Anda di halaman 1dari 9

JAWABAN KISI-KISI PAT FIKIH

1. - Akad secara etimologi/bahasa adalah ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara
nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.
- Akad secara terminologi (umum) adalah segala yang diinginkan manusia untuk
mengerjakannya baik bersumber dari keinginan pribadi seperti waqaf atau bersumber dari
dua pihak seperti jual-beli.
Bisa diartikan akad secara umum adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti waqaf, talak, dan pembebasan atau sesuatu yang
pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang, seperti jual beli, perwakilan, dan
gadai.
- Akad secara terminologi (khusus) adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan)
dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh pada sesuatu perikatan.
- Akad dalam pengertian khusus menurut para ulama
1. akad sebagai perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan
syarak yang berdampak pada objeknya.
2. akad sebagai pengaitan ucapan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara
syarak pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.
- para ulama fikih menyebutkan bahwa akad adalah setiap ucapan yang keluar sebagai
penjelasan dari kedua keinginan yang ada kecocokan.
- Makna akad secara syar’I adalah hubungan antara ijab dan qabul dengan cara yang
dibolehkan oleh syariat yang berpengaruh secara langsung terhadap sesuatu yang
diikatkan atau ditransaksikan.
2. pembentukan akad dapat terjadi apabila terdapat unsur-unsur yaitu ‘aqid (orang yang
berakad), ma’qud ‘alaih (benda-benda yang diakadkan), maudu al-‘aqd (tujuan atau maksud
pokok mengadakan akad), sigat al-‘aqd (ijab dan qabul).
3. Syarat sah akad
Akad dianggap sah apabila terhindar dari enam perkara, yaitu kebodohan, paksaan,
pembatasan waktu, perkiraan, ada unsur kemudaratan, dan syarat-syarat jual beli yang
rusak (fasid).
a. akad sahih = akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan oleh syarak,
baik asal maupun sifatnya.
B akad tidak sahih = akad yang tidak memenuhi unsur syarak. Maksudnya tidak sahih adalah
tidak memenuhi rukun dan tidak ada objek akad. Akad dianggap fasid apabila objek akad
tidak diketahui meskipun telah memenuhi rukun dan syarat.
4.
5. Sebab kepemilikan
a. Ihrazul mubahat = sebab timbul atau sifat memiliki atas benda oleh seseorang. Mubah
dalam ihrazul mubahat adalah harta yang tidak masuk ke dalam milik yang dihormati dan
tidak ada pula suatu penghalang yang dibenarkan syarak dan pemiliknya.

Memiliki benda-benda yang mubah dengan jalan ihrazul memerlukan dua syarat yaitu :
1. benda itu tidak diihrazulkan orang lain terlebih dahulu. Barang siapa yang mendahului
orang lain pada sesuatu yang mubah bagi semua orang maka sesungguhnya ia telah
memilikinya.
2. ada maksud tamalluk, yakni jika seseorang memperoleh sesuatu benda mubah dengan
tidak maksud memilikinya, benda itu tidaklah menjadi miliknya.
b. Al-‘Uqud (transaksi pemindahan hak) = maksudnya pertalian antara ijab dan qabul sesuai
dengan ketentuan yang menimbulkan pengaruh terhadap objek akad.
Akad dilihat dari sebab kepemilikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu al-uqud jabariyah
dan istimlak
1. al-‘uqud jabariyah (akad secara paksa) adalah akad yang dilaksanakan berdasarkan pada
keputusan pengadilan secara langsung atau melalui kuasa hukumnya, seperti menjual harta
orang yang berutang secara paksa atau keterpaksaan menjual harta berupa tanah dan
pekarangan untuk melunasi utang.
2. istimlak (beli paksa) untuk kemashlatan umum. Wahbah al-zuhaili menyebutkan praktik
istimlak merupakan suatu pengecualian yang mana dalam peralihan kepemilikan,
adakalanya bersifat rela dan adakalanya bersifat memaksa tergantung kondisi darurat dan
kemashlatan yang dihasilkan.
c. khalafiyah = penggantian posisi dari satu pihak ke pihak lain, yang dalam prosesnya tanpa
ada persetujuan, baik dari pihak pertama maupun pihak kedua.
1. khalafiyah syhakhsun ‘an syakhsin, yakni si waris mengganti posisi pewarisnya dalam
memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh pewaris, sebatas memiliki harta bukan mewarisi
utang di pewaris.
2. khalafiyah syai’un ‘an syai’in, yakni seseorang merugikan barang/harta milik orang lain
dan barang tersebut rusak di tangannya atau hilang.
d. at-Tawallud min Mamluk = segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki menjadi hak
bagi pemilik benda tersebut.
6. - Contoh barang mubah dan dapat dimiliki, seperti air yang tidak dimiliki seseorang,
rumpu dan pepohonan di hutan belantara yang tidak dimiliki oleh orang, binatang buruan
dan ikan-ikan di laut. Dalam ketentuan milkiyah, semua jenis tersebut di atas adalah barang
mubah.
- Misalnya, akad jual beli tanah atau harta lainnya, hibah harta, wasial, des sejenisnya
merupakan sumber kepemilikan yang paling penting. Dalam hal ini akad merupakan sebab
kepemilikan yang paling kuat dan luas berlaku dalam kehidupan manusia yang
membutuhkan distribusi harta kekayaan.
- Misalnya, harta warisan. Warisan berpindah ke ahli waris tanpa terlebih dahulu
bersyarat persetujuan karena ketentuan itu merupakan ketentuan syariat Islam.
- Misalnya, seseorang memiliki pohon yang menghasilkan buah, buah ini otomatis menjadi
milik bagi pemilik pohon; seseorang memiliki ternak kambing lalu mengambil susunya, susu
yang diperoleh dari kambing tersebut menjadi milik pemilik kambing.
7.
8.
9. - kepemilikan dalam syariat Islam adalah penguasaan terhadap sesuatu sesuai dengan
aturan hukum, dan memiliki wewenang untuk bertindak terhadap apa yang ia miliki
selama dalam jalur yang benar dan sesuai dengan hukum.

- menurut bahasa berasal dari kata milkun artinya sesuatu yang berada dalam
kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang secara
hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk
dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
10.
11. - Ihya’ul mawat adalah menghidupkan tanah yang mati. Maksud tanah mati adalah
tanah yang tidak dimiliki seseorang. Para fuqaha (ahli fikih) memberikan pengertian mawat
adalah tanah yang terlepas dari kekhususan dan kepemilikan yang terpelihara.
- ada pula yang memberikan ta’rif bahwa ihya’ul mawat adalah menyiapkan tanah yang
mati yang belum digarap oleh orang lain dan menjadikannya dapat dimanfaatkan, baik
untuk dipakai tempat tinggal maupun dipakai bercocok tanam dll.
Dari ta'rif para fukaha di atas dapat diketahui bahwa tidak termasuk ke dalam mawat (tanah
yang mati) apabila terdapat dua masalah berikut.
1. Jika masih dalam kepemilikan yang terpelihara dari orang muslim dan orang kafir dengan
adanya jual beli, pemberian, atau cara lainnya sehingga memilikinya.
2. Yang terkait dengan maslahat milik orang yang terpelihara, seperti jalan, halaman, saluran
air atau terkait dengan maslahat penduduk suatu desa, seperti untuk penguburan mayit,
tempat pembuangan sampah, lapangan khusus shalat Idain, area kayu bakar dan ladang
rumput untuk gembala. Semua itu tidak dapat dimiliki dengan menghidupkannya.
ُّ ‫ت َأِل َح ٍد فَه َُو َأ َح‬
12. ‫ق‬ ْ ‫َم ْن َأ ْع َم َر َأرْ ضًا لَ ْي َس‬

Siapa yang memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya (tanah tak bertuan), maka
orang itu yang paling berhak atasnya. (H.R. al-Bukhari 2167)
Berdasarkan hadis tersebut para ulama berbeda pendapat mengenai hukum asal dari
ihya’ul mawat, yaitu sebagian ulama berbendapat membolehkan (jaiz) dan sebagian
berpendapat sunah.
13.
14.
15.
16.
17. menurut imam nawawi dalam kitab al-majmu, jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan. Sementara itu, Ibnu qudamah dalam kitab al-mughni
menyatakan bahwa jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk saling
menjadikan milik.
18. a. Terlarang sebab ahliah
Orang yang dilarang melakukan transaksi jual beli karena sebab ahliah adalah orang gila,
anak kecil, orang buta, fudul. orang yang terhalang (halangan itu dapat berupa
kebodohan, kebangkrutan, dan penyakit), dan orang yang sedang dalam bahaya, yakni
menghindar dari perbuatan zalim (jual beli malja').
b.Terlarang Sebab Sigat
Ulama fikih bersepakat bahwa jual beli yang didasarkan pada keridaan antara pihak yang
melakukan akad, ada ke sesuaian antara ijab dan kabul, berada di satu tempat, dan tidak
terpisah oleh suatu pemisah adalah sah. Sebaliknya, jual beli yang tidak memenuhi
ketentuan tersebut dipandang tidak sah atau masih diperselisihkan para ulama, seperti
macam-macam jual beli berikut.
1) Jual beli mu'tah adalah jual beli yang sudah disepakati oleh pihak yang melakukan akad
berkenaan dengan barang dan harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
2) Jual beli melalui utusan dan surat. Jual beli semacam ini adalah sah selama utusan dan
surat itu sampai pada tujuan. Apabila terjadi sebaliknya, jual belinya tidak sah.
3) Jual beli dengan isyarat atau lisan selama bisa dibaca dan dimengerti. Jika terjadi
sebaliknya, jual beli semacam ini dinyatakan tidak sah, misalnya tulisannya tidak terbaca,
dan isyaratnya tidak dapat dimengerti.
4) Jual beli barang yang tidak ada di tempat.
5) Jual beli yang tidak sesuai dengan ijab kabul.
6) Jual beli munjiz (jual beli yang ditangguhkan).
c. Terlarang Sebab Ma'qud 'Alaih (Objek Akad)
Ma'qud 'alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang berakad, biasa
disebut dengan istilah mabi' (barang jualan), seperti
1) jual beli benda yang dikhawatirkan tidak ada barangnya;
2) jual beli yang tidak dapat diserahkan barangnya;
3) jual beli garar (tipuan) adalah jual beli yang mengandung kesamaran;
4) jual beli barang yang najis dan terkena najis;
5) jual beli air (mazhab Zahiriah dan yang lain tidak mengharamkannya);
6) jual beli barang yang tidak jelas (majhil):
7) jual beli barang yang tidak ada di tempat (gaib);
8) jual beli sesuatu yang belum dipegang, dan
9) jual beli buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan yang belum jelas buahnya.
d. Terlarang Sebab Syara'
Jual beli terlarang sebab syara' meliputi
1) jual beli riba:
2) jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan;
3) jual beli barang yang diperoleh dengan cara merampas atau memalak di jalan;
4) jual beli sperma hewan jantan dengan cara mencampurkan hewan tersebut dengan
hewan betina; 5) jual beli anggur untuk dijadikan khamar;
6) jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain;
7) jual beli bersyarat.
19. dasar hukum jual beli
Firman Allah SWT

ُ ‫الَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذلِكَ بَِأنَّهُ ْم قَالُوا ِإنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ بَا ۗ َوَأ َح َّل هَّللا‬
‫ار ۖ هُ ْم فِيهَا‬ ِ َّ‫ك َأصْ َحابُ الن‬ َ ‫ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَا ْنتَهَ ٰى فَلَهُ َما َسلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَُأو ٰلَِئ‬
َ‫خَ الِ ُدون‬
Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS Al
Baqarah: 275)
20. 1) Jual beli nafaz
Jual beli nafaz adalah jual beli yang dilakukan oleh orang yang telah memenuhi syarat dan
rukun jual beli sehingga jual beli tersebut dikategorikan sah.
2) Jual beli mauquf
Jual beli mauquf adalah jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi nafaż,
yakni bukan milik dan tidak kuasa melakukan akad, seperti jual beli fudul (jual beli milik
orang lain, tanpa ada izin). Jika pemiliknya mengizinkan, jual beli fudul dipandang sah.
Sebaliknya, jika pemilik tidak mengizinkan, dipandang batal. Para ulama berbeda pendapat
dalam jual beli fudul ini.
21. a. Khiyar (khiar) majelis adalah hak khiar ketika si pembeli dan penjual boleh memilih
antara dua perkara, yakni meneruskan/melangsungkan jual beli atau memba talkannya
selama keduanya masih berada di tempat berlangsungnya akad jual beli. Khiar majelis
diperbolehkan dalam segala macam jual beli. Khiar majelis biasanya terjadi pada akad yang
bersifat pertukaran, seperti jual beli dan upah-mengupah.
b. Khiyar (khiar) syarat adalah khiar yang disyaratkan oleh salah satu pihak penjual
atau pembeli sewaktu berlangsungnya akad jual beli.
c. Khiyar (khiar) 'aibi adalah hak pembeli untuk memilih meneruskan jual beli atau
membatalkannya, ketika diketahui barang yang dibelinya ternyata cacat dan cacat
tersebut tidak tampak pada saat berlangsungnya akad.
22. & 23 - khiyar majlis : apabila seseorang membeli sesuatu barang seperti hp lalu mereka
sepakat untuk melakukan akad maka jual belinya sah. atau seorang pembeli tadi
membatalkannya sebelum berpisah maka jual beli itu sah.
- khiyar syarat : apabila seseorang membeli barang seperti motor lalu sang pembeli
berkata" coba aja 2 hari kalau kurang puas bisa dikembalikan, kalau puas tidak pelu balik
lagi" maka jual beli ini setelah 2 hari sah.
- khiyar aibi : apabila seseorang membeli laptop atau selainnya lalu ia menemukan cacat
pada barang tersebut maka ia boleh tidak membelinya.
- Khiyar Ru'yah
contohnya pedagang membeli buah apel dari petani apel dengan hanya melihat sampel
barang, atau berdasarkan spesifikasi kualitas apel tertentu.
- Khiyar Naqdi
contohnya ini memberikan kesempatan untuk mencoba jual beli untuk transaksi dengan
pertukaran tidak langsung.
24.
25. Khiyar (khiar) dalam jual beli adalah hak untuk memilih salah satu di antara dua hal,
yaitu meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali jual beli). Khiar
bertujuan agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-
masing tentang jual belinya sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari, lantaran
merasa tertipu. Hukum khiar adalah mubah.
26. Salam (pesanan) merupakan salah satu macam jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya
dalam perjanjian. Menurut Abu Bakr Jabir al Beli al-Jaziri, salam adalah jual beli sesuatu
dengan ciri-ciri tertentu yang akan diserahkan pada waktu tertentu. Jual beli secara salam
biasa dilakukan dengan cara pembayaran tidak tunai, tetapi boleh juga dilakukan secara
kontan (tunai).
Menurut kebiasaan para pedagang, jual beli salam pada awalnya berarti meminjamkan
barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu. Maksudnya, seseorang
membuat perjanjian dengan pihak lain untuk membeli sesuatu (barang). Namun,
penyerahan barang tersebut ditangguhkan, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan
ketika akad.
27. - syirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebihuntuk suatu usaha tertentu
di mana setiap pihak memberikankontribusi dana/modal usaha (ra's al-mal) dengan
ketentuan bahwakeuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secaraproporsional,
sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihaksecara proporsional. 
- Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan.
Definisi tersebut tercantum dalam buku Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah. Mengutip buku
Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 5, secara bahasa, syirkah adalah bercampurnya harta dengan
harta yang lain sehingga keduanya tidak bisa dibedakan lagi.
- Menurut ulama Malikiyah, syirkah adalah pemberian izin kepada kedua mitra kerja
untuk mengatur harta (modal) bersama. Artinya, setiap mitra memberikan izin kepada
mitranya yang lain untuk mengatur harta keduanya tanpa kehilangan hak untuk melakukan
hal itu.
- Menurut ulama Hanabilah, syirkah adalah persekutuan hak atau pengaturan harta.
Pendapat lain dari ulama Syafi'iyah mengungkapkan, syirkah adalah tetapnya hak
kepemilikan bagi dua orang atau lebih sehingga tidak terbedakan antara pihak yang satu
dengan pihak yang lain (syuyuu').
28. - Musaqah diambil dari kata as-saqa, yakni seseorang yang bekerja (mengurus) pohon
kurma, anggur, atau pohon-pohon yang lainnya supaya mendatangkan ke maslahatan dan
mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalan. Menurut istilah,
musaqah adalah mempekerjakan manusia untuk mengurus pohon dengan menyiram dan
memeliharanya serta hasil yang direzekikan Allah Swt. dari pohon itu untuk mereka berdua
(pendapat Syekh Syihab ad-Din al Qalyubi dan Syekh Umairah).
- Secara etimologi, istilah muzara'ah berasal dari bahasa Arab yang berarti me
numbuhkan. Menurut istilah para ulama fikih, muzara'ah didefinisikan sebagai berikut.
1) Ulama Malikiyah berpendapat bahwa muzara'ah adalah bersekutu dalam akad.
2) Ulama Hanbaliyah berpendapat bahwa pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada
orang lain untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit.
Berdasarkan pengertian muzara'ah di atas diperoleh simpulan bahwa muzara'ah adalah
pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk dikelola dengan bagi hasil,
yakni seperdua, sepertiga, atau lebih yang benihnya dari pemilik tanah.
- Mukhabarah adalah akad yang sama dengan muzara'ah baik dalam dasar hukum,
syarat, dan rukunnya. Keduanya sama-sama masih dalam perdebatan para ulama. Ada
sebagian ulama yang memperbolehkan, ada yang tidak memperbolehkan. Namun, dilihat
dari manfaat yang diambil dari kedua akad tersebut maka secara syara' boleh dilakukan
selama tidak bermaksud mencari keuntungan untuk diri sendiri dan mempekerjakan orang
lain tanpa diberi upah sedikit pun dari hasil kerjanya. Perbedaan antara mukhabarah dan
muzara'ah terletak dalam hal benih yang akan ditanam. Dalam akad muzara'ah, pihak
pemilik adalah yang menyediakan benih. sedangkan pada akad mukhabarah, penggarap
tanah adalah pihak yang menyiapkan benih.
29. Mudarabah (bagi hasil) berasal dari kata (ad-darbu) yang berarti bepergian atau berjalan
(untuk urusan dagang). Selain ad-darbu, mudarabah disebut juga qirad yang berasal dari
kata al-qardu yang berarti potongan karena pemilik modal memotong sebagian hartanya
untuk diper dagangkan dan keuntungannya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.
Menurut para fuqaha, mudarabah adalah akad antara dua pihak yang saling menanggung.
Salah satu pihak (pemilik modal) memberikan hartanya kepada pihak lain (pelaku usaha)
untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti
setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah disepakati. Contoh ada di file tugas
devina mudarabah
30. Murabahah adalah hubungan akad menjual sesuatu barang dengan harga modal ditambah
keuntungan dengan persetujuan bersama. Dengan kata lain, murabahah adalah penjualan
dengan tambahan keuntungan. Murabahah merupakan salah satu produk bank Islam yang
memberikan fasi litas berupa pembiayaan suatu usaha atau proyek dengan sistem pembayaran
mark-up (keuntungan/margin). Margin adalah tingkat an selisih antara biaya produksi dan
harga jual di pasar.
31. Si A mempunyai tanah yang belum ditanam, sedangkan si B mempunyai benih untuk
ditanam dan si B menanam di tanah si A. Yang wajib mengeluarkan zakat adalah si B sebab
pada hakekatnya si B lah yang bertanam.

Anda mungkin juga menyukai