1. Ongkos-ongkos dalam rangka eksekusi

2. Uang sewa

3. Ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk pemeliharaan benda-benda yang bersangkutan sesudah


benda-benda tersebut digadaikan.

4. Beberapa Privilege lainnya seperti pajak-pajak, bea-cukai dan lain-lain.

5. Hak-hak utama dalam Pasal 318 KUHDagang dan lain-lain

TENTANG KULIAH

FAKULTAS HUKUM UNAS NAMA : SASTRA PERLINDUNGAN ZEBUA

Kamis, 15 September 2016

BAHAN KULIAH PERTAMA HUKUM JAMINAN

SESI PERTAMA

PREFERENSI

Piutang Yang didahulukan Hak-hak yang bersifat memberikan jaminan secara khusus diatur dalam bab-
bab XIX, XX dan XXI Buku II KUHPerdata, yaitu privilege, gadai, dan hipotek.
Privilege, gadai dan hipotek dikatakan secara khusus karena di samping hak-hak jaminan tersebut masih
ada hak-hak jaminan yang lain. Hak-hak jaminan lain itu ada yang diatur di dalam maupun di luar
KUHPerdata, mis: fidusia.

Menurut Pasal 1131 KUHPerdata, “segala kebendaan seorang debitur, baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian, menjadi jaminan untuk
segala perikatan pribadi debitur tersebut”.

Pasal 1131 tersebut sebetulnya mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap
hutangnya, tanggung jawab mana berupamenyediakan kekayaannya baik benda bergerak (benda tetap),
jika perlu dijual untuk melunasi hutang-hutangnya

Kemudian asas yang terkandung dalam Pasal 1131 KUHPerdata diuraikan lebih lanjut dalam Pasal 1132
KUHPerdata. Dalam Pasal 1132 KUHPerdata dikatakan bahwa, “Kebendaan tersebut dalam Pasal 1131
menjadi jaminan bersama bagi para kreditur seimbang (ponds-ponds gewijs) kecuali alasan-alasan yang
sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada piutang yang lain”.
Dengan demikian apabila seorang debitur mempunyai beberapa kreditur maka kedudukan para kreditur
adalah sama (asas paritas creditorium). Maksudnya ,jika kekayaan debitur itu tidak mencukupi untuk
melunasi hutang-hutangnya, maka para kreditur itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan, yaitu
masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang kreditur lain. Jadi dalam pasal
tersebut juga terkandung asas umum yaitu adanya kesamaan hak para kreditur atau atas harta kekayaan
debiturnya.

Namun demikian undang-undang mengadakan penyimpangan terhadap asas keseimbangan ini, jika ada
perjanjian atau jika undang-undang menentukannya. Penyimpangan asas keseimbangan ini dapat dilihat
pada kalimat” Kecuali apabila ada alasan-alasan sah untuk mendahulukan piutang yang satu dari piutang
yang lain”.

Alasan-alasan yang sah ini merupakan penyimpangan dari asas keseimbangan yaitu yang disebutkan di
dalam Pasal 1132 KUHPerdata, yaitu apabila ada piutang-piutang dengan hak privilege, gadai dan
hipotek. Privilege merupakan penyimpangan karena undang-undang sedangkan gadai dan hipotek
merupakan penyimpangan yang terjadi karena perjanjian.

Piutang-piutang dengan hak privilege (hak istimewa), gadai dan hipotik adalah piutang yang
pelunasannya harus didahulukan. Piutang-piutang yang pelunasannya harus didahulukan dinamakan
piutang preferen atau piutang istimewa, sedangkan piutang-piutang yang pelunasannya diselesaikan
menurut asas keseimbangan atau asas umum disebut piutang konkuren.
Kreditur yang mempunyai piutang preferen disebut kreditur preferen, sedangkan kreditur yang kreditur
yang mempunyai piutang konkuren disebut kreditur konkuren. Kreditur preferen mempunyai hak
preferensi/hak istimewa/hak untuk didahulukan dalam pelunasan piutangnya.

B. Tingkatan Preferensi

Telah diuraikan di muka, bahwa kreditur yang mempunyai piutang-piutang dengan hak privilege,gadai
dan hipotek adalah kreditur yang mempunyai hak preferensi. Masing-masing menciptakan piutang yang
pelunasannya harus didahulukan.

Timbul persoalan dari ketiga piutang tersebut, manakah yang harus didahulukan pembayarannya serta
bagaimanakah urutan pembayarannya, apabila ketiga jenis piutang itu kewajiban untuk melunasi ada
pada seorang debitur.
Perlu diketahui bahwa obyek dari gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata adalah benda bergerak,
sedangkan obyek hipotek menurut Pasal 1162 KUHPerdata adalah benda tidak bergerak. Dengan
demikian gadai dan hipotek tidak menimbulkan persoalan, karena masing-masing obyeknya berlainan,
sehingga piutang dengan hak gadai dan hak hipotek masing-masing harus didahulukan. Oleh karena itu
tidak perlu untuk menentukan tingkatan preferensi antara gadai dan hipotek.

Lain dengan privilege, yang dapat membebani baik benda bergerak maupun tidak bergerak, maka
dipandang perlu kiranya satu pihak dengan gadai dan hipotek di lain pihak. Pasal 1134 ayat (2)
KUHPerdata menentukan bahwa ”Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi daripada privilege, kecuali oleh
undang-undang ditentukan sebaliknya”. Dengan demikian dalam hal-hal tertentu, privelege dapat lebih
tinggitingkatannya daripada gadai dan hipotek. Privilege dapat lebih tinggi dari gadai dan hipotek hanya
merupakan pengecualian. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada asasnya kehendak dari para
pihak adalah lebih diutamakan daripada ketentuan undang-undang.

Perlu diketahui bahwa privilege adalah hak jaminan yang ditimbulkan karena undang-undang,
sedangkan gadai dan hipotek adalah hak jaminan karena adanya perjanjian.

Menurut Purwahid Patrik Piutang-piutang dengan hak privilege yang didahulukan pelunasannya
daripada piutang dengan hak gadai dan hipotek, antara lain :

1. Biaya yang semata-mata dikeluarkan untuk mengeksekusi suatu benda bergerak atau benda tidak
bergerak (Pasal 1139 sub 1 KUHPerdata).
2. Piutang-piutang dari orang yang menyewakan benda-benda tak bergerak (Pasal 1138 sub 2 juncto
1140 dan 1142 KUHPerdata).

3. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena pelelangan dan penyelesaian suatu warisan atau
benda lain (Pasal 1149 sub 1 KUHPerdata)

4. Biaya untuk menyelamatkan suatu benda bergerak, yang harus dikeluarkan setelah benda itu
digadaikan (Pasal 1147 (2) KUHPerdata).

5. Hak-hak yang didahulukan mengenai kapal Pasal 31 c KUHDagang (tidak berlaku di Indonesia).

6. Beberapa privilege tentang fiskal (Pasal 1137KUHPerdata).

C. Privilege

Privilege oleh Subekti dan Tjitrosudibio dalam KUHPerdata diterjemahkan dengan “Hak Istimewa”.
Privilege diatur dalam Bab XIX Buku II KUHPerdata. Pengaturan privilege dalam Buku II ini menurut para
pengarang sebetulnya kurang tepat, alasannya karena privilege bukan merupakan hak kebendaan,
hanya merupakan hak untuk lebih mendahulukan dalam pelunasan atau pembayaran piutangnya.
Mengingat sifat-sifat privilege itu maka para pengarang berpendapat bahwa privilege itu

sebetulnya bisa diatur di luar KUHPerdata yaitu termasuk dalam Hukum Acara Perdata,

termasuk Executirrecht. Sebab pentingnya hak untuk lebih didahulukan itu hanya di dalam

hal eksekusi (pelelangan) dari harta kekayaandebitur, selain itu juga dalam hal kepailitan

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan memberikan batasan bahwa privilege ialah suatu hak yang

diberikan oleh undang-undang kepada kreditur yang satu di atas kreditur lainnya semata-mata
berdasarkan sifat piutangnya. Sedang pergantian kreditur baru dapat terjadi karena adanya cessie,
subrograsi, novasi,pewarisan, keputusan hakim.

Pertimbangan privilege diatur dalam Buku II KUHPerdata sejajar dengan hak-hak kebendaan

karena privilege sekalipun sifat kebendaan juga, karena menunjukan adanya sifat droit de suite. Privilege
sedikit banyak memberikan jaminan juga oleh karena itu menurut KUHPerdata diatur bersama dengan
pengaturan gadai dan hipotek. Sebagaimana diketahui bahwa gadai dan hipotek keduanya merupakan
jaminan kebendaan yang diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jadi privilege ini juga merupakan hak
jaminan tetapi bukan merupakan hak kebendaan.
Menurut Pasal 1134 ayat (1) KUHPerdata, ”Privilege adalah hak yang diberikan oleh

undang-undang kepada seorang kreditur sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada kreditur

lainnya, semata-mata berdasarkan piutangnya”. Berarti dengan adanya privilege seorang kreditur oleh
undang-undang diberi hak untuk menerima pembayaran lebih dahulu daripada

kreditur-kreditur yang lain pada pembagian hasil pendapatan lelang eksekusi benda-benda

tertentu atau seluruh harta kekayaan seorangdebitur

Privilege diberikan oleh undang-undang atas dasar keadilan, semata-mata berhubung dengan sifat
piutangnya, privilege bukanlah bagian dari hak-hak dalam perjanjian antara pihak-pihak yang ditentukan
atas dasar persetujuan. Privilege adalah akibat hukum yang demi kepentingan umum diletakan oleh
undang-undang pada perbuatan hukum tertentu dari pihak-pihak, yang berlaku terhadap pihak ketiga.

Privilege adalah hak jaminan bagi pelunasan suatu piutang, maka dari itu privilege menjadi tidak perlu
lagi apabila piutang yang dijamin dengan privilege telah terbayar lunas. Mengingat akan hal tersebut
nampak jelas bahwa hakprivilege merupakan hak yang bersifat accessoir, yang menjadi hapus dengan
hapusnya hutang.
Privilege dibedakan menjadi 2 (dua)

jenis/macam yaitu:

1. Privilege Umum

Privilege Umum ini tertuju pada benda-benda debitur, yaitu privilege terhadap semua harta

benda dari debitur, yaitu privilege terhadap semua harta benda dari debitur. Privilege Umum

diatur dalam Pasal 1149 KUHPerdata, yang terdiri dari 7 macam hak privilege yang ditentukan

secara berurutan, sehingga yang lebih dahuludisebut akan didahulukan dalam pelunasannya.

2. Privilege Khusus

Privilege Khusus ini tertuju terhadap benda-benda tertentu milik debitur, yaitu hak

untuk didahulukan dalam pelunasan piutang terhadap benda-benda tertentu milik debitur.

Privilege Khusus diatur dalam Pasal 1130 KUHPerdata, yang terdiri 9 macam hak privilege,

yang tidak ditentukan urutan pelunasannya. Jadi di sini pelunasannya dengan mengambil

penggantian dari benda-benda tertentu miliknya debitur tersebut.


Pasal 1138 KUHPerdata menentukan bahwa Privilege Khusus lebih didahulukan dari

Privilege Umum, jadi dalam hal terjadi bentrokan antara Privilege Khusus dan

Privilege Umum, maka Privilege Khusus-lah yang didahulukan.

D. Hak Retensi

Ada suatu figur lagi yang bukan merupakan hak kebendaan, tetapi pembicaraannya dilakukan

dalam bab mengenai Hukum Benda. Karena hak ini menunjukan adanya persamaan/mirip dengan hak
gadai. Meskipun demikian hak retensi juga memberikan jaminan. Hak retensi juga bersifat accessoir,
maksudnya ada atau tidaknya itu tergantung pada adanya hutang piutang pokok. Hutang piutang pokok
itu harus ada pertaliannya dengan benda yang ditahan.

Srie Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa hak retensi adalah hak untuk menahan

sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian dengan benda itu dilunasi.
Menurut J. Satrio bahwa sebenarnya hak retensi tidak ada kaitannya dengan masalah “didahulukan
dalam pemenuhan suatu tagihan”. Hak retensi adalah hak yang diberikan kepada kreditur tertentu,
untuk menahan benda debitur, sampai tagihan yang berhubungan dengan benda tersebut dilunasi.

Mengenai dasar hukum hak retensi menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan bahwa aturan yang

umum dalam KUHPerdata mengenai hak retensi ini tidak ada, melainkan hanya diatur dalam

pasal-pasal yang terpisah yaitu dalam pasal pasal 567, 575, 576, 579, 834, 715, 725, 1159, 1756,

1616, 1729 dan 1812 KUHPerdata.

Sedangkan J. Satrio hanya menyebut Pasal 575 (2), 1576, 1364 (2), 1616, 1729 dan 1812

KUHPerdata.

Sifat Hak Retensi


Hak retensi bersifat tak dapat dibagi bagi, artinya kalau misalnya sebagian saja dari hutang itu tidak
dibayar, tidak lalu berarti harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan. Hutang seluruhny
harus dibayar lebih dahulu, baru barang seluruhnya dikembalikan. Hak retensi itu tidak membawa serta
hak boleh memakai – terhadap barang yang ditahan itu, jadi hanya boleh menahan saja tak boleh
memakai bendanya.

Seperti halnya hak jaminan yang lain hak retensi mempunyai cirri cirri sebagai perjanjian yang bersifat
accessoir. Yaitu ikut beralih, hapus dan batal dengan beralihnya, hapusnya dan batalnya perjanjian
pokok. Dan tidak dapat diperalihkan secara khusus. Seperti halnya pada gadai hak retensi tidak
mengandung kewenangan untuk memakai bendanya namun harus memelihara benda tersebut dengan
baik.

Sumber Bacaan

1.Prof. Purwahid Patrik, S.H, Hukum Jaminan, FH

Universitas Diponegoro, 2001.

2.Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H,


Hukum Jaminan di Indonesia (Pokok Pokok Hukum

Jaminan dan Jaminan Perorangan). Penerbit:

Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1980.

3.J. Satrio, S.H, Hukum Jaminan (Hak Jaminan

Kebendaan), Penerbit: PT Citra Aditya Bakti, 2002

4.KUHPerdata.

Anda mungkin juga menyukai