Anda di halaman 1dari 5

A.

VALIDITAS INTERNAL DAN EKSTERNAL


Validitas internal mengacu kepada kadar kesahihan, ketepatan, ataupun
keakuratan kesimpulan hasil penelitian sebagai akibat perlakuan (treatment). Fraenkel
dan Wallen (1993: 551) menyatakan, bahwa internal validity adalah: “The degree to
which observed differences on the dependent variable are directly related to the
independent variable, not to some others (uncontrolled variable), sedangkan validitas
eksternal mengacu kepada kadar ketepatan kepada siapa hasil penelitian dapat
digeneralisasikan; atau diaplikasikan; baik kepada kelompok maupun lingkung an di
luar setting penelitian. Campbell dan Stanley (1966: 5) menyatakan: External validity
asks the question of generalizability. To what populations, settings, treatment
variabel, and mesurement variabel can this effect be generalized.
Faktorfaktor yang mengganggu validitas internal:
1. Kejadian (event) yang terjadi dan berlangsung di lingkungan selama percobaan
dan berkaitan dengan perlakuan. Di satu pihak peneliti sedang melakukan
perlakuan (treatment), di pihak lain di lingkungan sekitarnya ada pula berbagai
kegiatan yang mendukung terjadinya perubahan pada subjek penelitian. Kejadian,
peristiwa, ataupun keadaan yang berkembang di sekitar itu, di luar perlakuan dan
berlangsung antara pretest dan posttest dapat dirangkum dalan suatu istilah
history.
Contoh: Peneliti ingin meneliti: Pengaruh Penyuluhan tentang Penyakit Malaria
Terhadap Kebersihan Lingkungan.
Sebagai perlakuan dalam penelitian ini yakni penyuluhan tentang penyebab pe
nyakit malaria dan kebersihan lingkungan, dan dilakukan secara priodik. Namun
apa hendak dikata, berbarengan dengan perlakuan dilaksanakan, ada tu lisan di
media massa tentang: Penyakit Malaria: Wabah dan Penanggulangannya. Tulisan
itu merupakan tulisan bersambung selama tiga kali terbitan. Di samping itu LSM
melakukan pula gotong royong bersama dalam rangka bulan bakti mahasiswa atau
Kuliah Kerja Nyata. Kejadia seperti: gotong royong bersama dan tulisantulisan di
media massa, secara langsung dan tidak langsung memengaruhi individu warga
masyarakat yang dijadikan subjek penelitian. Jadi, perubahan yang terjadi pada
kebersihan lingkungan bukanlah sematamata sebagai akibat perlakuan penyuluhan
yang dilakukan peneliti, tetapi telah diimbasi oleh kondisi lingkungan yang
berubah oleh kondisi di luar variabel penelitian. Kondisi inilah yang harus
diantisipasi peneliti sejak dini dan selama pelaksanaan penelitian, sehingga
perubahan yang terjadi pada variabel terikat benarbenar sebagai akibat variabel
bebas.
2. Kematangan (maturity)
Dalam diri individu sering terjadi perubahan sebagai akibat kematangan, latihan,
pengalaman, dan belajar. Kematangan merupakan suatu proses yang berlangsung
secara alami sesuai dengan pola pertumbuhan dan perkembangan serta tugas
perkembangan seseorang. Karena itu, setiap individu selalu berubah, cepat atau
lambat. Kondisi ini akan memengaruhi perkembangan responden penelitian. Di
satu pihak ada perlakuan yang dikenakan oleh peneliti sesuai dengan aspekaspek
yang ditelitinya, di pihak lain ada pula kematangan diri pada tiap individu yang
juga menjadi penyebab terjadinya perubahan pada diri seseorang yang sedang
diteliti. Oleh karena itu, tidak semua perubahan sebagai akibat penga ruh variabel
bebas tetapi juga karena kematangan seseorang. Kalau peneliti ingin melihat
pengaruh sesuatu perlakuan, sejak dini perlu disadari dan diantisipasi, mana
perubahan yang terjadi sebagai akibat perlakuan dan mana pula yang terjadi
sebagai akibat kematangan. Untuk menentukan dan menemukan pengaruh
tersebut, peneliti perlu memilih rancangan eksperimen sungguhan yang lebih
kompleks, sehingga faktor kematangan dapat diminimalkan kalau tidak mungkin
dihapuskan. Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan kelompok kontrol,
seperti Solomon four group design. Dengan menggunakan rancangan tersebut,
apabila kelompok eksperimen bertambah matang maka kelompok kontrol pun
juga bertambah matang. Kalau satu kelompok diberi perlakuan maka kelompok
yang lain tidak diberi perlakuan, sehingga dapat pula dilihat efek interaksi
(interaction effect).
3. Instrumentasi (instrumentation).
Perubahan sering pula terjadi sebagai akibat instrumentasi. Instrumen yang kurang
valid dan reliabel sering mengakibatkan hasil yang kurang tepat. Perubahan dalam
instrumen yang digunakan pada pretest dan posttest dapat pula menyebabkan hasil
yang kurang tepat. Di samping itu, dapat pula terjadi hasil yang kurang valid
karena pengamatnya kurang baik. Seandainya pengamat pada pretest sama dengan
posttest, maka fluktuasi skor juga terjadi karena pada posttest, pengamat tersebut
lebih berpengalaman dan telah mengetahui kondisi responden. Namun ada pula
kemungkinan bahwa perubahan skor pada posttest karena kelelahan dan
kesembronoan peneliti sendiri. Oleh karena itu, meningkatnya skor pada posttest
bukan sematamata perlakuan tetapi perubahan instrumen, kekurangtepatan
instrumen atau karena kelelahan, dan kesembronoan peneliti sendiri dalam
pengumpulan data penelitian
4. Pengetesan (testing).
Dalam hal ini perubahan terjadi sebagai pengaruh dan akibat pelaksanaan tes
pertama terhadap tes berikutnya. Biasanya seseorang yang sudah mengikuti tes
pertama atau berpengalaman dengan tes pertama, kalau kembali tes tersebut
diberikan atau tes lain dengan pola yang sama dengan tes pertama yang sudah
diberikan, maka perubahan skor yang terjadi bukan sematamata karena perlakuan
tetapi juga karena pengaruh pemberian tes sebelumnya. Di lain pihak prosedur
pemberian atau pengadministrasian tes yang kurang tepat dapat pula memberikan
hasil yang tidak tepat. Hal itu terjadi antara lain dalam pemberian instruksi,
pengaturan tempat duduk, pengawasan, maupun da lam penggunaan waktu ujian
yang tidak akurat. Kondisi ini akan memberi peluang pada peserta ujian salah
memaknai soal ujian atau berlaku tidak jujur dalam ujian.
5. Regresi statistika (statistical regression).
Dalam pelaksanaan penelitian, kelompok responden sering dipilih berdasarkan
skor ekstrem (yang tinggi dan yang rendah). Apabila prosedur ini dilakukan,
sering terjadi regresi statistika dan menyebabkan kesalahan pada efek perlakuan
Mengapa hal itu terjadi? Apabila kelompok responden dengan kemampuan tinggi
dalam tes pertama dipilih untuk diberi perlakuan, maka ratarata (mean) kelompok
dalam tes kedua cendrung ke ratarata populasi di mana perlakuan diberikan atau
tidak diberikan. Sebaliknya bagi anggota kelompok yang mempuyai skor rendah
pada tes pertama, pada tes kedua, skor mereka cenderung lebih tinggi.
6. Mortality experimental
Secara harfiah mortalitas eksperimen mengacu pada meninggal, menghilang atau
berpindahnya responden selama waktu eksperimen. Hal ini terjadi karena waktu
penelitian yang relatif lama dan kondisi sosial budaya yang menyebabkan
reponden terpaksa pindah ke daerah lain. Dengan berkurangnya jumlah
responden antara pretest dan posttest; maka sumber informasi yang tersedia
menjadi berkurang dan andai kata diganti dengan yang baru, responden pengganti
tidaklah seperti yang digantikan. Keadaan yang demikian menyebabkan sumber
dan informasi yang diberikan pada saat posttest berbeda dengan saat pretest.
Perubahan tersebut menyebabkan pula terjadinya perbedaan skor antara pretest
dan posttest. Namun perlu digaris bawahi di sini bahwa perbedaan skor itu
bukanlah sematamata disebabkan perlakuan tetapi juga terjadi karena perbedaan,
berkurang atau berubahnya sumber informasi selama eksperimen (mortalitas
eksperimen).
Contoh: Dalam suatu penelitian tentang: Efek Latihan Prajabatan dengan Pola A
dan B Terhadap Sikap Individu sebagai Pegawai Negeri.
Yang mengikuti pola A berjumlah 20 orang dan pola B 20 orang pula. Pola A
dilakukan dalam waktu 20 hari, dan tiap hari selama 10 jam. Pola B dilakukan
dalam 40 hari dan tiap hari selama 5 jam. Kedua pola ini dimulai dengan
memberikan pretest dan diakhiri dengan posttest. Untuk pola A ratarata skor
pretest 30, sedangkan posttest 40. Untuk pola B rata nilai pretest 34 sedangkan
posttest 40. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil posttest, tidak terdapat
perbedaan yang berarti antara penggunaan pola A dan pola B. Namun suatu hal
tidak diperhatikan pada pola B, sepuluh orang dari pesertanya harus meninggalkan
latihan prajabatan itu, sebab mendapat tugas mendadak ke daerah dan lima orang
lagi terpaksa tidak ikut lagi karena sakit, sehingga ratarata hitung kelompok B
diambil dari 10 responden yang tersisa. Berkurangnya responden yang mengikuti
pola B sampai akhir menyebabkan informasi yang diberikan tidak sesuai dengan
apabila responden program B lengkap sampai akhir, dan faktor kelelahan karena
terlalu lama mengikuti setiap hari polapola A tidak terantisipasi, demikian juga
pemberian alokasi waktu yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi lingkungan
seakan tidak memperbaiki hasil yang dicapai oleh responden yang mengikuti
program. Jadi, berkurang nya jumlah responden pemberi informasi pada program
B (50%) seharusnya diperhitungkan. Janganjangan yang tidak melanjutkan itu
ialah pesertapeserta yang brilian dan serius dalam mengikuti program.
7. Seleksi.
Cara seleksi responden dalam menentukan kelompok juga menentukan hasil
penelitian. Apabila ada kecondongan (bias) dalam menentukan responden
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka tindakan itu akan
menyebabkan tidak seimbangnya kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Kesalahan dalam seleksi akan mengakibatkan dampak negatif pada skor pretest
dan posttest, karena kedua kelompok itu tidak sama. Tindakan itu menyebabkan
pula perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen bukanlah sematamata
karena perlakuan, melainkan juga karena kesalahan dalam seleksi.
8. Interaksi antara seleksi dan kematangan; antara seleksi dan kejadian yang
berlangsung selama eksperimen atau kombinasi dari halhal tersebut. Sumber
ketidaksahihan internal mungkin pula muncul pada interaksi seleksi kematangan;
atau antara seleksi dan halhal yang lain, apabila yang dijadikan responden berasal
dari unsur yang berbeda dengan kematangan yang berlainan. Dengan adanya
perbedaan itu, hasil penelitian yang terjadi akan berbeda pula, sebab interaksi
antara kematangan dan cara seleksi atau dengan instrumen/ pengetesan.

Di samping faktor yang memengaruhi validitas internal, ada pula bebe rapa faktor
yang mengurangi validitas eksternal, sehingga mengganggu hasil penelitian. Dalam
hal ini ada dua isu yang perlu mendapat perhatian peneliti, yaitu:

a. Kerepresentatifan sampel. Penelitian (terutama sekali penelitian kuantitatif)


bukanlah sematamata dimaksudkan untuk memeriksakan sesuatu dalam batas
area di mana panelitian dilakukan, tetapi juga dengan maksud hasil penelitian
itu dapat digeneralisasikan terhadap populasi lain yang lebih luas. Untuk
mendapatkan hasil yang demikian, di samping validitas internal, maka sampel
yang digunakan hendaklah mewakili (representatif) populasi. Oleh karena itu,
hendaklah digunakan sampel acak (random) dengan menggunakan teknik
sampel yang tepat.
b. Reaktif pengetesan dalam prosedur penelitian.

Efek reaktif pengetesan ini dapat pula dari beberapa segi:

1) Efek reaktif dan interaktif pengetesan (testing). Memberikan pretest pada awal
penelitian akan dapat menambah atau mengurangi kesensitifan atau
keresponsifan subjek (responden) eksperimen. Efek perlakuan (treatment)
tidaklah utuh sebagaimana yang dinyatakan oleh selisih skor posttest dan
pretest. Apabila pada kondisi lain tidak diberikan pretest, maka hasilnya
tidaklah sama dengan apabila diberikan pretest. Perbedaan terjadi karena
mereka mengetahui tujuan eksperimen dan bukan sematamata oleh perlakuan.
2) Efek interaktif dari seleksi yang kurang tepat. Apabila sampel yang diambil
tidak mewakili populasi yang luas, maka sangat sukar untuk
menggeneralisasikan penemuan yang didapat pada populasi karena
kecondongan (bias) dalam seleksi.
3) Efek reaktif dari pengaturan eksperimen. Pengaturan yang kurang tepat dalam
hal observasi atau dalam menggunakan alatalat dalam pengetesan akan
membatasi generalisasi hasil penelitian pada subjek yang tidak termasuk
dalam eksperimen, sebab kelemahan tersebut akan mendatangkan pengaruh
yang kuat. Peneliti tidak dapat menyatakan dengan tegas apakah akibat yang
terjadi sebagai akibat hasil perlakuan ataukah karena pengetahuan yang
kurang tepat.

Di samping hal di atas, perlu pula diperhatikan bahwa kalau perlakuan yang
digunakan lebih dari satu, maka di antara perlakuan itu terjadi “campur tangan”.
Perlakuan yang lebih dahulu dalam urutan memengaruhi efek perlakuan berikutnya.
Perlu pula diperhatikan bahwa kondisi eksperimen yang sangat artifisial seperti di
laboratorium tidaklah selalu cocok digeneralisasikan kepada kehidupan riil yang
sebenarnya (real life setting) sebab situasi yang sangat berbeda

Anda mungkin juga menyukai