1. LATAR BELAKANG
Meningkatnya jumlah lembaga keuangan syariah di Indonesia
menunjukkan adanya peningkatan performa perbankan syariah dalam
pengembangan produk-produk yang ada didalamnya. Hal tersebut menjadikan
lembaga keuangan syariah dan perbankan syariah dapat menjangkau pasar
ekonomi lebih luas dalam masyarakat.1 Adapun salah satu program untuk
mengembangkan produk-produk perbankan sayriah adalah dengan
pengembangan hybrid contract atau biasa disebut dengan multi akad, yaitu
satu produk yang mengaplikasikan dua akad didalmnya. Hal tersebut
dikarenakan oleh ketidakmampuan suatu produk syariah untuk menangani
persoalan yang semakin berkembang dengan hanya mengandalkan satu akad.2
Akad hybrid yang menarik untuk dibahas kali ini adalah akad Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik atau disingkat menjadi IMBT atau juga dinamakan Al-
Ijarah Thumma Al-Bai’ (AITAB) dan juga disebut sebagai Hire and
Purchase.3 Akad ini merupakan gabungan antara sewa dan jual beli. Akan
tetapi, akad ini lebih condong kepada jual beli. Namun, apabila akad di awal
tidak terlalu jelas kesepakatan untuk jual beli, maka akad ini dinamakan sewa.
Yang menjadi perbedaan yang signifikan adalah kesepakatan setiap pihak atas
pembelian barang di akhir masa sewa.4
Jenis hybrid contract atau aqd murakkab dalam Ijarah Muntahiyah Bit
Tamlik sendiri adalah akad yang berbeda atau al-‘uqud al-mukhtalifah yang
bermakna multi akad yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara
1
Miko Polindi, ‘Implementasi Ijarah Dan Ijarah Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT) Dalam
Perbankan Syariah Di Indonesia’, AL-INTAJ, 2.1 (2016).
2
S.H.M.M Dzakkiyah Rusydatul Umam, Rachmi Sulistyarini, S.H. M.H, Siti Hamidah,
‘Analisis Yuridis Akad Ijarah Munahiya Bittamlik (IMBT) Dalam Perspektif Hukum Islam Dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata’, 1–20.
3
Ahmad Khoirin Andi, ‘Ijarah Muntahiya Bittamlik Sebagai Solusi Ekonomi
Kerakyatan’, ACTIVA: Jurnal Ekonomi Syariah, 2.2 (2019), 22–43.
4
Nur Dinah Fauziah, ‘Implementasi Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik DI Perbankan
Syari’ah’, AL-‘ADALAH: Jurnal Syariah Dan Hukum Islam, 1.3 (2016), 73–80.
kedua akad itu atau sebagiannya. Maksud dari perbedaan akibat hukum disini
adalah, apabila akad sewa diharuskan adanya ketentuan waktu, sedangkan
pada akad jual beli tidak ada ketentuan waktu didalamnya.5
Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik secara umum dapat dimaknai
sebagai suatu akad dimana antara pihak Bank Syariah dengan nasabah telah
menyetujui akad sewa-menyewa yang mana nasabah menerima manfaat dari
objek sewa tersebut dan ia pun memiliki kewajiban unutk mengangsur pada
waktu yang telah disepakati dalam jangka waktu tertentu dan akan terjadi
pengalihan kepemilikan di akhir masa pembiayaan.6
Adapun akad IMBT sendiri sering digunakan pada produk Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) baik di Bank Syariah maupun Lambaga Keuangan
Syariah di Indonesia. Produk lain pada Bank Syariah dan LKS yang
menggunakan akad ini ada 15 produk, diantaranya refinancing, working
capital, take over/top up, penagihan hutang dari bank konvensional, dan masih
banyak lagi. Hal ini terjadi karena akad ini sudah danggap mampu mengikuti
berkembangnya perekonomian islam.7
Penggabungan dua akad dalam akad ini menimbulkan suatu hak dan
kewajiban yang tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut dalam praktek di
lapangan memunculkan banyak polemic dan sengketa dari pihak-pihak yang
menjalankannya.8 Fenomena itu terjadi karena realitas di lapangan tentang
akad pembiayaan Ijarah dalam IMBT memiliki perbedaan dengan teori
dasarnya yang merujuk kepada fiqh muamalat yang mana dalam akad Ijarah
seharusnya pihak bank menyediakan jasa tenaga kerja, sedangkan dalam
prakteknya, tenaga kerja dalam akad ini adalah nasabah sendiri.9 Maka yang
5
Yosi Aryanti, ‘Multi Akad (Al-Uqud Al-Murakkabah) Di Perbankan Syariah Perspektif
Fiqh Muamalah’, Jurnal Ilmiah Syari‘Ah, 15.2 (2016), 177–89.
6
Restianika Prisna Subroto, ‘Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Bank Syariah
Dalam Melakukan Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Transaksi Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
(IMBT) Di Indonesia’, Jurisdictie: Jurnal Hukum Dan Syariah, 8.2 (2017), 159–74.
7
Jamaluddin, ‘Implementation of the Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik Agreement
According to the DSN-MUI Decree Number 27 of 2002 and Islamic Law’, At-Tamwil: Kajian
Ekonomi Syariah, 2.2 (2020), 153–81 <http://https//ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/perbankan
%0AImplementasi>.
8
Nasrullah Ali Munif, ‘Analisis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Dalam Perspektif
Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia’, An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah, 03.02
(2017), 255–75.
9
Ahmad Suminto and Sisminawati, ‘Dualisme Akad Ijarah Dan Ijarah Muntahiyah Bit-
Tamlik ( Imbt ) Perspektif Fiqh Muamalah’, MUSYARAKAH: Journal of Sharia Economics
menjadi permasalahan saat ini adalah kepatuhan syariah Bank Syariah dan
LKS dalam penerapannya di lapangan apakah sudah sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan DSN-MU. Tidak dapat dipungkiri bahwa praktek
penyelewengan akad IMBT pada kasus KPR marak terjadi akhir-akhir ini.10
Praktek Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik yang sering kali tidak sesuai
dengan peraturannya dimana faktanya, pembiayaan IMBT menggunakan tiga
akad, yaitu akad jual beli, IMBT dan Hibah. Hal ini kemudian disebut sebagai
al-bai’ wal isti’jar (sale and lease back) 11 atau sering disebut juga financing
hire purchase12 yang berguna untuk pembiayaan ulang dimana nasabah
awalnya menjual barang kepada pihak bank yang nantinya menjadi barang
yang akan disewa olehnya menggunakan akad jual beli. Padahal seharusnya
dalam akad IMBT hanya ada dua akad didalamnya yaitu sewa dan jual beli
yang mana seharusnya pihak bank sudah mneyediakan barang yang akan
dijadikan objek penyewaan yang nantinya akan disewakan kepada nasabah
sehingga akhirnya akan dijual kepada nasabah tersebut.
Barang yang sering dijadikan objek dari akad IMBT di bank syariah
adalah rumah yang menjadi kebutuhan pokok bagi banyak orang saat ini. 13
Maka dari itu, perlu kiranya dilakukan Analisa terkait implementasi akad
Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik pada Kredit Kepemilikan Rumah di Bank
Syariah Indonesia.
2. LANDASAN TEORI
2.1. Akad Ijarah
Ijarah secara etimologi adalah penjualan manfaat dari suatu barang
yang mana disebut juga dalam perbankan sebagai lease contract dan hire
contract.14 Ijarah adalah akad yang berguna sebagai pemindahan manfaat
suatu barang atau jasa dalam waktu yang telah ditentukan dengan kesepakatan
21
Melani Puspitasari Daffa Muhammad Dzubyan, Erina Azzahra, ‘Analisis Akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT) Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia’,
Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah Vol., 3.2 (2019), 181–96
<https://doi.org/https://doi.org/10.29313/amwaluna.v3i2.4304>.
22
Didik Hijrianto, ‘Pelaksanaan Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Pada
Bank Muamalat Indonesia Cabang Mataram’ (Universitas Diponegoro, 2010).
23
Pratiwi and Novi, p. 170.
Dari skema akad IMBT pada KPR diatas dapat diperhatikan awalnya
pihak nasabah dan bank melakukan akad sewa IMBT. Setalah semua
persyaratan dan margin telah ditentukan dan telah disepakati, pihak bank
membeli rumah ke supplier dengan tunai. Dalam objek rumah,
pengatasnamaan langsung atas nama nasabah agar mempermudah pemindahan
kepemilikan di akhir tempo walaupun sertifikatnya ada di pihak bank sampai
nasabah melunasi semua angsuran. Setalah semua perjanjian dilakukan,
supplier mengirimkan dokumen dan sertifikat rumah kepada bank sedangkan
rumah langsung digunakan oleh nasabah.24
Nasabah membayar angsuran sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditentukan. Apabila semua angsuran sudah dilunasi, bank memindahkan
kepelikian rumah kepada nasabah dengan akad hibah atau jual beli. Apabila
menggunakan akad hibah, maka jumlah angsuran pokok dari awal
pembayaran sampai akhir pelunasan memiliki jumlah yang lebih mahal karena
sudah ditambahkan dengan biaya pembelian rumah. Sedangkan apabila
pemindahan kepemilikan rumah menggunakan akad jual beli, maka biaya
angsuran tetap sesuai dengan biaya sewa dan ketika di akhir pemindahan
kepemilikan, nasabah membayar kembali jumlah pembelian rumah tersebut.25
3. KESIMPULAN
24
Pratiwi and Novi, p. 169.
25
Pratiwi and Novi, p. 170.
Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan kebutuhan
akan tempat tinggal pun ikut bertambah. Hal tersebut membuat banyak orang
ingin memiliki rumah sendir. Akan tetapi, permasalahnnya adalah kurangnya
pendapatan ekonomi sehingga mengurungkan niatnya untuk membeli rumah.
Permasalahan ini mengharuskan Bank Syariah dan LKS untuk memecahkan
dan menyelesaikan masalah tersebut.
Adapun solusi dari permasalahan tersebut adalah ditetapkannya fatwa
DSN-MUI tentang kebolehan akad IMBT dimana bank mengadakan
pembiayaan dengan akad sewa-menyewa yang diakhiri dengan pemindahan
kepemilikan dari bank kepada nasabah.
Adapun implementasi akad IMBT pada pembiayaan KPR di bank
syariah sudah sesuai dengan aturannya. Margin yang ada dalam akad IMBT
ditentukan dan disepakati bersama oleh pihak bank dan pihak nasabah.
Apabila sudah berakhir tempo sewa-menyewa dengan selesainya cicilan sewa,
maka objek rumah sewa akan dialihkan kepemilikannya kepada nasabah
dengan cara hibah atau jual-beli.
4. DAFTAR RUJUKAN
Amri, Aulil, ‘IMBT Between DSN AND Islamic Bank (Application of Fatwa
DSN on IMBT in Islamic Bank)’, Jurnal JESKaPe, 2.1 (2018), 54–63
Pratiwi, Winda Ika, and Moch Novi, ‘Implementasi Akad Murabahah Dan Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk KPR BRI Syariah KC Malang Kawi’,
FALAH Jurnal Ekonomi Syariah, 2.2 (2017), 156–76
Prof. Dr. Jaih Mubarok, S.E., M.H., M.Ag., Kontrak Ijarah Muntahiyyah
Bittamlik (Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial Republik
Indomesia)