Anda di halaman 1dari 29

REVISI MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF INSPIRATIF MENYENANGKAN MENANTANG DAN MEMOTIVASI

MAKALAH

Disampaikan dalam diskusi kelas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pengampu Prof. Dr.Hj. Siti Muriah

DISUSUN Oleh

NAMA NIM. KELAS

: MUNDHIU : 12.2.01.0009 : A

PROGRAM PASCA SARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAMARINDA TAHUN 2013

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warahmatullai wa barakatuh


Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkat rahmatNya dan Dan pertolongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini dengan sebaik-baiknya, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta para sahabat, keluarga serta umatnya.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Direktur PPs. STAIN Samarinda Dr. Iskandar, juga kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Psikologi Pendidikan, yang telah sabar memberikan bimbingan dan arahan dalam perkuliahan maupun penyusunan makalah, juga kepada teman-teman di kelas A. Semoga bantuan dari Anda semuanya memberikan manfaat bagi kita semua amin.

Kritik , Saran dan pertanyaan silakan disampaikan kepada penulis pada saat diskusi kelas, baik secara lisan, maupun tulisan . Terimakasih.

Wassalamu alaikum Warahmatullai wa barakatuh

Samarinda, 6 Februari 2013 Penulis

MUNDHIU NIM. 12.2.01.0009

ii

DAFTAR ISI Sampul depan Kata Pengantar .. Daftar Isi ABSTRAK i ii iii iv

BAB I.

Pendahuluan 1 3 3

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah .. C. Tujuan Penulisan ..

BAB II

Landasan Teori 4 6

A. Pengertian I2M3..... B. Tahapan Pembelajaran I2M3

BAB III

Pembahasan 10 18 19

A. Mengimplementasikan Pembelajaran I2M3.. B. Mengembangkan Metode Pembelajaran I2M3.. C. Melaksanakan pembelajaran I2M3 ...

BAB IV

Penutup 23 23

A. Kesimpulan B. Saran-saran. Daftar Pustaka

24

iii

MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF INSPIRATIF MENYENANGKAN MENANTANG DAN MEMOTIVASI Oleh: Mundhiu ABSTRAK Pembelajaran dengan konsep behavoristik mulai ditinggalkan karena dianggap peserta didik hanya sebagai obyek pendidikan. Dimana pengajaran selalu dimaknai dengan memberikan respon sebanyak-banyaknya, dan siswa memberikan responnya. Sementara pembelajaran sekarang lebih titik beratkan pada pembelajaran kontruktivisme peserta didik belajar melalui proses organisasi dan adaptasi dalam pembelajaran. Pembelajaran kontruktivisme inilah yang melatarbelakangi pembelajaran yang inovatif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi, yang lebih dikenal sebagai I2M3. Pembelajaran I2M3 bisa dilaksanakan dengan metode pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah. Kata kunci: Behavioristik, konstruktivisme, inovatif, inspiratif, menyenangkan, menantang memotivasi, kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah.

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan terus berkembang, pembenahan diadakan disemua bidang. Mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik , sarana dan prasarana, proses, evaluasi, kelulusan dibuatan standarnya baik standar minimal maupun standar nasional. Standar pendidikan juga mempunyai rentang dari praSPM, sampai sekolah SBI.1Pendidikan dan pelatihan terus dilaksanakan dari skala satuan pendidikan sampai pada tingkat nasional. Hasilnya perlu dipertanyakan. Pemerintahpun mengelurakan landasan hukumnya berupa Peraturan Pemerintah nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar Nasional Pendidikan meliputi 8 (delapan) standar, yaitu: (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidikan dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan; dan ( 8 ) standar penilaian. Standar-standar tersebut adalah standar minimal. Standar ini adalah stantard minimal, artinya masih ada kemungkinan bagi satuan pendidikan mengembangkan potensinya. Misalnya pada satuan pendidikan yang mempunyai kemampuan diatas standard, bisa mengembangkan lebih tinggi lagi. Namun, bagi sekolah yang tidak mampu menyamakan standar nasional pendidikan, pemerintah telah memberikan klasifikasi Standar Pelayanan Minimal.2 Permendiknas mulai dihasilkan pada tahun 2006, yaitu dengan dikeluarkan Permendiknas nomor 22 tentang standar isi, nomor 23 tentang standar kompetensi lulusan, dan 24 tentang pelaksanaannya. Permendiknas nomor 22, dan 23 mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan untuk menyusun kurikulum satuan pendidikannya sendiri-sendiri, yang dikenal dengan istilah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Namun perlu diingat, Permendiknas tersebut hanya memberikan rambu-rambu tentang standar isi dan standar kompetensi
Lihat Permediknas No.No. 15 Tahun 2010 Permendiknas Nomor 15 tahun 2010, Standar Pelayanan Minimal, dan PP No.19 tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan.
2 1

lulusan atau kurikulumnya. Bagaimana proses pembelajaran dan penilaiannya, masih diperlukan dua Permendiknas lagi, yaitu Permendiknas tentang standar proses dan Permendiknas tentang standar penilaian. Baru pada tahun 2007, dikeluarkan Permendiknas nomor 20 tentang standar penilaian, dan Permendiknas nomor 41 tentang standar proses. Permendiknas nomor 41, memberikan ramburambu proses pembelajaran pada KTSP, dan Permendiknas nomor 20 memberikan rambu-rambu penilaian KTSP. Fokus tulisan ini adalah memberikan deskrispsi proses pembelajaran yang mengacu pada Permendiknas nomor 41 tahun 2007. Lebih jauh mengenai Permendiknas No.41 tersebut, Ahmad Sabari3 memaparkan tentang syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model pembelajaran yaitu sebagai berikut : 1. Model pembelajaran yang digunakan harus dapat membangkitkan motivasi, minat atau gairah belajar siswa. 2. Model pembelajaran yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, seperti melakukan interaksi dengan guru dan siswa lainnya. 3. Model pembelajaran harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan tanggapannya terhadap materi yang disampaikan. 4. Model pembelajaran kepribadian siswa. 5. Model pembelajaran yang digunakan harus dapat mendidik siswa dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi. 6. Model yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilainilai dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari. harus dapat menjamin perkembangan keegiatan

B. Rumusan Masalah

Sabri, A., Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005). Hlm. 24

Dari uraian latar belakang masalah sebagaimana di atas, dapat saya rumuskan masalahnya sebsgai berikut: 1. Apa pengertian pembelajaran I2M3 ? 2. Bagaimana mengimplementaskan I2M3 dalam Pembelajaran PAI ?

C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui metode Pembelajaran I2M3. 2. Mengimlementasikan pembelajaran I2M3 dalam mata pelajaran PAI.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pembelajaran I2M3

Pembelajarana I2M3 adalah pembelajaran yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik4. Pembelajaran I2M3 yang sering juga disebut pembelajaran PAKEM yaitu pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan merupakan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik dan efektif 5. Pembelajaran I2M3 dilandasi oleh Filsafat Pendidikan Konstruktifisme yaitu pembelajaran untuk membangun realita mereka sendiri (construct their omn reality) atau paling tidak interpretasi yang didasarkan pada persepsi mereka atas pengalaman-pengalamannya. konstruktifisme Woolfolk dalam Gundogdu mendefinisikan

merupakan teori, cara, atau metode belajar mengajar yang

bertujuan untuk menekankan pemahaman pebelajar untuk membuat pengertian terhadap informasi yang lebih baik.6 Pendekatan konstruktivisme lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dilaksanakan supaya lebih merangsang dan memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar berfikir inovatif dan
4 5

Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, pasal 19 ayat 1 Drs. Daryanto, Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, Teori dan Praktek dalam Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta: AV. Publisher, 2009), hlm. 208. 6 K. Gundogdu, The Effect of Constructivist Instruction on Prospective Teachers Attitudes Toward Human Right Education (dalam Electronic Journal of Research in Educational Phychology (EJREP), 8, 2010) hlm. 333-352

mengembangkan potensinya secara optimal.7 Pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan eksplorasi personal, diskusi dan kegiatan lain yang menantang. Selain pendekatan konstruktivisme masih ada lagi pendekatan yang hampir sama yaitu pendekatan discovery learning . Keduanya memandang bahwa peserta didik adalah ilmuwan kecil. Adapun perbedaannya adalah, discovery learning belajar adalah menemukan sesuatu pengetahuan yang sudah ada, sedangkan pendekatan kostruktivisme yaitu belajar untuk menemukan sesuatu yang baru.8

Dalam proses belajar mengajar siswa perlu dibiasakan untuk memecakan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ideide. Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa konstruktivisme merupakan teori, cara atau metode belajar mengajar yang menekan kan kepada peningkatan pemahaman belajar dengan memberikan peran aktif kepada peserta didik sehingga peserta didik kreatif, inovatif, menyenangkan dan juga menantang. Pembelajaran I2M3 dimulai membuat perencanaan. Perencanaan berupa silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pelaksanaan pembelajaran I2M3 mengacu pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Jumlah siswa per rombongan belajar (kelas) untuk SD/MI maksimal 28 siswa, SM/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK maksimal 32 siswa. Beban mengajar guru sekurang-kurangnya 24 jam, yang meliputi kegiatan pokok merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan lainnya9. B. Tahapan Pembelajaran I2M3
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), hlm. 62. 8 Ibid.
9 7

Permendiknas nomor 41/2007, tentang Standar Proses.

Ditinjau dari sisi pengelolaan kelas, dalam pembelajaran I2M3 tampak sebagai berikut: 1. Guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan; 2. Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik; 3. Tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik; 4. Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar peserta didik; 5. Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan kepatuhan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran; 6. Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respon dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung; 7. Guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan satus sosial ekonomi; 8. Guru menghargai pendapat peserta didik; 9. Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi; 10. Pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya; dan 11. Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.10 Pelaksanaan pembelajaran I2M3,sebagaimana dijelaskan dalam Permen 41/2007 dibagi menjadi 3 babak, yaitu kegitan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. 1. Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan guru melakukan hal-hal sebagai berikut:

10

Ibid

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan d. Menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan uraian kegitan sesuai silabus. 2. Kegiatan Inti Pada kegiatan inti meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. a. Eksplorasi guru melakukan hal-hal sebagai berikut; 1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber. 2) mMenggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; 3) Menfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara pendidik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. 4) Melibatkan pembelajaran. 5) Menfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. pesertaa didik secara aktif dalam setiap kagitan

b. Elaborasi, guru melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; 2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.

3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan msalah, dan bertindak tanpa rasa takut; 4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar 6) Menfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individu maupun kelompok. 7) Menfasilitasi peserta didik untuk manyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; 8) Menfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; 9) Menfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. c. Konfirmasi, guru melakukakan beberapa hal, yaitu: 1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah teerhdap keberhasilan peserta didik; 2) Mmberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi pesertadidik melalui berbagai sumber; 3) Memfasilitasi peserta didik melakukan rfleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. 4) Menfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar, sehingga guru berfungsi: sebaga nara sumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yanag baku dan benar; membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; dan memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

3. Penutup Pada kegiatan Penutup guru melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran; b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dn terprogram; c. Memberikan umpan balik baik proses dan hasil pembelajaran; d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remidi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individu maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

10

BAB III PEMBAHASAN A. Mengimplementasikan Pembelajaran I2M3 Yang dimaksudkan dengan mengimplementasikan dalam pembelajaran adalah usaha agar pembelajaran I2M3 dapat diterapkan dalam praktik pembelajaran di kelas. Agar implementasi ini dapat berjalan wajar, maka diperlukan langkahlangkah strategis. Langkah strategis ini akan memberikan skenario pembelajaran. Adapun langkah yang perlu ditempuh meliputi 1. Mengubah paradigma guru terhadap belajar dan pembelajaran, dari

behavioristik ke konstruktivistik. Perubahan paradigma ini sangat esensial karena berkaitan dengan sikap dan pandangan guru terhadap belajar dan pembelajaran itu sendiri. Mustahil pembelajaran I2M3 ini dilaksanakan, jika guru masih menggunakan paradigma behavioristik. Belajar menurut aliran behavioristik adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon11. Dengan model stimulus-responnya, teori behavioristik menempatkan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon yang berupa perilaku tertentu dapat dibentuk karena siswa dikondisikan dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill (pembiasaan) semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat manakala diberikan reinforcement/penguatan dan akan menghilang bila dikenai punishment/hukuman12 Belajar menurut teori behavioristik adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Yang terpenting, menurut teori ini adalah masukan/input yang berupa stimulis dan keluaran/output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara

11

Mengajar,
12

Irawan, P, Suciati, Wardani, I.G.A.K. Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan (Jakarta: Pusat Antar Universitas, Direjen Dikti, Depdikbud, 1995), hlm. 2

Degeng, I.N.S. Teori Pembelajaran 2, Terapan, Jakarta, Program Magister Manajemen (Jakarta: Pendidikan Universitas Terbuka, 2001).hlm. 23

11

stimulus dan respon itu dianggap tak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respon. Faktor lain yang penting dalam teori behavioristik adalah pentingnya faktor penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Bila penguatan ditambah, maka respon akan semakin kuat. Begitu sebaliknya jika penguatan dikurangi, maka respon akan berkurang13. Degeng14 membuat intisari teori behavioristik dari beberapa aspek. Pertama, teori behavioristik memandang pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur rapi. Belajar adalah memperoleh pengetahuan. Mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar. Siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Apa yang dipahami oleh pengajar, itulah yang harus dipahami oleh siswa. Sedangkan fungsi mind/otak adalah menjiplak pengetahuan yang diajarkan. Kedua, teori behavioristik menempatkan keteraturan, kepastian, dan ketertiban sebagai hal yang esensial. Siswa harus dihadapkan pada atauran-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Ketiga, kaum behavioris memandang kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Kontrol belajar berada pada sistem yang berada di luar siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri: 1) Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu menunjukkan perubahan perilaku yang dapat diamati (observable) dan diukur (measurable). 2) Perubahan perilaku tersebut ditunjukkan dengan kemampuan melakukan respon terhadap rangsangan (stimulus) yang diberikan.

13 14

Irawan, Opcit hlm. 23 Degeng. Opcit. Hlm. 24-28

12

3) Untuk

meningkatkan

perubahan

perilaku

positif,

pebelajar

diberi

hadian/reward, dan hukuman/punishmen diberikan agar perilaku negatif tidak diulangi; 4) Hadiah dan hukuman biasanya berbentuk aturan atau tata tertib yang harus ditegakkan di atas segala-galanya; 5) Aturan atau tata tertib diharapkan mampu membentuk kebiasaan belajar; dan 6) Agar semuanya berjalan baik, maka keseragaman menjadi kunci utamanya. Pembelajaran behavioristik menurut Degeng15 ada beberapa ciri. Pertama, tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan pengetahuan, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajarinya dalam bentuk kuis, tes, atau laporan. Ke dua, penyajian isi menekankan pada ketrampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-ke-keseluruhan. Ke tiga, pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat. Ke empat, aktivitas pembelajaran lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks, Ke lima, pembelajaran menekankan pada hasil. Ke enam, evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan tes tertulis. Evaluasi menuntut satu jawaban benar. Evaluasi dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan belajar dengan penekaanan pada evaluasi individu. Pembelajaran yang menerapkan teori behavioristik biasanya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1) menentukan tujuan pembelajaran; 2) menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk

mengidentifikasi entry behaviour atau pengetahuan awal siswa; 3) menentukan materi pelajaran;

15

Degeng. Opcit. hlm 28-30

13

4) memecah mteri pelajaran menjadi bagian kecil-kecil (sub pokok bahasan atau sub topic); 5) menyajikan materi pelajaran; 6) memberi stimulus yang dapat berupa: pertanyaan lisan atau tulis, tes, latihan, dan tugas; 7) mengamati dan mengkaji respon yang diberikan; 8) memberi penguatan (baik penguatan positif maupun negative); 9) memberikan stimulus baru; 10) mengamati dan mengkaji respon yang diberikan dalam bentuk evaluasi hasil belajar; 11) memberikan penguatan16 Pembelajaran I2M3 dilandasi oleh teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan gagasan belajar yang berasal dari Von Glassersfeld17 bermula pada tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun bila diterlusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari Itali. Dialah cikal bakal konstruktivisme. Vico mengungkapkan bahwa Tuhan adalah pencipta alam dan manusia adalah tuan dari ciptaannya. Cukup lama gagasan Vico tidak diketahui orang dan seakan terpendam sampai Piaget menulis gagasan konstruktivisme dalam teori tentang perkembangan kognitif. Piaget mengungkapkan teori adaptasi yang menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari adaptasi struktur kognitif terhadap lingkungan. Gagasan Peaget ini lebih cepat tersebar dibanding gagasan Vico18 Piaget19 mengemukakan bahwa perkembangan intelektual seseorang melalui dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi adalah kemampuan untuk mensistematikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi
16 17

Irawan Opcit hlm.23 Suparno, Paul., Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Kanisius,

1997) hlm.

24. 18 Suparno,Ibid. hlm. 25.


19

Dahar, Ratna, Wilis. Teori-Teori Balajar, Jakarta, P2LPTK, (Jakarta: Dirjen Dikti, Depdiknas, 1988), hlm.181-182

14

sistem-sitem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur. Adaptasi adalah kemampuan seseorang untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungannya. Adaptasi dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi dilakukan apabila informasi yang diterima sesuai dengan struktur pengetahuan yang dimiliki, sehingga memperkuat struktur yang ada. Akomodasi dilakukan apabila informasi yang diterima tidak sesuai dengan struktur pengetahuan yang dimiliki. Apabila seseorang tidak dapat melakukan asimilasi, maka dalam dirinya terjadi disequilibrium atau ketidakseimbangan. Akibat ketidakseimbangan ini, seseorang melakukan akomodasi sehingga struktur-struktur yang sudah ada mengalami perubahan dan struktur baru terbentuk. Struktur baru tersebut merupakan perkembangan intelektual. Perkembangan intelektual merupakan proses terus menerus akibat adanya Bagi proses Piaget,

ketidakseimbangan-keseimbangan

(disequilibrium-equilibrium).

mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual yang dengannya pengalamanpengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh seseorang yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengetahuan baru20 . Bruner
21

dikenal dengan teroi belajar penemuannya (Discovery Learning). Ia

mengemukakan bahwa siswa belajar melalaui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui eksperimen-eksperimen. Siswa

berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, dan memotivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkan pada struktur bidang studi. Vigotsky, adalah salah satu tokoh yang dikenal dengan konsruktivis sosial22. Ia mengemukakan beberapa teori yang berkaitan dengan konstruktivis sosial, yaitu:
20 21

Suparno. Opcit. hlm. 33 Dahar, Opcit.

22

Suparno. Opcit. hlm. :45

15

(1) hakekat sosial dalam belajar; (2) zone of proximal development (ZPD); (3) pemagangan kognitif; dan (4) scafolding
23

. Teori hakekat sosial dalam belajar

menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Zone Of Proximal Development (ZPD) atau zona perkembangan terdekat adalah suatu ide bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. Siswa terlibat dalam zona perkembangan terdekat apabila terlibat dalam tugas-tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri tetapi dapat menyelesaikannya bila dibantu oleh teman sebaya mereka atau orang dewasa. Pemagangan Kognitif mengacu pada proses dimana seseorang yang sedang belajar secara bertahap mempeeroleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang pakar. Pakar itu bisa orang dewasa atau orang yang lebih tua atau kawan sebaya yang telah menguasai permasalahan. Scafolding (Mediated Learning) adalah belajar dengan panduan atau media, dimana guru memandu pengajaran sedemikian rupa sehingga siswa akan menguasai tuntas dan mendarahdagingkan ketrampilan-ketrampilan yang memngkinkan penfungsian kognitif yang lebih tinggi. Degeng mengemukakan beberapa pandangannya tentang konstruktivis. Menurut Degeng
24

pengetahuan adalah non obyektif, temporer, selalu berubah,

dan tidak menentu. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivsi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Siswa dapat memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalaman, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Otak (mind) berfungsi sebagai alat untuk

menginterpretasikan peristiwa, obyek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga maknayang dihasilkan bersifat unik dan individualistik. Penataan lingkungan belajar bercirikan: (1) ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan; (2) siswa harus bebas, kebebasan adalah unsur esensial dalam belajar; (3)

Nur, Muhammad. 2004. Pembelajaran Koperatif. Surabaya. Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESAhlm. 5
24

23

Degeng 2001. Opcit. 25-27

16

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidak kemampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai; (4) kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. (5) Siswa adalah subyek yang harus mampu menggunakan kebebesan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar; (6) kontrol belajar dipegang oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan tentang teori belejar konstruktivis, yaitu: (1) belajar sangat ditentukan oleh kemampuan pebelajar untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan/informasi yang dipelajari; (2) kontruksi pengetahuan terjadi pada kognisi pebelajar dengan cara asimilasi dan akomodasi melalui proses ketidakseimbangan menuju keseimbangan kognitif; (3) belajar dengan cara menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari akan memberikan pengalaman yang bermakna; (4) agar proses menemukan berjalan baik perlu ada bantuan dari orang yang punya kemampuan setingkat lebih tinggi; (5) belajar melalui kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan heterogen akan mempercepat proses belajar; (6) karena kemampuan mengkonstruksi tiap pebelajar berbeda, maka pemaknaan terhadap suatu pengetahuan akan unik dan berbeda untuk setiap pebelajar; (7) dengan demikian penialain dengan tes yang menuntut satu jawaban benar tidak cocok. Penilaian yang cocok adalah penilaian yang berkelanjutan dengan menggunakan berbagai teknik seperti portofolio, kinerja., produk, dan proyek. Pembelajaran yang konstruktivis dapat dilihat dari ciri-ciri gurunya. Brooks dan Brooks25 mengemukakan ada dua belas ciri guru konstruktivis, yaitu: (1) mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa; (2) menggunakan sumber primer dan materi manipulatif dan interaktif; (3) jika memberi tugas, guru konstruktivis menggunakan kata kerja operasional seperti mengklasifikasi, menganalisis, mempridiksi, dan berkreasi; (4) mengijinkan siswa untuk memberi tanggapan terhadap materi pelajaran, dan strategi pembelajaran; (5) mencari tahu sejauh mana pemahaman siswa terhadap suatu konsep, sebelum berbagi

Brooks, J.G., Brooks, M.G. 1993. In Search of Inderstanding The Case for Constructivist Classrooms, Alexandria, Virginia, ASDC

25

17

pemahamannya tentang konsep tersebut; (6) mendorong siswa untuk berdialog dengan guru dan nara sumber lain; (7) mendorong siswa melakukan inquiry melalui saling mengajari, memberi pertanyaan terbuka; dan bertanya satu sama lain; ( 8 ) melakukan elaborasi atas respon yang diberikan oleh siswa; (9) menggunakan pengalaman siswa yang bisa menimbulkan kontradiksi sebagai suatu hipotesis awal dan mendorong terjadinya diskusi; (10) memberikan waktu yang cukup setalah memberi pertanyaan; (11) menyediakan waktu yang cukup bagi siswa untuk membangun hubungan-hubungan dan mengkreasikan kesan; dan (12) memelihara keingintahuan siswa yang alamiah dengan sering menggunakan model siklus belajar. Kamii26 mengemukakan model konstruktivis dalam mengajar, yaitu: (1) siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para siswa; (2) berbuat terhadap benda meliputi: berbuat terhadap benda dan melihat bagaimana benda itu beraksi, berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan efek yang diinginkan, menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek yang diinginkan, dan menjelaskan; (3) perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, serta berilah para siswa kebebasan untuk menolak saran-saran guru; (4) tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan demikian pula pemecahan-pemecahannya; (5) anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi. Gambaran siswa yang belajar dalam suasana konstruktivis bagaikan air mengalir di sebuah sungai, mengalir, dinamis, penuh resiko, dan menggairahkan. Kesalahan, kreativitas, potensi, dan ketakjuban mengisi tempat itu. Mengajar diibaratkan bagai tukang bersih air sungai agar air dapat mengalir bebas hambatan. Tugas mengajar diibaratkan mengangkat sampah dan kotoran lain, mengeruk lumpur dan pasir, dan memindahkan batu dan kayu. Dari sungai sehingga air dapat mengalir dengan baik. Oleh karenanya ketulusan hati, kesetiaan, kemesraan, kesabaran, cinta, suka cita, improvisasi, pengendalian diri memenuhi pekerjaan mengajar. Mengajar hendaknya menggunakan bahasa cinta. Degeng (2005) menyatakan janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun .
26

Dahar, Opcit. hlm. 193-196)

18

Degeng27 mengemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis ditinjau dari berbagai aspek. Pertama, tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar. Ke dua, penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian. Ke tiga, pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan siswa. Ke empat, aktivitas pembelajaran lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada ketrampilan berfikir kritis. Ke lima, pembelajaran menekankan pada proses. Ke enam, evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah pada konteks nyata. Evaluasi diarahkan untuk munculnya berfikir divergen, pemecahan ganda, dan bukan hanya satu jawaban benar. Evaluasi merupakan bagian utuh dari pembelajaran dengan memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok.

B.

Mengembangkan Metode Pembelajaran I2M3 Guru hendaknya mengembangkan metode atau model pembelajaran yang

berpusat pada siswa (student center), mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata siswa (contextual), siswa belajar memecahkan masalah dalam kehidupan nyata (Proble-base learning), dan siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif (cooperative learning). Metode atau model pembelajaran yang demikian biasanya disebut pembelajaran inovatif. Pada saat ini, setidaknya ada 3 (tiga) model pembelajaran yang berkembang dalam praktik pembelajaran di Indonesia yang mengacu pada pembelajaran I2M3. Ketiga model pembelajaran itu adalah: 1. pengajaran langsung (direct instruction); 2. pembelajaran koperatif (cooperative learning);
27

Degeng, I.N.S. Teori Pembelajaran 2, Terapan, (Jakarta: Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka, 2001). hlm.16

19

3. pembelajaran berbasis masalah (problem base learning). C. Melaksanakan I2M3 Pengajaran langsung, masih menjadi model paling banyak digunakan dalam praktik persekolah di Indonesia. Banyak guru menganggap model ini paling efektif untuk menjagajarkan materi. Namun perlu diingat model ini tidak dapat mengembangkan ketrampilan sosial dan berfikir tingkat tinggi. Nur28 (2005:17) menyatakan bahwa model pengajaran langsung cocok untuk mengajarkan pengetahuan yang terstruktur dengan baik dan diajarkan langkah demi langkah, dan tidak dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan berfikir tingkat tinggi. Beberapa metode pembelajaran yang sesuai dengan I2M3 adalah pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran bermasis masalah. Pembelajaran koperatif merupakan model pembelajaran yang sedang digalakkan. Hampir di setiap penataran guru, model ini disosialisasikan. Sebagian besar guru telah mencoba model ini dalam pembelajarannya. Hanya sayang banyak guru yang menafsirkan pembelajaran koperatif dengan diskusi kelompok. Padahal yang benar dalam pembelajaran koperatif siswa bekerja bersama (kerja kelompok) dalam kelompok kecil beranggotakan 4 sampai 6 siswa berkemampuan heterogen. Kelompok ini bekerja bersama, saling mengajari, dalam kurun waktu beberapa minggu atau bulan. Hal terpenting dalam pembelajaran koperatif adalah adanya saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi (Nur, 2004: 6). Ada beberapa tipe pembelajaran koperatif yang dapat dipilih dalam pembelajaran, seperti student team achievement devision (STAD), jigsaw, team games tournament (TGT), number head together (NHT), cooperative scrip, Tink Pair Share (TPS), dan msih banyak lagi. Hal terpenting dalam memilih model pembelajaran koperatif adalah kesesuaian dengan kondisi. Kondisi tersebut meliputi: (1) karekteristik materi; (2) karekteristik siswa; (3) kompetensi yang hendak dicapai; dan (4) sarana dan prasaran yang mendukung.

28

Nur. Opcit. 17

20

Pembelajaran koperatif, menerapkan kaidah-kaidah konstruktivis, khususnya konstruktivis sosial dari Vigotsky. Hakekat sosial dalam belajar, ZPD, pemagangan kognitif, dan scafolding, yang merupakan ciri-ciri konstruktivis sosial berusaha dikembangkan dalam pembelajaran model ini. Namun jika kita cermati, masih ada satu ciri yang mengarah pada behavioristis, yaitu digunakannya kuis (dengan satu jawaban benar) pada beberapa tipe pembelajaran koperatif seperti STAD. Jigsaw, TGT, dan scrip cooperative. Selain pembelajaran kooperatif, maka pembelajaran berbasis masalah termasuk pembelajaran yang masih jarang diterapkan oleh guru. Pembelajaran ini tidak dapat diselesaikan dalam satu kali tatap muka, dan membutuhkan perencanaan yang matang. Borrow dan Tamblyn29, menjelaskan bahwa

pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang hasilnya diperoleh dari proses bekerja ke arah pemahaman atau pemecahan masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, membangun prinsip-prinsip pembelajaran mengatur belajar sendiri (self-directed learning) dan mendorong pengembangan kecakapan pembelajaran sepanjang hayat. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang inovatif. Dasna dan Sutrisno30 yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.

Delisle, Robert. How to Use Problem-Base Learning in the Classroom. (Alexandria, Virginia. ASCD.1997) hlm. 3 Dasna, I.W., Sutrisno. 2008. Pembelajaran Berbasis Maslah (Problem Base Learning). Lubisgrafura/wordpress.com/htm. Diakses tanggal 30 April 2008.
30

29

21

PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut.31 Ditinjau dari sudut guru,32 Delisle menjelaskan bahwa guru dalam pembelajaran berbasis masalah mempunyai beberapa peran, yaitu: (1) mendesain kurikulum; (2) memandu siswa dalam pembelajaran; (3) sebagai evaluator tentang efektivitas masalah, kinerja siswa, dan kinerja guru. Sedangkan peran siswa dalam pembelajaran berbasis masalah adalah: (1) mengatur belajarnya sendiri, menuntun mereka belajar sepanjang hayat; (2) mencari, menyeleksi, dan memanfaatkan sumber daya yang tepat dan paling baik; (3) berfikir kritis dan klinis; (4) berperilaku secara profesional yang tepat; (5) meliputi prinsip-prinsip eti dan legal dalam praktik; (6) bekerja dalam grup dan tim; (7) berkomunikasi secara jernih dan profesional dalam bentuk ucapan dan tulisan; dan ( 8 ) berfikir proaktif. Arends (2004, dalam Dasna dan Sutrisno) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Siswa akan berusaha menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari dan langsung menggunakan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Siswa juga menggunakan cara-cara orang dewasa dalam belajar, artinya

31 32

Ibid Delisle. opcit. 14-17

22

siswa harus lebih aktif, tidak terlalu tergantung pada guru. Siswa yang melakukan inkuiri dalam pembelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar siswa/mahasiswa belajar secara mandiri.

23

BAB IV P E N U T U P. A. Kesimpulan 1. Pembelajaran I2M3 adalah pembelajaran yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran I2M3 didasari oleh teori belajar konstruktivisme, yaitu teori belajar yang menekankan pada aktifitas siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri melalui pembelajaran. 2. Pembelajaran I2M3 dapat diimplementasikan dengan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk partisipasi secara aktif untuk belajar dan menemukan pengetahuannya sendiri. B. Saran-saran 1. Pembelajaran I2M3 harus dilaksanakan di sekolah masing-masing. 2. Maju bersama I2M3.

24

DAFTAR PUSTAKA Brooks, J.G., Brooks, M.G. In Search of Inderstanding The Case for Constructivist Classrooms, (Alexandria, Virginia, ASDC., 1993) Dahar, Ratna, Wilis. Teori-Teori Balajar, (Jakarta: P2LPTK, Dirjen Dikti.1998). Daryanto,Drs. Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, Teori dan Praktek dalam Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta: AV. Publisher, 2009). Dasna, I.W., Sutrisno. 2008. Pembelajaran Berbasis Maslah (Problem Base Learning). Lubisgrafura/wordpress.com/htm. Diakses tanggal 30 April 2008. Degeng, I.N.S.. Teori Pembelajaran 2, Terapan, Jakarta, Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka. 2001) Degeng, I.N.S. Teori Pembelajaran 2, Terapan, Jakarta, Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka, 2001) Delisle, Robert. How to Use Problem-Base Learning in the Classroom. (Alexandria: Virginia. ASCD. , 1997) Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2009) Irawan, P, Suciati, Wardani, I.G.A.K. Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan Mengajar, (Jakarta, Pusat Antar Universitas, Direjen Dikti, Depdikbud, 1995) K. Gundogdu, The Effect of Constructivist Instruction on Prospective Teachers Attitudes Toward Human Right Education (dalam Electronic Journal of Research in Educational Phychology (EJREP), 8, 2010) hlm. 333-352 Nur, Muhammad. 2004. Pembelajaran Koperatif. (Surabaya. Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESA) Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, pasal 19 ayat 1 Permendiknas Nomor 15 tahun 2010, Standar Pelayanan Minimal. Permendiknas nomor 41/2007, tentang Standar Proses Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan.

25

Sabri, A. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Quantum Teaching, Jakarta. 2005 Suparno, Paul. 1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Yogyakarta, Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai