Anda di halaman 1dari 21

Analisis Implementasi Akad Musyarakah Muntanaqishah (MMQ) Pada PT.

Bank
Muamalat Indonesia, Tbk

I. PENDAHULUAN
Musyarakah merupakan salah satu jenis kontrak yang diterapkan oleh perbankan
syariah. Musyarakah diterapka melalui mekanisme pembagian keuntungan serta kerugian
(profit loss sharing) diantara para pihak melalui metode profit maupun revenue sharing.
Porsi pembiayaan dengan akad Musyarakah saat ini hanya berkontribusi sebesar 22%
dari total pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia sementara Murabahah sekitar 60%.
Konsep profit loss sharing dalam akad Musyarakah merupakan ciri khusus sebagai
pembeda antara aktivitas perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Tanggung
renteng atas keuntungan dan kerugian yang dialami antara Bank dan Nasabah menjadi
criteria khusus yang dapat menarik jumlah Nasabah lebih banyak jika Bank mampu
mengelola risiko dengan baik.
Akad Musyarakah dapat diaplikasikan dan dikembangkan dalam berbagai bentuk
pembiayaan baik yang bersifat produktif maupun konsumtif untuk tujuan modal kerja
usaha, investasi maupun konsumsi.
Kesenjangan pembiayaan murabahah dengan akad lainnya dapat ditekan dengan
pengembangan dan modifikasi atas akad-akad keuangan syariah. akad yang menarik
untuk kita bahas adalah akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ), dengan keunikan akad
ini, dapat membantu peningkatan akad yang bersifat bagi hasil. Pembiayaan musyarakah
ini memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagai
keuntungan maupun risiko kerugian, sehingga dapat menjadi alternative dalam proses
kepemilikan asset (barang) atau modal.
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk merupakan salah satu perbankan syariah yang
menyediakan pembiayaan dengan akad MMQ melalui pembiayaan KPR iB Muamalat.
Makalah ini membahas bagaimana implementasi akad MMQ pada KPR iB Muamalat dan
apakah akad yang ada telah sesuai dengan ketentuan syariah yang berlaku.

1
II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Akad Muayarakah Muntanaqishah (MMQ)
Secara bahasa, Musyarakah Mutanaqishah terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu
musyarakah dan mutanaqishah. Musyarakah biasa juga disebut dengan syirkah yang
berarti kerjasama. Mutanaqishah berasal dari naqasa yang berarti berkurang,
berkurang secara bertahap. Dengan demikian syirkah mutanaqishah disebut juga
decreasing participation atau diminishing participation.1
Dalam Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan musyarakah mutanaqisah adalah kepemilikan asset (barang) atau
modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh
pihak lainnya.2
Wahbah al-Zuhaily menyatakan bahwa Musyarakah Mutanaqishah ini
dibenarkan dalam syariah, karena sebagaimana ijarah muntahiya bi tamlik, yaitu
berdasarkan pada janji dari bank kepada mitra (masabah)-nya bahwa bank akan
menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam syirkah apabila mitra telah
membayar kepada bank sejumlah harga porsi yang dimiliki bank tersebut. Di saat
berlangsung, musyarakah mutanaqishah tersebut dipandang sebagai syirkah ‘inan,
karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi moda (ra’su al-mal), dan bank
mendelegasikan kepada nasabah untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai
syirkah, bank kemudian menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan
ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah dan tidak terkait dengan akad
syirkah.3
Tekait dengan musyarakah mutanaqishah ini, maka Ibnu Qudamah dalam
(Ridwan & Syahruddin, 2013) menyebutkan bahwa apabila salah satu dari dua yang
bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hissah) dari mitra lainnya, maka hukumnya
boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain. 4

1 M Ridwan dan Syahruddin, “Implementasi Musyarakah Muntanaqishah sebagai Alternatif Pembiayaan


Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia” TSAQAFAH Jurnal Peradaban Islam, 9 (1), 2013
2 Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Muntanaqishah
3 Wahbah Zuhaili, Al-Mu’amalah Al-Maliyah Al-Muashirah, (t.t), 436-437
4 M Ridwan dan Syahruddin, “Implementasi Musyarakah Muntanaqishah sebagai Alternatif Pembiayaan
Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia” TSAQAFAH Jurnal Peradaban Islam, 9 (1), 2013

2
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Musyarakah
Muntanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Dimana kerjasama ini akan
mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah
hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran
atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak
salah satu pihak kepada pihak lain.
Produk Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) telah diterapkan oleh beberapa
Bank Syariah yang meliputi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah
(UUS) dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat melalui pembiayaan berbasis
kemitraan bagi hasil antara pihak Nasabah dan Bank yang pada akhirnya perjanjian
seluruh asset yang dibiayai tersebut menjadi milik Nasabah. Pengalihan kepemilikan
asset tersebut melalui cara Nasabah mengambil alih porsi modal (hishshah) dari
Bank secara angsuran berdasarkan suatu metode pembayaran tertentu selama jangka
waku kontrak yang disepakati bersama. Produk Musyarakah Muntanaqishah dapat
dilakukan dengan tujuan pembiayaan kepemilikan asset seperti rumah maupun
kendaraan baik baru maupun lama. Struktur produk berbasis akad Musyarakah
Muntanaqishah dibuat secara multiakad (hybrid) yang selain akad Musyarakah terdiri
atas akad ijarah, ijarah mawsufah fi zimah, bai al musawamah ataupun akad istisna.
Mekanisme Musyarakah Muntanaqishah dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Produk Berbasis MMQ untuk KPR iB dan KKB iB

Sumber: ojk.go.id

3
Keterangan:
1. Bank Syariah dan nasabah perorangan atau perusahaan melakukan perjanjian
pembiayaan dengan akad MMQ dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi
hasil sesuai dengan kesepakatan para pihak.
2. Bank menyalurkan dana senilai porsi modalnya (hishshah) sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan kesepakatan para pihak.
3. Pembiayaan MMQ sebagai modal usaha bersama antara bank dan nasabah berupa
mobil atau rumah untuk disewakan (ijarah).
4. Penyewa aset/aktiva MMQ sebagai objek usaha bersama yang dapat disewa
sendiri oleh nasabah selaku konsumen penyewa (musta’jir) dengan membayar
sewa (ujrah) yang hasilnya dibagi hasilkan antara bank dan nasabah sesuai nisbah
yang disepakati.
5. Pembayaran uang sewa (ujrah) oleh nasabah selaku konsumen penyewa kepada
kemitraan usaha yang dimiliki bersama (bank dan nasabah MMQ) selaku pemberi
sewa.
6. Pembagian hasil usaha penyewaan aset MMQ antara bank dan nasabah sesuai
nisbah bagi hasil yang disepakati.
7. Pembayaran bagi hasil bagi bank wajib disetorkan kepada bank dan pendapatan
bagi hasil nasabah selaku nasabah mitra MMQ sebagai salah satu bagian sumber
pembayran angsuran yang harus dibayarkan untuk pengambilan porsi modal
(hishshah) bank oleh nasabah.
8. Disamping membayar bagi hasil, nasabah setiap bulannya juga membayar
angsuran pokok untuk pengambil alihan porsi modal (hishshah) bank sampai
dengan berakhirnya masa perjanjian pembiayaan MMQ, dimana seluruh aset
MMQ menjadi milik penuh nasabah.

B. Ketentuan Musyarakah Muntanaqishah (MMQ) dalam Berbagai Sumber


Hukum
a. Musyarakah Muntanaqishah (MMQ) dalam Fatwa DSN-MUI
Substansi Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang MMQ terdiri atas
ketentuan umum yaitu: MMQ adalah kepemilikan asset (barang) atau modal bersama

4
dimana kepemilikan salah satu syarik berkurang disebabkan pembelian secara
bertahap oleh syarik lainnya. Syarik adalah mitra yaitu pihak yang melakukan akad
musyarakah, selanjutnya hishshah adalah porsi modal syarik dalam kekayaan
musyarakah yang bersifat musya’, dan musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam
kekayaan musyarakah (milik bersama) dari segi nilai dan tidak dapat ditentukan
batas-batasnya secara fisik.
Ketentuan hukum MMQ menurut Fatwa DSN-MUI adalah boleh dan ketentuan
akadnya terdiri atas; Satu, Akad MMQ terdiri atas akad sirkah dan akad bai’/jual beli
(yang dilakukan secara pararel). Dua, Ketentuan mengenai yarik dalam kekayaan
musyarakah): a) Berkewajiban menyertakan harta untuk dijadikan modal usaha dan
kerja berdasarkan kesepakatan dalam akta. b) Berhak memperoleh keuntungan
berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad, dan c) menanggung kerugian
sesuai proporsi modal. Tiga, dalam akad MMQ, syarik wajib berjanji untuk menjual
seluruh hishashnyaseara bertahap, dan syarik lain wajib membelinya. Empat, Jual beli
dilakukan sesuai kesepakatan; dan Lima, setelah selesai seluruh proses jual beli,
seluruh hishshah Lembaga Keuangan Syariah/ LKS beralih kepada syarik lainnya.
Ketentuan khusus terdiri dari; asset MMQ dapat diijarahkan kepada syarik atau
pihak lain. Apabila asset MMQ menjadi obyek ijarah, maka syarik/ nasabah dapat
menyewa asset tersebut dengan nilai ujrah (sewa) berdasarkan kesepakatan.
Selanjutnya keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati dalam akad, sedangkan pembagian kerugian harus berdasarkan porsi
modal/kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat dapat mengikuti pproporsi
modal/kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. Poin berkurangnya bagian/porsi
kepemilikan asset musyarakah yang dimiliki syarik/LKS akibat pembayaran nasabah
harus jelas dan disepakati dalam akad, dan biaya perolehan asset MMQ menjadi
beban bersama, sedangkan biaya peralihan kepemlikan menjadi beban pembeli.
b. Musyarakah Muntanaqishah (MMQ) menurut AAOIFI
Ketentuan syariah tentang MMQ menurut standar AAOIFI (Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institution) sebagai berikut: MMQ adalah
bentuk musyarakah dimana para mitra (syarik) berjanji untuk membeli bagian
kepemilikan (equity share) dari mitra yang lain secara bertahap sampai

5
kepemilikannya secara sempurna berpindah kepadanya. Transaksi ini dimulai dengan
pembentukan sebuah musyarakah yang sesudahnya diikuti dengan jual-beli dari
bagian kepemilikan (equity) yang terjadi diantara kedua mitra. Karenanya, perlu
ditekankan bahwa jual bei ini tidak boleh diisyaratkan dalam kontrak musyarakah.
Dengan kata lain, mitra yang akan membeli itu diijinkan untuk member janji (wa’ad)
untuk membeli. Wa’ad ini harus terpisah dari kontrak musyarakah. Sebagai
tambahan, kesepakatan jual beli juga harus terpisah dari musyarakah. Tidak
dibolehkan satu kontrak menjadi suatu syarat untuk melakukan kontrak lainnya.
Ketentuan umum untuk musyarakah harus diterapkan kepada MMQ, terutama
ketentuan tentang syirkah ‘inan. Karenanya tidak dibolehkan bahwa kontrak dari
MMQ memasukkan provisi yang memberikan keistimewaan hak bagi pihak manapun
untuk menarik partisipasinya dalam modal. Ketentuan selanjutnya adalah tidak
dibolehkan menyebutkan bahwa salah satu mitra harus menanggung semua biaya
asuransi atau pemeliharaan atas dasar bahwa salah satu mitra tersebut pada akhirnya
akan memiliki obyek musyarakah. Setiap mitra harus menyediakan bagian modal.
Penyediaan modal dapat berbentuk kas atau asset yang dapat diukur menurut nilai
uang, misalnya sebidang tanah untuk bangunan atau peralatan yang diperlukan untuk
operasional musyarakah. Kerugian, jika ada, harus ditanggung secara periodik oleh
para pihak sesuai dengan rasio penyediaan setiap mitra, ketika saham (bagian) dari
satu pihak menurun dan bagian pihak lain meningkat.
Adapun ketentuan AAOIFI terkait nisbah keuntungan atau pendapatan dari
musyarakah yang merupakan hak setiap pihak harus jelas ditentukan/disepakati. Akan
tetapi, dibolehkan bagi para pihak untuk menyetujui nisbah keuntungan yang tidak
selalu merujuk pada rasio kepemilikan modal/bagian. Juga dibolehkan bagi para
pihak untuk memelihara nisbah keuntungan yang sudah disepakati, meskipun rasio
kepemilikan itu telah berubah, atau menyepakati untuk mengubah nisbah keuntungan
karena perubahan dari rasio kepemilikan modal. Dalam melaksanakan hal tersebut,
mereka harus memastikan, bahwa prinsip alokasi kerugian yang sesuai dengan rasio
kepemilikan saham, diprtahankan.
AAOIFI menekankan bahwa tidak dibolehkan mengatur agar salah satu pihak
memiliki hak untuk menerima keuntungan berdasrkan jumlah tertentu (lump sum).

6
Namun, dibolehkan bagi salah satu mitra untuk memberikan janji yang mengikat
(berdasarkan kontrak jual beli) yang memberikan mitra lain hak untuk mendapatkan
bagian kepemilikannya (equity share) secara bertahap, menurut nilai pasar atau pada
harga yang disepakati pada waktu pengalihan. Akan tetapi tidak dibolehkan untuk
mensyaratkan kondisi bahwa bagian kepemilikan itu dialihkan/diperoleh pada harga
awal (face value) karena hal ini akan menciptakan jaminan dari nilai bagian
kepemilikan dari salah satu mitra (atau lembaga) oleh mitra yang lain, yang tidak
dibolehkan secara syariah.
Ketentuan AAOIFI bagi para mitra dapat menyusun perolehan bagian
kepemilikan dari suatu lembaga dengan cara yang dapat memenuhi kepentingan dari
kedua pihak.hal ini meliputi, misalnya, janji oleh klien lembaga untuk menyisihkan
sebagian dari keuntungan atau perolehan yang mungkin dia peroleh dari musyarakah,
untuk pengalihan porsi/ persentase kepemilikan (equity) dari lembaga itu. Obyek
musyarakah dapat dibagi menjadi beberapa bagian (shares) yang di dalamnya mitra
lembaga dapat membeli sejumlah bagian tertentu pada periode (interval) tertentu
sampai mitra itu menjadi pemilik dari keseluruhan kepemilikan dan karenanya
menjadi satu-satunya pemilik obyek musyarakah. Terakhir,dibolehkan bagi salah satu
mitra untuk menyewa bagian kepemilikan mitra yang lain untuk jumlah tertentu dan
periode yang diinginkan yang di dalamnya setiap mitra tetap bertanggungjawab untuk
pemeliharaan bagiannya secara regular.

C. Standar Pelaksanaan
Berdasarkan buku Standar Produk Perbankan Syariah Musyarakah dan
Musyarakah Muntanaqishah yang disusun oleh OJK dkk, secara ringkas standar
pelaksanaan MMQ di Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:
a. Fitur Produk5
Tabel 1. Fitur Produk
N Aspek Keterangan
o
1 Akad Pembiayaan Akad Pembiayaan Musyarakah Muntanaqisyah
2 Tujuan Pembiayaan  Pembelian Properti Baru (Ready Stock),

5 OJK, Standar Produk Perbankan Syariah Musyarakah danMusyarakah Muntanaqishah, (Jakarta: 2016), h.122-123

7
Properti lama (second) atau property
baru indent
 Take Over
 Refinancing
3 Obyek Pembiayaan (Jenis  Rumah tinggal
Properti)  Rumah susun (Rusun)
 Rumah Toko (Ruko)
 Rumah Kantor (Rukan)
 Apartemen
 Kondominium
4 Jangka Waktu Pembiayaan  Pembiayaan Jangka Menengah
(Intermediate Term Financing) atau
 Jangka Panjang (Long Term Financing)
5 Kriteria Nasabah  Perorangan/ Indvidu atau
 Badan Usaha
6 Plafond Minimum …. (sesuai kebijakan Bank dan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku)
7 Plafond Maksimum …. (sesuai kebijakan Bank dan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku)
8 Sifat Fasilitas Revolving atau non Revolving
9 Mata Uang Rupiah atau Valuta asing
10 Media Penarikan Kas atau Transfer atau RTGS atau Cek atau
Bilyet Giro
11 Nisbah Bagi Hasil Bank : Nasabah (Disepakati Bersama)
12 Biaya-biaya Biaya perolehan menjadi beban bersama, biaya
selama masa sewa menjadi beban penyewa
sedangkan biaya peralihan kepemilikan
menjadi beban pembeli.
13 Hishshah (Porsi Modal) Nilai per 1 unit hishshah disepakati di awal dan
tidak berubah nilainya selama masa
pembiayaan
14 Tarif Sewa Tarif sewa yang dikenakan kepada penyewa
asset property tersebut berdasarkan pada harga
pasar atau menggunakan harga sewa yang
disepakati selama periode pricing yang berlaku.

b. Tahapan Proses Pembiayaan6


Tabel 2. Tahapan Proses Pembiayaan
No Tahapan Pelaksanaan
6 OJK, Standar Produk Perbankan Syariah Musyarakah danMusyarakah Muntanaqishah, (Jakarta: 2016), h.158-160

8
1 Tahap I 1. Calon Nasabah mengisi lengkap Formulir
Pengajuan Pembiayaan Aplikasi Permohonan Pembiayaan atau
mengajukan Surat Permohonan
Pembiayaan
2. Calon Nasabah menyerahkan dokumen-
dokumen persyaratan lain yang diminta
oleh BUS/UUS/BPRS
2 Tahap II 1. Pihak BUS/UUS/BPRS akan melakukan
Verivikasi Dokumen Calon verivikasi terhadap data diri Nasabah
Nasabah 2. Pihak BUS/UUS/BPRS akan melakukan
analisa terhadap hal-hal sebagai berikut:
a) Profil Nasabah
b) Melakukan Analisa Yuridis dan
Analisa Kontrak
3. Pihak BUS/UUS?BPRS akan melakukan
penilaian jaminan yang diberikan
Nasabah guna dijadikan pertimbangan
dalam memberikan keputusan.
4. Pihak BUS/UUS/BPRS akan membuat
Usulan Pembiayaan berdasarkan analisa
dan verikasi terhadap dokumen Calon
Nasabah.
3 Tahapan III 1. Pihak BUS/UUS/BPRS akan member
Persetujuan Pengajuan keputusan perihal layak/tidaknya calon
Pembiayaan Nasabah diberikan pembiayaan.
2. Apabila calon Nasabah dinyatakan layak,
pihak BUS/UUS/BPRS memberikan
Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan
kepada Calon Nasabah.
3. Apabila Nasabah dinyatakan tidak layak,
maka pihak BUS/UUS/BPRS akan
segera mengkonfirmasi dan memberikan
Surat Penolakan Pembiayaan kepada
Nasabah.
4 Tahap IV 1. Apabila Nasabah telah dinyatakan layak
Pengikatan Pembiayaan dan dan disetujui untuk diberikan
Pengikat Jaminan pembiayaan, Nasabah diminta datang di
BUS/UUS/BPRS untuk melakukan
pengikatan.
2. Pihak BUS/UUS/BPRS akan mengecek
keaslian dokumen jaminan.

9
3. Nasabah akan melakukan pengikatan
pembiayaan dan jaminan yang dilakukan
dan dibuat oleh Notaris rekanan
BUS/UUS/BPRS.
4. Setelah pengikatan dilakukan,
BUS/UUS/BPRS menyimpan asli
dokumen pengikatan pembiayaan dan
jaminan
5 Tahap V 1. Sebelum setting Fasilitas Pembiayaan,
Pembayaran Biaya-Biaya Nasabah dan Pihak BUS/UUS/BPRS
Sebelum Pencairan akan menyepakati seluruh biaya-biaya
yang timbul
2. Biaya yang mungkin akan timbul antara
lain:
a) Biaya administrasi
b) Biaya Asuransi Jiwa (bila
disyaratkan)
c) Asuransi Kebakaran
d) Asuransi Pembiayaan (bila
disyaratkan)
e) Biaya Notaris
f) Biaya Penilaian Jaminan, dan
g) Biaya Materai
6 Tahap VI 1. Setelah seluruh biaya yang timbul
Setting Fasilitas Pembiayaan didebet oleh Pihak BUS/UUS/BPRS
Musyarakah maka Bank akan melakukan setting pada
rekening giro sehingga Nasabah dapat
menggunakan dana dari rekening
Nasabah.
2. Nasabah wajib menggunakan dana
tersebut untuk pemenuhan kebutuhan
pembiayaan sesuai yang diajukan.
7 Tahap VII 1. Nasabah membayar sesuai dengan
Pembayaran Bagi Hasil tanggal pembayaran bagi hasil yang telah
disepakati
2. Pembayaran pengembalian modal
BUS/UUS/BPRS dilakukan otomatis
ketika terdapat dana di rekening giro
Nasabah

10
8 Tahap VIII 1. Fasilitas pembiayaan dinyatakan lunas
Pelunasan Pembiayaan apabila:
a) Lunas sesuai jangka waktu
pembiayaan
b) Nasabah melakukan pelunasan
sebelum jatuh tempo fasilitas
pembiayaan
2. Nasabah melakukan pelunasan melalui
penyetoran dana sesuai dengan sisa dana
bagi hasil
3. Setelah seluruh kewajiban Nasabah lunas
maka pihak BUS/UUS/BPRS akan
melakukan pelepasan jaminan dan
penghentian permintaan bagi hasil

III. PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (“Bank Muamalat Indonesia”)
memulai perjalanan bisnisnya sebagai Bank Syariah pertama di
Indonesia pada 1 November 1991 atau 24 Rabi’us Tsani 1412 H.
Pendirian Bank Muamalat Indonesia digagas oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan
pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari
Pemerintah Republik Indonesia. Sejak resmi beroperasi pada 1 Mei
1992 atau 27 Syawal 1412 H, Bank Muamalat Indonesia terus
berinovasi dan mengeluarkan produkproduk keuangan syariah seperti
Asuransi Syariah (Asuransi Takaful), Dana Pensiun Lembaga Keuangan
Muamalat (DPLK Muamalat) dan multifinance syariah (Al-Ijarah
Indonesia Finance) yang seluruhnya menjadi terobosan di Indonesia.
Selain itu produk Bank yaitu Shar-e yang diluncurkan pada tahun 2004
juga merupakan tabungan instan pertama di Indonesia. Produk Shar-e
Gold Debit Visa yang diluncurkan pada tahun 2011 tersebut
mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI)
sebagai Kartu Debit Syariah dengan teknologi chip pertama di
Indonesia serta layanan e-channel seperti internet banking, mobile

11
banking, ATM, dan cash management. Seluruh produk-produk tersebut
menjadi pionir produk syariah di Indonesia dan menjadi tonggak
sejarah penting di industri perbankan syariah. 7

Pada 27 Oktober 1994, Bank Muamalat Indonesia mendapatkan


izin sebagai Bank Devisa dan terdaftar sebagai perusahaan publik
yang tidak listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 2003, Bank
dengan percaya diri melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT)
dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sebanyak 5 (lima)
kali dan merupakan lembaga perbankan pertama di Indonesia yang
mengeluarkan Sukuk Subordinasi Mudharabah. Aksi korporasi tersebut
semakin menegaskan posisi Bank Muamalat Indonesia di peta industri
perbankan Indonesia.8
Seiring kapasitas Bank yang semakin diakui, Bank semakin
melebarkan sayap dengan terus menambah jaringan kantor
cabangnya di seluruh Indonesia. Pada tahun 2009, Bank mendapatkan
izin untuk membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia dan
menjadi bank pertama di Indonesia serta satu-satunya yang
mewujudkan ekspansi bisnis di Malaysia. Hingga saat ini, Bank telah
memiliki 325 kantor layanan termasuk 1 (satu) kantor cabang di
Malaysia. Operasional Bank juga didukung oleh jaringan layanan yang
luas berupa 710 unit ATM Muamalat, 120.000 jaringan ATM Bersama
dan ATM Prima, serta lebih dari 11.000 jaringan ATM di Malaysia
melalui Malaysia Electronic Payment (MEPS).9
Menginjak usianya yang ke-20 pada tahun 2012, Bank Muamalat
Indonesia melakukan rebranding pada logo Bank untuk semakin
meningkatkan awareness terhadap image sebagai Bank syariah Islami,
Modern dan Profesional. Bank pun terus mewujudkan berbagai
pencapaian serta prestasi yang diakui baik secara nasional maupun
internasional. Hingga saat ini, Bank beroperasi bersama beberapa
7 Profil Bank Muamalat, https://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat, diakses pada 16 Juli 2019
8 Profil Bank Muamalat, https://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat, diakses pada 16 Juli 2019
9 Profil Bank Muamalat, https://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat, diakses pada 16 Juli 2019

12
entitas anaknya dalam memberikan layanan terbaik yaitu Al-Ijarah
Indonesia Finance (ALIF) yang memberikan layanan pembiayaan
syariah, (DPLK Muamalat) yang memberikan layanan dana pensiun
melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan, dan Baitulmaal Muamalat
yang memberikan layanan untuk menyalurkan dana Zakat, Infakdan
Sedekah (ZIS).10
Sejak tahun 2015, Bank Muamalat Indonesia bermetamorfosa
untuk menjadi entitas yang semakin baik dan meraih pertumbuhan
jangka panjang. Dengan strategi bisnis yang terarah Bank Muamalat
Indonesia akan terus melaju mewujudkan visi menjadi “The Best
Islamic Bank and Top 10 Bank in Indonesia with Strong Regional
Presence”.11
Bank Muamalat Indonesia menyediakan berbagai produk dan layanan perbankan
seperti pembiayaan, tabungan, giro, deposito, perbankan Internasional, Keuangan
Perdagangan dan layanan perusahaan.12

B. Implementasi Pembiayaan Musyarakah Muntanaqishah (MMQ) Pada Bank


Muamalat Indonesia
Produk MMQ pada perbankan syariah di Indonesia dapat diaplikasikan dalam
bentuk pembiayaan yang bersifat produktif maupun konsumtif. Jenis pembiayaan ini
dapat diaplikasikan pada pembiayaan kendaraan, maupun pembiayaan property atau
rumah. MMQ dalam implementasinya pada perbankan syariah Indonesia diperuntukkan
pada pembiayaan pembelian property baru (ready stock), property lama (second) atau
property baru indent, take-over dan refinancing. Bank Muamalat Indonesia menyediakan
produk pembiayaan dengan skema Musyarakah Muntanaqishah melalui KPR iB
Muamalat. Adapaun ringkasan informasi terkait produk tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Ringkasan Informasi Produk Pembiayaan KPR iB Muamalat
No Informasi Penjelasan
1 Nama dan Jenis Produk KPR iB Muamalat
10 Profil Bank Muamalat, https://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat, diakses pada 16 Juli 2019
11 Profil Bank Muamalat, https://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat, diakses pada 16 Juli 2019
12 Produk dan Layanan, https://www.bankmuamalat.co.id/pembiayaan-corporate/pembiayaan-ib-muamalat-
hunian-syariah-bisnis, diakses pada 16 Juli 2019

13
2 Nama Penerbit PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
3 Data Ringkas Pembiayaan untuk memiliki rumah tinggal, rumah
susun, apartemen dan condotel termasuk renovasi dan
pembangunan serta pengalihan (take over) KPR dari
bank lain dengan dua pilihan akad yaitu akad
murabahah (jual-beli) atau musyarakah muntanaqishah
(kerjasama sewa)
4 Keuntungan 1. Sesuai dengan prinsip syariah
2. Angsuran tetap hingga akhir pembiayaan sesuai
perjanjian dengan akad murabahah
3. Margin 9.5% untuk 2 tahun pertama, selanjutnya
mengikuti ketentuan selama program masih
berlaku.
4. Uang muka ringan mulai dari 10% (untuk
fasilitas pembiayaan dengan luas bangunan
70m2)
5. Plafond pembiayaan lebih besar
6. Jangka waktu pembiayaan maksimal 15 tahun
7. Berlaku untuk nasabah baru dan nasabah
eksisting Bank Muamalat.
8. Dapat diajukan oleh pasangan suami istri
dengan sumber penghasilan untuk angsuran
diakui secara bersama (joint income)
5 Syarat Pembukaan 1. Nasabah perorangan
2. Usia minimal 21 tahun saat pengajuan
pembiayaan
3. Usia maksimal saat jatuh tempo pembiayaan
bagi pegawai 55 tahun / belum pensiun dan 60
tahun untuk wiraswasta.
4. Tidak termasuk dalam daftar pembiayaan
bermasalah
5. Status karyawan:
(1) Karyawan tetap (minimal telah bekerja 1
tahun)
(2) Karyawan Kontrak (minimal telah bekerja 2
tahun)
(3) Wiraswasta/ Profesional

14
6. Pembiayaan dicover dengan asuransi jiwa
7. Fasilitas angsuran secara autodebet dari
Tabungan Muamalat.
8. Melengkapi persyaratan administratif
pengajuan:
(1) Formulir permohonan pembiayaan untuk
individu
(2) Fotocopy KTP, KK, Surat Nikah (bila sudah
menikah)
(3) Fotocopy NPWP
(4) Asli slip gaji & surat keterangan kerja
(untuk pegawai/karyawan)
(5) Fotocopi mutasi rekening buku
tabungan/statement giro 3 bulan terakhir
(6) Laporan keuangan atau laporan usaha (untuk
wiraswasta)
(7) Fotocopy sertifikat, IMB dan PBB
6 Biaya 1. Biaya administrasi
2. Biaya Notaris
3. Biaya Asuransi (asuransi jiwa dan kebakaran)
4. Biaya Penilaian Jaminan (Appraisal) (Bila
diperlukan)

Dalam implementasinya struktur produk berbasis akad MMQ dibuat secara


multiakad (hybrid) yang selain akad musyarakah terdiri atas akad ijarah (leasing), ijarah
mawsufah fi zimmah (advance/forward lease) , bai al musawamah (penjualan) ataupun
akad istisna’ (manufaktur).13 Dalam produk KPR iB Muamalat, PT. Bank Muamalat
Indonesia menerapkan kontrak hybrid yang terdiri dari akad musyarakah dan akad ijarah.
Berkaitan dengan kontrak hybrid ini Nuhbatul,(2018) menjelaskan bahwa keberadaan
dari isu prinsip “dua akad dalam satu barang” disampaikan sendiri oleh OJK sebagai
regulator terkait, bahwa implementasi akad MMQ adalah dengan hybrid contract. Lebih
jauh Nuhbatul (2018) menjelaskan bahwa penelitian Abdullah (2010) menguraikan
bahwa MMQ adalah kombinasi dari tiga kontrak yang merupakan kemitraan, ijarah dan
penjualan, yaitu terjadi ketika akad sewa dan beli disepakati dalam waktu yang sama.
Kuatnya isu dua akad dalam satu barang atau dalam satu transaksi membuat masyarakat

13 OJK, Standar Produk Perbankan Syariah Musyarakah danMusyarakah Muntanaqishah, (Jakarta: 2016), h.114

15
ragu akan kesyar’ian akad MMQ ini. Terjadi beda pendapat antara ulama memandang
masalah akad murakkabah dalam implementasi akad MMQ, meskipun mayoritas ulama
kontemporer membolehkan penggabungan dua akad dalam satu kontrak dengan syarat
masing-masing akad yang digabungkan adalah akad yang dibolehkan menurut syara’,
menjadikan akad MMQ pada posisi subhat. Sesuatu yang menjadikan akad ini dihindari
lebih kuat daripada dilaksanakan. Kecuali bank bisa memberikan formulasi pada akad ini
dengan menghilangkan permasalahan subhat yang ada.14
Selanjutnya dalam akad musyarakah Pasal 3 tentang Hak dan Kewajiban Para
Pihak Dalam Musyarakah Syirkatul Milk ayat 6 menerangkan bahwa perjanjian sewa
(ijarah) merupakan satu kesatuan dalam akad Musyarakah. Walaupun perjanjian sewa
akan dibuat secara terpisah. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya unsur ta’alluq dalam
transaksi tersebut. Nuhbatul, (2018) menjelaskan bahwa Ta’alluq (keterkaitan, conecting
aqad) terjadi jika akad kedua menjadi syarat akad pertama, sehingga akad ini membawa
konsekuensi bahwa syirkah tidak dapat dilaksanakan jika ijarah tidak disepakati. Hal ini
berarti bahwa akad pertama menjadi syarat terjadinya akad kedua. Sesungguhnya tidak
dibolehkan satu kontrak menjadi suatu syarat untuk melakukan kontrak lainnya.15
Terkait keberadaan isu obyek musyarakah maupun obyek MMQ yang dijadikan
agunan, Islam melarang barang yang dijadikan obyek transaksi menjadi agunan/jaminan
atas berjalannya kesepakatan bersama. Dalam akad musyarakah Pasal 112 tentang
Agunan PT Bank Muamalat Indonesia tidak mensyaratkan bahwa obyek transaksi
menjadi agunan/jaminan dalam akad musyarakah. Dengan demikian, nasabah dapat
memberikan agunan lain yang bukan merupakan obyek transaksi sehingga syariah
compliance terkait agunan dapat dipenuhi. Namun dalam praktiknya, agunan yang
digunakan dalam akad MMQ merupakan obyek musyarakah itu sendiri.
Isu selanjutnya adalah terkait biaya-biaya yang dibebankan kepada nasabah.
dalam hal biaya pemeliharaan dan asuransi aset sepenuhnya dibebankan kepada nasabah.
Seharusnya dengan kepemilikan bersama menjadikan biaya adalah tanggungan bersama.
Biaya pemeliharaan bisa dibebankan kepada penyewa, tetapi biaya asuransi seharusnya

14 Nuhbatul Basyariah, “Analisis Implementasi Pembiayaan Musyarakah Muntanaqishah pada Perbankan Syariah di
Indonesia”, Jurnal Muqtasid 9 (2), h. 120-133
15 Nuhbatul Basyariah, “Analisis Implementasi Pembiayaan Musyarakah Muntanaqishah pada Perbankan Syariah di
Indonesia”, Jurnal Muqtasid 9 (2), h. 120-133

16
ditanggung oleh pemilik berdua yaitu bank dan nasabah. Isu pelimpahan semua
kewajiban pembayaran atas biaya yang muncul kepada nasabah tidak sesuai dengan
standar AAOIFI dan Fatwa DSN MU No. 73/DSN-MUI/XI/2008. Menurut Fatwa DSN-
MUI dan AAOIFI, biaya perolehan aset MMQ menjadi beban bersama, sedangkan biaya
peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Selanjutnya adalah isu idependensi harga ketika pembiayaan musyarakah yang
disertai pengalihan kepemilikan. Ketika akad disepakati dengan harga yang terjadi pada
jangka waktu tertentu hingga sampai pada waktu pengalihan kepemilikan umumnya telah
terjadi kenaikan harga pasar atas properti yang disepakati di awal. Ini menjadikan harga
ketika pembiayaan dan saat pengalihan kepemilikan bersifat terikat dan independen.
Tidak hanya itu, dalam implementasi MMQ pada perbankan bank cenderung langsung
mengeksekusi agunan disebabkan nasabah gagal memenuhi kewajiban sewa tanpa
persetujuan nasabah. Hal ini menjadi masalah ketika kesepakatan awal adalah kerjasama
kepemilikan bersama atas barang dengan janji akan adanya perpindahan kepemilikan
dengan jual beli oleh salah satu syarik, namun ketika nasabah/ syarik tidak mampu/ gagal
memenuhi kewajiban, tepatnya kesepakatan barang/properti akad yang sekaligus
dijadikan agunan langsung dieksekusi. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan
dalam kasus kepemilikan barang.

IV. PENUTUP
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan akad MMQ pada
produk pembiayaan KPR iB Muamalat belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip syariah.
Hal ini terlihat dari adanya ketidaksesuaian aturan syariah pada beberapa poin seperti
terjadinya akad ta’alluq, kemudian obyek akad menjadi agunan, dan biaya pemeliharaan
sepenuhnya menjadi tanggungjawab nasabah, yang mana seharusnya menjadi
tanggungjawab kedua belah pihak. Selain itu, terkait penerapan hybrid contract yang ada
pada MMQ masih terdapat perdebatan diantara para ulama. Akan tetapi, OJK selaku
regulator terkait membolehkan adanya hybrid contract dalam MMQ. Selain itu,

17
pembebanan seluruh biaya yang muncul kepada nasabah akibat dari akad MMQ tidak
sesuai dengan Fatwa DSN MUI dan ketentuan AAOIFI.
Demikian pula, terdapat ketidaksesuaian antara aturan dasar dan implementasinya
di lapangan pada isu-isu operasional seperti adanya independensi harga dan perlakuan
agunan ketika nasabah tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada Bank.

V. EVALUASI DAN REKOMENDASI


Adanya akad MMQ pada perbankan syariah memberikan keuntungan bagi nasabah
dan bank itu sendiri. Nasabah yang ingin memiliki properti dapat mengajukan
pembiayaan melalui skema ini. Selain itu dengan adanya skema MMQ ini bank memiliki
wadah untuk menyalurkan dana kepada nasabah. Akan tetapi Implementasi akad MMQ
pada Perbankan Syariah khususnya pada produk KPR iB Muamalat belum sepenuhnya
mengikuti ketentuan yang ada. Oleh karena itu, akad MMQ ini perlu dievaluasi kembali
terkait implementasi dan kesesuaiannya dengan ketentuan syariah yang berlaku. Selain
itu, aturan khusus yang mengatur tentang akad MMQ belum tersedia sehingga
diperlukan perumusan aturan MMQ secara khusus. Dengan demikian, produk perbankan
syariah khususnya MMQ dapat diterima oleh masyarakat luas tanpa adanya keraguan
akan kesyar’ian produk sehingga dapat mendorong pertumbuhan Perbankan Syariah
kedepan.

DAFTAR PUSTAKA
Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Muntanaqishah

M Ridwan dan Syahruddin. 2013. “Implementasi Musyarakah Muntanaqishah sebagai Alternatif


Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia” TSAQAFAH Jurnal Peradaban
Islam, 9 (1).

Nuhbatul Basyariah. 2018. “Analisis Implementasi Pembiayaan Musyarakah Muntanaqishah


pada Perbankan Syariah di Indonesia”, Jurnal Muqtasid 9 (2).

OJK. 2016. Standar Produk Perbankan Syariah Musyarakah danMusyarakah Muntanaqishah.


Jakarta.

Profil Bank Muamalat, https://www.bankmuamalat.co.id/profil-bank-muamalat, diakses pada 16


Juli 2019

18
Produk dan Layanan, https://www.bankmuamalat.co.id/pembiayaan-corporate/pembiayaan-ib-
muamalat-hunian-syariah-bisnis, diakses pada 16 Juli 2019

Wahbah Zuhaili, Al-Mu’amalah Al-Maliyah Al-Muashirah, (t.t)

19
MAKALAH
ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MUSYARAKAH MUNTANAQISHAH PADA PT.
BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Legal Drafting Perbankan Syariah

Oleh :
Nama : Ayu Yuningsih
NIM : 17918024

Dosen Pengampu:
Rifqi Muhammad, SE., SH., M.Sc., SAS., Ph.D.

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI DAN KEUANGAN ISLAM


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA, YOGYAKARTA
2019

20
21

Anda mungkin juga menyukai