Anda di halaman 1dari 26

BAB I - PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, menuntut PT. Bank Aceh Unit
Usaha Syariah untuk melakukan pengelolaan dana secara efektif dan efisien, dana
yang terkumpul kemudian dikelola dalam bentuk penyaluran pembiayaan. PT. Bank
Aceh UUS juga harus memperhatikan kebutuhan para nasabahnya dalam
mengeluarkan produk-produk pembiayaan. Salah satunya yaitu produk pembiayaah
Ijarah dengan akad sewa-menyewa, merupakan akad yang sangat fleksibel dalam
penerapannya yaitu dengan memberi keringan serta kemudahan bagi para
nasabahnya, nasabah yang memerlukan suatu barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhannya baik kebutuhan konsumtif atau bisnis.
Pertumbuhan pinjaman konsumtif setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal ini
dikarenakan pinjaman konsumtif paling diminati dan dicari oleh nasabah karena dari
sisi kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan. Secara definisi pembiayaan
konsumtif syariah adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan baik barang
maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha.
Dalam menetapkan akad pembiayaan konsumtif, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan yaitu dengan melihat tingkat kebutuhan serta manfaat kepada nasabah,
salah satunya jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
nasabah dIbidang jasa maka pembiayaan yang diberikan adalah Ijarah.

BAB I - PENDAHULUAN
Penggunaan akad ijarah pada penyaluran pembiayaan PT. Bank Aceh UUS hanya
sebatas sewa-menyewa dan sewa beli, dengan memperoleh ujrah (fee) atas manfaat
barang/jasa yang disewakannya. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.
Dengan mengacu pada uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penulisan lebih tentang masalah tersebut dalam makalh yang berjudul :
Pembiayaan Ijarah Multijasa pada PT. Bank Aceh Unit Usaha Syariah.

BAB I - PENDAHULUAN
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dideskripsikan diatas maka penulis perlu
melakukan pembahasan yang mempunyai maksud dan tujuan yang terarah dan jelas,
agar tidak terjadi perbedaan masalah dalam penulisan makalah ini. Serta pokok
permasalahan yang terkait didalamnya dengan tujuan agar dapat diperoleh gambaran
yang lebih jelas dalam menguraikan masalah tersebut dalam penulisan makalah ini.
1. Bagaimana mekanisme Pembiayaan Ijarah Multijasa?
2. Bagaimana Akad Ijarah yang digunakan dalam aplikasi Pembiayaan Multijasa?
1.3. Tujuan Penulisan
Dari uraian permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan penulis :
3. Untuk menganalisa mekanisme Pembiayaan Ijarah Multijasa pada PT. Bank Aceh
Unit Usaha Syariah.
4. Untuk
mengkaji serta mengusulkan dalam rangka pengembangan produk
pembiayaan ijarah pada PT. Bank Aceh Unit Usaha Syariah.
5. Untuk memnuhi syarat Pelatihan Calon Pemimpin Muda (PCPM) Angkatan Ke-VIII
Tahun 2015, PT. Bank Aceh dan LPPI.

BAB I - PENDAHULUAN
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun dari penulisan makalah ini diharapkan memberi manfaat bagi pembaca serta
bagi penulis guna menambah ilmu pengetahuan dan waasan dalam hal
mengidentifikasi masalah dan menyusun alternatif solusi dalam menyelesaikan
permasalahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Produk Pembiayaan Multijasa
2.1.1. Pengertian Ijarah Multijasa
Secara terminologi atau menurut bahasa multijasa terdiri dari dua kata, multi yaitu
banyak, bermacam-macam dan kata jasa yang berarti perbuatan yang berguna atau
bernilai bagi orang lain. Jadi multijasa adalah sebuah perbuatan atau manfaat yang
bermacam-macam gunanya bagi orang lain. Menurut terminologi istilah pembiayaan
ijarah multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah,
baik perbankan atau non perbankan kepada nasabah dalam memperoleh manfaat dan
jasa1. Pembiayaan ijarah multijasa merupakan fasilitas biaya konsumtif yang tidak
bertentangan dengan syariah seperti biaya pendidikan, kesehatan, pernikahan, naik
haji dan umroh. Pada umumnya pembiayaan multijasa yang terjadi di lembaga
keuangan syariah yaitu membeli jasa manfaat dari penyedia jasa, kemudian nasabah
akan membayar ujrah (fee) sebagai kompensasi atas manfaat yang diperolehnya
dengan cara mengangsur atau langsung melunasi sekaligus sesuai dengan
kesepakatan dalam perjanjian di awal akad.
2.1.2. Landasan Hukum Ijarah
A. Al-Quran
Ada beberapa ayat yang menegaskan dibolehkannya pembiayaan
contohnya terdapat pada Surat Yusuf ayat 72 yang berbunyi :

multijasa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Artinya :
Penyeru-penyeru itu berkata : kami kehilangan piala raja, dan barang siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta,
dan aku menjamin terhadapnya.
Ayat ini menjelaskan tentang Ujrah dari jualah (sayembara), ketika seseorang dapat
melakukan sesuatu yang bisa melakukan sesuatu yang diinginkan, maka ia dapat
mendapatkan imbalan sebagai pengganti jasa tersebut.
Sedangkan pembiayaan Ijarah multijasa tidak diperbolehkan dalam hal kemaksiatan
atau yang diluar syariat islam, ini ditegaskan dalam Surat Al-Maidah ayat 2 :

Artinya :
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu
kepada allah, sesungguhnya allah amat berat siksa-Nya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


B. Hadis
Selain dalil-dalil dari Al-Quran, ada juga beberapa hadis yang membolehkan dan
menjelaskan sebagai pendukung atau pegangan dalam bertransaksi menggunakan
akad ijarah multijasa. Seperti hadits riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf al-Muzani di
bawah ini :

Artinya :
Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram.
Sesuai dengan hadis di atas, bahwa rasulullah SAW membolehkan umatnya untuk
menolong satu sama lain dengan melakukan perjanjian atau mengikat akad, asalkan
tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


C. Kaidah Fiqih
Pada dasarnya semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil
yang mengharamkannya. Jadi pembiayaan ijarah multijasa juga boleh oleh agama
islam, karena belum ada dalil yangmengharamkannya.
Ketentuan berkaitan dengan ijarah multijasa didasarkan kepada fatwa DSN-MUI No:
44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan multijasa dan PBI No: 10/16/PBI/2008.
tentang perubahan atas PBI No: 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah
dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank
syariah, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan ijarah
untuk transaksi multijasa berlaku persyaratan sebagai berikut :
a) Bank dapat menggunakan akad ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa
keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenaga
kerjaan dan kepariwisataan.
b) Dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan akad ijarah untuk
transaksi multijasa, bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee.
c) Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal bukan dalam bentuk persentase.
d) Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad ijarah
atau kafalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


e) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan
yang ada dalam fatwa ijarah.
f)

Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan
yang ada dalam fatwa kafalah.

2.2. Skema Akad Yang Digunakan


2.2.1. Pengertian Ijarah
Lafaz al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Secara
terminologi definisi ijarah yang dikemukakan para ulama fiqih, maka akad al-ijarah tidak
boleh dibatasi oleh syarat. Akad al-ijarah juga tidak berlaku pada pepohonan untuk
diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan akad al-ijarah itu
hanya ditujukan kepada manfaat. Demikian juga halnya dengan kambing tidak boleh
dijadikan sebagai obyek al-ijarah untuk diambil susu atau bulunya, karena susu dan bulu
kambing termasuk materi.
Menurut penjelasan atas PBI No: 9/19/PBI/2007, ijarah adalah transaksi sewa menyewa
atas suatu barang dan atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak
pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa
yang disewakan. Jadi pada prinsipnya ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya
adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa, baik manfaat
atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja.
9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Sedangkan arti dari pembiayaan ijarah adalah pembiayaan berupa talangan dana
yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban
menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Inti dari suatu perjanjian sewa-menyewa adalah perjanjian yang berkaitan dengan
pemberian manfaat kepada pihak penyewa dengan kontraprestasi berupa biaya sewa.
2.2.2. Landasan Hukum Ijarah
A. Al-Quran

Artinya :
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.(AlBaqarah : 233)

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan apabila kamu memberikan pembayaran
yang patut. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan
(menyusukan anak) berkat kewajibanmembayar upah (fee) secara patut.
B. Hadis

Artinya :
Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering
keringat mereka. (HR. Ibnu Majah dari Abdillah bin Umar).
2.2.3. Ketentuan Objek Ijarah
Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa. Manfaat yang menjadi
objek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan di
kemudian hari. Apabila manfaat yang akan menjadi objek ijarah itu tidak jelas, maka
akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis
manfaatnya, dan penjelasan berapa lama manfaat di tangan penyewa.

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.2.4. Skema Dan Pola Pembiayaan Ijarah

Keterangan :
1) Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syariah.
2) Bank syariah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai objek
ijarah, dari supplier/penjual/pemilik.
3) Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenaibarang objek
ijarah, tarif ijarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya, maka akad pembiayaan
ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


4) Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati.
Setelah periode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut
kepada bank.
a) bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai wal ijarah), setelah periode
ijarah berakhir objek ijarah disimpan oleh bank sebagai asset yang dapat
disewakan kembali.
b) Bila bank menyewa objek ijarah tersebut (al-ijarah wal ijarah, atau ijarah
parallel), setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut dikembalikan
oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik.
2.2.5. Pembatalan Ijarah Yang Dibenarkan
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa sebuah kontrak ijarah boleh dibatalkan sepihak
kalau ada alasan yang kuat dan sangat substansial. Alasan tersebut biasanya
berhubungan dengan tidak dimungkinkannya pemanfaatan dari asset sewa itu. Ada
pertimbangan khusus mengapa pembatalan kontrak sewa dengan alasan yang kuat
dibenarkan. Salah satu yang memiliki alasan itu akan dirugikan oleh sesuatu yang ia
tidak setujui dalam kontrak. Maka bolehnya pembatalan kontrak dalam kondisi seperti
itu dimaksudkan untuk mencegah salah satu pihak menderita kerugian secara
terpaksa.

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.3. Teknik Perhitungan
Dalam pembiayaan multijasa, lembaga keuangan syariah dapat memperoleh ujrah.
Ujrah adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang
dilakukan. Dalam ujrah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik
dalam sewa-menyewa maupun dalam upah mengupah.
Kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang sering memerlukan
pihak lain melalui akad Ijarah. Ujrah dalam Ijarah harus disepakati pada saat akad.
Akan tetapi, dalam kondisi tertentu terkadang salah satu atau para pihak memandang
perlu untuk melakukan review atas besaran ujrah yang telah disepakati tersebut.
A. Ketentuan Hukum :
1. Review Ujrah boleh dilakukan antara para pihak yang melakukan akad Ijarah
apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Terjadi perubahan periode akad Ijarah
b. Ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak dilakukan review maka akan timbul
kerugian bagi salah satu pihak
c. Disepakti oleh kedua belah pihak
2. Review atas besaran ujrah setelah periode tertentu :

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


a) Ujrah yang telah disepakati untuk suatu periode akad Ijarah tidak boleh dinaikkan.
b) Besaran ujrah boleh ditinjau ulang periode berikutnya dengan cara yang diketahui
dengan jelas oleh kedua belah pihak.
c) Peninjau kembali besaran ujrah setelah jangka waktu tertentu harus disepakati
kedua belah pihak sebelumnya dan disebutkan dalam akad
d) Dalam keadaan sewa yang berubah-ubah, sewa untuk periode akad pertama
harus dijelaskan jumlahnya. Untuk periode akad berikutnya boleh berdasarkan
rumusan yang jelas dengan ketentuan tidak menimbulkan perselisihan
Contoh perhitungan akad Ijarah :
Bapak Ahmad hendak menyewa sebuah ruang perkantoran disebuah gedung selama 1
tahun mulai dari tanggal 1 Mei 2010. Pemilik gedung menginginkan pembayaran sewa
secara tunai dimuka sebesar Rp. 240.000.000,-. Dengan pola pembayaran tersebut,
kemampuan keuangan Bpk. Ahmad tidak memungkinkan. Bpk. Ahmad hanya dapat
membayar sewa secara angsuran per bulan. Untuk memecahkan masalah ini, Bpk.
Ahmad mendatangi sebuah bank syariah untuk meminta pembiayaan, dengan
memaparkan kondisi kebutuhan dan keuangannya.
Analisa bank : berikut adalah analisa bank dalam memberikan pendanaan dengan
memperhitungkan kebutuhan dan kemampuan financial/keuangan nasabah serta
required rate of profit bank (sebesar 20%) :

15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


a) Harga sewa 1 tahun (tunai dimuka) :

Rp. 240,000,000.00

b) Required rate of profit bank (20%) :

Rp. 48,000,000.00

c) Harga sewa kepada nasabah :


d) Periode pembiayaan :

Rp. 288,000,000.00
12 bulan (= 360 hari)

e) Besarnya angsuran nasabah perbulan : Rp. 24,000,000.00


Dengan analisa tersebut maka bentuk pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada Bpk.
Ahmad adalah:
Pembiayaan ijarah, harga sewa Rp. 288.000.000,- jangka waktu 12 bulan, angsuran per
bulan Rp. 24.000.000,-/bulan.

16

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Profil PT. Bank Aceh Unit Usaha Syariah
3.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Aceh Unit Usaha Syariah
Gagasan untuk mendirikan Bank milik Pemerintah Daerah di Aceh tercetus atas
prakarsa Dewan Pemerintah Daerah Peralihan Provinsi Atjeh, setelah mendapat
persetujuan DPRD peralihan Provinsi Aceh di Banda Aceh dengan Surat Keputusan
Nomor : 7/DPRD/5 tanggal 7 September 1957 dengan modal dasar ditetapkan sebesar
Rp. 25,000,000.00
Setelah beberapa kali perubahan Akte, barulah pada tanggal 2 Februari 1960
diperoleh izin dari Menteri Keuangan dengan Surat Keputusan No. 12096/BUM/II dan
Pengesahan Bentuk Hukum dari Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No.
J.A.5/22/9 tanggal 18 Maret 1960, Pada saat itu PT Bank Kesejahteraan Aceh NV dan
pada tahun 1963 Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh membuat
Peraturan Daerah No. 12 Tahun 1963 sebagai landasan hukum berdirinya Bank
Pembangunan Daerah Istimewa Aceh dan terakhir Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Aceh Nomor : 2 Tahun 1999 tanggal 2 Maret 1999 tentang Perubahan Bentuk
Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh menjadi PT Bank
Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, yang telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 584.21.343 tanggal 31 Desember
1999. Perubahan bentuk badan hukum menjadi Perseroan Terbatas ditetapkan dengan
Akte Notaris Husni Usman, SH No. 55 tanggal 21 April 1999, bernama PT Bank
Pembangunan Daerah Istimewa Aceh disingkat PT Bank BPD Aceh dan ditetapkan
modal sebesar Rp. 150 milyar, kemudian Sesuai dengan Akte Notaris Husni Usman,
SH No.42 tanggal 30 Agustus 2003, modal dasar ditempatkan PT. Bank BPD Aceh
17
ditambah menjadi Rp 500 milyar.

BAB III PEMBAHASAN


Untuk memperluas pangsa pasar dan mengakomodir kebutuhan segmen masyarakat
yang belum terlayani oleh bank konvensional, khususnya berkaitan dengan masalah
keyakinan, serta di dukung oleh UU No. 7 Tahun 1997 tentang Perbankan yang
kemudian disempurnakan dengan UU No. 10 Tahun 1998, membuka peluang yang
seluas-luasnya kepada Perbankan Nasional untuk mendirikan Bank Syariah maupun
Kantor Cabangnya oleh Bank Konvensional, maka pada tanggal 28 Desember 2001 PT.
Bank Aceh mendirikan Unit Usaha Syariah
dengan SK Direksi No.
047/DIR/SDM/XII/2001.
Dengan terbitnya izin pembukaan Kantor Cabang Syariah dari Bank Indonesia No.
6/4/DPbs/Bna tanggal 19 Oktober 2004, maka hadir ditengah-tengah masyarakat aceh
PT. Bank Aceh KC Syariah Banda Aceh yang beralamat di Jl. Tentara Pelajar Banda
Aceh yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 5 November 2004 dan softopening
kegiatan operasional pada tanggal 20 November 2004.
3.1.2. Visi Dan Misi
Visi : Mewujudkan Bank Aceh menjadi bank yang terus sehat, tangguh, handal dan
terpercaya serta dapat memberikan nilai tambah yang tinggi kepada mitra dan
masyarakat.
Misi : Membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pembangunan daerah
dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan
dunia usaha dan pemberdayaan ekonomi rakyat, serta memberi nilai tambah
kepada pemilik dan kesejahteraan kepada Karyawan.
18

BAB III PEMBAHASAN


PT. Bank Aceh Unit Usaha Syariah sebagai bank yang beroperasi atas dasar prinsip
syariah, telah memiliki beberapa produk-produk Penghimpunan Dana dan Penyaluran
Dana diantaranya :
Penghimpunan Dana :

Tabungan Firdaus iB dengan prinsip mudharabah.

Tabungan Sahar iB dengan prinsip wadiah.

Giro Amanah iB dengan prinsip wadiah

Deposito Sejahtera iB dengan prinsip mudharabah.

Penyaluran Dana :

Pembiayaan konsumtif dan produktif dengan prinsip jual beli murabahah.

Pembiayaan produktif dengan prinsip musyarakah.

Pembiayaan ijarah sewa menyewa dan ijarah muntahiyah bit tamlik sewa beli.

Pembiayaan kepemilikan emas (rahn gadai emas).

19

BAB III PEMBAHASAN


Dalam praktek penyaluran dana produk pembiayaan dengan konsep ijarah, PT. Bank
Aceh Unit Usaha Syariah selama ini merealisasikan penyaluran pembiayaan sebagai
berikut :
1. Ijarah dengan konsep sewa menyewa, yaitu melakukan penyaluran pembiayaan
untuk kebutuhan atas suatu barang atau jasa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri. Diantaranya sewa rumah, toko, kendraa,
gedung kantor dan tanah.
2. Ijarah muntahiyah bit tamlik yaitu dengan melakukan penyaluran pembiayaan
untuk kebutuhan atas suatu barang yang diikuti dengan kepemilikan pada akhir
masa sewa. Diantaranya sewa rumah, toko, kendraan, gedung kantor dan tanah.
Sebagai bank yang memiliki Visi dan Misi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
serta meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan hal ini sejalan dengan konsep syariah
yaitu perekonomian yang adil dan menaruh perhatian pada kepentingan masyarakat.
Salah satunya dengan melakukan pengembangan produk pembiayaan ijarah
multijasa, pembiayaan dalam bentuk sewa barang maupun jasa yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat diantaranya untuk biaya sekolah, biaya
pengobatan, pernikahan naik haji dan umrah.

20

BAB III PEMBAHASAN


3.2. Produk Pembiayaan Ijarah Multijasa
PT. Bank Aceh Unit Usaha Syariah dalam hal melakukan pengembangan produk
penyaluran pembiayaan ijarah multijasa, dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
serta melihat kebutuhan pasar persaingan perbankan di provinsi Aceh.
Dari sisi bisnis bank produk pembiayaan ijarah multijasa menjadi bagian pendukung
dalam penghimpunan dana, hal ini dikarenakan dalam praktek penyaluran
pembiayaan ijarah multijasa harus menjadi mitra PT. Bank Aceh Unit Usaha Syariah
diantarnya lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan lembaga lainya yang menjadi
kebutuhan masyarakat sesuai dengan prinsip syariah.

21

BAB III PEMBAHASAN


3.3. Action Plan Pengembangan Produk
NO

NAMA KEGIATAN

1.

Mengumpulkan dan merangkum


Informasi

2.

Melakukan penawaran kerjasama


dengan vendor

3.

Memutuskan / menunjuk vendor

4.

Diskusi Draft SOP

5.

Koreksi Draft SOP ke Vendor

6.

Final cek list SOP

7.

Final SOP

8.

Pembayaran jasa

9.

Usulan kajian Risk

MINGGU-1

MINGGU-2

MINGGU3

MINGGU4

10.

22

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan didukung dengan teori-teori yang
dijadikan landasan dalam memahami permasalahan-permasalahan, maka kesimpulan
yang penulis buat adalah sebagai berikut :
1. Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan akan manfaat
atas suatu jasa. Dalam prakteknya, produk Pembiayaan Ijarah Multijasa
menggunakan dua akad yaitu akad ijarah dan wakalah, artinya PT. Bank Aceh Unit
Usaha Syariah memberikan jasa dalam memenuhi kebutuhan para Mitra dan
memberikan kuasa kepada Mitra (nasabah) untuk membayar kepada pihak ketiga.
Sehingga antara pihak bank dan pihak ketiga tidak terjadi transaksi apapun. Dalam
proses membayar, Mitra dapat menyicil dengan cara harian, mingguan atau bulanan
yang sesuai dengan kemampuan Mitra. Dari produk ini bank berhak mendapatkan
imbalan dari Mitra (nasabah) atas jasa yang diberikan dengan kesepakatan diawal
dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan prosentase karena pembiayaan ini
bukan ditujukan untuk pembiayaan produktif, melainkan pembiayaan konsumsi.
2. Pedoman mengenai pembiayaan multijasa yang dibuat oleh Dewan Syariah Nasional
tertuang pada fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 yang menjelaskan bahwa akad yang
dapat digunakan adalah akad ijarah atau kafalah. Dalam aplikasinya, akad ijarah yang
diikuti dengan akad wakalah tidak tepat karena objek pada akad ijarah di sini adalah
sewa jasa namun pada aplikasinya yang dipakai adalah uang seperti yang sudah
dijelaskan di atas. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan fikih muamalah dan juga
fatwa DSN tentang pembiayaan ijarah.
23

BAB IV PENUTUP
4.2. Saran
Setelah
yaitu:

penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran,

1. Pada pembiayaan multijasa akad yang sebaiknya digunakan adalah akad qardh,
yaitu transaksi pinjaman murni berupa uang tunai atau alat tukar lainnya dari
pemilik dana (dalam hal ini LKS) dan peminjam hanya berkewajiban
mengembalikan pokok utangnya saja pada waktu tertentu dimasa datang. Pemberi
pinjaman juga dibolehkan untuk membebani biaya jasa pengadaan pinjaman
namun biaya ini bukan merupakan keuntungan bagi LKS melainkan hanya sebagai
biaya aktual yang dikeluarkan seperti biaya sewa gedung, biaya gaji karyawan dan
peralatan kantor dan biaya ini tidak boleh dibuat proporsional terhadap jumlah
pinjaman. Besarnya biaya tersebut tidak lebih dari 2,5 persen.
2. PT. Bank Aceh UUS lebih meningkatkan dana sosial agar Mitra yang tidak mampu
sekalipun dapat mengajukan pembiayaan yang sama namun tidak dipungut
imbalan apapun. Sehingga tidak hanya nasabah yang mampu saja yang dapat
menikmati produk ini. Hal ini dapat menciptakan keadilan bagi setiap lapisan
masyarakat.
3. PT. Bank Aceh UUS lebih memperluas jaringannya ke lembaga-lembaga seperti
lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan lembaga lain sehingga dalam
memenuhi kebutuhan Mitra (nasabah) atas suatu jasa dapat menggunakan akad
kafalah yaitu penanggung (dalam hal ini PT. Bank Aceh UUS) memenuhi kewajiban
pihak kedua (nasabah) kepada pihak ketiga.
24

BAB IV PENUTUP
4. Dewan Syariah Nasional lebih meningkatkan perhatian kepada lembaga keuangan
syariah selain bank. Dalam membuat pedoman harus juga melihat kemampuan
semua LKS. Hal ini agar semua LKS baik bank maupun non bank dapat mengikuti
pedoman tersebut tanpa merasa terbebani.
5. Dewan Syariah Nasional mempertimbangkan lagi akad ijarah dalam fatwa
pembiayaan multijasa karena hal ini tidak sesuai dengan fikih muamalat.
6. Fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
harus
lebih
mensosialisasikan
atau
memperkenalkan pada semua pihak, baik LKS maupun masyarakat luas agar tidak
ada pihak yang dibohongi akibat ketidaktahuan mereka.

25

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Syafii, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta:
Gema Insani Press, 2009.
Anshori, Abdul Ghafur, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga
Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan,Pustaka Pelajar : 2008.
Anwar, Syamsul, Hukum perjanjian syariah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Husada, 2007.
Ath-Thyyar, Abdullah bin Muhammad,dkk, Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam Pandangan 4
Madzhab Yogyakarta : Maktabah Al-Hanif, 2009.
Djuwaini dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Ijarah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang
Pembiayaan Multijasa.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia NO.11/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Kafalah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No. 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang
Hawalah bil ujrah.

26

Anda mungkin juga menyukai