Anda di halaman 1dari 5

Hipotesis Nol dan Alternatif

Hipotesis nol (hipotesis nihil atau null hypotheses) adalah proposisi yang menyatakan hubungan yang
definitif dan tepat di antara dua variabel. Yaitu, hipotesis ini menyatakan bahwa korelasi populasi
antara dua variabel adalah sama dengan nol atau bahwa perbedaan adalam mean (rerata hitung) dua
kelompok dalam populasi adalah sama dengan nol (atau suatu angka tertentu). Secara umum,
pernyataan nol diungkapkan diungkapkan sebagai tidak ada hubungan (signifikan) antara dua variabel
atau tidak ada perbedaan (signifikan) antara dua kelompok. Hipotesis alternatif, yang merupakan
kebalikan dari hipotesis nol, adalah pernyataaan yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel
atau menunjukkan perbedaan antara kelompok.

Untuk menjelaskan lebih jauh dalam membuat hipotesis nol, kita menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan antara apa yang mungkin kita temukan dalam karakteristik populasi (yaitu, keseluruhan
kelompok yang kita minati untuk menemukan sesuatu yang berkaitan dengannya) dan sampel yang
kita pelajari (yaitu, sejumlah terbatas yang mewakili total populasi atau kelompok yang kita pilih
untuk diteliti). Karena tidak mengetahui keadaan hubungan yang sebenarnya dalam populasi, yang
dapat kita lakukan adalah menarik kesimpulan berdasarkan apa yang kita temukan dalam sampel. Apa
yang kita nyatakan scara tidak langsung melalui hipotesis nol adalah bahwa perbedaan apa pun yang
ditemukan di antara dua kelompok sampel atau hubungan apa pun yang didapati di antara dua variabel
berdasarkan sampel adalah hanya diambil dari fluktuasi sampel acak dan bukan dari perbedaan yang
“sebenarnya” di antara dua kelompok populasi (katakanlah, pria dan wanita), atau hubungan antara
dua variabel (katakanlah, penjualan dan laba). Hipotesis nol dengan demikian dirumuskan agar dapat
diuji untuk penolakan yang mungkin. Jika kita menolak hipotesis nol, maka semua hipotesis alternatif
yang diperbolehkan, berkaitan dengan hubungan tertentu yang diuji, dapat diterima. Adalah teori yang
memungkinkan kita menaruh keyakinan dalam hipotesi alternatif yang dihasilkan dalam investigasi
penelitian tertentu. Ini adalah logika yang tepat dan bisa dipertahankan. Kalau tidak, peneliti lain
kemungkinan besar akan menyangkal dan mendalilkan penjelasan logis lainnya melaui hipotesis
alternatif yang berbeda.

Hipotesis nol dalam kaitannya dengan perbedaan kelompok yang dinyatakan dalam contoh 5.18
adalah sebagai berikut:

H0 : M = W
Atau
H0 : M - W = 0

Di mana H0 mewakili hipotesis nol, M adalah mean (rerata hitung) tingkat motivasi pria, dan W
adalah mean tingkat motivasi wanita.

Hipotesis alternatig untuk contoh di atas secara statistik dinyatakan sebagai berikut :

HA : M < W
Yang sama dengan
HA : W > M

Di mana HA mewakili hipotesis alternatif dan M dan W berturut-turut adalah mean untuk tingkat
motivasi pria dan wanita. Untuk hipotesis nondireksional untuk mean adalah perbedaan etika kerja
dalam contoh 5.20, hipotesis nol adalah:

H0 : AM = AS
Atau
H0 : AM - AS = 0
Di mana H0 mewakili hipotesis nol, AM adalah mean nilai etika kerja orang Amerika, dan AS
adalah mean nilai etika kerja orang Asia.

Hipotesis alternatif untuk contoh di atas secara statistik adalah sebagai berikut

HA : AM  AS

Di mana HA mewakili hipotesis alternatif, dan AM dan AS berturut-turut adalah mean nilai etika
kerja orang Amerika dan Asia.

Hipotesis nol untuk hubungan antara dua variabel dalam contoh 5.17 adalah:

H0 : tidak ada hubungan antara stres kerja yang dialami dalam


pekerjaan dan kepuasan kerja karyawan

Hal tersebut secara statistik akan dinyatakan dengan


H0 :  = 0

Di mana  mewakili korelasi antara stres dan kepuasan kerja, yang dalam kasus ini adalah
sama dengan 0 (yaitu tidak ada korelasi).

Hipotesis alternatif untuk hipotesis nol di atas, yang telah dinyatakan secara direksional
dalam contoh 5.17, secara statistik dapat dinyatakan sebagai
H0 :  < 0 (Korelasi negatif)

Untuk contoh 5.19m yang telah dinyatakan secara nondireksional, hipotesis nol secara statistik adalah
sebagai berikut :
H0 :  = 0

Sedangkan hipotessi alternatif akan dinyatakan dengan :


H0 :   0

Setelah merumuskan hipotesis nol dan alternatif, uji statistik yang tepat (uji t, uji F) pun kemudian
dapat diterapkan, yang akan menunjukkan apakah hipotesis alternatif diterima atau tidak–yaitu, bahwa
ada perbedaan signifikan antarkelompok atau bahwa terdapat hubungan signifikan di antara variabel,
sebagaimana dinyatakan dalam hipotesis.

Langkah-langkah yang harus diikuti dalam pengujian hipotesis adalah :


1. Menyatakan hipotesis nol dan alternatif.
2. Memilih uji statistik yang tepat berdasarkan apakah data yang dikumpulkan adalah parametrik atau
nonparametrik.
3. Menentukan tingkat signifikansi yang diinginkan ( = 0,05, atau lebih, atau kurang)
4. Memastikan jika hasil dari analisis komputer menunjukkan bahwa tingkat signifikansi terpenuhi.
Jika, seperti dalam kasus analisis korelasi Pearson dalam piranti lunak Exdel, tingkat signifikansi
tidak muncul dalam printout, perhatikan nilai kritis (critical value) yang menetapkan daerah
penerimaan pada tabel yang sesuai [(t, F, X2)–lihat tabel pada akhir buku pedoman] niai kritis
tersebut membagi daerah penolakan dari daerah penerimaan hipotesis nol.
5. Jika nilai hitung (resultant value) lebih besar daripada nilai kritis (critical value), hipotesis nol
ditolak, dan alternatif diterima. Jika nilai hitung lebih kecil daripada nilai kritis, hipotesis nol
diterima dan alternatif ditolak.
Sebelum menyimpulkan pembahasan mengenai hipotesis, perlu diulangi kembali bahwa membuat dan
menguji hipotesis dapat dilakukan dengan cara deduksi dan induksi. Dalam deduksi, model teortis
adalah yang pertama disusun, kemudian hipotesis dirumuskan, dikumpulkan, dan akhirnya diuji.
Dalam proses induktif, telah diperolah, untuk kemudian diuji. Lihat kembali pembahsan kita dalam
Bab 2, contoh eksperimen Hawthorne, di mana hipotesis yang baru disusun setelah data yang
dikumpulkan tidak mendukung hipotesis semula.

Singkatnya hipotesis baru yang tidak dipikirkan semula atau yang belum diuji sebelumnya dapat
disusun setelah data dikumpulkan. Wawasan kreatif mungkin mendorong peneliti untuk menguji
hipotesis baru dari data yang ada, yang, jika terbukti, akan menambah pengetahuan baru dan
membantu pengembangan teori. Melalui perluasan pemahaman mengenai dinamika yang berlaku
dalam situasi yang berbeda dengan menggunaka proses deduktif dan induktif, kita menambah
pengetahuan dalam bidang yang terkait.

Pengujian Hipotesis dengan Penelitian Kualitatif: Analisis Kasus Negatif


Hipotesis juga dapat diuji dengan data kualitiatif. Misalnya, anggap saja bahwa seorang peneliti
membuat kerangka teoretis setelah wawancara yang ekstensif, bahwa perilaku tidak etis oleh
karyawan merupkana fungsi dari ketidakmampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah,
atau karena kebutuhan yang mendesak akan uang yang lebih banyak, atau ketidakacuhan organisasi
terhadap perilaku semacam tersebut. Untuk menguji hipotesis bahwa ketiga faktor tersebut mencari
data yang menyangkal suatu hipotesis. Bahkan jika suatu kasus tunggal tidak mendukung hipotesis,
teori tersebut harus direvisi. Katakanlah bahwa peneliti menemukan satu kasus di mana seseorang
dengan sengaja melakukan perilaku tidak etis dalam hal menerima pembayaran kembali (meskipun
faktanya ia cukup mampu untuk membedakan benar dari salah, tidak membutuhkan uang, dan
mengetahui bahwa organisasi tidak akan membiarkan perilaunya), hanya karena ia ingin “kembali” ke
sistem yang “tidak akan menerima sarannya”. Penemuan baru ini melalui penolakan atas hipotesis
semula, disebut sebaga metode kasus negatif (negative case method), memungkinkan peneliti untuk
merevisi teori dan hipotesis higga aktu ketika teori tersebut menjadi kukuh.

Dengan demikian, sejauh ini teah dibahas bagaimana melakukan survei literatur, merumuskan
kerangka teoretis, dan menyusun hipotesis. Sekarang diilustrasikan urutan logis tersebut melaui
sebuah contoh kecil di mana seorang peneliti ingin menguji faktor-faktor organisasi yang
memengaruhi kemajuan wanita hingga posisi manajemen puncak. Survei literatur dan jumlah variabel
dengan sengaja dibuat sedikit karena tujuannya semata-mata adalah untuk menjelaskan bagaimana
kerangka teoretis disusun dari survei literatur, dan bagaimana hipotesis dibuat berdasarkan kerangka
teoretis.

Contoh Survei Literatus, Kerangka Teoretis, dan Penyusunan Hipotesis


Pendahuluan
Meskipun terjadi peningkatan dramatis dalam jumlah manajer wanita selama dekade terakhir, jumlah
wanita dalam posisi manajemen puncak masih saja sedikit dan statis, menegaskan efek rumah kaca
(glass ceiling effect) yang saat ini wanita hadapi (Morison, White, & Vura, 1999; Van Velsor, 2000).
Berdasarkan demografi tempat kerja yang telah diperhitungkan, yang meramalkan bahwa untuk setiap
enam atau tujuh wanita yang memasuki dunia kerja di masa depan, hanya ada sekitar 3 pria kulit putih
yang memasuki pasar kerja, menjadi penting untuk menguji faktor organsisasi yang akan
memudahkan kemajuan cepat wanita ke posisi eksekutif puncak. Studi ini merupakan sebuah upaya
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang saat ini menghalangi kemajuan wanita ke puncak
organisasi.

Sekilas Survei Literatur


Sering kali dinaggap bahwa karena wanita baru-baru ini hanya memulia karier dan memasuki tingkat
manajerial, akan dibutuhkan lebih banyak waktu bagi mereka untuk naik ke posisi eksekutif puncak.
Tetapi, banyak wanita dalam posisi manajemen menengah yang lebih tinggi merasa bahwa terdapat
sekurangnya dua rintangan utama yang menghambat kemajuan mereka: stereotip peran gender dan
akses yang tidak memadai ke informasi yang penting (Crosby, 1985; Daniel, 1998; Welch, 2001)

Stereotip gender, atau yang disebut juga sebagai stereotip peran gender, merupakan keyakinan
masyarakat bahwa pria lebih sesuai mengambil peran kepemimpinan dan posisi otoritas kekuasaan,
sementara wanita lebih memainkan peran mengasuh dan membantu (Eagly, 1989; Kahn & Cosby,
1998; Smith, 1999). Keyakinan tersebut memengaruhi posisi yang diberikan kepada anggota
organisasi. Sementara saat ini pria yang cakap ditempatkan dalam posisi memerintah dan diberikan
tanggung jawab serta peran eksekutif yang lebih tinggi, wanita yang cakap ditugaskan di posisi staf
dan pekerjaan yang tidak berprospek bagi kemajuan karier. Dengan pembukaan yang sedikit ke
manajemen anggaran dan kesempatan untuk pengambilan keputusan yang signifikan, wanita jarang
mencapai posisi eksekutif puncak.

Wanita juga tidak terhitung dalam jaringan “old boys” karena gender mereka. Pertukaran informasi,
pengembangan strategis karier, petunjuk terkait akses ke sumber daya, dan informasi penting lainnya
yang vital bagi mobilitas k posisi puncak, dengan demikian tidak tercapai oleh wanita (The Chronicle,
2000). Meskipun ada banyak faktor yang menghalangi mobilitas ke atas bagi wanita, dua variabel,
stereotip peran gender dan kesulitan untuk memperoleh informasi penting, adalah yang terutama
menghambat kemajuan wanita ke posisi tingakt senior.

Kerangka Teoretis
Variabel terikat kemajuan wanita ke posisi manajemen puncak dipengaruhi oleh dua variabel bebas–
stereotip peran gender dan akses ke informasi penting. Kedua variabel bebas tersebut juga saling
berhubungan sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

Stereotip peran gender secara negatif berdampak pada kemajuan karier wanita. Karena wanita
dianggap bukan pemimpin yang efektif tetapi pengasuh yang baik, mereka tidak ditempatkan pada
posisi memimpin di awal karier mereka, tetapi diberikan tanggung jawab sebagai staf. Hanya di dalam
posisi memimpin maka manajer dapat mengambil keputusan penting, mengontrol anggaran, dan
berhubungan dengan eksekutif puncak yang mempunyai pengaruh pada karier masa depan mereka.
Kesempatan untuk belajar, bertumbuh, berkembang dalam pekerjaan, dan memperoleh visibilitas
dalam sistem menolong manajer untuk meningkat ke posisi yang tinggi. Tetapi, karena wanita dalam
posisi staf tidak memperoleh pengalaman tersebut atau mempunyai visibilitas untuk dianggap sebagai
orang kunci dalam organisasi dengan potensi untuk menjadi manajer puncak yang sukses, kemajuan
mereka ke posisi tersebut tidak pernah dipertimbangkan dalam sistem dan mereka selalu terabaikan.
Dengan demikian, stereotip peran gender menghalangi kemajuan wanita ke puncak.

Tidak dimasukkan dalam jaringan di mana pria secara informal saling berinteraksi (main golf,
minum-minuman di bar, dan sebagainya) juga menghalangi wanita untuk memperoleh akses ke
informasi penting dan sumber daya yang vital bagi kemajuan mereka. Misalnya, banyak perubahan
penting dalam organisasi dan peristiwa-peristiwa terkini dibahas secara informal di antara pria di luar
tempat kerja. Wanita umumnya tidak menyadari perkembangan terbaru karena merka bukan bagian
dari kelompok informal yang saling berhubungan dan bertukar informasi di luar tempat kerja. Hal
tersebut merupakan rintangan. Misalnya, informasi mengenai lowongan terbaru untuk sebuah posisi
eksekutif memungkinkan seseorang menyusun strategi untuk menempati posisi tersebut. seseorang
dapat menjadi pesaing kunci dengan memperoleh informasi penting yang relevan dengan posisi
tersebut, menyediakan dokumen yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat, dan
dengan demikian memuluskan jalan menuju sukses. Jadi, akses ke informasi penting adalah perlu bagi
kemajuan semua rang, termasuk wanita. Bila wanita tidak memperolah informasi yang diberikan
dalam jaringan informal, peluang mereka untuk naik ke posisi puncak pun menjadi sangat terbatas.

Stereotip peran gender juga menghalangi akses ke informasi. Jika wanita tidak menjadi pengambil
keputusan dan pemimpin, tapi hanya dianggap sebagai personalia pendukung, mereka tidak akan
mengetahui informasi penting yang esensial bagi kemajuan organisasi, karena hal tersebut tidak akan
dipandang relevan bagi mereka. Jika terdapat stereotip dan hambatan dalam memperoleh informasi
penting, tidak mungkin wanit dapat mencapai puncak.

Stereotip peran
ganda

kemajuan wanita
ke puncak

Variabel terikat

Akses ke
informasi

Variabel bebas

Singkatnya, stereotip peran gender dan akses ke informasi penting secara signifikan memengaruhi
kemajuan wanita ke posisi yang tinggi dalam organisasi dan menjelaskan variansnya.

Hipotesis
1. Semakin tinggi stereotip gender dalam organisasi, semakin sedikit jumlah wanita di posisi puncak.
2. Manajer pria mempunyai akses yang lebih besar ke informasi penting dibanding manajer wanita
dalam tingkatan yang sama.
3. Ada korelasi positif yang signifikan antara akses ke informasi dan promosi ke posisi puncak.
4. Semakin besar stereotip peran gender, semakin kurang akses ke informasi penting bagi wanita.
5. Stereotip peran ganda dan akses ke informasi penting, keduanya secara signifikan akan
menjelaskan varians dalam kesempatan promosi bagi wanita ke posisi puncak.
Keuntungan Manajerial
Pada titik ini, cukup mudah untuk mengikuti gerak maju penelitian dari tahap pertama ketika manajer
merasakan masalah, ke pengumpulan data awal (termasuk survei literatur), ke penyusunan kerangka
teoretis berdasarkan survei literatur dan dipandu oleh pengalaman dan intuisi, serta ke perumusan
hipotesis untuk diuji.

Jelas pula bahwa setelah masalah didefinisikan, pengertian yang baik mengenai keempat jenis
variabel yang berbeda memperluas pemahaman manajer, misalnya dalam hal bagaimana faktor
bergesekan dengan keadaan organisasi. Pengetahuan tentang bagaimana dan untuk tujuan apa
kerangka teoretis dibangun dan hipotesis disusun memampukan manajer untuk menjadi hakim yang
cerdas terhadap laporan penelitian yang diberikan oleh konsultan. Demikian pula, pengetahuan
menegani arti signifikansi, dan mengapa sebuah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak,
membantu manajer untuk bertahan dalam, atau berhenti dari dugaan yang, walaupun masuk akal,
tidak terbukti. Jika pengetahuan semacam tersebut tidak dimiliki, banyak temuan peneliti tidak akan
terlalu berguna bagi manajer dan pengambilan keputusan akan memunculkan kebingungan.

Anda mungkin juga menyukai